Mengiringi Jenazah Dengan Api


Api Dalam Timbangan Aqidah (19)

Menjelang kematian, Amru Bin Ash berwasiat kepada anak-anaknya :

فَإذَا أنَا مُتُّ فَلاَ تَصحَبَنِّي نَائِحَةٌ وَلاَ نَارٌ

Bila aku mati, maka jangan iringi aku dengan ratapan dan api ..... [HR Muslim]

Wasiat ini selaras dengan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لاَ تُتْبَعُ الْجَنَازَةُ بِصَوْتٍ وَلاَ نَارٍ

Dari Abu Huroiroh, dari nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Jangan iringi jenazah dengan suara (teriakan, suara keras) dan api [HR Abu Daud]

Imam Nawawi menerangkan bahwa larangan iringan api bagi jenazah karena ia bagian dari syiar jahiliyyah.

Maroji’ :

Syarh Shohih Muslim 1/237


Hukum Membakar Kebun


Api Dalam Timbagan Aqidah (18)

Salah satu prinsip perang dalam islam adalah tidak merusak lingkungan. Abu Bakar Ash Shiddiq berpesan kepada Yazid Bin Muawiyyah ketika mengutusnya untuk berperang ke negeri Syam :

وَلاَ تَقْتُلُوا كَبِيرًا هَرِمًا وَلاَ امْرَأَةً وَلاَ وَلِيدًا وَلاَ تُخَرِّبُوا عُمْرَانًا وَلاَ تَقَطَّعُوا شَجَرَةً إِلاَّ لِنَفْعٍ وَلاَ تَعْقِرَنَّ بَهِيمَةً إِلاَّ لِنَفْعٍ وَلاَ تُحْرِقَنَّ نَحْلاً وَلاَ تُغْرِقَنَّهَ وَلاَ تَغْدِرْ وَلاَ تُمَثِّلْ وَلاَ تَجْبُنْ وَلاَ تْغَّلُلُ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِىٌّ عَزِيزٌ أَسْتَوْدِعُكَ اللَّهَ وَأُقْرِئُكَ السَّلاَمَ ثُمَّ انْصَرَفَ.

Jangan membunuh orang yang suda tua renta, wanita dan anak-anak. Jangan menghancurkan perkampungan, jangan memotong pepohonan kecuali satu tujuan yang bermanfaat, jangan membunuh binatang kecuali untuk satu tujuan yang bermanfaat, jangan sekali-kali membakar pohon kurma, jangan menenggelamkannya, jangan berkhianat, jangan memutilasi, jangan bersikap pengecut, jangan melakukan ghulul (mengambil rampasan perang sebelum dibagi), ..... [HR Baihaqi]

Pada petikan nasehat di atas, kita mendapatkan kalimat “ jangan sekali-kali membakar pohon kurma “. Kalau membakar pohon tidak diperbolehkan, lalu kenapa rosululloh shollallohu alaihi wasallam pada perang Banu Nadzir membakar perkebunan kurma ? Jawabannya adalah untuk memancing kaum yahudi untuk keluar dari bentengnya.

Pada perang itu, mereka tidak berani keluar menyambut pasukan kaum muslimin kecuali bersembunyi di balik benteng sambil melempar panah. Sikap pengecut mereka difirmankan Alloh :

لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ

Mereka tiada akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok  [alhasyr : 14]

Ketika rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengetahui bahwa mereka sangat mencintai perkebunan yang mereka banggakan, maka beliau memberi intruksi untuk membakar ladang kurma mereka. Cara ini sangat efektif. Merekapun menyerah. Ternyata apa yang dilakukan kaum muslimin mendapat izin dari Alloh hingga turunlah firmanNya :

مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ

Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik [alhasyr : 5]

Syaikh Alkhozin berkata :

احتج العلماء بهذه الآية على أن حصون الكفار وديارهم لا بأس أن تهدم وتحرق وترمى بالمجانيق وكذلك قطع أشجارهم ونحوها .

Para ulama berhujjah dengan ayat ini bahwa benteng dan perkampungan orang kafir diperbolehkan untuk dihancurkan, dibakar dan dilempar dengan manjaniq (alat pelontar). Demikian juga memotong pohon-pohon mereka dan selainnya

Maroji’ :

Lubabutta’wil Fi Ma’anittanzil, Alkhozin Abul Hasan Ali Bin Muhammad Bin Ibrohim Bin Umar Asy Syaihi (maktabah syamilah) hal 546

Membakar Rumah Orang Yang Tidak Pergi Ke Masjid


Api Dalam Timbangan Aqidah (17)

Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم لَيْسَ صَلاَةٌ أَثْقَلَ عَلَى الْمُنَافِقِينَ مِنَ الْفَجْرِ وَالْعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا ، لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ الْمُؤَذِّنَ فَيُقِيمَ ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً يَؤُمُّ النَّاسَ ، ثُمَّ آخُذَ شُعَلاً مِنْ نَارٍ فَأُحَرِّقَ عَلَى مَنْ لاَ يَخْرُجُ إِلَى الصَّلاَةِ بَعْدُ   

Dari Abu Huroiroh berkata : Nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Tidak ada sholat yang lebih berat dilakukan secara berjamaah oleh kaum munafiqin dari sholat fajar dan isya. Seandainya mereka tahu pahala yang ada di keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya meski merangkak. Sungguh aku berniat untuk menyuruh muadzin untuk mengumandangkan iqomat lalu aku memerintahkan seorang laki-laki mengimami manusia setelah itu aku akan mengambil nyala api, aku bakar rumah orang yang tidak keluar untuk sholat [HR Bukhori]

Beragam komentar para ulama tentang hadits di atas. Ibnu Hazm menilai sholat berjamaah adalah syarat syahnya sholat. Imam Ahmad menilainya sebagai fardlu ain.

Pertanyaannya, apakah sumpah nabi shollallohu alaihi wasallam untuk membakar rumah orang yang tidak hadir berjamaah beliau laksanakan ? Ternyata tidak. Faktor wanita dan anak-anak adalah menjadi pertimbangan. Keduanya adalah kelompok yang terbebas dari perintah berjamaah. Bila pembakaran benar-benar terjadi, tentu akan memakan korban bagi kaum yang tidak bersalah. Demikianlah penjelasan dari Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam dimana beliau berkata :

لولا ما في البيوت من النساء والصبيان الأبرياء الذين لا ذنب لهم

Seandainya di rumah tidak ada kaum wanita dan anak-anak yang masih suci yang tidak berdosa (tentu pembakaran rumah akan terlaksana)

Selanjutnya beliau berkata lagi :

إن درء المفاسد مقدم على جلب المصالح فإنه لم يمنعه من تعذيبهم بهذا الطريق إلا خوف تعذيب من لا يستحق العذاب

Menolak kerusakan didahulukan dari mewujudkan maslahat karena tidak ada yang menghalangi beliau untu menghukum mereka dengan cara ini (membakar rumah) kecuali dikhawatirkan akan menghukum orang yang tidak berhak mendapat hukuman

Maroji’ :

Taisirul Alam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam hal 79-80

Hukum Berobat Dengan Api


Api Dalam Timbangan Aqidah (16)

Rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyebutnya dengan kay. Ada beberapa hadits yang membicarakan masalah ini dengan berbagai bentuk :

Pertama : Rosululloh melakukannya

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم كَوَى أَسْعَدَ بْنَ زُرَارَةَ مِنَ الشَّوْكَةِ.  

Dari Anas, bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam melakukan kay pada As’ad Bin Zuroroh dari besi garpu  [HR Tirmidzi]

Kedua : Memerintahkannya

عَنْ جَابِرٍ قَالَ بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ طَبِيبًا فَقَطَعَ مِنْهُ عِرْقًا ثُمَّ كَوَاهُ عَلَيْهِ.

Dari Jabir berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengutus tabib kepada Ubay Bin Ka’ab lalu ia memotong urat yang ada di tangan (untuk difashdu). Setelah itu ia melakukan kay untuknya [HR Muslim]

Ketiga : Membolehkannya

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُوِيتُ مِنْ ذَاتِ الْجَنْبِ وَرَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَىٌّ ، وَشَهِدَنِى أَبُو طَلْحَةَ وَأَنَسُ بْنُ النَّضْرِ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ ، وَأَبُو طَلْحَةَ كَوَانِى  

Dari Anas Bin Malik berkata : Aku dikay pada daerah perut sedangkan rosululloh shollallohu alaihi wasallam masih hidup. Yang menyaksikan diriku adalah Abu Tholhah, Anas Bin Nadhor dan Zaid Bin Tsabit. Abu Tholhahlah yang melakukan kaya padaku [HR Bukhori]

Keempat : Menganjurkan untuk meninggalkannya

Ketika rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyebut orang-orang yang masuk aljannah tanpa hisab dan adzab, beliau memberi kriteria dengan bersabda :

هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ ، وَلاَ يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Mereka adalah yang tidak meminta diruqyah, tidak tathoyyur, tidak melakukan kay dan bertawakkal kepada Robnya [HR Bukhori Muslim]

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ إِنْ كَانَ فِى شَىْءٍ مِنْ أَدْوِيَتِكُمْ خَيْرٌ فَفِى شَرْبَةِ عَسَلٍ أَوْ شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ لَذْعَةٍ مِنْ نَارٍ ، وَمَا أُحِبُّ أَنْ أَكْتَوِىَ  

Dari Jabir Bin Abdulloh berkata : Aku mendengar nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila ada sesuatu kebaikan pada pengobatan bagi kalian maka hal itu ada pada meminum madu, bekam dan pembakaran dari api. Akan tetapi aku tidak menyukai kay [HR Bukhori]

Kelima : Melarang

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما قَالَ الشِّفَاءُ فِى ثَلاَثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ ، وَشَرْطَةِ مِحْجَمٍ ، وَكَيَّةِ نَارٍ ، وَأَنْهَى أُمَّتِى عَنِ الْكَىِّ  

Dari Ibnu Abbas rodliyallohu anhuma berkata : Obat itu ada tiga : Minum madu, berbekam dan kay dengan api dan aku melarang umatku untuk melakukan kay [HR Bukhori]

Ibnul Qoyyim mengkompromikan hadits-hadits di atas dengan mengatakan : Itu semua tidak ada pertentangan, alhamdulillah. Rosululloh shollallohu melakukan kay menunjukkan hal itu hukumnya boleh. Beliau tidak menyukai (menganjurkan untuk menghindarinya) bukan berarti hal itu dilarang. Pujian untuk yang meninggalkannya, menunjukkan bahwa yang menghindari hal ini adalah sikap yang lebih utama. Adapun larangan, menunjukkan akan kemakruhannya bukan berstatus haram

Maroji’ :

Fathul Majid, Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh hal 52

Mati Terbakar


Api Dalam Timbangan Aqidah (15)

Sering kita dengar berita kebakaran yang menimpa pemukiman padat. Tak jarang musibah ini merenggut nyawa. Bila ini terjadi, maka yang bersangkutan dinilai sebagai orang yang mati syahid. Tetapi kita harus tahu bahwa syahid terbagi menjadi dua :

1) Syahid di medan perang

Jenazah mereka tidak perlu dimandikan, dikafani dan tidak juga disholatkan. Mereka memiliki keistimewaan akhirat yang tidak dimiliki orang beriman lainnya :

عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِ يكَرِبَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سِتُّ خِصَالٍ يُغْفَرُ لَهُ فِى أَوَّلِ دَفْعَةٍ وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَيَأْمَنُ مِنَ الْفَزَعِ الأَكْبَرِ وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ الْيَاقُوتَةُ مِنْهَا خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا وَيُزَوَّجُ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنَ الْحُورِ الْعِينِ وَيُشَفَّعُ فِى سَبْعِينَ مِنْ أَقَارِبِهِ  

Dari Miqdam Bin Ma’ad Yakrib berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bagi orang yang mati syahid, di sisi Alloh ada enam keistimewaan : Diampuni dosanya saat awal darah mengalir, melihat tempat tinggalnya di dalam aljannah, diselamatkan dari adzab kubur, diberi rasa aman dari goncangan yang besar, diletakkan di kepalanya lencana kehormatan yang terbuat dari batu mulia yang lebih baik dari dunia dan seisinya, dinikahkan dengan 72 bidadari dan diberi hak memberi syafaat kepada 70 kerabatnya [HR Tirmidzi]

2) Syahid di luar medan perang

Jenazah mereka dimandikan, dikafani dan disholatkan. Jumlah mereka ada tujuh :

عَنْ جَابِرَ بْنَ عَتِيكٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ وَالَّذِى يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ   

Dari Jabir Bin Atik : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Mati syahid selain di medan perang fisabilillah ada tujuh : Mati karena penyakit thoun, tenggelam, luka di lambung, penyakit perut karena diare, terbakar, tertimpa reruntuhan dan wanita mati karena melahirkan [HR Abu Daud dan Ibnu Hiban]

Lalu ada yang dimaksud dengan syahid ? Ibnu Hajar Al Atsqolani menyebutkan beberapa pendapat para ulama, diantaranya :

Alloh dan para malaikat bersaksi tentang aljannah bagi mereka, menyaksikan kemuliaan yang didapat saat keluarnya ruh, dipersaksikan bahwa dirinya aman dari neraka, disaksikan saat keluarnya ruh oleh malaikat rahmat, bersaksi pada hari kiamat akan terutusnya para rosul, para malaikat bersaksi atas husnul khotimahnya, para nabi bersaksi atas baiknya sikap mereka mengikutinya, Alloh bersaksi atas baiknya niat dan keikhlasannya, para malaikat menyaksikannya saat dicabut nyawa, dll

Maroji’ :

Aunul Ma’bud 7/95

Fathul Bari 8/438

Hukuman Dengan Api


Api Dalam Timbangan Aqidah (14)

Ketika kita kesal dengan keberadaan semut di rumah, tak jarang kita segera membasminya dengan api. Kita juga masih ingat tentang kasus ISIS mengeksekusi pilot Yordania dengan cara dibakar. Bolehkah cara itu dilakukan dipandang dari kacamata syar’i ? Tentang masalah ini dua hadits di bawah ini bisa dijadikan sebagai acuan :

وعن ابن مسعودٍ رضي الله عنه قَالَ :  ....ورأَى قَرْيَةَ نَمْلٍ قَدْ حَرَّقْنَاهَا ، فَقَالَ : مَنْ حَرَّقَ هذِهِ ؟  قُلْنَا : نَحْنُ قَالَ : إنَّهُ لا يَنْبَغِي أنْ يُعَذِّبَ بالنَّارِ إِلاَّ رَبُّ النَّارِ   

Dari Ibnu Mas’ud rodliyallohu anhu berkata : ..... Nabi shollallohu alaihi wasallam melihat sarang semut yang telah kami bakar. Beliau bersabda : Siapa yang membakar ini ? Kami berkata : Kami ! Beliau bersabda : Sesungguhnya tidak sepantasnya menyiksa dengan api kecuali Alloh Yang menciptakan api [HR Abu Daud]

عَنْ مُحَمَّدُ بْنُ حَمْزَةَ الأَسْلَمِىُّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمَّرَهُ عَلَى سَرِيَّةٍ قَالَ فَخَرَجْتُ فِيهَا وَقَالَ  إِنْ وَجَدْتُمْ فُلاَنًا فَاحْرِقُوهُ بِالنَّارِ  فَوَلَّيْتُ فَنَادَانِى فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ إِنْ وَجَدْتُمْ فُلاَنًا فَاقْتُلُوهُ وَلاَ تُحْرِقُوهُ فَإِنَّهُ لاَ يُعَذِّبُ بِالنَّارِ إِلاَّ رَبُّ النَّارِ  

Dari Muhammad Bin Hamzah Al Aslami dari bapaknya : Bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberangkatkan pasukan. Bapakku berkata : Aku ikut keluar dalam pasukan itu. Beliau bersabda : Bila kalian mendapati si fulan maka bakarlah ia dengan api. Aku segera balik badan lalu beliau memanggilku. Akupun kembali kepada beliau. Beliau bersabda : (Tadi aku berkata) Bila kalian dapati si fulan maka bakarlah. Jangan membakarnya karena tidak boleh mengadzab makhluq dengan api kecuali Alloh yang menciptkan api [HR Ahmad dan Abu Daud]

Para sahabat berbeda pendapat tentang hal ini. Abu Bakar pernah membakar para bughot (pembangkang) dengan api. Demikian juga Kholid Bin Walid yang membakar orang-orang yang murtad. Keduanya melakukannya di hadapan para sahabat. Sementara Imam Nawawi dan Auza’i menyebut bahwa mayoritas ulama Madinah memperbolehkan pembakaran terhadap benteng dan tempat tinggal meski akan membakar penghuninya.

Para ulama yang membolehkan tindakan pembakaran untuk mengeksekusi, menilai bahwa hadits yang melarang ditujukan untuk bersikap tawadlu kepada Alloh. Maknanya adalah sikap sopan kepada Alloh dimana sebaiknya hanya Allohlah yang melakukannya dengan cara membakar orang kafir dengan neraka di akhirat. Berarti hukumnya tidak sampai batas haram.

Adapun Umar Bin Khothob dan Abdulloh Bin Abbas menilai haramnya eksekusi dengan api meski ditujukan sebagai qishosh

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 9/230


Hukum Sholat Di Depan Api


Api Dalam Timbangan Aqidah (13)

Api adalah benda yang disembah oleh kaum majusi. Lalu bagaimana status sholat seseorang, sementara di depannya ada obor, api unggun dan sejenisnya. Imam Bukhori berkata :

باب مَنْ صَلَّى وَقُدَّامَهُ تَنُّورٌ أَوْ نَارٌ أَوْ شَىْءٌ مِمَّا يُعْبَدُ ، فَأَرَادَ بِهِ اللَّهَ

Bab orang yang menunaikan sholat sementara di depannya ada tungku atau api atau sesuatu yang biasa disembah akan tetapi yang diniatkan adalah beribadah kepada Alloh

Imam Bukhori memperbolehkannya karena yang dituju oleh orang yang menunaikan sholat adalah Alloh bukan api. Apalagi api yang dinyalakan tidak ada kaitannya dengan simbol majusi. Obor dinyalakan murni untuk penerangan dan api unggun dibakar untuk menghangatkan badan dan pengusir binatang buas.

Imam Bukhori mendasarkan pendapatnya pada sabda nabi shollallohu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Anas :

عُرِضَتْ عَلَىَّ النَّارُ وَأَنَا أُصَلِّى

Telah ditampakkan api (neraka) padaku saat aku sholat

Bangsa Persi Penyembah Api


Api Dalam Timbangan Aqidah (12)

Agama mereka adalah majusi. Agama ini sekali disebut oleh Alloh dalam alquran :

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi’i, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu [alhajj : 17]

Tentang ayat di atas, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi berkata :

{ إن الذين آمنوا } وهم المسلمون { والذين هادوا } وهم اليهود { والصابئين } وهم فرقة من النصارى يقرأون الزبور ويعبدون الكواكب { والنصارى } وهم عبدة الصليب { والمجوس } وهم عبدة النار والكواكب { والذين أشركوا } وهم عبدة الأوثان هؤلاء جميعا سيحكم الله بينهم يوم القيامة فيدخل المؤمنين الجنة ويدخل أهل تلك الملل الباطلة النار هذا هو الفصل الحق فالأديان ستة دين واحد للرحمن وخمسة للشيطان فأهل دين الرحمن يدخلهم في رحمته ، وأهل دين الشيطان يدخلهم النار مع الشيطان  

Sesungguhnya kaum muslimin, kaum yahudi, kaum shobi’i (sempalan nasrani, mereka membaca kitab zabur dan menyembah bintang, kaum nasrani (penyembah salib), kaum majusi (penyembah api dan bintang) dan orang-orang musyrik (penyembah patung), kesemuanya akan Alloh tegakkan hukum diantara mereka pada hari kiamat. Orang-orang beriman akan Alloh masukkan ke dalam aljannah. Sementara pengikut agama-agama batil itu akan dimasukkan ke dalam neraka. Inilah alfashlul haq (keputusan yang benar). Agama itu ada enam. Satu agama untuk Alloh Yang Maha Rohman dan lima agama untuk setan. Pemeluk agama milik Arrohman akan memasukkannnya ke dalam rahmatNya. Adapun pemeluk agama setan akan memasukkan mereka ke dalam neraka bersama setan

Maroji’ :

Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi (maktabah syamilah) hal 334

Kaum Musa Menganggap Enteng Api Neraka


Api Dalam Timbangan Aqidah (11)

Kesombongan mereka difirmankan Alloh di dua surat :

وَقَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَعْدُودَةً قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ  

Dan mereka berkata : Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja. Katakanlah : Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? [albaqoroh : 80]

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ وَغَرَّهُمْ فِي دِينِهِمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ

Hal itu adalah karena mereka mengaku : Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung. Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada-adakan [ali imron : 24]

Sikap menganggap enteng neraka, bagian dari al amnu min makrillah (merasa aman dari makar Alloh) dan itu bagian dari dosa besar. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ketika ditanya tentang dosa-dosa besar, beliau menjawab :

الشرك بالله، واليأس من روح الله، والأمن من مكر الله  

Yaitu : syirik kepada Allah, berputus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar Allah

Mereka tidak sadar bahwa kekufuran akan menjerumuskan pelakunya ke neraka, bukan sehari atau dua hari, akan tetapi kekal. Alloh berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَظَلَمُوا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيقًا إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا  

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kedzaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka, kecuali jalan ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah [annisa’ : 168-169]

إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا لَا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong [al ahzab : 64-65]

Sifat yahudi ini berbeda dengan karakter para sahabat. Ketika disebut neraka di hadapan mereka meski tanpa diterangkan secara detail apa yang terjadi di dalamnya, itu sudah cukup bagi mereka untuk mencucurkan air mata. Anas Bin Malik berkata :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ أَصْحَابِهِ شَىْءٌ فَخَطَبَ فَقَالَ عُرِضَتْ عَلَىَّ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ فِى الْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَلَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا.قَالَ فَمَا أَتَى عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمٌ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ غَطَّوْا رُءُوسَهُمْ وَلَهُمْ خَنِينٌ

Dari Anas Bin Malik berkata : Disampaikan kepada rosululloh shollallohu alaihi wasallam tentang sesuatu yang menimpa para sahabatnya. Beliaupun segera berkhutbah : Telah ditampakkan padaku aljannah dan neraka. Aku belum pernah melihat pemandangan baik dan buruk seperti hari ini. Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Anas berkata : Tidak ada hari yang menimpa para sahabat rosululloh shollallohu alaihi wasallam yang lebih berat daripada hari ini. Merekapun menundukkan kepala dan terdengar pada mereka sesenggukan [HR Muslim]


Ash Habul Ukhdud Takut Kepada Api Akhirat, Akan Tetapi Tidak Takut kepada Api Dunia


Api Dalam Timbangan Aqidah (10)

Mereka adalah kaum muslimin yang ada di negeri Yaman. Sang raja memaksa penduduknya untuk meyakini dirinya sebagai tuhan. Bila tidak tunduk, maka siksaan keras akan ditimpakan sang raja kepada masyarakatnya. Salah satu contohnya adalah ketika staf kerajaan yang buta bisa melihat kembali setelah berobat kepada ghulam (anak muda). Raja bertanya :

مَنْ رَدّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ ؟

Siapa yang mengembalikan pandangan matamu ?

Ia menjawab :

رَبِّي

Robku.

Raja bertanya lagi :

وَلَكَ رَبٌّ غَيري

Apakah engkau memiliki Rob selain aku ?

Dengan tegas ia berkata :

رَبِّي وَرَبُّكَ اللهُ

Robku dan Robmu adalah Alloh

Mendengar jawaban ini, sang raja murka yang akhirnya menyeretnya ke dalam siksa yang sangat keras. Ghulam (anak muda yang menjadi tabib) dan gurunya yang merupakan rahib ikut merasakan pedihnya siksaan. Ujung dari kisah menyebut bahwa rakyat yang memiliki keyakinan yang sama dengan ketiganya harus menghadapi eksekusi mati dengan cara dibakar di parit.

Satu persatu manusia di lempar ke dalam parit yang sudah menyala api yang berkobar hingga korban terakhir, yaitu seorang ibu dan bayinya. Sang ibu yakin dengan aqidah yang diyakininya, sehingga ia tidak gentar menghadapi api. Di sisi lain, ia merasa sayang kepada anaknya. Tanpa disangka-sangka, sang anak berkata :

يَا أُمهْ اصْبِري فَإِنَّكِ عَلَى الحَقِّ

Wahai ibu, bersabarlah, karena sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran [HR Muslim]

Keduanya akhirnya terjun ke parit sebagai korban terakhir. Kisah yang heroik ini, difirmankan Alloh :

قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ  وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu [alburuj : 4-9]

Nama Serba Api Yang Mendatangkan Musibah


Api Dalam Timbangan Aqidah (9)

Terkadang orang akan menemui masalah bahkan musibah karena salah memberi nama. Ibnul Qoyyim dalam zadul ma’ad meriwayatkan ketika Umar kedatangan seseorang, maka ia bertanya tentang nama. Orang itu menjawab : Nama saya Jamroh (bara api). Umar bertanya : Siapa nama bapakmu ? Orang itu menjawab : Syihab (cahaya api atau meteor). Umar bertanya : Dari siapa engkau diutus ? Orang itu menjawab : Dari Huroqoh (kebakaran). Umar bertanya : Dimana desamu ? Orang itu menjawab : Harrotunnar (panasnya api). Umar bertanya : Dimana engkau tinggal : Dzatu Ladzo (nyala api). Mendengar jawaban-jawaban ini, Umarpun berkata :

اذهب فقد احترق مسكنك

Pulanglah, sungguh rumahmu sudah terbakar

Ketika orang itu tiba di rumahnya, ternyata terbukti benarlah apa yang diucapkan oleh Umar Bin Khothob. Demikianlah, benarlah bahwa nama bisa mendatangkan kebaikan dan keburukan karena ia bagian dari doa

Maroji’ :

Zadul Ma’ad, Ibnu Qoyyim 3/307

Api Bisa Menjadi Kawan Dan Musuh


Api Dalam Timbangan Aqidah (8)

Hidup manusia tidak bisa dipisahkan dari api. Ia mendatangkan manfaat, diantaranya sebagai sarana masak. Betapa banyak makanan yang tidak lezat dimakan kecuali setelah dimasak terlebih dahulu.

Tetapi juga harus diingat bahwa api bisa juga mendatangkan petaka, diantaranya peristiwa kebakaran. Dua hadits di bawah ini semoga menjadi peringatan bagi kita :

عن أَبي موسى رضي الله عنه قَالَ : احْتَرقَ بَيْتٌ بالمَدِينَةِ عَلَى أهْلِهِ مِنَ اللَّيلِ ، فَلَمَّا حُدِّثَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم بشَأنِهِمْ ، قَالَ : إنَّ هذِهِ النَّارَ عَدُوٌّ لَكُمْ ، فَإِذَا نِمْتُمْ ، فَأطْفِئُوهَا عَنْكُمْ  

Dari Abu Musa rodliyallohu anhu berkata : Telah terjadi kebakaran rumah di Madinah yang menimpa penghuninya di malam hari. Ketika disampaikan kepada rosululloh shollallohu alaihi wasallam tentang peristiwa ini, beliau bersabda : Sesungguhnya api ini adalah musuh buat kalian. Bila kalian hendak tidur maka matikan agar terhindar dari kalian [HR Bukhori, Muslim dan Ibnu Majah]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَتْ فَأْرَةٌ فَأَخَذَتْ تَجُرُّ الْفَتِيلَةَ فَجَاءَتْ بِهَا فَأَلْقَتْهَا بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى الْخُمْرَةِ الَّتِى كَانَ قَاعِدًا عَلَيْهَا فَأَحْرَقَتْ مِنْهَا مِثْلَ مَوْضِعِ الدِّرْهَمِ فَقَالَ إِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوا سُرُجَكُمْ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدُلُّ مِثْلَ هَذِهِ عَلَى هَذَا فَتَحْرِقَكُمْ  

Dari Ibnu Abbas berkata : Seekor tikus datang meraih sumbu api lalu dibawanya dan dilemparkannya ke hadapan rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan menimpa tikar yang diduduki beliau yang membuat terbakar sebesar dirham. Beliau bersabda : Bila kalian hendak tidur maka matikan obor-obor kalian karena setan membuat seperti ini yang membuat kalian terbakar [HR Abu Daud]

Api Dan Ghonimah Di Masa Nabi-Nabi Terdahulu


Api Dalam Timbangan Aqidah (7)

Harta rampasan perang adalah rizki terbaik bagi umat rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِى .... وَأُحِلَّتْ لِىَ الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لأَحَدٍ قَبْلِى  .....

Dari Jabir Bin Abdulloh, bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorangpun sebelumku ........ dan dihalalkan bagiku ghonimah dimana tidak dihalalkan untuk seorangpun sebelumku ...... [HR Bukhori dan Ibnu Hibban]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم جُعِلَ رِزْقِى تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِى

Dari Ibnu Umar dari nabi shollallohu alaihi wasallam : Dijadikan rizki bagiku di bawah naungan tombak [HR Bukhori]

Hadits di atas menunjukkan bahwa ghonimah adalah kekhususan bagi umat Muhammad shollalohu alaihi wasallam. Meski nabi-nabi terdahulu berperang, akan tetapi harta rampasan perang adalah sesuatu yang terlarang. Semua harta yang tersita dari musuh harus segera dikumpulkan. Ketika sudah terkumpul maka api dari langit akan turun untuk membakarnya.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa seorang nabi dari bani isroil selesai berperang, ia memerintah pasukan untuk segera mengumpulkan harta rampasan perang. Ketika terkumpul menjadi satu, turunlah api dari langit, akan tetapi tidak mampu membakarnya. Nabi itupun bersabda :

إنَّ فِيكُمْ غُلُولاً فَلْيُبايعْنِي مِنْ كُلِّ قَبيلةٍ رَجُلٌ

Ada pada diri kalian yang ghulul (mencuri atau menyimpan harta rampasan perang). Maka berbaiatlah kepadaku seorang dari setiap kabilah.

Ketika berjabat tangan, tangan sang nabi dan orang yang berbaiat menempel, tidak bisa dilepaskan. Nabi itupun bersabda :

فِيكُمُ الغُلُولُ فلتبايعني قبيلتك

Ada diantara kalian yang ghulul, berbaiatlah kabilahmu kepadaku

Benarlah, ada dua atau tiga orang yang lengket di tangan nabi. Terbukti akhirnya, emas sebesar kepala sapi didatangkan. Setelah itu turunlah api dari langit yang membakar semuanya. Setelah selesai bercerita, nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda :

فَلَمْ تَحلَّ الغَنَائِمُ لأحَدٍ قَبْلَنَا ، ثُمَّ أحَلَّ الله لَنَا الغَنَائِمَ لَمَّا رَأَى ضَعْفَنا وَعَجْزَنَا فَأحَلَّهَا لَنَا

Tidak dihalalkan ghonimah bagi seorangpun sebelum kita, lalu Alloh menghalalkan untuk kita ghonimah karena melihat kelemahan dan kekurangan kita [muttafaq alaih]

Antara Api Dan Turunnya Hujan


Api Dalam Timbangan Aqidah (6)

Alquran berbicara tentang proses turunnya hujan. Beberapa ayat di bawah ini adalah diantara nash yang berbicara tentang masalah ini :

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ  

Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran [al a’rof : 57]

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ

Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian) nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan [annur : 43]

اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ  

Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira [arrum : 48]

وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَسُقْنَاهُ إِلَى بَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا كَذَلِكَ النُّشُورُ

Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu [fathir : 9]

Empat ayat di atas dijelaskan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam ketika beliau mendapat beberapa pertanyaan dari kaum yahudi :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَقْبَلَتْ يَهُودُ إِلَى النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالُوا يَا أَبَا الْقَاسِمِ أَخْبِرْنَا عَنِ الرَّعْدِ مَا هُوَ قَالَ مَلَكٌ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ مَعَهُ مَخَارِيقُ مِنْ نَارٍ يَسُوقُ بِهَا السَّحَابَ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ فَقَالُوا فَمَا هَذَا الصَّوْتُ الَّذِى نَسْمَعُ قَالَ زَجْرُهُ بِالسَّحَابِ إِذَا زَجَرَهُ حَتَّى يَنْتَهِىَ إِلَى حَيْثُ أُمِرَ   

Dari Ibnu Abbas berkata : Rombongan yahudi menghadap nabi shollallohu alaihi wasallam. Mereka berkata : Wahai Abu Qosim, beritahukan kepada kami tentang petir, apakah itu ? Beliau bersabda : Malaikat yang ditugaskan untuk menjaga awan membawa penarik dari api untuk menggiring awan sebagaimana yang Alloh kehendaki. Mereka berkata : Apakah suara yang kami dengar ? Beliau bersabda : Itu adalah alat untuk menghalau awan saat dihalau ke arah yang Alloh kehendaki [HR Tirmidzi]

Api Menjadi Petunjuk Kondisi Keluarga Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam


Api Dalam Timbangan Aqidah (5)

Urusan makan, rasanya kita sudah terjamin. Acara masak-memasak di dapur dengan ragam masakan adalah kegiatan harian kaum ibu. Tetapi itu tidak selalu terjadi di rumah tangga nabi shollallohu alaihi wasallam. Kepada kemenakannya, Aisyah bercerita :

عن عروة عن عائشة رضي الله عنها أنّها كَانَتْ تقول وَاللهِ يَا ابْنَ أُخْتِي إنْ كُنَّا نَنْظُرُ إِلَى الهِلاَلِ، ثُمَّ الهِلالِ : ثَلاَثَةُ أهلَّةٍ في شَهْرَيْنِ ، وَمَا أُوقِدَ في أبْيَاتِ رسول الله صلى الله عليه وسلم نَارٌ . قُلْتُ : يَا خَالَةُ ، فَمَا كَانَ يُعِيشُكُمْ ؟ قالت : الأَسْوَدَانِ التَّمْرُ وَالمَاءُ  

Dari Urwah, dari Aisyah rodliyallohu anha, bahwa ia berkata : Demi Alloh wahai anak saudariku, kami dulu biasa melihat hilal lalu melihat hilal. Tiga hilal dalam dua bulan sementara tidak dinyalakan api (tidak masak) di rumah-rumah rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Aku berkata : Wahai bibi, lalu apa yang kalian makan ? Aisyah menjawab : Dua benda hitam, yaitu kurma dan air [muttafaq alaih]

Demikianlah api tidak selalu menyala dan asap jarang terlihat di rumah rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Apakah kita masih banyak mengeluh dengan urusan perut ?

Dari Api, Petunjuk Wahyu Pertama Pada Musa


Api Dalam Timbangan Aqidah (4)

Ketika Musa menyelesaikan tugasnya menggembala kambing selama sepuluh tahun, akhirnya oleh nabi Syuaib dirinya dinikahkan dengan salah satu dari kedua puterinya. Setelah itu kedua pasangan ini meninggalkan negeri Madyan untuk melakukan safar.

Dalam suasana malam yang gelap, Musa melihat api dari kejauhan. Iapun meminta istrinya untuk berada di tempat, sementara Musa pergi ke pusat titik api. Kisah ini dua kali disebutkan oleh Alloh dalam alquran :

فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الْأَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ آَنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آَنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آَتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ  فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الْأَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ  

Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya : Tunggulah di sini, sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari tempat api itu atau membawa sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan.Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu : Wahai Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Rob semesta alam [alqoshosh : 29-30]

إِذْ رَأَى نَارًا فَقَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آَنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آَتِيكُمْ مِنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى  وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى  إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي  

Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya : Tinggallah kamu di sini, sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil : Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Robmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada ilah (yang hak) selain Aku, maka ibadahilah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. [thoha : 10-14]

Dari beberapa ayat di atas, ada beberapa masalah yang perlu kita ketahui :

Pertama : Api

Ketika Musa melihat api dari jauh, lalu didekatinya ternyata disitulah dirinya diajak oleh Alloh untuk berbicara. Kendati terjadi percakapan, ternyata Musa tidak melihat dzat Alloh sama sekali. Kenapa ? Jawabannya adalah api. Api inilah yang menjadi hijab antara Alloh dengan Musa. Oleh karena itu, nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حِجَابُهُ النُّورُ وَفِى رِوَايَةِ أَبِى بَكْرٍ النَّارُ لَوْ كَشَفَهُ لأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ  

Dari Abu Musa : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Hijab Alloh adalah cahaya, pada riwayat Abu Bakar (api). Seandainya Alloh menyingkapnya, sungguh akan terbakar makhluqNya sejauh pandangan wajah Alloh [HR Muslim, Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban]

Kedua : Melepas sendal

Ibnu Mas’ud menyebut perintah melepas alas kaki disebabkan sendal Musa terbuat dari keledai. Tetapi pendapat lain menyebutkan bahwa ini bagian dari perbedaan syariat Musa dengan rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Memakai alas kaki saat sholat dan memasuki tempat ibadah adalah sesuatu terlarang bagi kaum bani isroil, adapun bagi umat Muhammad shollallohu alaihi wasallam justru sangat dianjurkan. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ يَعْلَى بْنِ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَالِفُوا الْيَهُودَ فَإِنَّهُمْ لاَ يُصَلُّونَ فِى نِعَالِهِمْ وَلاَ خِفَافِهِمْ  

Dari Ya’la bin Syadad bin Aus dari bapaknya, berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Berbedalah dengan orang yahudi ! Karena mereka tidak menunaikan sholat dengan sendal-sendal dan sepatu-sepatu mereka [HR Abu Daud]

Kendati demikian, ketika tanah suci di dunia ada dua, yaitu Mekah dan lembah Dzu Thuwa, ternyata para nabi terdahulu memperlakukan sama keduanya dalam hal alas kaki. Mereka sama-sama melepas sendal dan sepatu saat memasuki keduanya :

وأخرج ابن أبي شيبة والأزرقي عن عبد الله بن الزبير قال : إن كانت الأمة من بني إسرائيل لتقدم مكة فإذا بلغت ذا طوى خلعت نعليها تعظيما للحرم

Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Al Azruqi dari Abdullah bin Zubair berkata : Sungguh umat dari kalangan Bani Isroil bila memasuki Mekah dan saat tiba di Thuwa (tanah suci bagi Musa) mereka pasti melepaslan sendalnya sebagai pengagungan bagi tanah harom

 وأخرج أبو نعيم في الحلية عن مجاهد قال : كان يحج من بني إسرائيل مائة ألف فإذا بلغوا أنصاب الحرم خلعوا نعالهم ثم دخلوا الحرم حفاة

Dikeluarkan oleh Abu Nuaim dalam alhilyah dari Mujahid, berkata : Sejumlah 100.000 dari Bani Israil bila memasuki tanda batas tanah haram, mereka melepaskan sendal, lalu memasuki tanah haram dalam keadaan tidak beralas kaki

 وأخرج ابن أبي شيبة عن مجاهد قال : كانت الأنبياء إذا أتت علم الحرم نزعوا نعالهم

Dikeluarkan Ibnu Abi Syaibah dari Mujahid, berkata : Para nabi bila mendatangi tanda batas tanah haram, mereka segera melepas sendal-sendal mereka

Ketiga : Wahyu pertama

Yaitu kalimat tauhid laa ilaaha illalloh dan perintah sholat. Inilah salah satu kesamaan antara syariat Muhammad shollallohu alaihi wasallam dan Musa alaihissalam sebagaimana sebuah hadits menyebutkan :

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِنَّكَ تَأْتِى قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ. فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ  

Dari Muad Bin Jabal berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengutusku seraya bersabda : Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), maka hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat La Ilaha Illallah dalam riwayat yang lain disebutkan supaya mereka mentauhidkan Allah, jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam [HR Bukhori Muslim]

Maroji’ :

Addar Mantsur (maktabah syamilah) 1/300

Taisir Kalim Arrohman Fitafsir Kalamil Mannan, Syaikh Abdurrohan Nashir Assa’di (maktabah syamilah) hal 312