hukum mengganti (8)

Ibadah dengan ibadah lain

Dalam situasi tertentu seseorang bisa saja mengganti satu ibadah dengan ibadah lain. Tayamum menggantikan wudlu saat tidak ada air dan sakit. Tayamum juga bisa dilakukan manakala jenazah wanita berada di sekeliling kaum laki-laki yang bukan mahromnya.

وَ إنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أوْ علَى سَفَرٍ أوْجاَءَ أحَدٌ مِنْكُمْ منَ الْغاَئِطِ أوْ لاَمَسْتُمُ النِّساَءَ فَلَمْ تَجِدُوْا ماَءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْداً طَيِّباً

Jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau seorang di antara kalian pulang dari buang air atau bersetubuh dengan wanita lalu tidak mendapatkan air maka bertayamumlah dengan tanah yang baik

Bagi seorang musafir, peserta outbond dan para mujahid, memakai dan melepas sepatu adalah pekerjaan yang terkadang merepotkan. Di sisi lain sholat tidak boleh ditinggalkan. Sementara sholat tidak mungkin dipisahkan oleh wudlu. Di sinilah islam memberikan kemudahan. Di saat akan membasuh kaki cukup mengusap sepatu bagian atas sehingga sepatu tidak perlu dilepas :

عَنْ اَلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى اَلْعِمَامَةِ وَالْخُفَّيْنِ

Dari Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu lalu beliau mengusap ubun-ubunnya bagian atas sorbannya dan kedua sepatunya. [HR Muslim]
Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam berkata : barangsiapa yang mentadaburi syariat islam dan menetapkan qiyas dengan benar maka ia akan mengetahui bahwa rukhshoh dalam masalah ini sangatlah luas. Pembolehan mengusap sepatu bagian atas termasuk keindahan islam dan wujud toleransinya. Ini juga merupakan bukti bahwa islam mencabut kesulitan dari umatnya ……
Membuat garis sebagai sutroh dalam sholat di saat tidak ditemukan tombak dan benda lainnya untuk ditancapkan

َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ شَيْئًا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَنْصِبْ عَصًا فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَلْيَخُطَّ خَطًّا ثُمَّ لَا يَضُرُّهُ مَنْ مَرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ ) أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَلَمْ يُصِبْ مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ مُضْطَرِبٌ بَلْ هُوَ حَسَنٌ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Apabila seseorang di antara kamu sholat hendaklah ia membuat sesuatu di depannya jika ia tidak mendapatkan hendaknya ia menancapkan tongkat jika tidak memungkinkan hendaknya ia membuat garis namun hal itu tidak mengganggu orang yang lewat di depannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah. Shahih menurut Ibnu Hibban. Hadits ini hasan dan tidak benar jika orang menganggapnya hadits mudltorib.

Maroji’ :

Fiqh sunnah, Sayid Sabiq 1/67 dan 434
Taudlihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam bab almashu alal khuffain

hukum mengganti (7)

Baju

Seseorang pasti memiliki pakaian khushus untuk acara tertentu. Tidak mungkin di rumah memakai pakaian sebagaimana yang ia kenakan ketika bekerja di kantor. Pulang sekolah, si anak akan melepas bajunya dan menggantinya dengan baju olahraga karena ia akan bermain bola di lapangan.
Kalau itu berlaku bagi urusan dunia maka sudah selayaknya berlaku pula urusan ibadah. Ibnu Qoyyim berkata : dianjurkan bagi seseorang yang akan menunaikan sholat jumat untuk mengenakan pakaian terbaik yang ia mampu untuk membelinya.
Maka tidak aneh bila rosululloh shollallohu alaihi wasallam di atas mimbar pernah menegur seorang sahabat yang masuk masjid pada hari jumat dengan mengenakan pakaian kerja :

مَاعَلَى أحَدِكُمْ لَوْ اشْتَرَى ثَوْبَيْنِ لِيَوْم الْجُمُعَةِ سِوَى ثَوْبَى مِهْنَتِهِ ؟

Kenapa engkau tidak membeli dua buah baju khusus hari jumat selain baju kerjamu [HR Abu Daud]
Sudah sepantasnya pakaian kerja diganti pakaian khusus untuk memuliakan hari jumat. Kalau kita ingin mendapat penilaian baik dari manusia karena pakaian keduniaan kita, bukankah kita juga ingin dipuji Alloh karena pakaian ibadah kita yang indah ?

Maroji’ :

Zaadul Ma’ad, Ibnu Qoyyim 1/167

hukum mengganti (6)

Tempat Di Akhirat

Betapa indahnya seandainya neraka yang seharusnya kita tempati lalu Alloh gantikan penghuninya. Kenapa ? Karena kita beriman kepadaNya sehingga tempat yang buruk itu dihuni oleh orang kafir sementara kita melenggang dengan mudah ke dalam aljannah.

Alangkah buruknya Abu Jahal, Abu Lahab, Abdulloh bin Ubay dan lainnya. Seandainya mereka mengucapkan kalimat syahadat dan menjadi pengikut setia rosululloh shollallohu alaihi wasallam, tentu mereka sedang berbahagia di alam barzakh dan aljannah sudah pasti menunggunya. Wal iyaadzu billah tempat itu diganti oleh Alloh dengan neraka jahannam sebagai balasan atas kekufuran mereka. Inilah yang dikisahkan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam yang bisa dijadikan i’tibar :

عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَأَلَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ فَتَّانِي الْقَبْرِ فَقَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ هَذِهِ الْأُمَّةَ تُبْتَلَى فِي قُبُورِهَا فَإِذَا أُدْخِلَ الْمُؤْمِنُ قَبْرَهُ وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُهُ جَاءَ مَلَكٌ شَدِيدُ الِانْتِهَارِ فَيَقُولُ لَهُ مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ أَقُولُ إِنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ وَعَبْدُهُ فَيَقُولُ لَهُ الْمَلَكُ انْظُرْ إِلَى مَقْعَدِكَ الَّذِي كَانَ فِي النَّارِ قَدْ أَنْجَاكَ اللَّهُ مِنْهُ وَأَبْدَلَكَ بِمَقْعَدِكَ الَّذِي تَرَى مِنْ النَّارِ مَقْعَدَكَ الَّذِي تَرَى مِنْ الْجَنَّةِ فَيَرَاهُمَا كِلَاهُمَا فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ دَعُونِي أُبَشِّرْ أَهْلِي فَيُقَالُ لَهُ اسْكُنْ وَأَمَّا الْمُنَافِقُ فَيُقْعَدُ إِذَا تَوَلَّى عَنْهُ أَهْلُهُ فَيُقَالُ لَهُ مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ فَيَقُولُ لَا أَدْرِي أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ فَيُقَالُ لَهُ لَا دَرَيْتَ هَذَا مَقْعَدُكَ الَّذِي كَانَ لَكَ مِنْ الْجَنَّةِ قَدْ أُبْدِلْتَ مَكَانَهُ مَقْعَدَكَ مِنْ النَّارِ

Dari Abu Az Zubair sesungguhnya dia telah bertanya kepada Jabir bin Abdullah tentang dua fitnah kubur. Lalu dia berkata; saya telah mendengar Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda : Ini mengenai umat yang akan diuji dalam kuburnya. Jika seorang mukmin dimasukkan ke dalam kuburnya, dan para pengiringnya telah meninggalkannya, maka akan datang satu Malaikat yang sangat keras lalu bertanya kepadanya, apa pendapatmu mengenai orang ini. Jika orang mukmin akan berkata; Sesungguhnya dia adalah Rasulullah dan Hamba-Nya. Lalu Malaikat tersebut berkata; lihatlah ke tempat tinggalmu di neraka lalu Allah telah menyelamatkanmu dan menggantinya dengan tempat telah kau lihat dengan tempat yang bisa kau lihat di surga. Lalu dia bisa melihat keduanya, maka yang mukmin berkata; biarkan saya memberi kabar gembira kepada keluargaku, lalu dikatakan kepadanya 'Tinggallah.' Namun orang munafiq, jika keluarganya telah pergi dia akan didudukkan dan ditanyakan kepadanya, apa pendapatmu mengenai orang ini (maksudnya nabi Muhammad) ? Maka dia menjawab, saya tidak tahu, saya mendengar orang mengatakannya. Lalu dikatakan kepadanya, kamu tidak tahu, ini adalah tempat kamu yang berada di surga dan kamu telah menggatinya dengan tempatmu yang di neraka. [HR Ahmad]

hukum mengganti (5)

Imam Tetap

Sudah selayaknya di tiap masjid ada imam tetap. Ia dipilih berdasarkan penguasannya terhadap quran dan sunnah serta faktor usia sebagai tambahan pelengkap. Tidak menutup kemungkinan orang yang lebih afdhol dalam kondisi tertentu menjadi makmum, sementara orang yang mafdhul (kedudukannya lebih rendah) tampil menjadi imam. Hal ini pernah terjadi ketika rosululloh shollallohu alaihi wasallam menjadi makmum di belakang Abu Bakar ash Shiddiq, beliaupun pernah bermakmum kepada Abdurrohman bin Auf.

Selanjutnya setelah imam tetap sudah diangkat maka tidak diperkenankan bagi siapapun menempati kedudukannya tanpa seizinnya sebagaimana sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

وَلاَ يَؤُمَنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ إلاَّ بِإِذْنِهِ

Tidak boleh seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya kecuali atas seizinnya [HR Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa’i]
Dalam kondisi tertentu, imam tetap bisa saja menjadi makmum ketika ia mengizinkan orang lain untuk menempati kedudukannya atau di saat dirinya datang terlambat sehingga demi maslahat maka harus ada yang tampil menjadi wakilnya. Hal ini sebagai tersebut dalam sebuah hadits :

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلَغَهُ أَنَّ بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ كَانَ بَيْنَهُمْ شَيْءٌ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْلِحُ بَيْنَهُمْ فِي أُنَاسٍ مَعَهُ فَحُبِسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَانَتْ الصَّلَاةُ فَجَاءَ بِلَالٌ إِلَى أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ حُبِسَ وَقَدْ حَانَتْ الصَّلَاةُ فَهَلْ لَكَ أَنْ تَؤُمَّ النَّاسَ قَالَ نَعَمْ إِنْ شِئْتَ فَأَقَامَ بِلَالٌ وَتَقَدَّمَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَكَبَّرَ لِلنَّاسِ وَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْشِي فِي الصُّفُوفِ حَتَّى قَامَ فِي الصَّفِّ فَأَخَذَ النَّاسُ فِي التَّصْفِيقِ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَا يَلْتَفِتُ فِي صَلَاتِهِ فَلَمَّا أَكْثَرَ النَّاسُ الْتَفَتَ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَشَارَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُهُ أَنْ يُصَلِّيَ فَرَفَعَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَدَيْهِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَرَجَعَ الْقَهْقَرَى وَرَاءَهُ حَتَّى قَامَ فِي الصَّفِّ فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى لِلنَّاسِ فَلَمَّا فَرَغَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ مَا لَكُمْ حِينَ نَابَكُمْ شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ أَخَذْتُمْ فِي التَّصْفِيقِ إِنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَقُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُهُ أَحَدٌ حِينَ يَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ إِلَّا الْتَفَتَ يَا أَبَا بَكْرٍ مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ لِلنَّاسِ حِينَ أَشَرْتُ إِلَيْكَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَا كَانَ يَنْبَغِي لِابْنِ أَبِي قُحَافَةَ أَنْ يُصَلِّيَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Sahal bin Sa'ad as-Sa'adiy radliallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendapat kabar bahwa telah terjadi masalah diantara suku Bani 'Amru bin 'Auf bin Al Harits. Maka Beliau disertai beberapa orang berangkat kesana untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertahan lama disana hingga waktu shalat sudah masuk. Maka Bilal menemui Abu Bakar radliallahu 'anhuma seraya berkata : Wahai Abu Bakar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terlambat hadir sedangkan waktu shalat sudah masuk, apakah engkau bersedia memimpin shalat berjama'ah ? Dia (Abu Bakar) menjawab : Boleh, jika kamu menghendaki. Maka Bilal membacakan iqamat lalu Abu Bakar maju dan memulai takbir memimpin shalat bersama orang banyak. Tak lama kemudian datang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menerobos tengah-tengan shaf hingga sampai di shaf (depan). Maka orang-orang memberi isyarat dengan bertepuk tangan namun Abu Bakar tidak bereaksi dalam shalatnya. Ketika orang-orang (yang memberi tepukan) semakin banyak, Abu Bakar menoleh dan ternyata ada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi isyarat memerintahkan kepadanya agar tetap meneruskan shalatnya. Abu Bakar mengangkat kedua tangannya lalu memuji Allah dan mundur, lantas berdiri di barisan lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maju untuk memimpin shalat berjama'ah. Setelah selesai Beliau berbalik menghadap jama'ah lalu bersabda : Wahai sekalian manusia mengapa kalian ketika mendapatkan sesuatu dalam shalat, kalian melakukannya dengan bertepuk tangan ? Sesungguhnya bertepuk tangan itu adalah isyarat yang hanya dilakukan bagi kaum wanita. Maka siapa yang mendapatkan sesuatu yang keliru dalam shalat hendaklah mengucapkan subhaanallah, karena tidaklah seseorang mendengar ketika ada yang berucap subhaanallah kecuali dia harus memperhatikannya. Dan kamu wahai Abu Bakar, apa yang menghalangimu untuk melanjutkan memimpin shalat berjama'ah bersama orang banyak ketika aku sudah memberi isyarat kepadamu (agar meneruskannya) ? Abu Bakar menjawab : Tidak patut bagi Ibn Abu Quhafah memimpin shalat di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam [HR Bukhori Muslim]

Maroji’ :
Shohih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim 1/523

hukum mengganti (4)

Mujahid

Bila dalam ibadah haji kita mengenal istilah badal (pengganti) maka hal tersebut berlaku juga pada ibadah jihad fi sabilillah. Ketika seorang mujahid tidak bisa berangkat karena sakit atau lainnya maka bisa saja digantikan oleh temannya. Si sakit diberi kesempatan untuk berangkat sementara yang sehat berangkat menggantikannya di medan pertempuran

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ فَتًى مِنْ أَسْلَمَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ الْغَزْوَ وَلَيْسَ مَعِي مَا أَتَجَهَّزُ قَالَ ائْتِ فُلَانًا فَإِنَّهُ قَدْ كَانَ تَجَهَّزَ فَمَرِضَ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقْرِئُكَ السَّلَامَ وَيَقُولُ أَعْطِنِي الَّذِي تَجَهَّزْتَ بِهِ قَالَ يَا فُلَانَةُ أَعْطِيهِ الَّذِي تَجَهَّزْتُ بِهِ وَلَا تَحْبِسِي عَنْهُ شَيْئًا فَوَاللَّهِ لَا تَحْبِسِي مِنْهُ شَيْئًا فَيُبَارَكَ لَكِ فِيهِ

Dari Anas bin Malik, bahwa seorang pemuda dari suku Aslam berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya ingin ikut berperang, namun saya tidak memiliki perlengkapan. Beliau bersabda : Datangilah si fulan, sebab dia telah mempersiapkan perlengkapannya namun dia jatuh sakit. Maka datanglah pemuda itu kepada Fulan seraya berkata, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengirim salam untuk anda, dan menyuruh anda memberikan perlengkapan anda kepadaku. Lalu orang yang sakit itu berkata, Wahai fulanah, berikanlah perlengkapan yang telah aku persiapkan kepadanya, dan jangan sampai ada yang ketinggalan satu pun. Demi Allah, jangan sampai ada yang ketinggalan satupun ! Semoga Allah memberikan berkah kepadamu karenanya [HR Muslim]

عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا وَمَنْ خَلَفَهُ فِي أَهْلِهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا

Dari Zaid bin Khalid Al Juhani dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda : Barangsiapa menyiapkan perlengkapan perang untuk orang yang akan berjuang di jalan Allah, berarti dia ikut berperang. Barangsiapa mengurusi keluarga yang ditinggalkan orang yang pergi berperang, berarti dia telah berperang [HR Bukhori Muslim]

Hukum Mengganti (3)

Khilafah

Jabatan kholafah dalam islam bersifat abadi. Ia tidak dijabat selama tahun tertentu sehingga akan diadakan pemilihan ketika masa jabatannya telah habis. Dari sini kita bisa membedakan antara syariat islam dengan system demokrasi.

Said Hawa berkata : Manakala kekhilafahan secara syar’i adalah cerminan dari perwakilan umat dalam menegakkan aturan Alloh dan mengurusi perkara dalam menegakkan hukum Alloh, dimana keduanya bersifat selamanya maka jabatan kepemimpinan umat juga harus bersifat selamanya, bukan dibelenggu dengan masa waktu tertentu. Ia berlangsung terus menerus selama umur kholifah dan ia masih memiliki kemampuan secara langsung memegang jabatannya.
Jabatan itu bisa saja beralih kepada orang lain bila sang kholifah wafat, mengundurkan diri atau melakukan pelanggaran syar’i yang berat semisal murtad. Selanjutnya ia akan diisi orang lain dengan cara wasiat sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar yang mewasiatkan agar sepeninggalan beliau Umar yang memegang kepemimpinan umat. Atau dengan cara pemilihan yang melibatkan ahlul halli wal aqdi (badan perwakilan). Hal ini bisa kita lihat dari berkumpulnya Abu Bakar dan Umar beserta kaum Anshor di Saqifah Bani Saidah yang akhirnya mencapai kesepakatan bahwa jabatan khilofah dipegang oleh Abu Bakar ash Shiddiq meski pada awalnya mereka nyaris menyepakati Sa’ad bin Ubadah yang memegang kendali umat.

Cara yang kedua juga bisa kita lihat dari naiknya Utsman sebagai kholifah. Saat menjelang Umar bin Khothob wafat, ia membentuk ahlul halli wal aqdi sejumlah enam orang untuk memilih pengganti beliau. Mereka adalah : Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdurrohman bin Auf, Tholhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqosh dan Zubair bin Awwam. Dari hasil musyawarah menghasilkan keputusan bahwa Utsman memegang jabatan kholifah menggantikan Umar bin Khothob.

Maroji’ :

Al Islam, said Hawa hal 390-391

Hukum Mengganti (2)

Hari Raya

Ibnu Taimiyyah berkata :

إسم لما يعود من الإجتماع العام على وجه معتاد

Ied adalah : satu isim yang bermakna berulangnya perkumpulan yang bersifat umum yang berlangsung terus menerus.

كلّ ما يعظمونه من الأوقات والأمكنة الّتى لا أصل له فى دين الإسلام وما يحدّثونه فيها من الأعمال

Setiap pengagungan terhadap waktu dan tempat dimana tidak ada contohnya dalam islam dan acara apapun yang mereka buat dalam momen ini adalah bagian dari definisi ini.

Dari dua keterangan di atas maka ied (hari raya) memiliki dua ciri : yaitu acara yang bersifat rutinitas, bersifat pekanan, bulanan atau tahunan dan lain sebagainya. Ciri yang kedua adalah adanya pengagungan.

Dari sini kita bisa mengatakan bahwa menyambut awal tahun 1 januari bagian dari ied, kenapa ? Karena acara itu bersifat rutin dan terdapat pengagungan. Berupa apa pengagungannya ? Kita bisa melihat di kalender tertulis angka 1 januari berwarna merah, penyambutan yang begitu meriah yang menghabiskan dana yang tidak sedikit dan tak terhitung jumlah orang yang rela begadang demi menunggu momen pukul 00.

Peringatan maulud nabi yang selalu rutin dan pengagungan yang berlebihan menyebabkan kita bisa memnvonisnya sebagai ied. Demi melegalkan acara ini dimunculkan hadits ilegal yang menerangkan fadhilah memperingatinya. Tak jarang bagi umat islam yang tidak ikut ambil bagian di dalamnya disebut sebagai wahabi, GAM (Gerakan Anti Maulid) dan tuduhan lainnya.

Bila kita kalkulasi maka kita akan mendapatkan ribuan ied di dunia ini yang tentu tidak akan bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita. Alloh Maha Tahu naluri manusia yang menyukai perayaan, di sisi lain Alloh juga tidak menyukai sikap boros dan maksiat. Oleh karena itu islam datang memberikan solusi :

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

Dari Anas dia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus untuk permainan, maka beliau bersabda : Apakah maksud dari dua hari ini ? mereka menjawab ; Kami biasa mengadakan permainan pada dua hari tersebut semasa masih Jahiliyah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ; Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari (raya) kurban (iedul Aldha) dan hari raya Iedul fithri [HR Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i]

Hukum Mengganti (1)

Haji
Barangkali anda sudah berniat menunaikan ibadah haji. Di saat ONH sudah dilunasi dan andapun sudah menunggu hari keberangkatan ke tanah suci, tiba-tiba saja penyakit menyerang yang menyebabkan niat haji harus diurungkan. Boleh jadi karena penyakit semakin parah hingga tidak memungkinkan lagi bagi kita untuk bepergian jauh.

Dalam kondisi seperti ini bisa saja posisi anda dibadal (diganti) oleh orang lain dengan syarat yang membadalkan sudah melaksanakan ibadah haji sebelumnya. Sebagaimana tiga hadits di bawah ini :

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مَنْ خَثْعَمَ، فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى اَلشِّقِّ اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا, لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ, أَفَأَحُجُّ عَنْهُ ? قَالَ: نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ اَلْوَدَاعِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata : Adalah al-Fadl Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu duduk di belakang Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu seorang perempuan dari Kats'am datang. Kemudian mereka saling pandang. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memalingkan muka al-Fadl ini ke arah lain. Perempuan itu kemudian berkata : Wahai Rasulullah, sesungguhnya haji yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya itu turun ketika ayahku sudah tua bangka, tidak mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya ? Beliau menjawab : Ya Boleh. Ini terjadi pada waktu haji wada'. [Muttafaq Alaihi]

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَنَّ اِمْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ: إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ, فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ, أَفَأَحُجُّ عَنْهَا ? قَالَ : نَعَمْ , حُجِّي عَنْهَا, أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ, أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ ? اِقْضُوا اَللَّهَ, فَاَللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang perempuan dari Juhainah datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu berkata : Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk menunaikan haji, dia belum berhaji lalu meninggal, apakah aku harus berhaji untuknya ? Beliau bersabda : Ya, berhajilah untuknya. Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu menanggung hutang, tidakkah engkau yang membayarnya ? Bayarlah pada Allah, karena Allah lebih berhak untuk ditepati. [HR Bukhari]

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ, قَالَ: مَنْ شُبْرُمَةُ ? قَالَ: أَخٌ لِي , أَوْ قَرِيبٌ لِي, قَالَ: حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ? قَالَ: لَا. قَالَ : حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ, ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَهْ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mendengar seseorang berkata : Labbaik 'an Syubrumah (artinya : Aku memenuhi panggilan-Mu untuk Syubrumah. Beliau bertanya : Siapa Syubrumah itu ? Ia menjawab: Saudaraku atau kerabatku. Lalu beliau bersabda : Apakah engkau telah berhaji untuk dirimu ? Ia menjawab: Tidak. Beliau bersabda : Berhajilah untuk dirimu kemudian berhajilah untuk Syubrumah. [HR Abu Dawud dan Ibnu Majah]

Syaikh Abdulloh bin Abdurrohman Albassam berkata : barangsiapa yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji dengan badannya, tidak ada keharusan baginya untuk melakukannya akan tetapi cukup pelaksanaannya diwakilkan oleh orang lain. Hal ini terjadi dalam kondisi saat ia memiliki harta. Bila ia tidak memiliki harta maka tidak ada kewajiban mencari pengganti baginya.

Maroji’ :
Taudhihul ahkam, Syaikh Abdulloh bin Abdurrohman Albassam 2/648

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Catatan Idul Adha 1432 H

الْحَمْدُ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَهْدِى وَنَتُوْبُ إلَيْهِ أشْهَدُ أنْ لاَ إله إلاّ الله وَ أشْهَدُ أنّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يأيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا الله حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Kaum muslimin walmuslimat

Alhamdulillah, dua bulan lalu kita berkumpul di tempat ini untuk menunaikan sholat ied berjamaah. Kini Alloh mempertemukan kita untuk mengenang pengorbanan nabi Ibrohim alaihissalam. Pengorbanan yang tidak mungkin dilakukan kecuali oleh orang-orang yang ikhlash sehingga tidak ada satu celahpun di dalam hatinya selain ketaatan kepadaNya.

Ibrohim adalah seorang nabi yang tegas di dalam berdakwah dan ketegasannya didukung oleh kekuatan hujahnya sehingga tidak ada satupun argumen orang kafir kecuali dengan mudah dipatahkannya.

Di hadapan raja Namruz, Ibrohim dengan berani berargumen :

ألَمْ تَرَ إلَى الَّذِي حاَجَّ إبْرَاهِيْمَ فِى رَبِّهِ أنْ ءَاتاَهُ الله الْمُلْك إذْ قاَلَ إبْرَاهِيْمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيْتُ قاَلَ أنَا أحْيِى وَأمِيْتُ قاَلَ إبْرَاهِيْمُ فَإِنَّ الله يَأْتِى بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهاَ مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ والله لاَ يَهْدِى الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan : Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan, orang itu berkata : Saya dapat menghidupkan dan mematikan. Ibrahim berkata : Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari barat, lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim [albaqoroh : 257]

قاَلُوْا ءَأنْتَ فَعَلْتَ هذَا بِألِهَتِناَ يَاإبْرَاهِيْمُ قاَلَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيْرُهُمْ هذَا فَاسْئَلُوْهُمْ إنْ كاَنُوْا يَنْطِقُوْنَ فَرَجَعُوْا إلَى أنْفُسِهِمْ فَقَالُوْا إنَّكُمْ أنْتُمْ الظَّالِمُوْنَ ثُمَّ نُكِسُوْا عَلَى رُءُوْسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ ماَهؤلاَءِ يَنْطِقُوْنَ

62. Mereka bertanya : Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan Kami, Hai Ibrahim ?
63. Ibrahim menjawab : Sebenarnya patung yang besar Itulah yang melakukannya, Maka Tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara
64. Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata : Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang Menganiaya (diri sendiri)
65. Kemudian kepala mereka Jadi tertunduk (lalu berkata) : Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara. [al anbiya’ : 62-65]

Demikianlah kekuatan logika Ibrohim mampu mematahkan argumentasi orang kafir meskipun akhirnya Ibrohim harus berhadapan dengan logika kekuatan, karena dengan kekuasaannya raja Namruz menangkap dan mengikatnya di atas tumpukan kayu bakar.

Demikianlah kekuatan logika diwarisi oleh para nabi sesudahnya dan secara turun temurun Alloh anugerahkan kepada hamba-hambaNya yang beriman.
Kaum muslimin walmuslimat

Umar bin Khothob di saat menggiring pencuri yang siap dipotong tangannya, tiba-tiba sang pencuri berkata : Wahai Umar, kenapa engkau hendak memotong tanganku ? Kenapa engkau menyalahkan diriku atas pencurian ini ? Bukankah aku mencuri dengan sebab takdir Alloh ? Dengan mantap Umar menjawab : Benar, engkau mencuri sudah ditakdirkan, sementara aku yang membawa golok ini untuk memotong tanganmu juga sudah merupakan ketetapan takdir Alloh yang tak terelakkan ?!

Di saat menjabat sebagai kholifah, Ali bin Abi Tholib mendapat kritikan pedas dari seseorang. Orang itu berkata : Wahai Ali, kwalitasmu sebagai pemimpin tidak sehebat Abu Bakar ! Demi mendengar cercaan itu, Ali dengan tenang menjawab : Ketika Abu Bakar mengemban kekhilafahan, beliau dikelilingi orang-orang berkwalitas tinggi. Di antara yang mengelilingi beliau adalah aku ! Sementara sekarang, ketika kekuasan aku pegang, aku dikelilingi oleh orang-orang yang tidak bermutu seperti kamu ! Maka bagaimana mungkin aku bisa menyamai prestasi Abu Bakar ? Kalau kamu menuntut agar aku seperti Abu Bakar, maka kwalitasmu harus seperti aku terlebih dahulu, pasti aku akan mencapai prestasi Abu Bakar. Akhirnya orang ini terbungkam tanpa berkata sepatah katapun.

Seorang pemabuk di saat akan didera dengan cambukan sebagai hukuman atas perbuatannya, berargumen di hadapan Iyash bin Muawiyah (qodli pada masa tabi’in). Ia berkata : Bukankan air itu halal ? Iyash menjawab : Benar. Ia berkata : Bukankah anggur itu halal ? Iyash menjawab : Benar. Ia berkata : Kenapa ketika air dan anggur bercampur, berubah menjadi haram dan aku dipersalahkan meminumnya ? Mendengar hujah yang nampak masuk akal ini, Iyash menimpali dengan ringan : Kalau aku menggenggam tanah, lalu aku lempar kepada dirimu, apakah engkau merasa sakit ? Ia menjawab : Tidak ! Iyash berkata : Kalau aku menyiram air ke muka, apakah engkau merasa sakit ? Ia menjawab : Tidak ! Iyash berkata : Bagaimana jika aku mencampur air dengan tanah lalu aku menjemurnya di bawah terik matahari, setelah kering aku melemparnya ke kepalamu, apa yang engkau rasakan ? Ia menjawab : aku akan kesakitan. Iyashpun memberinya nasehat : Demikianlah kedudukan air dan anggur yang sudah bercampur dengan air dan tanah yang sudah menyatu.

Hajaj bin Yusuf, seorang gubernur yang tengah mengadakan perjalanan antara Mekah dan Madinah. Tibalah waktu makan siang dan iapun mengajak rombongan untuk beristirahat. Dengan makanan yang beraneka ragam dan mengundang selera, sang gubernur mengundang seorang a’robiy yang tidak jauh berada di tempatnya untuk mengikuti jamuan. A’robiy yang sedang menunaikan shoum sunnah menjawab : Sesungguhnya aku sedang memenuhi undangan yang lebih baik dari anda. Alhajaj terkejut dan bertanya : Siapakah dia ? A’robiy menjawab : Alloh mengundangku untuk menunaikan shoum sunnah, lalu aku memenuhi undangannya. Hajjaj bertanya dengan penuh kekaguman : Di hari terik panas seperti ini ? A’robiy menjawab : Aku menunaikan shoum sunnah ini untuk mempersiapkan hari yang lebih panas dari hari ini, yaitu padang mahsyar. Hajjaj berkata : Batalkan shoummu dan ganti saja pada hari lain. A’robiy berkata : Asalkan anda menjamin aku masih hidup esok hari. Hajjaj berkata : Itu bukan wewenangku. A’robiy berkata : lalu bagaimana anda meminta saya sesuatu yang sekarang dengan sesuatu yang akan datang yang tidak kuasa anda lakukan ? Hajaj berkata lagi : Bukankah makanan ini sangat lezat ? A’robiy menjawab : Yang membuat makanan itu lezat bukan juru masak juga bukan dari makanan yang mewah. Kelezatan itu karena sehat wal afiat.

Abu Hanifah (seorang ulama yang sering menjadikan logika sebagai senjata lawan debatnya). Pada suatu hari seorang ateis datang mengajukan argumen akan tidak adanya Alloh, sementara ia meminta Abu Hanifah untuk menunjukkan bukti bahwa Alloh itu ada.

Abu Hanifah berkata : Apa pendapatmu jika ada sebuah kapal diberi muatan barang-barang. Kapal tersebut mengarungi samudera. Gelombangnya kecil dan anginnya tenang. Akan tetapi setelah kapal sampai di tengah samudera tiba-tiba terjadi badai besar. Anehnya kapal terus berlayar dengan tenang sehingga tiba di tujuan sesuai rencana tanpa guncangan dan berbelok arah, padahal tidak ada nahkoda yang mengemudikan dan mengendalikan jalannya kapal. Masuk akalkah cerita ini ? Si ateis berkata : Tidak mungkin ! Ini adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal bahkan oleh khayalan sekalipun. Abu Hanifah berkata : Subhaanalloh, engkau mengingkari adanya kapal yang berlayar sendiri tanpa pengemudi namun engkau meyakini bahwa alam semesta yang terdiri dari lautan yang membentang, langit yang penuh dengan bintang serta burung yang beterbangan tanpa adanya pencipta Yang Maha Sempurna ? Sungguh celaka engkau, lantas apa yang menyebabkan engkau tetap ingkar kepada Alloh ?!

Pada suatu hari Umar mendengar suara pembicaraan seorang ibu dengan putrinya. Sang ibu berkata : ambillah susu itu dan campurlah dengan air lalu kita jual. Sang putri berkata : Wahai ibu, bukankah kholifah Umar bin Khothob sudah bertekad untuk memberantas kecurangan ? Bukankah kholifah melarang rakyatnya untuk mencampur susu dengan air ? Sang ibu bersikeras untuk tetap mencampurnya dan berkata : Wahai puteriku, bukankah Umar bin Khothob tidak mengetahui apa yang kita perbuat ? Dengan lembut sang puteri menjawab : Wahai ibu, pantaskah aku mentaatinya di depan orang sementara menentangnya di belakang ? Seandainya kholifah tidak tahu dengan apa yang kita perbuat, bukankah Alloh, Robnya Umar pasti mengetahuinya ?

Umar bin Khothob terkagum mendengar kejujurannya hingga akhirnya menikahkan sang gadis dengan Ashim (putra Umar) yang kelak di kemudian hari lahir seorang anak perempuan yang melahirkan anak bernama Umar bin Abdul Aziz, kholifah yang dikenal dengan keadilannya.

Kaum muslimin walmuslimat

Pada masa orde lama, seorang guru yang berhalauan komunis mendoktrin anak didiknya dengan ajaran ateis. Ditanamkan kepada mereka bahwa tuhan itu tidak ada. Di depan muridnya sang guru bertanya : Wahai anak-anak, apakah kalian melihat tuhan ? Murid-murid menjawab serempak : Tidak ! Sang guru berkata : Berarti tuhan itu tidak ada. Tiba-tiba seorang murid cerdas maju ke depan kelas dan berkata kepada teman-temannya : Wahai teman-teman, apakah kalian melihat otak yang ada di kepala pak guru ? Seisi ruangan kelas selain pak guru menjawab serempak : Tidak ! Murid cerdas inipun berkata : berarti pak guru kita tidak punya otak !?

Pada masa orde baru, sebagian guru PMP mendoktrin siswa akan kesamaan kedudukan semua agama. Semua agama dipandang baik. Dengan retorika yang memikat sang guru berkata : Wahai anak-anak, islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk berbakti kepada orang tua, demikian juga agama nasrani, hindu dan budha. Islam menanamkan keadilan kepada umatnya, demikianlah yang ada pada agama Kristen, hindu dan budha. Berarti semua agama adalah sama, semua agama adalah baik.

Seorang murid yang memahami aqidah islam dengan baik berdiri dengan gaya seperti yang diperagakan sang guru, berkata : Teman-teman, bebek berkaki dua, monyet berkaki dua dan pak gurupun berkaki dua. Berarti pak guru sama dengan bebek, sama dengan monyet !?

Di masa orde reformasi, di sebuah kapal pesiar, untuk menghilangkan kepenatan sebagian penumpang keluar ke dak kapal. Berdirilah empat orang. Dua orang pengusaha, seorang mahasiswa dan seorang yang berpenampilan layaknya pejabat.

Sang mahasiswa dikejutkan oleh tingkah dua orang konglomerat. Seorang di antara keduanya mengeluarkan rokoknya. Baru sekali atau dua kali hisapan rokok dibuang ke laut berikut rokok yang masih ada di bungkus. Sang mahasiswa dengan keheranan bertanya : Kenapa anda buang rokok itu ? Apakah tidak sayang, bukankah yang tersisa di bungkus masih utuh ? Dengan sombong sang konglomerat menjawab : Wahai pemuda, saya pemilik perusahaan rokok. Di gudang masih tersedia beribu-ribu kardus berisi rokok yang siap dikirim ke luar negeri. Jadi, bagi saya, rokok yang terbuang tidak berarti apa-apa.

Belum hilang keheranannya, tiba-tiba pengusaha kedua mengeluarkan roti dan memakannya. Baru sekali gigitan, roti itu ia lemparkan ke laut. Sang mahasiswa bertanya : Pak, kenapa anda buang roti itu, bukankah itu roti bermerk dan berharga mahal ? Dengan sedikit angkuh sang pengusaha roti berkata : Saya pemilik pabrik roti, omset produksi perusahaan saya miliaran setiap bulannya. Jadi terbuangnya sepotong roti bagi saya terlalu remeh.

Merasa terpojok dengan tingkah dua konglomerat, sang mahasiswa mencari akal untuk membungkam kepongahan keduanya. Akhirnya ia mendapat ide. Ia pegang orang yang berpenampilan pejabat yang ada di sampingnya lalu ia dorong ke laut. Kedua pengusaha terkejut alang kepalang. Dengan berteriak keduanya berkata : Wahai pemuda, kenapa engkau lempar ia ke laut ? Bukankah itu berarti kematian baginya? Dengan tenang dan sedikit wibawa sang mahasiswa menjawab : Bapak-bapak tidak usah khawatir, di negeri kami pejabat yang korup seperti dia tak terbilang jumlahnya. Sehingga bila hari ini orang itu mati maka di negeri kami stok koruptor masih banyak. Dua konglomerat itu terbungkam dan tidak berdaya dengan argumen yang telah mengalahkan kepongahannya.

Demikianlah betapa banyak orang yang bisa tersadarkan dengan logika di saat dalil dari quran dan sunnah sulit untuk menembus kebekuan dan kedunguan pikirannya. Demikianlah Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin memperbolehkan logika kepada sebagian orang untuk memahamkan islam.

Inilah renungan iedul adha 1432 H semoga Alloh menerima hewan kurban kita.

وصلّى الله على محمّد وعلى اله وصحبه أجمعين

Trias, 10 dzulhijjah 1432 H (6 november 2011)

Hukum Merubah (24)

Uban

Uban memiliki manfaat. Ia pertanda usia kita yang sudah senja sehingga menjadi peringatan untuk terus mawas diri dan lebih banyak mendekatkan diri kepada Alloh. Ia juga akan menjadi cahaya pada hari kiamat dan penghapus dosa. Karenanya maka islam melarang untuk mencabutnya sebagaimana sebuah hadits :

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ قَالَ عَنْ سُفْيَانَ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَقَالَ فِي حَدِيثِ يَحْيَى إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً وَحَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً

Dari Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Janganlah kalian mencabut uban, tidaklah seorang muslim tumbuh uban padanya dalam Islam -disebutkan oleh Sufyan dalam riwayatnya- Kecuali ia akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat. Dalam riwayat lain (oleh Yahya) disebutkan, Kecuali dengannya Allah akan menuliskan satu kebaikan dan dihapuskan darinya satu dosa [HR Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i]

Syaikh Mushthofa Albugho berkata : larangan mencabut rambut yang sudah memutih disebabkan karena ia adalah pertanda bahwa Alloh telah menganugerahinya umur panjang, sarana peringatan bagi dirinya akan hari kiamat dan adanya riwayat yang menyebutkan bahwa Alloh malu untuk mengadzab orang yang pernah menetapi islam di saat masa ubannya.

Lalu apa yang harus kita lakukan terhadap uban ? Jawabannya adalah dianjurkan untuk disemir untuk membedakan antara umat rosululloh shollallohu alaihi wasallam dengan kaum Yahudi dengan catatan menghindarkan diri dari warna hitam :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak mewarnai rambut mereka, maka selisihilah mereka. [muttafaq alaih]

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أُتِيَ بِأَبِي قُحَافَةَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ

Dari Jabir bin 'Abdillah ia berkata; pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah dibawa ke hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dengan rambut dan jenggotnya yang memutih seperti pohon Tsaghamah (pohon yang daun dan buahnya putih). Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Celuplah (rambut dan jenggot Anda) selain dengan warna hitam [HR Muslim]

Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin menerangkan tentang dimakruhkannya warna hitam untuk semir dikarenakan hitam adalah karakter warna rambut bagi orang yang masih muda, oleh karena itu memilih warna untuk hitam adalah bertentangan dengan prinsip penciptaan bagi Alloh.
Sementara Ibnu Hajar Al Atsqolani menyebut pendapat ulama yang memperbolehkan penggunaan warna hitam pada saat jihad fisabilillah

Maroji’ :

Nuzhatul muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 2/350
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 10/412
Syarh Riyadlush Sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 2/1732

Hukum Merubah (23)

Strategi Perang

Prinsip dalam pertempuran adalah kemampuan dalam mengalahkan musuh. Hal ini bisa didapat dengan kecakapan dalam menerapkan strategi perang. Terkadang dalam sebuah peperangan panglima menerapkan strategi yang berubah-rubah disesuaikan dengan situasi. Merubah taktik dalam menghadapi musuh adalah disyariatkan :

يَأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا زَحْفاً فَلاَ تُوَلُّوْهُمُ الأَدْباَرَ وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إلاَّ مُتَحَرِّفاً لِّقِتاَلٍ أوْ مُتَحَيِّزاً إلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ الله وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ

15. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).
16. Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. dan Amat buruklah tempat kembalinya [al anfal : 15-16]
Dalam menafsirkan kata mutaharrifan liqitaalin (siasat dalam perang), penulis tafsir jalalain berkata : memperlihatkan kepada musuh bahwa kita lari ke belakang padahal dengan begitu kita akan menyerangnya mereka kembali
Merubah siasat dalam medan jihad fi sabilillah pernah dilakukan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam dan para sahabat, di antaranya :

1. Perang badar

Pada perang badar, rosululloh shollallohu alaihi wasallam menempatkan pasukan di suatu tempat, oleh Khobab bin Mundzir dianalisa bahwa tempat itu kurang strategis. Khobab berkata : ya rosulalloh, apakah tempat ini berdasarkan wahyu dari Alloh sehingga tidak ada hak bagi kami untuk menyelisihinya, ataukah ia adalah pendapat pribadi sebagai strategi ? rosululloh shollallohu alaihi wasallam menjawab : ini adalah pendapat pribadi,strategi dan pengelabuhan. Khobab berkata : ya rosululloh, tempat ini kurang strategis maka marilah kita arahkan manusia untuk beralih ke dekat sumber mata air, kita akan turun ke sana untuk membuat penampungan air sehingga kita punya persedian air minum sementara mereka akan kehausan. Akhirnya terbukti betapa pasukan kafir Quraisy mendapatkan kesulitan di saat tidak mendapatkan persediaan air yang cukup dan itu berbanding terbalik pada diri pasukan umat islam yang sedari awal sudah menguasai sumber mata air badar.

2. Perang Mu’tah

Perang yang terjadi antara umat islam yang berjumlah tiga ribu prajurit melawan bangsa Romawi yang berkekuatan dua ratus ribu pasukan. Perang yang menyebabkan empat kali pergantian panglima di kubu para sahabat karena kematian tiga panglima.
Zaid bin Haritsah yang memegang kendali pertempuran akhirnya gugur yang kemudian berpindah kepada Ja’far bin Abdul Muthollib. Di saat Ja’far syahid dengan lima puluh tikaman dan sayatan pedang, akhirnya komando berpindah pada Abdulloh bin Ruwahah. Tidak lama kemudian Abdulloh bin Ruwahah mengalami nasib sama dengan pendahulunya. Berdirilah Kholid bin Walid memimpin umat islam.
Melihat jumlah yang tidak seimbang maka strategi perang dirubah. Pasukan yang berada di garda depan dipindah ke belakang demikian juga sebaliknya, sayap kanan dialihkan ke sayap kiri. Dengan cara ini nampak seolah jumlah pasukan begitu banyak yang membuat musuh terkejut dan mereka mengira umat islam mendapat bala bantuan baru. Sementara dengan teratur, Kholid bin Walid mampu menggiring pasukan mundur ke belakang tanpa disadari oleh musuh tanpa bisa dikejar musuh
Peperangan ini membuat umat islam semakin disegani di dunia karena bagaimanapun bangsa Romawi adalah negara adi daya saat itu.

Kita pasti tidak akan pernah lupa kecerdikan Kholid bin Walid di masa kekafiran. Pada perang uhud, di saat pasukan kafir quraisy terdesak, dengan brilyan mampu membalikkan keadaan dengan mengecoh perhatian pasukan umat islam. Mereka lemparkan kekayaan yang membuat silau para pemanah sehingga mereka turun berhamburan untuk memperebutkan harta yang tidak bernilai. Sementara dengan gesit posisi gunung segera dikuasai oleh Kholid bin Walid sehingga dengan leluasa mereka hujani pasukan umat islam dengan panah.

Maroji’ :

Arrohiq almakhthum, Syaikh Shofiyurrohman Almurakfukhri hal 256 dan 457
Tafsir Jalalain, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Almahalli dan Jalaluddin Abdurrohman bin Abu Bakar assuyuthi hal 187

Hukum Merubah (22)

Penampilan

Seseorang di saat di masjid mengenakan baju koko dengan peci dan sarungnya. Ketika bekerja, ia kenakan baju yang sudah ditentukan oleh kantor. Demikianlah penampilan bisa berubah-rubah sesuai situasi.

Rosululloh shollallohu alaihi wasallam sangat menyukai gamis. Akan tetapi ketika berperang merubahnya dengan tambahan baju besi. Dan akan beralih dengan baju kebesaran manakala beliau menemui utusan dan raja-raja.

Seorang wanita sangat dianjurkan mengenakan pakaian yang menyenangkan suami, parfum yang semerbak dan kosmetik yang memikat. Akan tetapi semuanya harus dirubah ketika keluar menemui orang banyak. Oleh karena itu rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi nasehat kepada kaum wanita :

الْمَرْأَةُ إذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِيَ كَذَا وَكَذَا
(زَانِيَّةٌ)
Wanita apabila memakai wewangian lalu berjalan di suatu majlis (yang ada kaum laki-laki) maka berarti dia itu dinilai pezina [HR Abu Daud dan Tirmidzi]

Hukum Merubah (21)

Pengakuan

Berbuat dosa dan mengakui apa yang dilakukan lalu dengan jujur menyampaikannya ke mahkamah sehingga ia mendapat hukuman dunia adalah sikap terpuji yang sudah banyak hilang di negeri kita. Akan tetapi begitu mudahnya kita mendapatkannya pada jaman rosululloh shollallohu alaihi wasallam.
Seorang wanita Juhainah dan Ma’iz bin Malik dengan jujur menyampaikan bahwa dirinya telah melakukan perbuatan zina sehingga keduanya menghadapi hukum rajam.

Seorang lelaki yang tidak disebut namanya membuat pernyataan berulang tiga kali tentang pencurian yang telah dia lakukan. Dari pengakuannya menyebabkan ia terpotong tangannya.
Kaab bin Malik, Muroroh bin Robi’ dan Hilal bin Umayyah tidak mengikuti kelakuan orang munafiq yang berbohong dengan menyampaikan berbagai alasan tentang ketidak ikut sertaan dalam perang Tabuk. Ketiganya jujur dan kemudian menghadapi hukuman hajr (pemboikotan) selama 50 hari dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan para sahabat.
Pengakuan bisa saja terjadi dari kesadaran pelaku kejahatan atau tekanan dari tim penyidik (berupa penyiksaan dan ancaman serta iming-iming harta) sehingga tidak menutup kemungkinan ia akan mencabutnya di kemudian hari.

Dalam hal ini islam membuka pintu pencabutan pengakuan karena islam memiliki prinsip asas praduga tak bersalah. Hal ini berdasar pada kisah di sebuah hadits :

عَنْ يَزِيد بْن نُعَيْمِ بْنِ هَزَّالٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ مَاعِزُ بْنُ مَالِكٍ يَتِيمًا فِي حِجْرِ أَبِي فَأَصَابَ جَارِيَةً مِنْ الْحَيِّ فَقَالَ لَهُ أَبِي ائْتِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبِرْهُ بِمَا صَنَعْتَ لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ لَكَ وَإِنَّمَا يُرِيدُ بِذَلِكَ رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ لَهُ مَخْرَجًا فَأَتَاهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي زَنَيْتُ فَأَقِمْ عَلَيَّ كِتَابَ اللَّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهُ فَعَادَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي زَنَيْتُ فَأَقِمْ عَلَيَّ كِتَابَ اللَّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهُ فَعَادَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي زَنَيْتُ فَأَقِمْ عَلَيَّ كِتَابَ اللَّهِ حَتَّى قَالَهَا أَرْبَعَ مِرَارٍ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ قَدْ قُلْتَهَا أَرْبَعَ مَرَّاتٍ فَبِمَنْ قَالَ بِفُلَانَةٍ فَقَالَ هَلْ ضَاجَعْتَهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ هَلْ بَاشَرْتَهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ هَلْ جَامَعْتَهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَمَرَ بِهِ أَنْ يُرْجَمَ فَأُخْرِجَ بِهِ إِلَى الْحَرَّةِ فَلَمَّا رُجِمَ فَوَجَدَ مَسَّ الْحِجَارَةِ جَزِعَ فَخَرَجَ يَشْتَدُّ فَلَقِيَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُنَيْسٍ وَقَدْ عَجَزَ أَصْحَابُهُ فَنَزَعَ لَهُ بِوَظِيفِ بَعِيرٍ فَرَمَاهُ بِهِ فَقَتَلَهُ ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ هَلَّا تَرَكْتُمُوهُ لَعَلَّهُ أَنْ يَتُوبَ فَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وفى رواية فَهَلَّا تَرَكْتُمُوهُ وَجِئْتُمُونِي بِهِ لِيَسْتَثْبِتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُ فَأَمَّا لِتَرْكِ حَدٍّ فَلَا قَالَ فَعَرَفْتُ وَجْهَ الْحَدِيثِ

Dari Yazid bin Nu'aim bin Hazzal dari Bapaknya ia berkata, Ma'iz bin Malik adalah seorang anak yatim yang diasuh oleh bapakku. Dan ia pernah berzina dengan seorang budak wanita dari suatu kampung. Bapakku lalu berkata kepadanya, Datanglah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kabarkan kepada beliau dengan apa yang telah engkau lakukan, semoga saja beliau mau memintakan ampun untukmu. Hanyasanya ayahku menginginkan hal itu agar Maiz mendapatkan jalan keluar, lalu ia bergegas menemui Rasulullah. Ma'iz lantas berkata, Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku ! Beliau berpaling darinya. Maka Ma'iz mengulangi lagi, Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku ! Beliau berpaling. Ma'iz mengulanginya lagi, Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku ! Ia ulangi hal itu hingga empat kali. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian bersabda : Engkau telah mengatakannya hingga empat kali, lalu dengan siapa kamu melakukannya ? Ma'iz menjawab, Dengan Fulanah. Beliau bertanya lagi : Apakah menidurinya ? Ma'iz menjawab, Ya. beliau bertanya lagi : Apakah kamu menyentuhnya ? Ma'iz menjawab, Ya. beliau bertanya lagi: Apakah kamu menyetubuhinya ? Ma'iz menjawab, Ya. Akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk merajamnya. Ma'iz lantas dibawa ke padang pasir, maka ketika ia sedang dirajam dan mulai merasakan sakitnya terkena lemparan batu, ia tidak tahan dan lari dengan kencang. Namun ia bertemu dengan Abdullah bin Unais, orang-orang yang merajam Ma'iz sudah tidak sanggup lagi (lelah), maka Abdullah mendorongnya dengan tulang unta, ia melempari Ma'iz dengan tulang tersebut hingga tewas. Kemudian Abdullah menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan menyebutkan kejadian tersebut, beliau bersabda : Kenapa kalian tidak membiarkannya, siapa tahu ia bertaubat dan Allah menerima taubatnya pada riwayat lain disebutkan : Kenapa kalian tidak biarkan saja, lalu kalian bawa ia kemari ? Hal itu beliau lakukan untuk mendapat kepastian darinya, bukan untuk melepaskan hukuman had [HR Abu Daud]

Syaikh Abu Malik ibnu Sayyid Salim berkata : jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang ruju’ (mencabut pengakuan) yang dengannya ia akan lepas dari tuntutan hukuman dan iapun dibiarkan melarikan diri dengan harapan ia akan kembali lagi.

Maroji’ :

Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq 2/352
Shohih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik ibnu Sayyid Salim 4/8
Aunul Ma’bud, Abu Thoyyib Muhammad Syamsul Haq Al ‘Adzim Abadi 7/491

Hukum Merubah (20)

Musim Hujan

Di saat musim kemarau berkepanjangan, sumber mata air mengering, pepohonan layu, cuaca terasa panas dan tentu ini mengurangi kenyamanan hidup. Sejumlah usaha agar hujan turun dilakukan. Pembuatan hujan buatan dan sholat istisqo dilaksanakan. Tak lupa zakat dan sedekah serta memperbanyak istighfar digalakkan, karena keduanya adalah solusi yang tidak bisa dilupakan selain sholat istisqo demi datangnya hujan.
Akan tetapi bisa saja ketika akhirnya hujan turun, karena volume air terlalu banyak, turun tiap hari yang menyebabkan banjir dan banyak tanam-tanaman rusak, kita memohon kepada Alloh agar turunnya hujan dirubah dengan cara dialihkan ke tempat lain sebagaimana yang pernah dipinta oleh seorang A’robiy :

عَنْ شَرِيك بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي نَمِرٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَذْكُرُ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ بَابٍ كَانَ وِجَاهَ الْمِنْبَرِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَوَاشِي وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا قَالَ أَنَسُ وَلَا وَاللَّهِ مَا نَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ سَحَابٍ وَلَا قَزَعَةً وَلَا شَيْئًا وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلَا دَارٍ قَالَ فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ فَلَمَّا تَوَسَّطَتْ السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ قَالَ وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا الشَّمْسَ سِتًّا ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ ذَلِكَ الْبَابِ فِي الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالْآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ قَالَ فَانْقَطَعَتْ وَخَرَجْنَا نَمْشِي فِي الشَّمْسِ

Dari Syarik bin 'Abdullah bin Abu Namir bahwa dia mendengar Anas bin Malik menceritakan, bahwa ada seorang laki-laki masuk ke dalam Masjid pada hari Jum'at dari pintu yang berhadapan dengan mimbar, sedangkan saat itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang menyampaikan khutbah. Orang itu kemudian menghadap ke arah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam serata berkata, Wahai Rasulullah, harta benda telah habis dan jalan-jalan terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan buat kami ! Anas berkata, Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya seraya berdoa : Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan. Anas melanjutkan kisahnya, Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat sedikitpun awan baik yang tebal maupun yang tipis. Juga tidak ada antara tempat kami dan bukit itu rumah atau bangunan satupun. Tiba-tiba dari bukit itu tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan itupun menyebar dan hujan pun turun. Anas melanjutkan, demi Allah, sungguh kami tidak melihat matahari selama enam hari. Kemudian pada Jum'at berikutnya, orang itu masuk kembali dari pintu yang sama dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang berdiri menyampaikan khutbahnya. Kemudian orang itu menghadap beliau seraya berkata, Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalanpun terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menahan hujan ! Anas berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lantas mengangkat kedua tangannya seraya berdoa : Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami saja dan jangan membahayakan kami. Ya Allah turunkanlah di atas bukit-bukit, gunung-gunung, bendungan air (danau), dataran tinggi, jurang-jurang yang dalam serta pada tempat-tempat tumbuhnya pepohonan. Anas berkata, Maka hujan berhenti. Kami lalu keluar berjalan-jalan di bawah sinar matahari [HR Bukhori, Muslim, Abu Daud dan Nasa’i]

Dari hadits ini kita mendapat pelajaran bahwa bila kita menginginkan agar hujan yang turun di daerah kita berubah dan dialihkan oleh Alloh ke tempat lain maka dianjurkan untuk berdoa kepada Alloh :

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالْآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

Ya Allah turunkanlah di atas bukit-bukit, gunung-gunung, bendungan air (danau), dataran tinggi, jurang-jurang yang dalam serta pada tempat-tempat tumbuhnya pepohonan.

Ibnu Hajar Al Atsqolani berkata : barangsiapa yang Alloh anugerahkan nikmat (semisal hujan) agar tidak menggerutu dengan datangnya kesulitan yang mengiringi turunnya nikmat, akan tetapi hendaknya memohon kepada Alloh agar Alloh mengangkat kesulitan itu dan tetapnya keberadaan nikmat itu.
Imam Nawawi berkata : dianjurkan memohon kepada Alloh agar menghentikan hujan yang menimpa daerah tempat tinggal bila turunnya terlalu banyak dan menimbulkan madlorot

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 2/625
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 6/205

Hukum Merubah (19)

Hukum Alloh Dengan Hukum Buatan Manusia

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِماَ أنْزَلَ الله فَأولئكَ هُمُ الْكَافِرُوْنَ

Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Alloh turunkan maka mereka adalah orang kafir [almaidah :44]

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِماَ أنْزَلَ الله فَأولئكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ

Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Alloh turunkan maka mereka adalah orang dzalim [almaidah :45]

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِماَ أنْزَلَ الله فَأولئكَ هُمُ الْفاَسِقُوْنَ

Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Alloh turunkan maka mereka adalah orang fasik [almaidah :47]

Bisa dibayangkan seseorang yang meninggalkan hukum Alloh, sudah cukup disebut sebagai kafir, dzolim dan fasik (sekedar meninggalkan hukum Alloh) lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan hukum Alloh lalu beralih melaksanakan hukum selain Alloh atau bahkan ia sendirilah yang membuat hukum tandingan Alloh yang dengannya tersingkir syariat islam dari muka bumi.

Beragam komentar para ulama tentang kekafiran berhukum kepada hukum selain Alloh. Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh menyebut empat bentuk kekafiran tentang orang yang berhukum kepada selain Alloh :

• Seorang hakim yang berhukum dengan selain Alloh disertai mengingkari keabsahan hukum Alloh dan rosulNya.
• Seorang hakim yang berhukum dengan selain Alloh tetapi ia tidak mengingkari hukum Alloh, hanya saja ia berkeyakinan bahwa hukum selain Alloh lebih baik dan lebih sempurna.
• Seorang hakim meyakini bahwa hukum Alloh dan hukum selainNya mempunyai kedudukan yang sama.
• Seorang hakim yang tidak meyakini hukum selain Alloh itu lebih baik atau hukum Alloh sama baiknya dengan hukum buatan manusia, tapi ia memperbolehkan berjalannya hukum selain Alloh
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin menyebut tiga bentuk kekafiran dalam masalah ini :
a. Seseorang yang berkeyakinan bolehnya berhukum kepada selain hukum Alloh
b. Seseorang yang berkeyakinan akan kesamaan kedudukan hukum Alloh dengan hukum buatan manusia
c. Seseorang yang berkeyakinan bahwa hukum buatan manusia lebih baik dari hukum Alloh

Syaikh Muhammad Sholih Alfauzan berkata : barangsiapa yang menjauhkan syariat islam dan menjadikan hukum buatan manusia sebagai penggantinya maka ini bukti ia berkeyakinan bahwa hukum positif adalah lebih baik dan lebih menimbulkan maslahat dari syariat islam. Tidak diragukan lagi inilah kekufuran akbar yang mengeluarkan pelakunya dari islam dan membatalkan tauhidnya.

Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh berkata : barangsiapa yang menyelisihi hukum Alloh dan rosulNya dengan cara menerapkan hukum selain Alloh di tengah-tengah manusia atau menggiring manusia untuk menuruti apa yang ia ingini maka ia telah melepaskan ikatan islam dan iman dari lehernya meskipun ia mengklaim bahwa dirinya adalah mukmin …..

Ada baiknya kita menyimak sikap tegas Umar bin Khothob terhadap orang yang tidak rela dengan hukum rosululloh shollallohu alaihi wasallam : dua orang yang bertengkar, salah seorang dari mereka berkata : Mari kita bersama-sama mengadukan kepada Nabi Muhammad, sedangkan yang lainnya mengadukan kepada Ka’ab bin Asyraf, kemudian keduanya mengadukan perkara mereka kepada Umar. Salah seorang di antara keduanya menjelaskan kepadanya tentang permasalahan yang terjadi, kemudian Umar bertanya kepada orang yang tidak rela dengan keputusan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “Benarkah demikian ?, ia menjawab : Ya, benar. Akhirnya dihukumlah orang itu oleh Umar dengan dipancung pakai pedang.

Maroji’ :

Alqoul mufid, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 2/159
Kitab tauhid, Syaikh Sholih Fauzan hal 50
Fathul Majid, Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh hal 328
Tahkimul Qowanin, Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh hal 5

Hukum Merubah (18)

Bangunan Masjid

Merubah bangunan masjid berarti meruntuhkannya dan membangunnya dengan bangunan baru. Ia juga berarti mengganti beberapa bagian masjid seperti jendela, pintu, atap dan lainnya yang sudah keropos untuk kemudian diganti dengan bahan baru. Ada beberapa hadits yang ada kaitannya dengan renovasi masjid yang bisa dijadikan i’tibar bagi siapa saja yang ingin melakukannya :

عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَا تَقُومُ اَلسَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى اَلنَّاسُ فِي اَلْمَسَاجِدِ

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Tidak akan terjadi kiamat hingga orang-orang berbangga-bangga dengan (kemegahan) masjid. [Dikeluarkan oleh Imam Lima kecuali Tirmidzi]

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا أُمِرْتُ بِتَشْيِيدِ اَلْمَسَاجِدِ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Aku tidak diperintahkan untuk menghiasi masjid. [HR Abu Dawud]

Dua hadits di atas melarang kita untuk membangun atau meronavasi masjid dengan tujuan membangun masjid agar tampak megah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Shon’ani bahwa bermegah-megahan dalam membangun masjid akan memalingkan hati dari khusyu dalam sholat padahal khusyu’ adalah ruhnya ibadah.

Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam menghukumi perbuatan itu sebagai perbuatan haram (bertasyabuh dengan kaum yahudi) bahkan bernilai bid’ah

عَنْ نَافِع أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ أَخْبَرَهُ أَنَّ الْمَسْجِدَ كَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَبْنِيًّا بِاللَّبِنِ وَسَقْفُهُ الْجَرِيدُ وَعُمُدُهُ خَشَبُ النَّخْلِ فَلَمْ يَزِدْ فِيهِ أَبُو بَكْرٍ شَيْئًا وَزَادَ فِيهِ عُمَرُ وَبَنَاهُ عَلَى بُنْيَانِهِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّبِنِ وَالْجَرِيدِ وَأَعَادَ عُمُدَهُ خَشَبًا ثُمَّ غَيَّرَهُ عُثْمَانُ فَزَادَ فِيهِ زِيَادَةً كَثِيرَةً وَبَنَى جِدَارَهُ بِالْحِجَارَةِ الْمَنْقُوشَةِ وَالْقَصَّةِ وَجَعَلَ عُمُدَهُ مِنْ حِجَارَةٍ مَنْقُوشَةٍ وَسَقَفَهُ بِالسَّاجِ

Dari Nafi' bahwa 'Abdullah bin 'Umar mengabarkan kepadanya, bahwa pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Masjid dibangun dengan menggunakan tanah liat yang dikeraskan (bata). Atapnya dari dedaunan sedangkan tiangnya dari batang pohon kurma. Pada masanya Abu Bakar tidak memberi tambahan renovasi apapun, kemudian pada masanya Umar bin Al Khaththab ia memberi tambahan renovasi, Umar merenovasi dengan batu bata dan dahan barang kurma sesuai dengan bentuk yang ada di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Tiang utama ia ganti dengan kayu. Kemudian pada masa Utsman ia banyak melakukan perubahan dan renovasi, dinding masjid ia bangun dari batu yang diukir dan batu kapur. Kemudian tiang dari batu berukir dan atapnya dari batang kayu pilihan. [HR Bukhori dan Abu Daud]
Riwayat di atas menerangkan sejarah renovasi masjid nabawi setelah wafatnya rosululloh shollallohu alaihi wasallam hingga masa kekhilafahan Utsman bin Affan. Ibnu Hajar Al atsqolani menambahkan keterangan dengan mengatakan : ini merupakan dalil tentang sunnahnya membangun masjid secara sederhana dan meninggalkan sikap berlebihan dalam menghiasnya. Umar bin Khothob dengan prestasinya yang gemilang dalam menaklukkan negeri-negeri disertai berlimpahnya kekayaan pemerintahannya, ternyata tidak melakukan renovasi masjid dan membiarkannya seperti awal mula didirikan. Yang dia lakukan hanyalah mengganti tiang masjid yang berasal dari pelepah kurma karena sudah lapuk. Pada masa Utsman menjabat sebagai khilafah dan kekayaan umat islam lebih melimpah, dia memperindah bangunan masjid tanpa ada kesan bermegah-megah, itupun banyak ditentang oleh para sahabat. Adapun pemimpin pertama yang bermegah-megahan dalam masjid adalah Alwalid bin Abdul Malik bin Marwan yang terjadi pada akhir masa sahabat. Namun demikian banyak ulama yang mendiamkannya karena dikhawatirkan akan timbul fitnah.

عَنْ الْأَسْوَدِ قَالَ قَالَ لِي ابْنُ الزُّبَيْرِ كَانَتْ عَائِشَةُ تُسِرُّ إِلَيْكَ كَثِيرًا فَمَا حَدَّثَتْكَ فِي الْكَعْبَةِ قُلْتُ قَالَتْ لِي قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَائِشَةُ لَوْلَا قَوْمُكِ حَدِيثٌ عَهْدُهُمْ قَالَ ابْنُ الزُّبَيْرِ بِكُفْرٍ لَنَقَضْتُ الْكَعْبَةَ فَجَعَلْتُ لَهَا بَابَيْنِ بَابٌ يَدْخُلُ النَّاسُ وَبَابٌ يَخْرُجُونَ فَفَعَلَهُ ابْنُ الزُّبَيْرِ

Dari Al Aswad berkata, Ibnu Az Zubair berkata kepadaku, 'Aisyah banyak merahasiakan (hadits) kepadamu. Apa yang pernah dibicarakannya kepadamu tentang Ka'bah ? Aku berkata, Aisyah berkata kepadaku, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku : Wahai 'Aisyah, kalau bukan karena kaummu masih dekat zaman mereka (baru saja masuk islam sehingga masih tampak kebodohan mereka), Az Zubair menyebutkan, Dengan kekufuran, maka Ka'bah akan aku rubah, lalu aku buat dua pintu untuk orang-orang masuk dan satu untuk mereka keluar. Di kemudian hari hal ini dilaksanakan oleh Ibnu Zubair [HR Bukhori Muslim]

Riwayat di atas menerangkan keinginan rosululloh shollallohu alaihi wasallam untuk membuat dua pintu bagi ka’bah setelah sebelumnya hanya terdiri dari satu pintu dan niat itu beliau urungkan untuk satu tujuan maslahat melihat penduduk Mekah yang baru saja masuk islam sementara mereka sangat mengagungkan keberadaan ka’bah. Ibnu Hajar Al Atsqolani berkata : hadist ini menganjurkan kepada kita untuk meninggalkan maslahat bila dikhawatirkan jatuh pada mafsadat (kerusakan) yang timbul. Ini juga merupakan pelajaran untuk meninggalkan upaya menghilangkan kemungkaran bila berakibat pada timbulnya kemungkaran yang lebih besar. Seorang pemimpin seharusnya mampu mewujudkan kemaslahatan pada rakyatnya meskipun apa yang ia lakukan mengutamakan yang afdhol dengan menyingkirkan sesuatu yang lebih afdhol selama tidak bernilai haram.

Kesimpulan dari pembahasan ini :

1. Renovasi masjid hukumnya boleh bila ternyata ada beberapa bagian masjid yang sudah usang sehingga perlu ada penggantian
2. Renovasi harus jauh dari kesan bermegah-megahan
3. Renovasi yang menimbulkan madlorot harus dijauhi sebagaimana yang disikapi oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam terhadap bangunan ka’bah

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 1/283 dan 679
Subulusssalam, Imam Shon’ani 1/158
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 1/490

Hukum Merubah (17)

Persepsi

Pandangan sebagian orang mengatakan bahwa pesantren identik dengan penyakit gatal, santrinya kolot tidak tahu perkembangan jaman. Yang mereka ketahui hanyalah kitab-kitab kuning.

Tidak sedikit orang takut dengan orang batak karena sifatnya yang kasar, penampilan yang menakutkan dan lainnya. Padahal betapa banyak di antara mereka dikenal dengan kelemah lembutannya melebihi halus budi orang Solo.
Tak jarang orang Arab disebut sebagai si pelit. Tuduhan itu ada hanya gara-gara didapati segelintir pedagang Arab yang sudah menjadi warga negara Indonesia yang kaku dalam transaksi jual beli, tidak mau ditawar sementara barang yang dijual berharga mahal.

Itulah persepsi sebagian orang terhadap daerah atau kelompok tertentu yang barangkali tidak semuanya benar. Manakala itu sudah terlanjur melekat pada pihak tertentu maka sudah seharusnya yang bersangkutan merubah pandangan buruk tersebut dengan pandangan lain.

Yusuf alaihissalam yang terfitnah akibat ulah Zulaikha yang menyeretnya hidup di penjara, di saat akan dikeluarkan karena sumbangsihnya sangat diperlukan guna mengungkap mimpi raja yang aneh, maka Yusuf memberi syarat agar nama baiknya dipulihkan. Kisah ini diabadikan oleh Alloh surat yusuf ayat 50 hingga 52

Di saat keluarga rosululloh shollallohu alaihi wasallam diguncang dengan isu perselingkuhan antara Aisyah rodliyallohu anha dengan Sufyan bin Muathol rodliyallohu anhu yang sengaja dihembuskan orang-orang munafiq, Alloh turunkan pembelaan kepada keduanya sehingga nama baik keduanya bersih kembali pulih. Alloh bentangkan surat annur dari ayat 11-26 khusus berkenaan tentang pembelaan kepada keduanya. Sementara hukum cambuk 80 kali ditetapkan kepada 3 orang yang ikut menyebarkan berita bohong : Hamnah binti Jahsyi, Misthoh bin Utsatsah, Hasan Bin Tsabit.

Hukum Merubah (16)

Tanda Batas Tanah

Ada sebagian orang yang berperilaku jahat. Karena ketamakannya ia suka merampas hak orang dengan merubah tanda batas tanah orang lain sehingga tanah miliknya semakin luas sementara tanah orang lain semakin sempit. Dalam hal ini Ali bin Abi Tholib Radhiallahu’anhu berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda kepadaku tentang empat perkara :

لعن الله من ذبح لغير الله، لعن الله من لعن والديه، لعن الله من آوى محدثا، لعن الله من غير منار الأرض

Allah melaknat orang-orang yang menyembelih binatang bukan karena Allah, Allah melaknat orang-orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang-orang yang melindungi orang yang berbuat kejahatan, dan Allah melaknat orang-orang yang merubah tanda batas tanah. [HR. Muslim]

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menerangkan makna ghoyyaro manaarol ardl (merubah tanda batas tanah) dengan mengatakan : yaitu merubah tanda yang membedakan antara hak milik seseorang dengan hak milik tetangganya, dengan digeser maju atau mundur.

Syaikh Muhammad Sholih Utsimin berkata : hadits ini merupakan dalil bahwa merubah tanda batas tanah adalah dosa besar karena rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyandingkannya dengan laknat kepada perbuatan syirik, durhaka kepada orang tua dan melindungi pelaku kejahatan.
Pada riwayat lain disebutkan :

عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ مَنْ اِقْتَطَعَ شِبْرًا مِنْ اَلْأَرْضِ ظُلْماً طَوَّقَهُ اَللَّهُ إِيَّاهُ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Said Ibnu Zaid Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Barangsiapa mengambil sejengkal tanah dengan cara dlalim, maka Allah akan mengalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi. [Muttafaq Alaihi]

Walhasil merubah tanda batas tanah, apalagi merampasnya maka akan mendapat dua hukuman : laknat dari nabi shollallohu alaihi wasallam dan hukuman dari Alloh pada hari kiamat berupa pengalungan di leher dengan seluas tanah yang ia rampas berikut sedalam tujuh lapisan.
Betapa mengerikannya hukuman yang diperoleh, lalu bagaimana dengan orang-orang kafir yang telah merampas tanah-tanah umat islam ?

Maroji’ :

Alqoulul Mufid, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 1/223
Fathul Majid, Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu Syaikh hal 114

Hukum Merubah (15)

Sikap

Di saat kita berbicara, tentu bahasa yang kita pakai akan berbeda sesuai dengan siapa yang tengah kita hadapi. Berbicara dengan orang sebaya dan orang yang usianya lebih tua tentu tidak akan sama bahasa yang kita gunakan.
Makan sendirian di rumah dengan makan dalam acara perjamuan tentu akan sangat berbeda. Di rumah kita bisa duduk seenaknya, mengambil lauk sepuasnya yang itu tidak mungkin kita melakukannya dalam acara makan bersama dengan orang lain.

َعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ؛ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ

Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata : Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu. [Muttafaq Alaihi]

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فِي يَدِ رَجُلٍ فَنَزَعَهُ فَطَرَحَهُ وَقَالَ يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِي يَدِهِ فَقِيلَ لِلرَّجُلِ بَعْدَ مَا ذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُذْ خَاتِمَكَ انْتَفِعْ بِهِ قَالَ لَا وَاللَّهِ لَا آخُذُهُ أَبَدًا وَقَدْ طَرَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari 'Abdullah bin 'Abbas; Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melihat sebuah cincin emas di tangan seorang laki-laki. Lalu beliau mencopot cincin tersebut dan langsung melemparnya seraya bersabda : Salah seorang di antara kalian menginginkan bara api neraka dan meletakkannya di tangannya ?. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi, seseorang berkata kepada laki-laki itu; 'Ambilah cincin itu untuk kamu ambil manfaat darinya.' Lelaki tersebut menjawab; 'Tidak, Demi Allah aku tidak akan mengambil cincin itu selamanya, karena cincin itu telah di buang oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. [HR Muslim]

Dari dua riwayat di atas kita bisa mendapatkan dua cara yang digunakan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam dalam mensikapi kesalahan sahabatnya. Kepada orang yang kencing di masjid beliau sikapi dengan lemah lembut, sementara kepada pemakai cincin emas beliau tegur dengan teguran keras dengan cara membanting cincinnya di hadapannya. Kenapa itu bisa terjadi ? Rupanya orang yang kencing di masjid adalah orang jahil, belum mengerti banyak tentang islam. Adapun orang kedua adalah sahabat yang sudah terdidik lama oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam.

Dalam hal ini Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam berkata : hadits ini mengajari kita untuk bersikap lembut kepada orang jahil dan tidak menghadapinya dengan keras.
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata : bagusnya metode nabi shollallohu alaihi dalam memberikan pelajaran. Beliau bersikap lemah lembut. Inilah bentuk petunjuk beliau sebagai uswah hasanah (contoh suri tauladan). Maka sudah seharusnya bagi setiap manusia untuk mensikapi orang sesuai kedudukannya.

Hadits di bawah ini adalah contoh lain dari perubahan sikap rosululloh shollallohu alaihi wasallam di saat bertemu dengan orang tertentu :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُضْطَجِعًا فِي بَيْتِي كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهِ فَاسْتَأْذَنَ أَبُو بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ فَتَحَدَّثَ ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ كَذَلِكَ فَتَحَدَّثَ ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَوَّى ثِيَابَهُ قَالَ مُحَمَّدٌ وَلَا أَقُولُ ذَلِكَ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ فَلَمَّا خَرَجَ قَالَتْ عَائِشَةُ دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ فَقَالَ أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ

Dari Aisyah berkata : Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang berbaring di rumah saya dengan membiarkan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama kemudian, Abu Bakar minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkannya untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus berbincang-bincang (tentang suatu hal). Lalu Umar bin Khaththab datang dan meminta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkannya untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus berbincang-bincang (tentang suatu hal). Kemudian Utsman bin Affan datang dan meminta izin kepada beliau untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkannya untuk masuk seraya mengambil posisi duduk dan membetulkan pakaiannya. Muhammad berkata; Saya tidak mengatakan hal itu pada hari yang sama. Lalu Utsman masuk dan langsung bercakap-cakap dengan beliau tentang berbagai hal. Setelah Utsman keluar dari rumah, Aisyah bertanva; Ya Rasulullah, tadi ketika Abu Bakar masuk ke rumah engkau tidak terlihat tergesa-gesa untuk menyambutnya. Kemudian ketika Umar datang dan masuk, engkaupun menyambutnya dengan biasa-biasa saja. Akan tetapi ketika Utsman bin Affan datang dan masuk ke rumah maka engkau segera bangkit dari pembaringan dan langsung mengambil posisi duduk sambil membetulkan pakaian engkau. Sebenarnya ada apa dengan hal ini semua ya Rasulullah' ? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: Hai Aisyah, bagaimana mungkin aku tidak merasa malu kepada seseorang yang para malaikat saja merasa malu kepadanya ? [HR Bukhori Muslim]

Maroji’ :

Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 1/109
Syarh Riyadhush Sholihin, Syaikh Muhammad Sholih utsaimin 2/1005

Hukum Merubah (14)

Pandangan

Yang dimaksud adalah perbuatan sihir. Karena salah satu karakter sihir adalah merubah pandangan manusia, bukan merubah hakekat. Seorang meletakkan nasi goreng di meja. Lalu dengan sedikit komat-kamit, tiba-tiba nasi berubah menjadi bubur. Air kopi yang terlihat dengan jelas berwarna hitam bisa dirubah menjadi air susu yang berwarna hitam.

Jangan terkecoh, tidak mungkin nasi goreng berubah menjadi bubur sebagaimana mustahilnya air kopi beralih menjadi air susu. Kenapa ? Karena yang bisa menciptakan sesuatu hanya Alloh.

Kita masih ingat ketika tukang sihir Firaun melemparkan tali temali. Jangan salah, tali temali tidak berubah menjadi ular-ular kecil. Ia tetap pada kondisi semula. Hanya pandangan mata saja yang dikecoh sehingga terlihat seolah bergerak-gerak bak ular-ular kecil. Di saat Musa melempar tongkat, berubahlah mukjizat itu menjadi ular besar. Apa yang dimakan oleh si ular besar ? Jawabannya adalah tali temali bukan ular-ular kecil. Hal ini berdasar firman Alloh :

قاَلَ ألْقُوْا فَلَمَّا ألْقَوْا سَحَرُوْا أعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوْهُمْ وَجاَءُوْ بِسِحْرٍ عَظِيْمٍ

Musa menjawab : Lemparkanlah (lebih dahulu) ! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena'jubkan) [al a’rof : 116]

قَالَ بَلْ ألْقُوْا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أنَّهاَ تَسْعَى فَأّوْجَسَ فِي نَفْسِه خِيْفَةً مُوْسَى

Berkata Musa : Silahkan kamu sekalian melemparkan. Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka [thoha : 66]

Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi berkata : pengaruh sihir secara nyata terjadi pada pandangan mata manusia dimana mereka melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan benda asli. Tongkat dan tali berubah menjadi ular pada pandangan manusia (akan tetapi pada kenyataannya ia tetap tali.

Maroji’ :

Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi hal 473

Hukum Merubah (13)

Nasib Dan Takdir

Seseorang yang melewati tahun-tahunnya dengan kemiskinan. Seiring waktu akhirnya ia bisa merasakan nikmatnya menjadi orang kaya setelah usaha dagangnya sukses.
Narapidana terpidana mati, tiba-tiba lolos dari hukuman dan kemudian bisa menghirup udara bebas bahkan kondisinya jauh lebih baik dari sebelumnya. Sementara sang hakim yang menvonis telah meninggal dunia lebih awal.

Itulah nasib menurut istilah masyarakat umum, takdir menurut bahasa quran. Seseorang bisa berada di titik kritis dalam perjalanan hidupnya namun tiba-tiba berubah. Ia berada di masa puncak kebahagiaan hidupnya.
Pertanyaannya, mungkinkah takdir bisa dirubah ? Ahlussunnah waljamaah meyakini bahwa takdir yang sudah ditetapkan tidak mungkin dirubah berdasar hadits-hadits di bawah ini :

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِحَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga [HR Bukhori Muslim]

عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً، فَقَالَ : يَا غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اْحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفِ رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح وفي رواية غير الترمذي: احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ، وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً

Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahuanhuma, beliau berkata : Suatu saat saya berada dibelakang nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda : Wahai ananda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkara: Jagalah Allah, niscaya dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu , niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.

Riwayat Tirmidzi dan dia berkata : Haditsnya hasan shahih). Dalam sebuah riwayat selain Tirmidzi dikatakan : Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya didepanmu. Kenalilah Allah di waktu senggang niscaya Dia akan mengenalmu di waktu susah. Ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan luput darimu tidaklah akan menimpamu dan apa yang ditetapkan akan menimpamu tidak akan luput darimu, ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran dan kemudahan bersama kesulitan dan kesulitan bersama kemudahan

Kalau kenyataannya demikian, lalu bagaimana dengan pernyataan bahwa doa dan usaha bisa merubah takdir ? Di sinilah Ibnu Qoyyim menerangkan : takdir ditetapkan berdasar sebab dan di antara sebabnya adalah doa. Demikianlah takdir tidak pernah kosong dari sebab. Sehingga siapa yang membawa sebab maka akan terjadilah takdir itu (pasti akan terjadi akibat) demikian juga sebaliknya siapa yang tidak memiliki sebab maka ia tidak akan mendapakan akibat. Seperti orang yang kenyang dan segar mulutnya dikarenakan makan. Seorang yang dianugerahi anak dikarenakan hubungan badan. Petani panen setelah sebelumnya menanam. Hewan mati lewat penyembelihan Dan orang bisa masuk ke dalam aljannah atau ke neraka disebabkan amal. Dan yang harus kita ketahui adalah bahwa doa adalah sebab yang paling agung dari tercapainya takdir yang kita inginkan.

Maroji’ :

Aljawab Alkafi, Ibnu Qoyyim Aljauziyyah hal 27

Hukum Merubah (12)

Marah

Seorang suami marah kepada istrinya, pintu ditendang dan gelas dibanting. Apa hubungannya antara istri dengan pintu dan gelas. Bukankah keduanya tidak ada hubungannya ? Tidak lama setelah itu ia meringis kesakitan karena kakinya sakit sementara lantai kotor penuh dengan pecahan gelas. Diperlukan waktu untuk membersihkannya.

Istri marah kepada suaminya. Anak dicubit hingga menangis. Apa hubungannya antara marah kepada suami dengan anak. Kenapa buah hati menjadi korban ? Setelah itu sang ibu sedih karena tubuh anaknya memerah sementara tangisan anak tidak berhenti. Maka tidak aneh bila ada ungkapan :

الْغَضَبُ أوَّلُهُ جُنُوْنٌ وَ أخِرُهُ نَدَمٌ

Marah itu awalnya adalah gila dan akhirnya adalah penyesalan

Marah bila ada sebabnya tentu baik apalagi bila marah didasari karena Alloh. Sebagaimana nabi shollallohu alaihi wasallam marah ketika melihat tirai yang bergambar di kamarnya. Beliau murka di saat hukuman hanya berputar pada kaum lemah sementara orang terpandang bebas dari tuntutan hukuman.

Akan tetapi marah yang terjadi tanpa sebab atau ada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu diselesaikan dengan emosi, tentu akan mendatangkan madlorot. Oleh karena itu islam mengajari kita bersikap jitu di saat kemarahan muncul :

1. Mengingat kembali fadhilah menahan amarah

Pelakunya disebut kesatria, mendapat jaminan aljannah dan disediakan bidadari sesuai selera :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَيْسَ اَلشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا اَلشَّدِيدُ اَلَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ اَلْغَضَبِ

Dari Abu Huroiroh Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Orang kuat itu bukanlah orang yang menang bergulat tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah. [Muttafaq Alaihi]

عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنْ الْحُورِ الْعِينِ مَا شَاءَ

Dari Sahl bin Mu'adz dari Bapaknya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa menahan kemarahan padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka pada hari kiamat Allah akan memanggilnya di antara manusia, hingga Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari sesuka hatinya [HR Abu Daud dan Tirmidzi]

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

Janganlah marah dan bagimu aljannah [HR Thobroni]

2. Duduk atau berbaring ditanah

إيَّاكُمْ وَالْغَضَبُ فَإِنَّهُ جَمْرَةٌ تَتَوَقَّدُ فِي فُؤَادِ ابْنِ ادَمَ ألَمْ تَرَ إلَى أحَدِكُمْ إذَا غَضَبَ كَيْفَ تَحْمَرُّ عَيْناَهُ وَتَنْتَفِخُ أوادَجُهُ فَإِذَا أحَسَّ أحَدُكُمْ بِشَيْئٍ مِنْ ذَالِكَ فَلْيَضْطَجِعْ أوْ لِيَلْصَق بِالأَرْضِ

Janganlah marah, karena ia adalah bara yang menyala di hati anak Adam. Tidakkah anda perhatikan bila salah seorang di antara kalian marah, bagaimanakah matanya bisa memerah dan urat leher yang nampak. Oleh karena itu bila seorang di antara kalian mendapati sesuatu dari marahnya maka berbaringlah atau bergulinglah di tanah
[HR Tirmidzi, didloifkan oleh syaikh Nashiruddin Albani]

3. Berwudlu

إنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانَ وَإنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وَإنَّماَ يُطْفِئُ النَّارَ الْماَءُ فَإِذَا غَضَبَ أحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأ

Sesungguhnya marah itu berasal dari setan dan setan diciptakan dari tanah. Api bisa padam dengan air, oleh karena itu bila seorang di antara kalian marah maka berwudlulah [HR Abu Daud. Didloifkan oleh Syaikh Nashiruddin Albani]

إذَا غَضَبَ أحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ

Bila seorang di antara kalian marah sementara ia sedang berdiri maka duduklah, bila belum hilang maka berbaringlah [HR Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Hibban]

4. Berkaca

Hadapkan wajah anda di cermin, kelihatan indahkah di saat murka ? Secantik-cantiknya wanita atau seganteng-gantengnya kaum pria, tentu kurang sedap dipandang mata ketika marah menguasainya.

5. Keluar rumah

Mungkin anda akan melihat kejadian lucu, bertemu dengan orang sholih yang bisa memberi pencerahan sehingga mampu mencairkan suasana. Ali pernah keluar rumah dan menuju masjid di saat terjadi pertengkaran antara dirinya dengan Fatimah :

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ فَاطِمَةَ فَلَمْ يَجِدْ عَلِيًّا فِي الْبَيْتِ فَقَالَ أَيْنَ ابْنُ عَمِّكِ قَالَتْ كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ شَيْءٌ فَغَاضَبَنِي فَخَرَجَ فَلَمْ يَقِلْ عِنْدِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإِنْسَانٍ انْظُرْ أَيْنَ هُوَ فَجَاءَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هُوَ فِي الْمَسْجِدِ رَاقِدٌ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ قَدْ سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ شِقِّهِ وَأَصَابَهُ تُرَابٌ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُهُ عَنْهُ وَيَقُولُ قُمْ أَبَا تُرَابٍ قُمْ أَبَا تُرَابٍ

Dari Sahl bin Sa'd berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang ke rumah Fatimah namun 'Ali tidak ada di rumah. Beliau lalu bertanya : Kemana putera pamanmu ? Fatimah menjawab, Antara aku dan dia terjadi sesuatu hingga dia marah kepadaku, lalu dia pergi dan tidak tidur siang di rumah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada seseorang : Carilah, dimana dia! Kemudian orang itu kembali dan berkata, Wahai Rasulullah, dia ada di masjid sedang tidur. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatanginya, ketika itu Ali sedang berbaring sementara kain selendangnya jatuh di sisinya hingga ia tertutupi debu. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membersihkannya seraya berkata : Wahai Abu Thurab, bangunlah. Wahai Abu Thurab, bangunlah. [HR Bukhori Muslim]

6. Membaca ta’awwudz

عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ صُرَدٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَجُلَانِ يَسْتَبَّانِ فَأَحَدُهُمَا احْمَرَّ وَجْهُهُ وَانْتَفَخَتْ أَوْدَاجُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ فَقَالُوا لَهُ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ فَقَالَ وَهَلْ بِي جُنُونٌ

Dari Sulaiman bin Shurad berkata; Aku sedang duduk bersana Nabi shallallahu 'alaihi wasallam danada dua orangyang saling mencaci. Satu diantaranya wajahnya memerah dan urat lehernya menegang. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sungguh aku mengetahui satu kalimat yang bila diucapkan akan hilang apa yang sedang dialaminya. Seandainya dia mengatakan a'uudzu billahi minasy syaithaan, (aku berlindung kepada Allah dari setan). Lalu orang-orang mengatakan kepada orang itu; Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata; Berlindungkah kamu kepada Allah dari setan. Orang itu berkata : Apakah aku sudah gila ? [HR Bukhori Muslim]

Maroji’ :
syarh Arba’in Annawawiyyah, Imam Nawawi hal 124-126

Hukum Merubah (11)

Hukum Alloh Dengan Hukum Buatan Manusia

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِماَ أنْزَلَ الله فَأولئكَ هُمُ الْكَافِرُوْنَ

Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Alloh turunkan maka mereka adalah orang kafir [almaidah :44]

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِماَ أنْزَلَ الله فَأولئكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ

Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Alloh turunkan maka mereka adalah orang dzalim [almaidah :45]

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِماَ أنْزَلَ الله فَأولئكَ هُمُ الْفاَسِقُوْنَ

Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Alloh turunkan maka mereka adalah orang fasik [almaidah :47]

Bisa dibayangkan seseorang yang meninggalkan hukum Alloh, sudah cukup disebut sebagai kafir, dzolim dan fasik (sekedar meninggalkan hukum Alloh) lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan hukum Alloh lalu beralih melaksanakan hukum selain Alloh atau bahkan ia sendirilah yang membuat hukum tandingan Alloh yang dengannya tersingkir syariat islam dari muka bumi.

Beragam komentar para ulama tentang kekafiran berhukum kepada hukum selain Alloh. Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh menyebut empat bentuk kekafiran tentang orang yang berhukum kepada selain Alloh :

• Seorang hakim yang berhukum dengan selain Alloh disertai mengingkari keabsahan hukum Alloh dan rosulNya.
• Seorang hakim yang berhukum dengan selain Alloh tetapi ia tidak mengingkari hukum Alloh, hanya saja ia berkeyakinan bahwa hukum selain Alloh lebih baik dan lebih sempurna.
• Seorang hakim meyakini bahwa hukum Alloh dan hukum selainNya mempunyai kedudukan yang sama.
• Seorang hakim yang tidak meyakini hukum selain Alloh itu lebih baik atau hukum Alloh sama baiknya dengan hukum buatan manusia, tapi ia memperbolehkan berjalannya hukum selain Alloh

Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin menyebut tiga bentuk kekafiran dalam masalah ini :

a. Seseorang yang berkeyakinan bolehnya berhukum kepada selain hukum Alloh
b. Seseorang yang berkeyakinan akan kesamaan kedudukan hukum Alloh dengan hukum buatan manusia
c. Seseorang yang berkeyakinan bahwa hukum buatan manusia lebih baik dari hukum Alloh

Syaikh Muhammad Sholih Alfauzan berkata : barangsiapa yang menjauhkan syariat islam dan menjadikan hukum buatan manusia sebagai penggantinya maka ini bukti ia berkeyakinan bahwa hukum positif adalah lebih baik dan lebih menimbulkan maslahat dari syariat islam. Tidak diragukan lagi inilah kekufuran akbar yang mengeluarkan pelakunya dari islam dan membatalkan tauhidnya.
Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh berkata : barangsiapa yang menyelisihi hukum Alloh dan rosulNya dengan cara menerapkan hukum selain Alloh di tengah-tengah manusia atau menggiring manusia untuk menuruti apa yang ia ingini maka ia telah melepaskan ikatan islam dan iman dari lehernya meskipun ia mengklaim bahwa dirinya adalah mukmin …..

Ada baiknya kita menyimak sikap tegas Umar bin Khothob terhadap orang yang tidak rela dengan hukum rosululloh shollallohu alaihi wasallam : dua orang yang bertengkar, salah seorang dari mereka berkata : Mari kita bersama-sama mengadukan kepada Nabi Muhammad, sedangkan yang lainnya mengadukan kepada Ka’ab bin Asyraf, kemudian keduanya mengadukan perkara mereka kepada Umar. Salah seorang di antara keduanya menjelaskan kepadanya tentang permasalahan yang terjadi, kemudian Umar bertanya kepada orang yang tidak rela dengan keputusan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “Benarkah demikian ?, ia menjawab : Ya, benar. Akhirnya dihukumlah orang itu oleh Umar dengan dipancung pakai pedang.

Maroji’ :

Alqoul mufid, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 2/159
Kitab tauhid, Syaikh Sholih Fauzan hal 50
Fathul Majid, Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh hal 328
Tahkimul Qowanin, Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh hal 5

Hukum Merubah (10)

Bacaan Dan Gerakan Ibadah

وَادْخُلُوْا الْباَبَ سُجَّداً وَقُوْلُوْا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطاَياَكُمْ وَسَنَزِيْدُ الْمُحْسِنِيْنَ فَبَدَّلَ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا قَوْلاً غَيْرَ الَّذِى قِيْلَ لَهُمْ
......
Dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan Katakanlah “ hith thotun “ (Bebaskanlah Kami dari dosa) niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik".
Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka …… [albaqoroh : 58-59]

Dua ayat di atas menerangkan kelakukan orang Yahudi yang berlaku tidak sopan kepada Alloh. Ketika berbagai macam karunia sudah mereka terima, Alloh memerintahkan mereka untuk memasuki Palestina dengan cara bersujud sambil membaca hith thotun (ampuni dosa kami)

Ternyata mereka memasuki negeri itu dengan cara mundur dengan pantatnya dan lafadz hith thotun mereka merubahnya dengan hinthotun (gandum). Dari sini berarti mereka melakukan dua kesalahan, yaitu merubah gerakan dan bacaan.
Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi berkata : dari sini bisa disimpulkan tentang haramnya melakukan perubahan bacaan dalam ibadah kepada Alloh meskipun tidak merubah arti ….. dari sini jelaslah bagi kita tentang hakekat buruknya tabiat orang yahudi yang biasa merubah gerakan dan bacaan dalam ibadah yang telah diperintahkan dan diajarkan pada mereka.

Oleh karena itu ketika menurunkan jenazah, nabi shollallohu alaihi wasallam mengajarkan kita untuk membaca bismillah wa ‘alaa millati rosulillah sehingga jangan diganti dengan lafadz adzan.

Arah menurunkan jenazah yang diajarkan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam adalah dari arah kaki kuburan, sehingga keliru ketika kita melakukannya dari arah tengah kubur.

Maroji’
Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir aljazairi hal 37-38

Hukum Merubah (9)

Niat

Dari rumah kita berniat pergi ke majlis ta’lim, tiba-tiba sungai yang kita lewati terlihat ada anak yang hampir tenggelam. Kitapun segera terjun ke sungai meski kita tahu bahwa apa yang kita lakukan menyebabkan kita pasti tidak akan jadi mendatangi majlis ta’lim.

Maksud hati ingin mendaftar ke fakultas syariah di sebuah universitas. Ketika kita tahu bahwa dosen-dosennya adalah hasil didikan barat, kitapun mengalihkan tujuan ke universitas lain demi menjaga kemurnian pemahaman kita terhadap islam.

Hari senin kita menunaikan shoum sunnah. Tak disangka di siang hari datang tamu dari jauh. Demi menghormati tamu kitapun membatalkan shoum dan makan bersamanya. Apa jadinya bila kita mempersilahkannya untuk makan sementara kita menyampaikan kepadanya bahwa kita sedang menunaikan shoum sunnah.

Demikianlah terkadang niat bisa berubah sesuai situasi dan kondisi yang tengah kita hadapi. Dan ini sering dialami oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam, di antaranya adalah sebagaimana yang dituturkan oleh hadits di bawah ini :

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي لَأَقُومُ فِي الصَّلَاةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ

Dari Abu Qatadah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : Aku pernah ingin memanjangkan shalat, namun aku mendengar tangisan bayi. Maka aku pendekkan shalatku karena khawatir akan memberatkan ibunya.[HR Bukhori]