Jangan Caci Ibumu Bapakmu !




Birrul Walidain (17) 

Mana mungkin kita memberi umpatan kepada orang tua ? Barangkali ada diantara kita yang bertanya seperti itu. Secara langsung barangkali tidak mungkin, akan tetapi secara tidak langsung bisa saja itu terjadi.
Dalam sebuah pertengkaran A mencela orang tua si B. Padahal orang tua si B sama sekali tidak ada kaitannya dalam perselisihan itu. Itu yang membuat si B terpancing untuk memaki orang tua si A. Dari sinilah justru silih sengketa antara keduanya semakin hebat.
Contoh di atas pasti terjadi di kehidupan kita. Oleh karena itu rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengingatkan kita :
"لعن الله من ذبح لغير الله، لعن الله من لعن والديه، لعن الله من آوى محدثا، لعن الله من غير منار الأرض"
Allah melaknat orang-orang yang menyembelih binatang bukan karena Allah, Allah melaknat orang-orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang-orang yang melindungi orang yang berbuat kejahatan, dan Allah melaknat orang-orang yang merubah tanda batas tanah  [HR Muslim]
عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما أن رَسُول الله صلى الله عليه وسلم ، قَالَ: مِنَ الكَبَائِر شَتْمُ الرَّجُل وَالِدَيهِ ! قالوا : يَا رَسُول الله ، وَهَلْ يَشْتُمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ ؟! قَالَ : نَعَمْ ، يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ ، فَيَسُبُّ أبَاه ، وَيَسُبُّ أُمَّهُ ، فَيَسُبُّ أُمَّهُ مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abdulloh Bin Amru Bin Ash rodliyallohu anhuma bahwasanya rosululloh shollallohu alaihi awasallam bersabda : Termasuk dosa-dosa besar diantaranya seseorang mencaci kedua orang tuanya. Mereka bertanya : Ya rosululloh, apakah mungkin seorang mencaci kedua orang tuanya ? Beliau bersabda : Benar, itu terjadi ketika seseorang mencaci bapak orang lain lalu ia membalas dengan mencaci bapaknya dan seorang mencaci ibu dari orang lain lalu ia mencaci ibu orang lain sebagai pembalasan  [muttafaq alaih]
Syaikh Salim Ied Alhilali berkata mengomentari hadits di atas : Termasuk bagian dari durhaka kepada orang tua memancing kedua orang tua untuk dicaci dan dihinakan oleh orang lain.
Bila perbuatan ini disebut dosa besar, lalu bagaimana dengan anak yang langsung memaki orang tuanya ?

Maroji’ :
Bahjatun Nadzirin, Syaikh Salim Ied Alhilali 1/374

Durhaka Kepada Ibu, Kenapa Bapak Tidak Disebut ?




Birrul Walidain (16)
Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
عن أَبي عيسى المغيرة بن شعبة رضي الله عنه ، عن النَّبيّ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ : إنَّ اللهَ تَعَالَى حَرَّمَ عَلَيْكُمْ : عُقُوقَ الأمَّهَاتِ ، وَمَنْعاً وهاتِ ، وَوَأْد البَنَاتِ ، وكَرِهَ لَكُمْ : قِيلَ وَقالَ ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ ، وَإضَاعَةَ المَالِ
Dari Abu Isa Almughiroh Bin Syu’bah rodliyallohu anhu, dari nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Alloh mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu, menahan hak orang lain, menuntut hak yang bukan miliknya, dan membunuh anak perempuan. Alloh membenci dari kalian mempercayai qila waqola (katanya), banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta  [muttafaq alaih]
Penyebutan ibu tanpa mengikut sertakan bapak pada hadits di atas dimungkinkan :
1.      Karena kedudukan ibu lebih tinggi dari bapak sebagaimana nabi shollallohu alaihi wasallam menyebutnya tiga kali sementara hak bapak dari anak hanya disebut sekali
2.      Secara fisik dan kejiwaan wanita lebih lemah dan lebih membutuhkan perhatian daripada sang ayah
3.      Meski tidak disebut, durhaka kepada bapak tetap dilarang. Hadits hanya menekankan bahwa durhaka kepada ibu lebih besar dosanya bila dibandingkan ditujukan kepada bapak

Apa Arti Uququl Walidain ?




Birrul Walidain (15) 

Banyak ulama yang memberi definisi, diantaranya Ibnu Hajar Al Atsqolani :
صُدُور مَا يَتَأَذَّى بِهِ الْوَالِد مِنْ وَلَده مِنْ قَوْل أَوْ فِعْل إِلَّا فِي شِرْك أَوْ مَعْصِيَة مَا لَمْ يَتَعَنَّت الْوَالِد
Melakukan sesuatu yang membuat tersakiti orang tua yang datang nya dari anaknya baik ucapan maupun perbutan kecuali dalam hal perbuatan syirik atau maksiat selama tidak membuat orang tua menderita
Syaikh Salim Ied Alhilali berkata :
مُعَامَلَتُهُمْ بِمَا يَتَأذُوْنَ بِهِ أوْ مِنْهُ مِمَّا يُخَالِفُ الشَّرْعُ أوْ عَدَمُ إيْصَالِ بِرِّهِ إلِيْهِمَا
Bermuamalah dengan mereka yang membuat mereka tersakiti selama perbuatan itu menyelisihi syariat. Atau bisa juga (disebut durhaka) bila tidak berbuat baik kepada keduanya
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata :
وَالْعُقُوْقُ مَأْخُوْذٌ مِنَ الْعَقِّ وَهُوَ الْقَطْعُ وَمِنْهُ سُمِيَتْ الْعَقِيْقَة التى تُذْبَحُ عَنِ الْمَوْلُوْدِ فِي الْيَوْمِ السَابِعِ لأنَّهَا تُعَقُّ يَعْنِي تُقْطَعُ رَقَبَتُهَا عَنِ الذّبْحِ
Al Uquq (durhaka) diambil dari kata al aqq yang berarti memotong. Disebut aqiqoh, yaitu disembelihnya kambing pada hari ke tujuh bagi kelahiran bayi dimana dipotong leher kambing saat penyembelihan
Syaikh Utsaimin ingin menerangkan kepada kita dari penjelasan di atas bahwa durhaka adalah sikap memutuskan hubungan dari anak kepada orang tuanya

Maroji’ :
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 17/97
Bahjatun Nadzirin, Syaikh Salim Ied Alhilali 1/371
Syarh Riyadlus Sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 1/703

Ibumu, Ibumu, Ibumu ... Baru Bapakmu




Birrul Walidain (14) 

Ini adalah sesuatu yang wajar. Karena faktor mengandung dan menyusui membuat ibu memiliki kedudukan lebih tinggi tiga tingkat dibanding bapak. Nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda :
عن أَبي هريرة رضي الله عنه قَالَ: جاء رجل إِلَى رَسُول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُول الله ، مَنْ أحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي ؟ قَالَ : أُمُّكَ قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : أُمُّكَ ، قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : أُمُّكَ ، قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : أبُوكَ  
Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu berkata : Datang seorang laki-laki seraya berkata : Ya rosululloh, manusia mana yang paling berhak aku berikan kebaikan ? Beliau menjawab : Ibumu. Ia bertanya lagi : Lalu siapa ? Beliau bersabda : Ibumu. Ia bertanya lagi : Lalu siapa ? Beliau bersabda : Ibumu. Ia bertanya lagi : Lalu siapa ? Beliau bersabda : Bapakmu  [muttafaq alaih]
Hadits di atas memberi faedah bahwa islam sangat memuliakan wanita. Disaat dalam banyak hal kaum laki-laki diberi kelebihan, di sisi lain wanita dilebihkan atas kaum laki-laki sesuai hak dan porsinya.

Syaikh Mushthofa Albugho berkata : 

بِهذا الْحَدِيثِ عَلَى أنَّ الرّجُلَ إذَا وَجَبَ عَلَيْهِ نَفَقَة أبِيْهِ وَأمِّهِ وَلاَ يَمْلِكُ إلاّ نَفَقَةَ أحَدِهِمَا قَدِمَتِ الأمّ
Dengan hadits ini disimpulkan bahwa seseorang bila memiliki nafkah yang wajib ia tunaikan untuk ibu bapak, sementara ia tidak memiliki kemampuan kecuali hanya memberi nafkah bagi salah satu dari keduanya, maka ibu harus diprioritaskan.

Maroji’ :
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 1/257

Ceraikan Istrimu, Bila Orang Tuamu Menyuruhmu !




Birrul Walidain (13) 

Ini adalah salah satu cara menunaikan birrul walidain berdasar dua riwayat di bawah ini :
عن ابن عمر رضي الله عنهما ، قَالَ : كَانَتْ تَحْتِي امْرَأةٌ ، وَكُنْتُ أحِبُّهَا ، وَكَانَ عُمَرُ يَكْرَهُهَا فَقَالَ لي : طَلِّقْهَا ، فَأبَيْتُ ، فَأتَى عُمَرُ رضي الله عنه النَّبيّ صلى الله عليه وسلم ، فَذَكَرَ ذلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبيّ صلى الله عليه وسلم: طَلِّقْهَا  
Dari Ibnu Umar rodliyallohu anhuma, berkata : Aku mempunyai istri dan aku mencintainya, sementara Umar (bapakku) membencinya. Umar berkata : Ceraikan istrimu ! Aku enggan melakukannya. Umar rodliyallohu anhu datang menghadap nabi shollallohu alaihi wasallam lalu menceritakan masalah itu. Nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Ceraikan dia  [HR Abu Daud dan Tirmidzi]
عن أَبي الدرداءِ رضي الله عنه: أن رجلاً أتاه ، قَالَ : إنّ لي امرأةً وإنّ أُمِّي تَأمُرُنِي بِطَلاقِهَا ؟ فَقَالَ : سَمِعْتُ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم ، يقول : الوَالِدُ أوْسَطُ أبْوَابِ الجَنَّةِ ، فَإنْ شِئْتَ ، فَأضِعْ ذلِكَ البَابَ ، أَو احْفَظْهُ  
Dari Abu Darda rodliyallohu anhu : Bahwa seorang laki-laki datang menemuinya. Ia berkata : Sesungguhnya aku mempunyai istri, sementara ibuku menyuruhku untuk menceraikannya. Abu Darda berkata : Aku mendengar rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Orang tua adalah pintu aljannah di bagian tengah. Jika engkau mau maka abaikan pintu itu atau jagalah  [HR Tirmidzi]
Kendati demikian, hadits di atas tidak bisa diamalkan begitu saja. Kenapa ? Karena harus mempertimbangkan kwalitas orang tua. Bila ibu atau bapak tidak memiliki ilmu din yang cukup, maka tidak ada hak baginya untuk memerintahkan anaknya untuk berpisah dari pasangannya.
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin menuturkan bahwa seorang laki-laki datang mengahadap Imam Ahmad Bin Hambal seraya berkata : Sesungguhnya bapakku berkata : Ceraikan istrimu ! sementara aku mencintainya, apakah aku harus melakukannya ? Imam Ahmad berkata : Jangan ceraikan dia. Lelaki itu berkata : Bukankah nabi shollallohu alaihi wasallam memerintahkan Ibnu Umar untuk menceraikan istrinya ketika Umar  menyuruhnya ? Imam Ahmad berkata : Apakah bapakmu seperti Umar ?
Ini menunjukkan bahwa faktor kwalitas ilmu dan amal sangat mempengaruhi bagi diterapkannya hadist di atas.

Maroji’ :
Syarh Riyadlush Shilihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 1/702