Profokasi Yang Menimpa Aus Dan Khozroj

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 35)
Syasy bin Qois Alyahudi adalah tokoh kekufuran dan sangat mendengki islam. Ketika Aus dan Khozroj sedang duduk santai penuh keakraban setelah keislaman mereka, membuat Syasy bin Qois semakin dengki terhadap islam.
Iapun mendatangi perkumpulan itu seraya membuka memori masa lalu tatkala Aus dan Khozroj masih diliputi kekufuran dan dibelit permusuhan yang tidak berujung. Perang hebat antara keduanya yang sering disebut perang “ bu’ats “ dikorek-korek kembali.
Profokasi si yahudi berhasil. Aus dan Khozroj sama-sama berdiri dengan mencabut pedang siap untuk memulai kembali perang setelah terpendam lama dan terkubur oleh islam. Berita ini sampai ke hadapan nabi shollallohu alaihi wasallam hingga beliau bersabda :
أتدعون الجاهلية وأنا بين أظهركم بعد إذ أكرمكم الله بالإسلام وقطع به عنكم أمر الجاهلية وألف بينكم
 “ Apakah kalian menyeru dengan seruan jahiliyyah, padahal aku masih hidup di hadapan kalian setelah Alloh memuliakan kalian dengan islam dan memutus perkara jahiliyyah serta mempertautkan hati-hati kalian ? “
Demi mendengar nasehat ini mereka menyadari bahwa itu adalah tipu daya setan dan makar yang datangnya dari musuh mereka. Merekapun segera membuang pedang-pedang dan menangis, lalu mereka saling berpelukan. Mereka pulang bersama rosululloh shollallohu alaihi wasallam dimana tidak ada hari yang paling buruk di awalnya dan paling di akhirnya selain hari itu. Setelah itu turunlah firman Alloh untuk mereka :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ  وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
100. Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.
101. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, Padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.
103. dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk  [ali imron : 100-103]
Maroji’ :
Tafsir Zamakhsyari (maktabah syamilah) hal 62


Berita Orang Fasiq

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 34)
Walid bin Uthbah bin Abi Mu’aith adalah termasuk sahabat utama yang diutus oleh nabi shollallohu alaihi wasallam ke Bani Mushtholiq usai perang untuk menguji kejujuran. Pada masa jahiliyyah, antara Walid dan mereka ada permusuhan. Mendengar kedatangannya, penduduk Bani Mushtholiq keluar untuk menyambutnya sebagai bentuk pengagungan terhadap nabi shollallohu alaihi wasallam. Walid mengira mereka akan menyerang dirinya sehingga membuatnya pulang ke Madinah. Ia berkata : ya rosululloh, mereka telah murtad dan menolak membayar zakat. Hal itu membuat beliau hendak memeranginya.
Merekapun datang menghadap nabi shollallohu untuk menerangkan perihal mereka. Mereka keluar untuk menyambut utusan sebagai bentuk penghormatan. Hal itu tidak membuat nabi shollallohu alaihi wasallam lekas percaya sehingga beliau mengutus Kholid bin Walid secara rahasia bersama pasukan untuk mengintai mereka dengan ketentuan : Bila melihat tanda-tanda keimanan mereka, untuk segera mengambil zakat dan kembali. Sebaliknya bila tidak ada tanda-tanda keimanan pada diri mereka maka disikapi sebagaimana sikap terhadap orang kafir.
Ketika tiba di sana, Kholid mendengar suara adzan isya dan maghrib dan tidak melihat pada diri mereka selain ketaatan. Iapun segera pulang hingga akhirnya turun ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu [alhujurot : 6]
Pada ayat ini, Walid bin Uthbah disebut sebagai faasiqon (orang fasiq) dikarenakan tidak telitinya terhadap berita. Itu Alloh lakukan sebagai bentuk teguran dan didikan bagi yang lain dan motifasi bagi Walid untuk bertaubat kepada Alloh
Maroji’ :
Tafsir Ibnu ‘Ajibah (maktabah syamilah) hal 516

Teguran Kepada Orang Yang Berwudlu

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 33)
Sholat tidak syah kecuali dengan wudlu. Saat kita berwudlu, pastikan bahwa thoharoh kita sudah sesuai dengan aturan syar’i. Terkadang karena tergesa-gesa, ada anggota tubuh kita ada yang kering belum tersentuh air meski sekecil ujung kaki, padahal itu fatal akibatnya.
Para sahabat pernah melakukannya. Dalam sebuah safar dan tiba waktu sholat, mereka menunaikan wudlu. Rupanya wudlu mereka yang tidak beres membuat nabi shollallohu alaihi wasallam menegur dengan suara keras :
وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
Wailun (celaka) ! tumit-tumit kalian diancam oleh api neraka 3X
Imam Bukhori memasukkan hadits ini pada bab Man Rofa’a Shoutahu Bil Ilmi (Bab Mengeraskan Suara Saat Menyampaikan Ilmu)
Boleh jadi, tanpa disadari wudlu kita seperti apa yang dilakukan oleh para sahabat. Oleh karena itu sangat baik, bila kita kembali meneliti wudlu kita. Bukankah kita tidak ingin menjadi manusia yang wailun ?

Qiyas Yang Salah Dari Amar

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 32)
Qiyas adalah salah satu metode istinbath (menyimpulkan) ketentuan hukum. Semisal pembayaran zakatul fitri dengan beras karena memiliki kesamaan dengan gandum dan korma sebagai makanan pokok. Wisky dinyatakan haram karena memiliki sifat yang sama dengan khomr, yaitu memabukkan.
Tapi harus diingat bahwa tidak sembarang manusia diberi wewenang mementukan qiyas selain ulama. Amar bin Yasir pernah melakukan qiyas yang keliru. Ketika air wudlu tidak ada maka alat suci diganti  tanah dengan tayamum. Maka ketika Amar mengalami junub, dan tidak ada air, ia segera berguling-guling di tanah. Ia samakan antara tayamum dan mandi junub di saat tidak ada air. Sebuah riwayat mengatakan :
عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ  بَعَثَنِي اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فِي حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ فَلَمْ أَجِدِ اَلْمَاءَ فَتَمَرَّغْتُ فِي اَلصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ اَلدَّابَّةُ ثُمَّ أَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَقُولَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ اَلْأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً ثُمَّ مَسَحَ اَلشِّمَالَ عَلَى اَلْيَمِينِ وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ
Ammar Ibnu Yassir Radliyallaahu 'anhu berkata : Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah mengutusku untuk suatu keperluan lalu aku junub dan tidak mendapatkan air maka aku bergulingan di atas tanah seperti yang dilakukan binatang kemudian aku mendatangi Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan menceritakan hal itu padanya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : sesungguhnya engkau cukup dengan kedua belah tanganmu begini. Lalu beliau menepuk tanah sekali kemudian mengusapkan tangan kirinya atas tangan kanannya punggung kedua telapak tangan dan wajahnya   [Muttafaq Alaihi]
Kendati keliru, ada hal yang patut diteladani pada diri Amar bin Yasir. Sikapnya yang selalu ingin mengetahui kebenaran. Di saat melakukan satu ijtihad, ia cek ijtihadnya di hadapan seorang alim yaitu nabi shollallohu alaihi wasallam. Dari situlah ia mengetahui akan kekeliruannya.
Memang tidak mungkin umat islam dipisahkan dari ulama.



Curi-Curi Pandangan gaya Fadl

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 31)
Wanita adalah makhluq yang memikat. Pesonanya begitu menggoda kaum lelaki. Oleh karena itu islam memberi penjagaan sehingga tidak ada yang terjerumus ke dalam perbuatan maksiat. Adzan hanya diperuntukkan bagi kaum pria demikian juga bacaan subhaanalloh saat imam melakukan kesalahan. Bisa dibayangkan bila wanita diperkenankan mengumandang adzan sehingga suaranya dinikmati lawan jenisnya. Bukannya menyimak lafadz adzan, tetapi lebih menikmati merdunya suara dari si wanita.
Selain itu pandangan juga diatur karena dari pandangan itulah awal bencana. Maka Alloh berfirman :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ  وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا  
30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya [annur : 30-31]
Rupanya, meski sahabat adalah manusia-manusia pilihan, ternyata mereka tidak ma’shum. Salah satunya adalah apa yang terjadi pada diri Fadl. Ketika berpapasan dengan wanita, baik Fadl maupun wanita itu saling lempar pandangan yang menyebabkan nabi shollallohu alaihi wasallam mengalihkan pandangannya ke arah lain :
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مَنْ خَثْعَمَ فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى اَلشِّقِّ اَلْآخَرِ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اَللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ, أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ اَلْوَدَاعِ  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah al-Fadl Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu duduk di belakang Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu seorang perempuan dari Kats'am datang. Kemudian mereka saling pandang. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memalingkan muka al-Fadl ini ke arah lain. Perempuan itu kemudian berkata : Wahai Rasulullah, sesungguhnya haji yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya itu turun ketika ayahku sudah tua bangka, tidak mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya ? Beliau menjawab :  Ya Boleh.  Ini terjadi pada waktu haji wada'. [Muttafaq Alaihi]
Kalau itu terjadi pada diri Fadl (jajaran sahabat), lalu bagaimana dengan kita ?

Wanita Yang Menangis Di Sisi Kuburan

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 30)
Meratapi kematian adalah terlarang sebagaimana yang diingatkan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam :
النائحة إذا لم تتب قبل موتها تقام يوم القيامة وعليها سربال من قطران، ودرع من جرب
Wanita yang meratapi orang mati bila mati sebelum ia bertubat maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan ia dikenakan pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga, serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal   [HR. Muslim]
عَنْ أنس رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال مر النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم عَلَى امرأة تبكي عند قبر فقال اتقي اللَّه واصبري فقالت إليك عني فإنك لم تصب بمصيبتي. ولم تعرفه، فقيل لها إنه النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم. فأتت باب النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فلم تجد عنده بوابين فقال لم أعرفك فقال إنما الصبر عند الصدمة الأولى  مُتَّفّقٌ عَلَيْهِ
Dari Anas bin Malim rodliyallohu anhu : Nabi shollallohu alaihi wasallam melewati wanita yang tengah menangis di sisi kuburan (dalam riwayat kuburan anaknya). Beliau bersabda : Bertaqwalah kepada Alloh dan bersabarlah. Wanita itu berkata : Menyingkirlah dariku ! Karena sesungguhnya engkau tidak menerima musibah sebagaimana yang aku terima ! Rupanya wanita itu tidak mengetahui bahwa yang memberinya nasehat adalah nabi shollallohu alaihi wasallam. Lalu ada yang berkata kepadanya bahwa itu adalah nabi shollallohu alaihi wasallam. Iapun segera bergegas menuju pintu rumah beliau. Dengan leluasa ia bisa bertemu dengan beliau karena tidak ada penjaga di rumah beliau. Ia berkata : Maaf, tadi aku tidak mengetahui paduka. Beliau bersabda : Sesungguhnya hanyalah disebut sabar saat benturan pertama kali  [HR Muslim]
Wanita yang diterangkan di hadits telah melakukan satu dosa dan satu kesalahan yang tidak ia sadari. Ia telah menangis, meratapi kematian puteranya dan itu perbuatan yang dilarang dalam hadits. Sementara kesalahan yang tidak ia sadari adalah membentak nabi shollalllohu alaihi wasallam dan membentak beliau. Itu dilakukan karena ketidak tahuannya. Begitu mengetahui bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam yang memberi nasehat, iapun segera bergegas meminta maaf kepada beliau.
Inilah akhlaq agung. Segera menyadari kesalahan dan meminta maaf kepada yang didzalimi. Di sisi lain, kasih sayang beliau membuat beliau segera memaafkan dan menghadapi wanita itu dengan lembut.

Sahabat Yang Sholatnya Tidak Beres

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 29)
Seorang sahabat bernama Kholad bin Rofi’ memasuki masjid lalu ia sholat dengan tidak beraturan. Hal itu dilihat oleh nabi shollallohu alaihi wasallam. Ketika selesai, ia menghadap beliau dengan mengucapkan salam. Beliaupun menjawabnya seraya bersabda : Kembalilah, ulangilah sholatmu karena engkau belum dinilai sholat. Ia menunaikan sholat lagi dengan cara seperti sebelumnya. Ia kembali menghadap rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan mengucapkan salam. Beliau menjawab salamnya seraya bersabda : Kembalilah, ulangilah sholatmu karena engkau belum dinilai sholat. Hal itu berlangsung hingga tiga kali.
Ia bersumpah bahwa tidak bisa memperbaiki sholatnya kecuali dengan cara yang ia telah lakukan. Lalu nabi shollallohu alaihi wasallam mengajarinya sholat dengan bersabda :
َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِذَا قُمْتُ إِلَى اَلصَّلَاةِ فَأَسْبِغِ اَلْوُضُوءَ  ثُمَّ اِسْتَقْبِلِ اَلْقِبْلَةَ  فَكَبِّرْ  ثُمَّ اِقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ اَلْقُرْآنِ  ثُمَّ اِرْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا  ثُمَّ اِرْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا  ثُمَّ اُسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا  ثُمَّ اِرْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا  ثُمَّ اُسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا  ثُمَّ اِرْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا  ثُمَّ اُسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا  ثُمَّ اِفْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا  
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Jika engkau hendak mengerjakan shalat maka sempurnakanlah wudlu' lalu bacalah (ayat) al-Quran yang mudah bagimu lalu ruku'lah hingga engkau tenang (tu'maninah dalam ruku' kemudian bangunlah hingga engkau tegak berdiri lalu sujudlah hingga engkau tenang dalam sujud kemudian bangunlah hingga engkau tenang dalam duduk lalu sujudlah hingga engkau tenang dalam sujud. Lakukanlah hal itu dalam dalam sholatmu seluruhnya   [HR Imam Tujuh]
Hadits di atas sering disebut dengan hadiitsul musi’ fii sholaatihi (hadits tentang orang yang buruk sholatnya). Sholat adalah rukun islam yang utama. Tidak bisa seseorang masuk aljannah tanpa membawa sholat. Tentu kita tidak menginginkan sholat kita sebagai fawailun lilmusholliin (celaka orang-orang yang sholat) atau tilka sholatul munafiq (itulah sholatnya orang munafiq)
Beruntung bagi Kholad bin Rofi’ yang sholatnya diketahui oleh nabi shollallohu alaihi wasallam sehingga kesalahan yang tidak disadarinya langsung mendapat teguran dari nabi shollallhu alaihi wasallam. Lalu bagaimana dengan kita ? Sudahkah sholat kita dilihat dan dinilai seorang alim, sehingga bisa diketahui benar dan tidaknya sholat kita ?
Maroji’ :
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 1/497

Telapak Tangan Yang Membuka Dan Menutup

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 28)
Pernahkah kita melihat di masjid orang yang mengakhiri sholat dengan cara membuka telapak tangan kanan di saat menoleh ke kanan dan membuka telapak tangan kiri din saat menoleh ke arah kiri ? Jawabannya sering kita jumpai di masjid-masjid. Itu dilakukan seolah-olah sebagai tanda berakhirnya sholat. Padahal tidak pernah diajarkan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam.
Ternyata pemandangan ini pernah terjadi ketika nabi kita masih hidup. Sebagian sahabat ada yang melakukannya. Sebagaimana sebuah riwayat mengatakan :
كَانُوْا يشيْرُوْنَ بِأَيْديهم إذَا سَلَّمُوْا عن الْيَمِيْنِ وعن الشِّمَالِ فراهُمْ رسول الله صلى الله عليه وسلّم فَقَالَ مَا شَأْنكم تشِيْرُوْنَ كأنَّهَا أذْنَابُ خَيْلِ شَمْسٍ إذَا سلّم أحَدُكُمْ فَلْيَلْتَفِتْ إلَى صَاحِبِهِ ولاَ يُوْمِئ بِيَدِهِ فَلَمَّا صَلّوا مَعَهُ أيْضًا لَمْ يفْعَلُوْا ذَالِكَ
Para sahabat memberikan isyarat dengan tangan-tangan mereka apabila mengucapkan salam ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri. Kemudian rosululloh shollallohu alaihi wasallam melihat mereka. Maka beliau bersabda :  Mengapa kamu sekalian memberikan isyarat dengan tangan-tangan kalian seakan ekor kuda yang tidak pernah diam ? Apabila salah seorang di antara kamu mengucapkan salam maka hendaknya menoleh ke arah kawannya tanpa memberikan isyarat dengan tangannya. Tatkala mereka sholat bersama beliau lagi. Mereka tidak melakukan hal itu lagi  [HR Muslim, Abu Uwanah, Ibnu Khuzaimah dan Thobroni]
Itulah generasi terbaik, di saat salah dan mendapat teguran dengan serta merta memperbaiki. Tidak seperti sekarang. Teguran dijawab dengan permusuhan. Padahal pengingatan dari saudaranya adalah bentuk kebaikan.

Bertanya Yang Membuat Nabi Marah

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya27)
Dalam sebuah majlis ilmu, nabi shollallohu alaihi wasallam mempersilahkan para sahabat untuk bertanya. Ternyata pertanyaan-pertanyaan yang muncul tidak ada kaitannya dengan ceramah yang beliau sampaikan.
Seorang sahabat bertanya : Wahai rosululloh, siapa nama bapakku ? Beliau menjawab : Bapakmu bernama Abu Khudzafah. Yang lain ada yang bertanya : Ya rosululloh, siapa nama bapakku ? Beliau menjawab : Bapakmu, Salim Maula Syaibah. Umar segera peka melihat keadaan. Tampak di raut nabi shollallohu alaihi wasallam ketidak sukaan dengan lontaran-lontaran para sahabat. Umar segera duduk berlutut di hadapan beliau dan berkata : Ya rosululloh sesungguhnya kami bertaubat kepada Alloh Azza Wajalla. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Umar berkata :
رضينا بالله ربّا وبالإسلام دينا وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيّا
Kami ridlo Alloh sebagai Rob, islam sebagai din dan Muhammad shoolallohu alaihi wasallam sebagai nabi
Imam Bukhori memasukkan hadits di atas ke dalam bab Babul Ghodlob Fil Mauidzoh Watta’lim Idzaa Roaa Maa Yakrohu (Bab Marah Dalam Memberi Nasehat Dan Pelajaran Bila Melihat Apa Yang Tidak Disuka).
Kitapun sebagai ustadz atau guru marah bila menghadapi murid yang bertanya mengada-ngada, tidak penting dan tidak ada kaitannya dengan materi yang sedang kita sampaikan.

Bertanya Yang Tidak Penting

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 26)
Seorang guru menulis soal-soal di papan tulis dengan diawali petunjuk “ Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat “. Tiba-tiba ada seorang murid bertanya : Pak guru, pertanyaannya ditulis tidak ? Dengan sedikit marah, pak guru berkata : Khusus kamu, wajib menulis pertanyaan, yang lain cukup menjawab pertanyaannya saja.
Sudah jelas perintahnya cukup menjawab pertanyaan, kenapa harus bertanya dengan satu pertanyaan yang tidak perlu. Terlalu banyak bertanya adalah sikap yahudi yang dicela. Sehingga Alloh mengingatkan kita :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآَنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ  
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun  [almaidah : 101]
Nabi shollallohu alaihi wasallam memperjelas makna ayat dengan bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . 
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka  [HR Bukhori Muslim]
أعْظَمُ الْمُسْلِمِيْنَ جَرَمًا مَنْ يَسْأَلُ عَنْ شَيْئٍ لَمْ يُحْرَمْ فَحُرِمَ مِنْ أجْلِ مَسْألَتِهِ
Muslim yang paling besar dosanya adalah siapa yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan yang akhirnya diharamkan disebabkan oleh pertanyaan yang ia lontarkan  [HR Bukhori Muslim]
Pada masa nabi shollallohu alaihi wasallam hidup, pernah beliau marah oleh pertanyaan dari Aqro bin Habis tentang masalah haji :
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ إِنَّ اَللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ اَلْحَجَّ فَقَامَ اَلْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ فَقَالَ  أَفِي كَلِّ عَامٍ يَا رَسُولَ اَللَّهِ قَال لَوْ قُلْتُهَا لَوَجَبَتْ, اَلْحَجُّ مَرَّةٌ, فَمَا زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkhutbah di hadapan kami seraya bersabda : Sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atasmu. Maka berdirilah al-Aqra' Ibnu Habis dan bertanya : Apakah dalam setiap tahun, wahai Rasulullah ? Beliau bersabda : Jika aku mengatakannya, ia menjadi wajib. Haji itu sekali dan selebihnya adalah sunat  [HR Imam Lima selain Tirmidzi]
Semoga kita menjadi muslim yang hanya membatasi pertanyaan yang memang pantas untuk ditanyakan.
Maroji’ :
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 2/659




Kasus Li’an

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 25)
Pasangan suami istri yang masing-masing berasal dari jabar dan jatim dilanda prahara. Ketika istri melahirkan, didapati bayi yang lahir berwajah Arab. Hari yang seharusnya menjadi kebahagiaan berubah menjadi pertengkaran hebat. Suami menuduh istrinya selingkuh, sementara si tertuduh bersikukuh bahwa dirinya tidak melakukan perbuatan keji yang dituduhkan.
Dalam istilah islam, penyelesaian bagi keduanya dengan mula’anah atau li’an. Pasangan ini datang ke pengadilan. Sang hakim yang menengahi perkara akan melakukan beberapa langkah, :
1.       Memberi nasehat kepada keduanya
Kepada suami diminta untuk memikir ulang atas tuduhannya, karena menuduh perzinahan tanpa bukti yang jelas adalah satu bentuk kefasikan. Sementara terhadap istri, pak hakim memintanya untuk bersikap jujur. Kalau memang zina betul-betul dilakukan, alangkah baiknya hukuman rajam dihadapinya agar menjadi pembersih bagi dosa yang dilakukannya.
2.       Memulai mula’anah dari pihak suami
Ini dilakukan bila mediasi tahap pertama gagal. Sang suami mengucapkan sumpah demi Alloh sebanyak lima kali. Untuk empat sumpah pertama, ia berkata “ Saya bersumpah, demi Alloh ! Bahwa istri saya betul-betul berzina “ Selanjutnya dirinya bersumpah sekali lagi dengan mengucapkan demi Alloh bahwa dirinya siap dilaknat dunia dan di akhirat bila tuduhannya salah. Giliran istri mengucapkannya sebanyak lima kali mirip dengan apa yang diucapkan suami.
3.       Memisahkan pasangan suami istri
Ini bersifat abadi, artinya tidak mengenal ruju’ sebagai akibat dari mula’anah yang sudah disepakati dan dilakukan keduanya.
4.       Menasabkan bayi yang lahir kepada ibunya
Itu terjadi karena sang ayah tidak mengakui dirinya. Peristiwa seperti ini pernah terjadi pada diri seorang sahabat, yaitu Hilal bin Umayyah yang menuduh istrinya berzina dengan Syarik bin Samha. Adapun ayat dan hadits berkenan dengan peristiwa ini adalah :
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ  وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ

6. dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar.
7. dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta
8. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang yang dusta.
9. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar  [annur : 6-9]
َعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ سَأَلَ فُلَانٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اَللَّهِ أَرَأَيْتَ أَنْ لَوْ وَجَدَ أَحَدُنَا اِمْرَأَتَهُ عَلَى فَاحِشَةٍ كَيْفَ يَصْنَعُ إِنْ تَكَلَّمَ تَكَلَّمَ بِأَمْرٍ عَظِيمٍ وَإِنْ سَكَتَ سَكَتَ عَلَى مِثْلِ ذَلِك فَلَمْ يُجِبْهُ فَلَمَّا كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ أَتَاهُ فَقَالَ إِنَّ اَلَّذِي سَأَلْتُكَ عَنْهُ قَدِ ابْتُلِيتُ بِهِ فَأَنْزَلَ اَللَّهُ اَلْآيَاتِ فِي سُورَةِ اَلنُّورِ فَتَلَاهُنَّ عَلَيْهِ وَوَعَظَهُ وَذَكَّرَهُ وَأَخْبَرَهُ أَنَّ عَذَابَ اَلدُّنْيَا أَهْوَنُ مِنْ عَذَابِ اَلْآخِرَةِ قَالَ لَا وَاَلَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا كَذَبْتُ عَلَيْهَا ثُمَّ دَعَاهَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَوَعَظَهَا كَذَلِكَ قَالَتْ لَا وَاَلَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ إِنَّهُ لَكَاذِبٌ فَبَدَأَ بِالرَّجُلِ فَشَهِدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ ثُمَّ ثَنَّى بِالْمَرْأَةِ ثُمَّ فَرَّقَ بَيْنَهُمَا
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Si fulan bertanya : Dia berkata, wahai Rasulullah, bagaimana menurut pendapat baginda jika ada salah seorang di antara kami mendapati istri dalam suatu kejahatan, apa yang harus diperbuat ? Jika ia menceritakan berarti ia telah menceritakan sesuatu yang besar dan jika ia diam berarti ia telah mendiamkan sesuatu yang besar. Namun beliau tidak menjawab. Setelah itu orang tersebut menghadap kembali dan berkata: Sesungguhnya yang telah aku tanyakan pada baginda dahulu telah menimpaku. Lalu Allah menurunkan ayat-ayat dalam surat an-nuur (ayat 6-9). beliau membacakan ayat-ayat tersebut kepadanya, memberinya nasehat, mengingatkannya dan memberitahukan kepadanya bahwa adzab dunia itu lebih ringan daripada adzab akhirat. Orang itu berkata : Tidak, Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak berbohong. Kemudian beliau memanggil istrinya dan menasehatinya juga. Istri itu berkata : Tidak, Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, dia (suaminya) itu betul-betul pembohong. Maka beliau mulai memerintahkan laki-laki itu bersumpah empat kali dengan nama Allah, lalu menyuruh istrinya (bersumpah seperti suaminya). Kemudian beliau menceraikan keduanya [HR Muslim]
Maroji’ :
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 3 kitab nikah bab Lia’n







Kasus Dzihar

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 24)
Pada suatu hari Aus bin Shomit Al Anshori AlKhozrozi berkata kepada istrinya  Khoulah binti Malik bin Tsa’labah Al Anshoriyyah “ Engkau seperti punggung  ibuku “. Sebagaimana seseorang diharamkan menyetubuhi ibunya, maka itu juga berlaku bagi istrinya yang sudah diserupakan dengan ibu kandungnya. Khoulah berteriak, dan keluhannya sampai ke langit hingga Alloh turunkan surat mujadilah sebagai solusi dan hukuman bagi pasangan itu.
Menyamakan istri dengan ibu, dalam istilah fiqih disebut dengan dzihar. Ia akan berakibat haramnya hubungan senggama kecuali bila sang suami menunaikan kafarot berupa membebaskan budak atau shoum dua bulan berturut-turut. Bila tidak bisa ditunaikan maka hukuman terakhir adalah memberi makan kepada 60 orang miskin. Alloh berfirman :
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ  
1. Sesungguhnya Allah telah mendengar Perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat
2. orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
3. orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
4. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih  [almujadilah : 1-4]
Rupanya, dzihar tidak hanya dilakukan oleh Aus bin Shomit semata, akan tetapi juga dilakukan oleh Salamah bin Shokhr dengan motifasi untuk menghindarkan diri dari persetubuhan di siang hari bulan romadlon mengingat dirinya tipe laki-laki yang memiliki libido yang tinggi :
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ صَخْرٍ قَالَ دَخَلَ رَمَضَانُ فَخِفْتُ أَنْ أُصِيبَ اِمْرَأَتِي فَظَاهَرْتُ مِنْهَا فَانْكَشَفَ لِي مِنْهَا شَيْءٌ لَيْلَةً فَوَقَعَتْ عَلَيْهَا فَقَالَ لِي رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَرِّرْ رَقَبَةً قُلْتُ مَا أَمْلِكُ إِلَّا رَقَبَتِي قَالَ فَصُمْ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قُلْتُ وَهَلْ أَصَبْتُ اَلَّذِي أَصَبْتُ إِلَّا مِنْ اَلصِّيَامِ قَالَ أَطْعِمْ عِرْقًا مِنْ تَمْرٍ بَيْنَ سِتِّينَ مِسْكِينًا   أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ
Salamah Ibnu Shahr Radliyallaahu 'anhu berkata : Bulan Ramadlan datang dan aku takut berkumpul dengan istriku. Maka aku mengucapkan dhihar kepadanya. Namun tersingkaplah bagian tubuhnya di depanku pada suatu malam, lalu aku berkumpul dengannya. Maka bersabdalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kepadaku : Merdekakanlah seorang budak. Aku berkata : Aku tidak memiliki kecuali seorang budakku. Beliau bersabda: Berpuasalah dua bulan berturut-turut. Aku berkata : Bukankah aku terkena denda ini hanyalah karena berpuasa ?. Beliau bersabda : Berilah makan satu faraq (3 sho' = 7 kg) kurma kepada enam puluh orang miskin  [HR Ahmad dan Imam Empat kecuali Nasa'i]
Maroji’ :
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam kitab nikah bab dzihar





Abu Rukanah

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 23)
Bila retaknya hubungan suami istri tidak berujung dan semua solusi sudah buntu maka cerai adalah solusi yang tidak bisa dihindarkan. Islam memakluminya, maka mensyariatkan thalaq bagi pasangan yang menginginkan perpisahan.
Yang tidak dimaklumi oleh islam manakala cerai dilakukan dengan cara yang berada di luar batas aturan semisal terlalu terburu-buru sehingga dalam satu waktu mengeluarkan tiga thalaq sekaligus. Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam mengkategorikannya sebagai kabair (dosa besar), hal itu berdasar pada sebuah hadits :
عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ قَالَ أُخْبِرَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ رَجُلٍ طَلَّقَ اِمْرَأَتَهُ ثَلَاثَ تَطْلِيقَاتٍ جَمِيعًا  فَقَامَ غَضْبَانَ ثُمَّ قَالَ  أَيُلْعَبُ بِكِتَابِ اَللَّهِ تَعَالَى وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ حَتَّى قَامَ رَجُلٌ  فَقَالَ  يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! أَلَا أَقْتُلُهُ ?
Mahmud Ibnu Labid Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah diberi tahu tentang seseorang yang mencerai istrinya tiga talak dengan sekali ucapan. Beliau berdiri amat marah dan bersabda : Apakah ia mempermainkan kitab Allah padahal aku masih berada di antara kamu ? Sampai seseorang berdiri dan berkata : Wahai Rasulullah, apakah aku harus membunuhnya [HR Nasa’i]
Letak besarnya dosa adalah pada kemarahan beliau dan vonis atas perbuatan itu sebagai tindakan mempermainkan kitabulloh.
Rupanya kebiasaan ini banyak terjadi saat Umar bin Khothob menjabat sebagai kholifah sebagaimana yang diungkapkannya :
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ  رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ  كَانَ اَلطَّلَاقُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبِي بَكْرٍ وَسَنَتَيْنِ مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ  طَلَاقُ اَلثَّلَاثِ وَاحِدَةٌ  فَقَالَ عُمَرُ بْنُ اَلْخَطَّابِ  إِنَّ اَلنَّاسَ قَدْ اِسْتَعْجَلُوا فِي أَمْرٍ كَانَتْ لَهُمْ فِيهِ أَنَاةٌ فَلَوْ أَمْضَيْنَاهُ عَلَيْهِمْ ? فَأَمْضَاهُ عَلَيْهِمْ  رَوَاهُ مُسْلِمٌ 
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Pada masa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan dua tahun masa khalifah Umar talak tiga kali itu dianggap satu. Umar berkata: Sesungguhnya orang-orang tergesa-gesa dalam satu hal yang mestinya mereka harus bersabar. Seandainya kami tetapkan hal itu terhadap mereka, maka ia menjadi ketetapan yang berlaku atas mereka [HR Muslim]
Adapun pada masa rosululloh shollallohu alaihi wasallam ada seorang sahabat yang namanya disebut secara jelas sebagai orang yang melakukan perbuatan ini. Dia adalah Abu Rukanah :
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ  رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ طَلَّقَ أَبُو رُكَانَةَ أُمَّ رُكَانَةَ  فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَاجِعِ امْرَأَتَكَ  فَقَالَ  إِنِّي طَلَّقْتُهَا ثَلَاثًا قَالَ قَدْ عَلِمْتُ  رَاجِعْهَا  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ 
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Abu Rakanah pernah menceraikan Ummu Rakanah. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda padanya : Kembalilah pada istrimu. Ia berkat : Aku telah menceraikannya tiga talak. Beliau bersabda : Aku sudah tahu, kembalilah kepadanya  [HR Abu Daud]
وَفِي لَفْظٍ لِأَحْمَدَ طَلَّقَ أَبُو رُكَانَةَ اِمْرَأَتَهُ فِي مَجْلِسٍ وَاحِدٍ ثَلَاثًا  فَحَزِنَ عَلَيْهَا  فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَإِنَّهَا وَاحِدَةٌ
Dalam suatu lafadz riwayat Ahmad : Abu Rakanah menceraikan istrinya dalam satu tempat tiga talak, lalu ia kasihan padanya. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya : Yang demikian itu satu talak
Demikianlah Abu Rukanah yang akhirnya meruju’ kembali istrinya atas dasar rasa kasihannya terhadap istri dan ketaatannya kepada nabi shollallohu alaihi wasallam ketika memerintahkannya untuk kembali kepada istrinya.
Maroji’ :
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohan Albassam, kitab nikah bab tholaq