Terlambat Sholat Hingga Sudah Keluar Waktunya

Terlambat Sholat Hingga Sudah Keluar Waktunya

Mengakhirkan Sholat (10)

Ditinjau dari segi waktu, sholat yang kita tunaikan terbagi menjadi dua.

Pertama : Adaa-an

Yaitu sholat yang ditunaikan masih berada pada waktunya

Yaitu sholat yang ditunaikan setelah waktunya habis. Seperti seorang yang tidur begitu nyenyak hingga bangun setelah matahari terbit. Dalam kondisi seperti ini, ia harus tetap menunaikan sholat dan sholat yang ia kerjakan masuk kategori “ qodlo-an.

Terlambat bangun sehingga kehilangan waktu sholat shubuh adalah sesuatu yang biasa terjadi. Tidak hanya kita sebagai manusia biasa, rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan para sahabat juga pernah mengalaminya. Setidaknya ada dua riwayat yang menceritakan hal ini :

عَنْ أَبِى قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سِرْنَا مَعَ النَّبِىِّ  صلى الله عليه وسلم لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنِ الصَّلاَةِ قَالَ بِلاَلٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ . فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلاَلٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ ، فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ ، فَاسْتَيْقَظَ النَّبِىُّ  صلى الله عليه وسلم وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ  يَا بِلاَلُ أَيْنَ مَا قُلْتَ  قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَىَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ . قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ ، وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ ، يَا بِلاَلُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلاَةِ  فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتِ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى  

Dari Abu Qotadah dari bapaknya berkata : Kami melakukan perjalanan di malam hari bersama nabi shollallohu alaihi wasallam. Sebagian kaum berkata : Wahai rosululloh, seandainya engkau memberi kesempatan kepada kita untuk istirahat ? Beliau bersabda : Aku khawatir bila kalian tidur sehingga terlambat menunaikan sholat ? Bilal berkata : Saya siap membangunkan kalian ! Merekapun segera berbaring sementara Bilal menyandarkan punggungnya ke kendaraan. Akhirnya matanya dikalahkan oleh tidur. Nabi shollallohu alaihi wasallam bangun saat hijab matahari sudah tersingkap. Beliau bersabda : Wahai Bilal, mana bukti perkataanmu ? Ia menjawab : Belum pernah aku merasakan tidur senyenyak ini selamanya. Beliau bersabda : Sesungguhnya Alloh menggenggam ruh-ruh kalian kapan Dia kehendaki dan mengembalikannya kepada kalian, kapan Dia kehendaki. Wahai Bilal, berdirilah dan kumandangkan adzan untuk sholat bagi manusia. Beliaupun berwudlu. Ketika matahari sudah meninggi dan sudah bersinar putih, beliau berdiri lalu sholat [HR Bukhori]

عَنْ أَبِى قَتَادَةَ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ  إِنَّكُمْ تَسِيرُونَ عَشِيَّتَكُمْ وَلَيْلَتَكُمْ وَتَأْتُونَ الْمَاءَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ غَدًا  فَانْطَلَقَ النَّاسُ لاَ يَلْوِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ  قَالَ أَبُو قَتَادَةَ  فَبَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَسِيرُ حَتَّى ابْهَارَّ اللَّيْلُ وَأَنَا إِلَى جَنْبِهِ قَالَ  فَنَعَسَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَمَالَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَأَتَيْتُهُ فَدَعَمْتُهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ أُوقِظَهُ حَتَّى اعْتَدَلَ عَلَى رَاحِلَتِهِ  قَالَ  ثُمَّ سَارَ حَتَّى تَهَوَّرَ اللَّيْلُ مَالَ عَنْ رَاحِلَتِهِ  قَالَ  فَدَعَمْتُهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ أُوقِظَهُ حَتَّى اعْتَدَلَ عَلَى رَاحِلَتِهِ  قَالَ  ثُمَّ سَارَ حَتَّى إِذَا كَانَ مِنْ آخِرِ السَّحَرِ مَالَ مَيْلَةً هِىَ أَشَدُّ مِنَ الْمَيْلَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ حَتَّى كَادَ يَنْجَفِلُ فَأَتَيْتُهُ فَدَعَمْتُهُ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ  مَنْ هَذَا  قُلْتُ أَبُو قَتَادَةَ. قَالَ  مَتَى كَانَ هَذَا مَسِيرَكَ مِنِّى قُلْتُ مَا زَالَ هَذَا مَسِيرِى مُنْذُ اللَّيْلَةِ. قَالَ  حَفِظَكَ اللَّهُ بِمَا حَفِظْتَ بِهِ نَبِيَّهُ  ثُمَّ قَالَ هَلْ تَرَانَا نَخْفَى عَلَى النَّاسِ  ثُمَّ قَالَ  هَلْ تَرَى مِنْ أَحَدٍ  قُلْتُ هَذَا رَاكِبٌ. ثُمَّ قُلْتُ هَذَا رَاكِبٌ آخَرُ. حَتَّى اجْتَمَعْنَا فَكُنَّا سَبْعَةَ رَكْبٍ قَالَ فَمَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الطَّرِيقِ فَوَضَعَ رَأْسَهُ ثُمَّ قَالَ احْفَظُوا عَلَيْنَا صَلاَتَنَا  فَكَانَ أَوَّلَ مَنِ اسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالشَّمْسُ فِى ظَهْرِهِ  قَالَ فَقُمْنَا فَزِعِينَ ثُمَّ قَالَ  ارْكَبُوا  فَرَكِبْنَا فَسِرْنَا حَتَّى إِذَا ارْتَفَعَتِ الشَّمْسُ نَزَلَ ثُمَّ دَعَا بِمِيضَأَةٍ كَانَتْ مَعِى فِيهَا شَىْءٌ مِنْ مَاءٍ قَالَ  فَتَوَضَّأَ مِنْهَا وُضُوءًا دُونَ وُضُوءٍ  قَالَ  وَبَقِىَ فِيهَا شَىْءٌ مِنْ مَاءٍ ثُمَّ قَالَ لأَبِى قَتَادَةَ  احْفَظْ عَلَيْنَا مِيضَأَتَكَ فَسَيَكُونُ لَهَا نَبَأٌ ثُمَّ أَذَّنَ بِلاَلٌ بِالصَّلاَةِ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى الْغَدَاةَ فَصَنَعَ كَمَا كَانَ يَصْنَعُ كُلَّ يَوْمٍ قَالَ  وَرَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَرَكِبْنَا مَعَهُ  

Dari Abu Qotadah berkata : Rosululloh menyampaikan khutbah di hadapan kami, beliau bersabda : Sesungguhnya kalian akan mengadakan perjalanan di petang dan malam hari. In sya Alloh, kalian akan menjumpai air besok. Manusia segera bertolak tanpa menoleh satu dengan lainnya. Abu Qotadah berkata : Ketika rosululloh berjalan hingga pertengahan malam sementara aku ada di sampingnya, tiba-tiba rosululloh mengantuk. Beliau duduk condong ke kendaraannya. Aku mendekatinya lalu menahan tubuhnya tanpa membangunkannya hingga beliau kembali duduk tegak di atas kendaraannya. Lalu kembali meneruskan perjalanan hingga malam sudah hampir habis beliau kembali condong ke kendaraannya. Akupun segera mendekatinya dan menahan tubuhnya tanpa membangunkannya hingga beliau tegak di atas kendaraannya. Beliau terus berjalan hingga di waktu akhir sahur, tubuh beliau kembali condong lebih miring dari dua miring sebelumnya hingga terjatuh. Aku mendekatinya dan menahan tubuhnya. Beliau mengangkat kepalanya seraya bersabda : Siapa ini ? Aku menjawab : Abu Qotadah. Beliau bertanya : Sejak kapan engkau berjalan di sampingku ? Aku berkata : Selama perjalanan dari tadi malam. Beliau bersabda : Semoga Alloh menjagamu sebagaimana engkau menjaga nabimu. Beliau bersabda : Apakah engkau melihat aku tidak terlihat dari pandangan manusia ? Beliau kembali bersabda : Apakah engkau melihat seseorang ? Aku berkata : Inilah penunggang kendaraan. Lalu aku berkata lagi : Inilah penunggang kendaraan hingga berkumpullah tujuh pengendara. Beliau menjauhi jalan lalu meletakkan kepalanya dan bersabda : Jagalah kami dari sholat. Orang yang akhirnya terbangun lebih awal adalah rosululloh saat matahari ada di punggungnya. Manusiapun berdiri terkejut. Beliau bersabda : Mari kita lanjutkan perjalanan. Kamipun melanjutkan perjalanan hingga matahari meninggi, beliau turun lalu meminta tempat air wudlu dimana di dalamnya ada sedikit air. Beliau berwudlu tidak seperti biasanya dan masih tersisa sedikit air. Beliau bersabda kepada Abu Qotadah : Jagalah tempat wudlu ini, nanti akan ada sumber air yang akan keluar. Bilal mengumandangkan adzan untuk sholat. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam menunaikan sholat dua rokaat lalu menunaikan sholat shubuh sebagaimana yang beliau lakukan setiap hari. Setelah itu, beliau menaikai kendaraan, kamipun menaiki kendaraan [HR Muslim]

Dua riwayat di atas menunjukkan bahwa meski waktu sholat sudah habis, sholat tetap ditunaikan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan para sahabat. Maka benarlah sabda beliau :

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ  صلى الله عليه وسلم قَالَ  مَنْ نَسِىَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا ، لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ  ( وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِى )  

Dari Abu Qotadah, dari nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa tidur dari sholatnya maka laksanakan sholat saat dia mengingatnya. Tidak ada kafarot baginya selain sholat itu (Dan dirikanlah sholat untuk mengingatku) [HR Bukhori]

 


Sempat Mendapat Satu Rokaat Di Akhir Waktu

Mengakhirkan Sholat (9)

Seperti seorang yang terjebak kemacetan sementara dirinya belum menunaikan sholat ashar. Terlepas dari kemacetan, segera ia tunaikan sholat ashar. Ketika hendak memasuki rokaat kedua, tiba-tiba adzan maghrib berkumandang. Nabi shollallohu memerintahkan yang bersangkutan untuk tetap meneruskan sholatnya.

Menjelang matahari terbit, seorang baru bangun. Tergopoh-gopoh orang ini segera berwudlu dan menunaikan sholat shubuh. Tepat matahari terbit, ia baru saja berada di rokaat kedua. Kepada orang ini, syariat menetapkan agar dia melanjutkan sholat shubuhnya hingga selesai.

Termasuk seorang yang masuk masjid  untuk sholat shubuh saat imam sudah ada di rokaat kedua. Selama dia masih sempat ikut ruku bersama imam, maka sholat jumat yang ia tunaikan dinilai syah. Contoh-contoh ini berdasarkan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ مَنْ أَدْرَكَ مِنْ اَلصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلِ أَنْ تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلصُّبْحَ وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ اَلْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلْعَصْرَ  

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Barangsiapa yang telah mengerjakan satu rakaat shalat Shubuh sebelum matahari terbit maka ia telah mendapatkan shalat Shubuh dan barangsiapa yang telah mengerjakan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam maka ia telah mendapatkan shalat Ashar [Muttafaq Alaihi]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم  مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ صَلَاةِ اَلْجُمُعَةِ وَغَيْرِهَا فَلْيُضِفْ إِلَيْهَا أُخْرَى, وَقَدْ تَمَّتْ صَلَاتُهُ  

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari sholat Jum'at atau sholat lainnya, maka hendaklah ia menambah rakaat lainnya yang kurang, dan dengan itu sempurnalah sholatnya [HR Nasa'i, Ibnu Majah dan Daruquthni] 


Hadits Dloif Seputar Mengakhirkan Sholat


Mengakhirkan Sholat (8)

Ada sebagian orang yang biasa menunaikan sholat dzuhur pukul 14.00, bahkan ada yang berani menunaikannya pukul 15.00. Padahal lima menit sesudah itu, waktu ashar masuk. Mereka berargumen dengan hadits :

عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: أَوَّلُ اَلْوَقْتِ رِضْوَانُ اَللَّهُ وَأَوْسَطُهُ رَحْمَةُ اَللَّهِ; وَآخِرُهُ عَفْوُ اَللَّهِ  أَخْرَجَهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ جِدًّا 

Dari Abu Mahdzurah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Permulaan waktu adalah ridlo Allah, pertengahannya adalah rahmat Allah dan akhir waktunya ampunan Allah. Dikeluarkan oleh Daruquthni dengan sanad yang lemah.

Hadits ini terlalu lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Imam Shon’ani berkata :

أخْرَجَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ ؛ لِأَنَّهُ مِنْ رِوَايَةِ " يَعْقُوبَ بْنِ الْوَلِيدِ الْمَدَنِيِّ " ، قَالَ أَحْمَدُ : كَانَ مِنْ الْكَذَّابِينَ الْكِبَارِ ، وَكَذَّبَهُ ابْنُ مِعْيَنٍ ، وَتَرَكَهُ النَّسَائِيّ ، وَنَسَبَهُ ابْنُ حِبَّانَ إلَى الْوَضْعِ

Dikeluarkan oleh Ad Daraquthni dengan sanad dloif karena berasal dari riwayat Ya’qub Bin Al Walid Al Madaniy. (Imam) Ahmad berkata : Ia bagian dari pembesar pendusta. Ibnu Mi’yan menilainya pendusta, Imam Nasa’i meninggalkannya. Ibnu Hibban menuduhnya sebagai pemalsu hadits.

Maroji’ :

Subulussalam, Imam Shon’ani 1/392


Mengakhirkan Sholat Yang Diperbolehkan


Mengakhirkan Sholat (7)

Diantaranya :

[1] Mengakhirkan sholat dzuhur di puncak musim panas

Dasarnya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم  إِذَا اِشْتَدَّ اَلْحَرُّ فَأَبْرِدُوا بِالصَّلَاةِ فَإِنَّ شِدَّةَ اَلْحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Apabila panas sangat menyengat maka tunggulah waktu dingin untuk menunaikan shalat karena panas yang menyengat itu sebagian dari hembusan neraka jahannam  [Muttafaq Alaihi]

[2] Mengakhirkan sholat isya

Dasarnya :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: أَعْتَمَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ لَيْلَةٍ بِالْعَشَاءِ  حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اَللَّيْلِ  ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى وَقَالَ إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي

Dari Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata : Pada suatu malam pernah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengakhirkan shalat Isya' hingga larut malam. Kemudian beliau keluar dan shalat dan bersabda : Sungguh inilah waktunya jika tidak memberatkan umatku [HR Muslim]

[3] Lambatnya kedatangan jamaah di masjid

Seperti di Jawa Timur, waktu dzuhur terkadang masuk di pukul 11.30. Jam belajar di kelas pada pukul 12.00. Adzan tetap dikumandangkan sesuai waktunya. Sejenak guru menghentikan pelajaran untuk mendengar dan mengikuti lafadz adzan. Kumandang adzan selesai, pelajaran dilanjutkan.

Begitu jam menunjukkan pukul 12.00 bel tanda usai pelajaran berbunyi. Guru dan siswa keluar menuju masjid. Mereka sempat menunaikan sholat tahiyatul masjid dan rowatib hingga iqomahpun berkumandang di pukul 12.30.

Ini menunjukkan bahwa sholat dzuhur diundur pelaksanaannya sehingga jeda antara adzan dan iqomah memakan waktu satu jam. Ini boleh dilakukan berdasarkan riwayat dari Jabir Bin Abdulloh :

عَنْ جَابِرٍ: وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا وَأَحْيَانًا: إِذَا رَآهُمْ اِجْتَمَعُوا عَجَّلَ وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا أَخَّرَ   

Dari Jabir : Terkadang beliau menunaikan shalat Isya' pada awal waktunya dan terkadang beliau melakukannya pada akhir waktunya. Jika melihat mereka telah berkumpul beliau segera melakukannya dan jika melihat mereka terlambat beliau mengakhirkannya [HR Bukhori Muslim]

[4] Mengakhirkan sholat ied di hari kedua

Ini terjadi ketika umat islam berbeda pendapat tentang penetapan satu syawal. Ada yang berhari raya di hari senin ada juga di hari selasa. Seandainya diantara kita ada yang berketetapan ied di hari senin, sementara bila dilaksanakan sholat ied sesuai keyakinan akan menimbulkan madlorot atau sedikitnya orang yang sepaham dengan kita, maka mengundurkan sholat ied di hari selanjutnya adalah sesuatu yang baik sebagaimana rosululloh shollallohualaihi wasallam pernah menunaikan sholat ied di hari kedua bulan syawal :

عَنْ أَبِي عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ, عَنْ عُمُومَةٍ لَهُ مِنَ اَلصَّحَابَةِ, أَنَّ رَكْبًا جَاءُوا, فَشَهِدُوا أَنَّهُمْ رَأَوُا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ, فَأَمَرَهُمْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُفْطِرُوا, وَإِذَا أَصْبَحُوا يَغْدُوا إِلَى مُصَلَّاهُمْ  

Dari Abu Umairah Ibnu Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu dari paman-pamannya di kalangan shahabat bahwa suatu kafilah telah datang, lalu mereka bersaksi bahwa kemarin mereka telah melihat hilal (bulan sabit tanggal satu), maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar berbuka dan esoknya menuju tempat sholat mereka [HR Ahmad dan Abu Dawud] 

[5] Mengakhirkan sholat karena jama’ ta’khir

Seperti menjama sholat maghrib dan isya di waktu isya

عَنْ أَنَسٍ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا اِرْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ اَلشَّمْسُ أَخَّرَ اَلظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ اَلْعَصْرِ, ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا, فَإِنْ زَاغَتْ اَلشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى اَلظُّهْرَ, ثُمَّ رَكِبَ  

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu berkata : Biasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila berangkat dalam bepergian sebelum matahari tergelincir, beliau mengakhirkan sholat Dhuhur hingga waktu Ashar. Kemudian beliau turun dan menjamak kedua sholat itu. Bila matahari telah tergelincir sebelum beliau pergi, beliau sholat Dhuhur dahulu kemudian naik kendaraan. [Muttafaq Alaihi]

[6] Wanita istihadloh

Istihadloh adalah darah keluar dari farji wanita di luar masa haidl. Bila ini terjadi, maka yang bersangkutan diperbolehkan menunaikan sholat dzuhur menjelang waktu ashar sebagaimana yang dinasehatkan nabi shollallohu alaihi wasallam kepada Hamnah Binti Jahsyi :

عَنْ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ قَالَتْ: كُنْتُ أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيرَةً شَدِيدَةً فَأَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَسْتَفْتِيهِ فَقَالَ: إِنَّمَا هِيَ رَكْضَةٌ مِنَ اَلشَّيْطَانِ فَتَحَيَّضِي سِتَّةَ أَيَّامٍ أَوْ سَبْعَةً ثُمَّ اِغْتَسِلِي فَإِذَا اسْتَنْقَأْتِ فَصَلِّي أَرْبَعَةً وَعِشْرِينَ أَوْ ثَلَاثَةً وَعِشْرِينَ وَصُومِي وَصَلِّي فَإِنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُكَ وَكَذَلِكَ فَافْعَلِي كَمَا تَحِيضُ اَلنِّسَاءُ فَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي اَلظُّهْرَ وَتُعَجِّلِي اَلْعَصْرَ ثُمَّ تَغْتَسِلِي حِينَ تَطْهُرِينَ وَتُصَلِّينَ اَلظُّهْرَ وَالْعَصْرِ جَمِيعًا ثُمَّ تُؤَخِّرِينَ اَلْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ اَلْعِشَاءِ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ اَلصَّلَاتَيْنِ فَافْعَلِي. وَتَغْتَسِلِينَ مَعَ اَلصُّبْحِ وَتُصَلِّينَ. قَالَ: وَهُوَ أَعْجَبُ اَلْأَمْرَيْنِ إِلَيَّ  

Dari Hamnah binti Jahsy berkata : Aku pernah mengeluarkan darah istihadlah yang banyak sekali. Maka aku menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk meminta fatwanya. Beliau bersabda : Itu hanya gangguan dari setan. Maka anggaplah enam atau tujuh hari sebagai masa haidmu kemudian mandilah. Jika engkau telah bersih shalatlah 24 atau 23 hari berpuasa dan shalatlah karena hal itu cukup bagimu. Kerjakanlah seperti itu setiap bulan sebagaimana wanita-wanita yang haid. Jika engkau kuat untuk mengakhirkan shalat dhuhur dan mengawalkan shalat Ashar (maka kerjakanlah) kemudian engkau mandi ketika suci dan engkau shalat Dhuhur dan Ashar dengan jamak. Kemudian engkau mengakhirkan shalat maghrib dan mengawalkan shalat Isya' lalu engkau mandi pada waktu subuh dan shalatlah. Beliau bersabda : Ini dua hal yang paling aku sukai [HR Imam Lima kecuali Nasa'i] 


Umaro Yang Suka Mengakhirkan Sholat

Mengakhirkan Sholat (6)

Ibnu Mas’ud meriwayatkan sabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

قَالَ إِنَّهُ سَتَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يُؤَخِّرُونَ الصَّلاَةَ عَنْ مِيقَاتِهَا وَيَخْنُقُونَهَا إِلَى شَرَقِ الْمَوْتَى فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ قَدْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَصَلُّوا الصَّلاَةَ لِمِيقَاتِهَا وَاجْعَلُوا صَلاَتَكُمْ مَعَهُمْ سُبْحَةً

Sesungguhnya akan ada umaro yang memimpin kalian dimana mereka suka mengakhirkan sholat dari waktunya dan memepetkan sholat hingga menjelang habis waktunya. Bila kalian melihat mereka telah melakukan hal itu maka sholatlah sesuai waktunya dan jadikan sholat kalian bersama mereka sebagai sholat sunnah [HR Muslim]

Sabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi petunjuk agar saat melihat umaro yang biasa mengakhirkan pelaksaan sholat, kita menunaikan sholat dua kali. Yang pertama sholat sesuai waktunya dan kembali sholat bersama umaro dan sholat kedua dinilai sebagai sholat sunnah.

Kenapa sholat bersama umaro diperintah untuk diikuti ? Bukankah mereka sholat di luar waktu yang sudah ditentukan ? Jawabannya karena umaro yang disebut oleh nabi shollallohu alaihi wasallam adalah tipe pemimpin yang lalim dimana tidak segan-segan menjadikan pedang sebagai bahasa saat melihat rakyat tidak mengikuti titahnya.

Dalam riwayat disebutkan bahwa Hajjaj Bin Yusuf dan Al Walid adalah pemimpin yang disebut-sebut oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Menunaikan sholat dzuhur pada waktu maghrib dan sholat jumat di sore hari adalah kebiasaan keduanya.

Kedua amir ini tidak segan-segan membunuh orang yang sholat tidak sesuai seleranya hingga Atho Bin Abi Robah dan Sa’id Bin Jubair terpaksa sholat ashar sambil duduk dan isyarat padahal saat itu Hajjaj sedang menyampaikan shotbah jumat. Itu dilakukan karena khawatir dibunuh oleh penguasa ini.

Kondisi ini membuat Anas Bin Malik menangis sehingga dia berkata :

لاَ أَعْرِفُ شَيْئًا مِمَّا أَدْرَكْتُ إِلاَّ هَذِهِ الصَّلاَةَ ، وَهَذِهِ الصَّلاَةُ قَدْ ضُيِّعَتْ

Aku tidak mengetahui sesuatu yang aku dapati (pada masa rosululloh shollallohu alaihi wasallam) kecuali sholat ini. Sholat yang telah disia-siakan [HR Bukhori]

Anas juga berkata :

قَدْ جَعَلْتُمْ الظُّهْرَ عِنْدَ الْمَغْرِبِ أَفَتِلْكَ كَانَتْ صَلَاة رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟

Kalian menunaikan sholat dzuhur pada waktu maghrib. Apakah itu sholat rosululloh shollallohu alaihi wasallam ?


Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam Marah Karena Terlambat Sholat Ashar

Mengakhirkan Sholat (5)

Pada perang khondaq, nabi shollallohu alaihi wasallam mengikuti saran dari Salman Al Farisi. Parit digali agar orang kafir tidak bisa langsung menyerang kaum muslimin. Ini dilakukan karena jumlah musuh terlalu banyak, tidak seimbang dengan sedikitnya jumlah pasukan islam.

Target penggalian harus dicapai, agar saat musuh datang, parit sudah selesai digali. Hal itu membuat rosululloh shollallohu alaihi wasallam menunda pelaksanaan sholat ashar demi keselamatan kaum muslimin.

Rupanya saat matahari terbenam, parit baru purna digali. Untuk pertama kalinya, nabi shollallohu alaihi wasallam menunaikan sholat ashar pada waktu maghrib. Inilah yang membuat rosululloh shollallohu alaihi wasallam murka sehingga beliau bersabda :

عَنْ عَلِىٍّ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ الأَحْزَابِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَلأَ اللَّهُ قُبُورَهُمْ وَبُيُوتَهُمْ نَارًا كَمَا حَبَسُونَا وَشَغَلُونَا عَنِ الصَّلاَةِ الْوُسْطَى حَتَّى غَابَتِ الشَّمْسُ  

Dari Ali berkata : Ketika hari ahzab (perang khondaq), rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Semoga Alloh memenuhi kubur-kubur dan rumah-rumah mereka dengan api sebagaimana mereka menahan kita dan membuat kita tersibukkan dari sholat alwushtho (ashar) hingga matahari terbenam [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah]


Hubungan Antara Mengakhirkan Sholat Dengan Maksiat

Mengakhirkan Sholat (4)

Alloh berfirman :

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا  

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan [maryam : 59]

Pada ayat ini Alloh memadukan antara sikap menyia-nyiakan sholat dengan sikap menuruti hawa nafsu. Ibnu Mas’ud menafsirkan menyia-nyaiakan sholat dengan :

تأخيرها عن وقتها

Mengakhirkan sholat dari waktunya

Ini menunjukkan bahwa ketundukan seseorang kepada hawa nafsunya tidak bisa dipisahkan dengan sikap mengulur-ulurkan pelaksanaan sholat hingga keluar dari waktunya.


Mengakhirkan Sholat Adalah Bagian Dari Sifat Munafiq

Mengakhirkan Sholat (3)

Anas Bin Malik meriwayatkan :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ  تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً  

Dari Anas Bin Malik berkata : Aku mendengar rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Itulah sholat orang munafiq. Duduk menunggu matahari hingga ketika berada diantara dua tanduk setan, segera berdiri lalu menyelesaikan empat rokaat dengan cepat, tidak ingat kepada Alloh kecuali sedikit [HR Muslim, Ahmad, Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah]

Hadits di atas menunjukkan kelakuan orang munafiq. Mereka tidak menunggu waktu ashar tiba. Yang mereka tunggu adalah posisi matahari ketika hampir tenggelam. hal itu disebut oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam dengan posisi dua tanduk setan. Saat itulah mereka menunaikan sholat ashar sambil berpacu dengan tenggelamnya matahari.

Sholat seperti ini tentu akan ditunaikan dengan cepat yang berakibat ingatan kepada Alloh sangat sedikit


Ash Sholatu ‘Ala Waqtiha

Mengakhirkan Sholat (2)

Sebelum waktu sholat tiba, seorang muslim sudah berada di masjid. Dalam syariat, apa yang ia lakukan disebut dengan tahjir. Ditinjau waktu, sholat yang ditunaikannya masuk kategori ash sholatu ‘ala waqtiha (sholat tepat pada waktunya).

Alloh memuji perbuatan ini, bahkan dimasukkan ke dalam al ‘amal ahabbu ilalloh sebagaimana yang disabdakan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

عن عبد الله قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا وَبِرُّ الْوَالِدَيْنِ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ  

Dari Abdulloh berkata : Aku bertanya kepada rosululloh shollallohu alaihi wasallam : Amal apa yang paling dicintai Alloh Ta’ala ? Beliau bersabda : Sholat tepat pada waktunya, birrul walidain dan jihad fisabilillah Azza Wajalla [HR Bukhori, Muslim, Ahmad dan Nasa’i]

Hadits di atas memuat tiga amal, yaitu sholat tepat pada waktunya. Ini adalah sebaik-baik hablun minalloh dari seorang hamba. Kedua birrul walidain yang merupakan hablun minnas terbaik. Yang ketiga adalah jihad fisabilillah. Tidak akan kematian yang lebih mulia daripada mati di medan jihad.

Ketiga amal ini disejajarkan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam dalam penyebutan menunjukkan betapa agungnya ketiganya.


Waktu Sholat Sudah Ditentukan

Mengakhirkan Sholat (1)

Alloh berfirman :

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا  

Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman [annisa : 103]

Karena sudah ditentukan, maka tidak boleh menunaikannya sebelum waktunya. Juga tidak boleh meremehkannya sehingga menunaikan sholat setelah keluar dari waktu yang telah ditetapkan. Tentang ayat di atas, Imam Alusi berkata :

محدود الأوقات لا يجوز إخراجها عن أوقاتها في شيء من الأحوال   

Sudah ditentukan waktu-waktunya maka tidak boleh keluar dari waktunya sedikitpun dari semua kondisi.

Maroji’ :

Ruhul Ma’ani Fi Tafsir Al Quran Al Adzim Wassab’ul Matsani, Syihabuddin Mahmud Bin Abdulloh Al Husaini Al Alusi (maktabah syamilah) hal 95

 


Membaca Surat Khusus Pada Sholat-Sholat Tertentu


Kaedah Membaca Surat Setelah Alfatihah (11)
Dianjurkan membaca surat-surat khusus pada sholat-sholat tertentu, diantaranya :
1] Pada sholat shubuh di hari jumat
َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ اَلْفَجْرِ يَوْمَ اَلْجُمْعَةِ : (الم تَنْزِيلُ ) اَلسَّجْدَةَ  و (هَلْ أَتَى عَلَى اَلْإِنْسَانِ) )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam sholat Shubuh pada hari jum'at biasanya membaca (Alif Laam Mim Tanziil) Al-Sajadah dan (Hal ataa 'alal insaani). [Muttafaq Alaihi]
2] Pada sholat ied
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ قَالَ: ( كَانَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِي اَلْأَضْحَى وَالْفِطْرِ بِـ (ق), وَ (اقْتَرَبَتْ). )  أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu waqid al-Laitsi Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam sholat hari raya Fithri dan Adlha biasanya membaca surat Qof dan Iqtarabat [HR Muslim]
عَنِ اَلنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ: ( كَانَ يَقْرَأُ فِي اَلْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ: بِـ "سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اَلْأَعْلَى, وَ: هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ اَلْغَاشِيَةِ" )
Dari Nu'man Ibnu Basyir Radliyallaahu 'anhu berkata: Biasanya beliau pada sholat dua 'Id dan Jum'at membaca (Sabbihisma rabbikal a'laa) dan (Hal ataaka haditsul ghoosyiyah) [HR Muslim]
3] Pada sholat jumat
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْجُمُعَةِ سُورَةَ الْجُمُعَةِ, وَالْمُنَافِقِينَ )  رَوَاهُ مُسْلِم ٌ 
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada sholat Jum'at biasanya membaca surat al-Jumu'ah dan al-Munafiqun. [HR Muslim]
عَنِ اَلنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ: ( كَانَ يَقْرَأُ فِي اَلْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ: بِـ "سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اَلْأَعْلَى, وَ: هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ اَلْغَاشِيَةِ" )
Dari Nu'man Ibnu Basyir Radliyallaahu 'anhu berkata: Biasanya beliau pada sholat dua 'Id dan Jum'at membaca (Sabbihisma rabbikal a'laa) dan (Hal ataaka haditsul ghoosyiyah) [HR Muslim]
4] Pada sholat Fajar
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ  
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam dalam dua rakaat fajar membaca (Qul yaa ayyuhal kaafiruun) dan (Qul Huwallaahu Ahad) [HR Muslim]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ (قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا) وَالَّتِى فِى آلِ عِمْرَانَ ( تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ)
Dari Ibnu Abbas berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam biasa membaca di dua rokaat fajar quuluu aamannaa billaahi wamaa unzila ilainaa dan ayat yang ada di ali imron ta’aalauu ilaa kalimatin sawaa-in bainanaa wabainakum [HR Muslim]

Kaedah Surat Pada Sholat Tarawih


Kaedah Membaca Surat Setelah Alfatihah (10)
Sering terjadi pergesekan di antara umat islam tentang jumlah rokaat sholat tarawih di bulan ramadhan. Ada yang berpendapat 11 rokaat dan yang lain 21 rokaat. Kedua kubu saling menyalahkan bahkan menjurus kepada vonis.
Padahal bila ditelusuri secara dalil dan perkataan para ulama, keduanya benar bahkan Syaikh Abdulloh Abdurrohman Al Bassam berpendapat bahwa jumlah rokaat sholat tarawih tidak terbatas. Artinya kita bisa menunaikannya sebanyak-banyaknya sesuai kemampuan.
Berkenaan dengan jumlah rokaat 11 dan 21, Ibnu Taimiyyah menerangkan bahwa bagi yang memilih jumlah rokaat sedikit maka dianjurkan membaca surat-surat panjang. Sementara bagi yang menunaikan sholat dengan rokaat banyak, maka membaca surat-surat pendek.


Kaedah Umum Panjang Dan Pendeknya Bacaan Di Sholat Lima Waktu



Kaedah Membaca Surat Setelah Alfatihah (9)
Peringkat pertama panjangnya bacaan untuk sholat lima waktu adalah sholat shubuh lalu disusul oleh sholat dzuhur. Setelah itu ashar dan isya. Sementara maghrib sangat dianjurkan mengambil surat-surat pendek. Beberapa hadits di bawah ini bisa dijadikan acuan :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : ( كُنَّا نَحْزُرُ قِيَامَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي اَلظُّهْرِ وَالْعَصْرِ  فَحَزَرْنَا قِيَامَهُ فِي اَلرَّكْعَتَيْنِ اَلْأُولَيَيْنِ مِنْ اَلظُّهْرِ قَدْرَ : (الم تَنْزِيلُ) اَلسَّجْدَةِ . وَفِي اَلْأُخْرَيَيْنِ قَدْرَ اَلنِّصْفِ مِنْ ذَلِكَ . وَفِي اَلْأُولَيَيْنِ مِنْ اَلْعَصْرِ عَلَى قَدْرِ اَلْأُخْرَيَيْنِ مِنْ اَلظُّهْرِ  وَالْأُخْرَيَيْنِ مِنْ اَلظُّهْرِ  
Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah mengukur lama berdirinya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam sholat Dhuhur dan Ashar. Setelah kami ukur bahwa lama berdirinya dalam dua rakaat pertama sholat Dhuhur sekitar lamanya membaca (Alif Laam Mim. Tanziil) al-Sajadah. Dan dalam dua rakaat terakhir sekitar setengahnya dalam dua rakaat pertama sholat Ashar seperti dua rakaat terakhir sholat Dhuhur dan dua rakaat terakhir setengahnya [HR Muslim]
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ رضي الله عنه قَالَ : ( كَانَ فُلَانٍ يُطِيلُ اَلْأُولَيَيْنِ مِنْ اَلظُّهْرِ وَيُخَفِّفُ اَلْعَصْرَ وَيَقْرَأُ فِي اَلْمَغْرِبِ بِقِصَارِ اَلْمُفَصَّلِ وَفِي اَلْعِشَاءِ بِوَسَطِهِ وَفِي اَلصُّبْحِ بِطُولِهِ . فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ : "مَا صَلَّيْتُ وَرَاءِ أَحَدٍ أَشْبَهَ صَلَاةِ بِرَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ هَذَا )  . أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ 
Sulaiman Ibnu Yasar berkata: Ada seseorang yang selalu memanjangkan dua rakaat pertama sholat Dhuhur dan memendekkan sholat Ashar dia membaca surat-surat mufasshol yang pendek dalam sholat maghrib surat-surat mufasshol pertengahan dalam sholat Isya' dan surat-surat mufasshol yang panjang dalam sholat Shubuh. Kemudian Abu Hurairah berkata: Aku belum pernah sholat makmum dengan orang yang sholatnya lebih mirip dengan sholat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selain orang ini [HR Nasa'i]  
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَدْ فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ بِمَكَّةَ فَلَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ زَادَ مَعَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ إِلاَّ الْمَغْرِبَ فَإِنَّهَا وِتْرُ النَّهَارِ وَصَلاَةَ الْفَجْرِ لِطُولِ قِرَاءَتِهِمَا. قَالَ وَكَانَ إِذَا سَافَرَ صَلَّى الصَّلاَةَ الأُولَى
Dari Aisyah berkata : Sholat diwajibkan di Mekah, masing-masing dua rokaat. Ketika rosululloh shollallohu alaihi wasallam tiba di kota Madinah, beliau menambah sholat dua rokaat dengan dua rokaat lagi kecuali maghrib karena ia adalah witirnya siang dan sholat fajar karena panjangnya bacaan [HR Bukhori]
Imam Shon’ani berkata :
قَالَ الْعُلَمَاءُ : السُّنَّةُ أَنْ يَقْرَأَ فِي الصُّبْحِ وَالظُّهْرِ بِطِوَالِ الْمُفَصَّلِ ، وَيَكُونُ الصُّبْحُ أَطْوَلَ ، وَفِي الْعِشَاءِ وَالْعَصْرِ بِأَوْسَطِهِ ، وَفِي الْمَغْرِب بِقِصَارِهِ .قَالُوا : وَالْحِكْمَةُ فِي تَطْوِيلِ الصُّبْحِ وَالظُّهْرِ أَنَّهُمَا وَقْتَا غَفْلَةٍ بِالنَّوْمِ فِي آخِرِ اللَّيْلِ وَالْقَائِلَةِ ، فَطُولُهُمَا لِيُدْرِكَهُمَا الْمُتَأَخِّرُونَ لِغَفْلَةٍ أَوْ نَوْمٍ وَنَحْوِهِمَا ، وَفِي الْعَصْرِ لَيْسَتْ كَذَلِكَ ، بَلْ هِيَ فِي وَقْتِ الْأَعْمَالِ فَخُفِّفَتْ لِذَلِكَ ، وَفِي الْمَغْرِبِ لِضِيقِ الْوَقْتِ
Para ulama berkata : Sesuai sunnah pada sholat shubuh dan dzuhur membaca surat almufash-shol yang panjang. Shubuh lebih panjang dari dzuhur. Pada sholat isya dan ashar membaca surat pertengahan (antara panjang dan pendek) dan untuk maghrib dengan surat yang pendek. Mereka berkata : Hikmah dipanjangkannya shubuh dan dzuhur adalah karena keduanya berada pada waktu ghoflah (lalai) dari tidur di akhir malam dan qoilah (tidur siang). Panjangnya bacaan kedua sholat ini dimaksudkan agar orang-orang yang terlambat karena ghoflah (lalai) atau tidur dan sejenisnya masih bisa mengejar keduanya. Adapun sholat ashar, kondisinya tidak demikian. Ia adalah waktu bekerja maka sholat diringankan. Dan untuk sholat maghrib, dipendekkannya bacaan karena sempitnya waktu.
Maroji’ :
Subulussalam, Imam Shon’ani

Membaca Satu Surat Yang Sama Di Dua Rokaat


Kaedah Membaca Surat Setelah Alfatihah (8)
Hukumnya boleh sebagaimana yang dilakukan oleh nabi shollallohualaihi wasallam dalam salah saatu safarnya :
عَنْ مُعَاذِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْجُهَنِىِّ أَنَّ رَجُلاً مِنْ جُهَيْنَةَ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِى الصُّبْحِ (إِذَا زُلْزِلَتِ الأَرْضُ) فِى الرَّكْعَتَيْنِ كِلْتَيْهِمَا فَلاَ أَدْرِى أَنَسِىَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمْ قَرَأَ ذَلِكَ عَمْدًا
Dari Muadz Bin Abdulloh Aljuhani : Bahwa seorang laki-laki dari Juhainah mengabarkan kepadanya bahwa ia mendengar nabi shollallohu alaihi wasallam membaca surat pada sholat shubuh dengan idza zulzilatil ardlu di dua rokaat. Aku tidak mengetahui, apakah rosululloh shollallohu alaihi wasallam lupa ataukah membacanya dengan sengaja [HR Abu Daud]
Kalimat “ Aku tidak mengetahui, apakah rosululloh shollallohu alaihi wasallam lupa ataukah membacanya dengan sengaja “ adalah kesimpulan atau perkataan si perowi. Para ulama meyakini bahwa hal itu disengaja karena tidak mungkin nabi shollallohu alaihi wasallam lupa kecuali ada teguran dari Alloh.

Berdoa Di Sela-Sela Membaca Surat


Kaedah Membaca Surat Setelah Alfatihah (7)
Bacaan quran harus ditadaburi maknanya. Kalau ini dilakukan, maka telah tergabung di dalamnya amalan dzohir dan bathin. Mulut bergerak melafalkan bacaan, sementara hati bereaksi dan tertanam rasa takut dan harap.
Demikianlah tahajud rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Surat yang dibaca diiringi dengan doa sesuai dengan isi ayat. Dalam sebuah hadits disebutkan :
عَنْ حُذَيْفَةَ رضي الله عنه قَالَ : ( صَلَّيْتُ مَعَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَمَا مَرَّتْ بِهِ آيَةُ رَحْمَةٍ إِلَّا وَقَفَ عِنْدَهَا يَسْأَلُ وَلَا آيَةُ عَذَابٍ إِلَّا تَعَوَّذَ مِنْهَا  
Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku sholat bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setiap melewati bacaan ayat tentang rahmat beliau berhenti untuk berdoa meminta rahmat dan setiap melewati bacaan tentang adzab beliau berhenti untuk berdoa meminta perlindungan dari-Nya. [HR Imam Lima]  
Hadits ini sesuai dengan perkataan Aisyah dalam musnad Imam Ahmad :
قُمْت مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ التَّمَامِ فَكَانَ يَقْرَأُ بِالْبَقَرَةِ وَالنِّسَاءِ وَآلِ عِمْرَانَ ، وَلَا يَمُرُّ بِآيَةٍ فِيهَا تَخْوِيفٌ إلَّا دَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَاسْتَعَاذَ ، وَلَا يَمُرُّ بِآيَةٍ فِيهَا اسْتِبْشَارٌ إلَّا دَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَرَغَّبَ إلَيْهِ
Aku berdiri bersama rosululloh shollallohu alaihi pada malam sempurna (di musim dingin dimana panjang malamnya sempurna, yaitu 12 jam). Beliau membaca surat albaqoroh, annisa dan ali imron. Tidaklah beliau melewati ayat yang di dalamnya berisi takhwif (menakut-nakuti dengan adzab) kecuali berdoa dan memohon perlindungan kepada Alloh Azza Wajalla. Dan Tidaklah beliau melewati ayat yang berisi kabar gembira kecuali berdoa dan berharap untuk meraihnya kepada Alloh Azza Wajalla
Sementara Auf Bin Malik memberi kesaksian :
قُمْت مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَدَأَ فَاسْتَاكَ وَتَوَضَّأَ ، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى ، فَاسْتَفْتَحَ الْبَقَرَةَ لَا يَمُرُّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ إلَّا وَقَفَ ، فَسَأَلَ ، وَلَا يَمُرُّ بِآيَةِ عَذَابٍ إلَّا وَقَفَ وَتَعَوَّذَ
Aku berdiri bersama rosululloh shollallohu alaihi. Beliau memulai dengan bersiwak dan berwudlu lalu berdiri untuk sholat. Beliau memulainya dengan surat albaqoroh. Tidaklah beliau melewati ayat rahmat kecuali berhenti untuk meminta dan tidaklah beliau melewati ayat adzab kecuali berhenti dan memohon perlindungan [HR Nasa’i dan Abu Daud]
Lalu bagaimana bunyi doa berkenaan ayat yang berisi ancaman dan kabar gembira ? Imam Shonani menjawab dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :
أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ النَّارِ وَيْلٌ لِأَهْلِ النَّارِ
Aku berlindung kepada Alloh dari neraka karena celakalah penghuni neraka
Maroji’ :
Subulussalam, Imam Shon’ani 2/125

Memanjangkan Bacaan Dan Memendekkannya Dengan Melihat Situasi Dan Kondisi


Kaedah Membaca Surat Setelah Alfatihah (6)
Terkadang rosululloh shollallohu alaihi wasallam memanjangkan bacaan surat saat menunaikan sholat, dalam kesempatan lain beliau pilih surat-surat pendek. Tahajud yang beliau tunaikan membuat kaki bengkak. Ini menunjukkan lamanya berdiri beliau untuk membaca surat yang sangat panjang. Termasuk sholat shubuh sebagaiamana yang disampaikan oleh Aisyah :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَدْ فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ بِمَكَّةَ فَلَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ زَادَ مَعَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ إِلاَّ الْمَغْرِبَ فَإِنَّهَا وِتْرُ النَّهَارِ وَصَلاَةَ الْفَجْرِ لِطُولِ قِرَاءَتِهِمَا. قَالَ وَكَانَ إِذَا سَافَرَ صَلَّى الصَّلاَةَ الأُولَى
Dari Aisyah berkata : Sholat diwajibkan di Mekah, masing-masing dua rokaat. Ketika rosululloh shollallohu alaihi wasallam tiba di kota Madinah, beliau menambah sholat dua rokaat dengan dua rokaat lagi kecuali maghrib karena ia adalah witirnya siang dan sholat fajar karena panjangnya bacaan [HR Bukhori]
Pada suatu waktu, nabi shollallohu alaihi wasallam pernah berniat memanjangkan bacaan, akan tetapi beliau urungkan karena suatu sebab sebagaimana penuturan dari Abu Qotadah :
عَنْ أَبِى قَتَادَةَ الأَنْصَارِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنِّى لأَقُومُ إِلَى الصَّلاَةِ وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا ، فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِىِّ ، فَأَتَجَوَّزُ فِى صَلاَتِى كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ  
Dari Abu Qotadah Al Anshoriy berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya aku berniat untuk sholat dan aku berniat memanjangkan bacaannya. Tiba-tiba aku mendengar suara tangisan bayi. Maka aku pendekkan bacaanku karena aku tidak ingin menyusahkan ibunya [HR Bukhori]
Tentang panjang dan pendeknya bacaan, Imam Nawawi berkata :
قَالَ الْعُلَمَاء : كَانَتْ صَلَاة رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَخْتَلِف فِي الْإِطَالَة وَالتَّخْفِيف بِاخْتِلَافِ الْأَحْوَال ، فَإِذَا كَانَ الْمَأْمُومُونَ يُؤْثِرُونَ التَّطْوِيل ، وَلَا شُغْل هُنَاكَ لَهُ وَلَا لَهُمْ طُول ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ كَذَلِكَ خَفَّفَ ، وَقَدْ يُرِيد الْإِطَالَة ثُمَّ يَعْرِض مَا يَقْتَضِي التَّخْفِيف كَبُكَاءِ الصَّبِيّ وَنَحْوه
Para ulama berkata : Panjang dan pendeknya sholat rosululloh shollallohu alaihi wasallam disesuaikan dengan kondisi. Bila makmum mengingkan panjang sementara tidak ada kesibukan baik dari beliau dan mereka, maka bacaan dipanjangkan. Bila kondisinya tidak demikian maka beliau ringankan bacaannya. Terkadang beliau menginginkan bacaan panjang lalu ada kejadian yang membuat beliau harus meringankan bacaan seperti tangisan bayi dan semisalnya (maka beliau pendekkan bacaannya)
Maroji’ :
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 2/201


Diperbolehkan Selalu Menyisipkan Surat Al Ikhlas Di Tiap Rokaat


Kaedah Membaca Surat Setelah Alfatihah (5)
Seorang imam memimpin sholat fardlu. Setelah selesai membaca alfatihah, dia baca surat al ikhlash dan surat alqori’ah. Pada rokaat kedua setelah alfatihah, ia kembali membaca al ikhlash, lalu dilanjutkan dengan surat attakatsur.
Bila dilakukan setiap sholat hukumnya boleh. Hal ini pernah terjadi di masjid quba saat rosululloh shollallohu alaihi wasallam masih hidup sebagaimana yang diceritakan oleh Anas Bin Malik :
عَنْ أَنَسٍ رضى الله عنه كَانَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِى مَسْجِدِ قُبَاءٍ ، وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِى الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ افْتَتَحَ بِپ ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ، ثُمَّ يَقْرَأُ سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا ، وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ ، فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ، ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى ، فَإِمَّا أَنْ تَقْرَأَ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِأُخْرَى . فَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا ، إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ ، وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ . وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ ، وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ ، فَلَمَّا أَتَاهُمُ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ فَقَالَ « يَا فُلاَنُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ  فَقَالَ إِنِّى أُحِبُّهَا . فَقَالَ  حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ  
Dari Anas rodliyallohu anhu : Seorang anshor biasa menjadi imam di Masjid quba. Setiap memulai surat, ia membacakan untuk mereka dalam sholat. Yang biasa dia baca adalah memulainya dengan “ qulhuwallohu ahad “ hingga selesai lalu membaca surat lain bersama surat itu (al ikhlash). Dia selalu melakukan hal itu di tiap rokaat. Para sahabatnya mengajaknya bicara. Mereka berkata “ Sesungguhnya engkau selalu membuka dengan surat ini lalu engkau tidak menilai cukup hingga engkau membaca surat lain. Silahkan engkau membacanya atau meninggalkannya dan engkau baca surat lain. Orang itu berkata : Aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian mau, aku mengimami kalian dengan apa yang sudah aku lakukan. Jika kalian tidak suka, aku akan meninggalkan kalian. Mereka menilai bahwa orang ini adalah orang yang paling utama diantara mereka. Mereka tidak mau bila ada orang yang mengimami mereka selain orang itu. Ketika nabi shollallohualaihi wasallam mendatangi mereka, mereka mengabarkan hal itu. Beliau bersabda : Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk melakukan apa yang diminta sahabat-sahabatmu dan apa yang mendorongmu untuk selalu melazimi surat ini di setiap rokaat ? Ia berkata : Aku mencintainya. Beliau bersabda : Cintamu kepadanya akan memasukkanmu ke dalam aljannah [HR Bukhori, Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi]
Ibnu Bathol berkata tentang hadits di atas :
فدل ذلك على جواز فعله ولو لم يجز لبين له ذلك؛ لأنه بعث معلمًا
Ini menunjukkan akan bolehnya perbuatan itu. Seandainya tidak boleh tentu beliau menjelaskan hal itu karena beliau diutus sebagai pengajar
Maroji’ :
Syarh Ibnu Bathol 3/486

Membaca Surat Tidak Mesti Sesuai Dengan Tertib Urutan Dalam Mush-haf


Kaedah Membaca Surat Setelah Alfatihah (4)
Ali Bin Abi Tholib meriwayatkan tentang witir rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ عَلِىٍّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُوتِرُ بِتِسْعِ سُوَرٍ مِنَ الْمُفَصَّلِ قَالَ أَسْوَدُ يَقْرَأُ فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى (أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ) وَ ( إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ) وَ ( إِذَا زُلْزِلَتِ الأَرْضُ) وَفِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ (وَالْعَصْرِ) وَ (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ) وَ (إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ) وَفِى الرَّكْعَةِ الثَّالِثَةِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ ( تَبَّتْ يَدَا أَبِى لَهَبٍ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ )
Dari Ali berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam menunaikan witir dengan sembilan surat almufash-shol. Aswad berkata : Beliau membaca di rokaat pertama alhakumuttakatsur, innaa anzalnaahu fii lailatilqodr dan idza zulzilatil ardlu. Pada rokaat kedua surat wal ashri, idzaa jaa anushrullohi walfathu dan innaa a’thoinaakal kautsar. Dan di rokaat ketiga qulyaa ayyuhal kaafiruun, tabbat yadaa abii lahab dan qulhuwallohu ahad [HR Ahmad]
Pada rokaat pertama dan kedua, terlihat rosululloh shollallohualaihi wasallam tidak membaca surat sesuai dengan tertib urutan. Pada rokaat pertama, beliau membaca surat attakatsur, alqodr dan alzalzalah. Sedang di rokaat kedua, surat yang dibaca adalah al ashr, annashr dan alkutsar.
Bukti lain adalah hadits yang bersumber dari Hudzaifah Al Yaman :
عن أبي عبد الله حُذَيفَةَ بنِ اليمانِ رضي الله عنهما ، قَالَ : صَلَّيْتُ مَعَ النَّبيّ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ لَيلَةٍ فَافْتَتَحَ البقَرَةَ ، فَقُلْتُ : يَرْكَعُ عِنْدَ المئَةِ ، ثُمَّ مَضَى . فَقُلْتُ : يُصَلِّي بِهَا في ركعَة فَمَضَى، فقُلْتُ : يَرْكَعُ بِهَا ، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ، ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا ، يَقرَأُ مُتَرَسِّلاً : إِذَا مَرَّ بآية فِيهَا تَسبيحٌ سَبَّحَ ، وَإذَا مَرَّ بسُؤَالٍ سَأَلَ ، وَإذَا مَرَّ بتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ ، ثُمَّ رَكَعَ  
Dari Abu Abdillah Hudzaifah Bin Yaman rodliyallohu anhuma berkata : Aku sholat bersama nabi shollallohu alaihi wasallam pada suatu malam. Beliau membuka dengan surat albaqoroh. Aku berkata : Semoga beliau ruku pada ayat ke seratus. Lalu beliau tetap meneruskan (setelah ayat ke seratus). Aku berkata : Semoga beliau sholat dengan surat albaqoroh dalam satu rokaat. Aku berkata : Beliau ruku setelah selesai dari surat albaqoroh. Setelah itu beliau membuka surat annisa. Beliau membacanya hingga selesai. Setelah itu beliau membuka dengan surat ali imrom. Beliau membacanya hingga selesai. Beliau membacanya dengan tarossul (tidak cepat). Bila bertemu ayat di dalamnya disebut tasbih maka beliau bertasbih. Bila bertemu ayat berisi doa, beliau berdoa dan bila ada ayat berisi memohon perlindungan, beliau memohon perlindungan. Setelah itu beliau ruku [HR Muslim dan Nasa’i]
Pada hadits ini, kita ketahui bahwa rosululloh shollallohu laihi wasallam membaca albaqoroh. Selanjutnya annisa dan ali imron. Ini menunjukkan bahwa beliau membaca ketiga surat ini tidak sesuai dengan tertib surat dalam mush-haf. Imam Nawawi berkata :
وَاَلَّذِي نَقُولهُ : إِنَّ تَرْتِيب السُّوَر لَيْسَ بِوَاجِبٍ فِي الْكِتَابَة وَلَا فِي الصَّلَاة وَلَا فِي الدَّرْس وَلَا فِي التَّلْقِين وَالتَّعْلِيم
Kami katakan, sesungguhnya tertib surat tidaklah wajib, baik dalam penulisan, sholat, pelajaran, talqin dan pengajaran
Dalam hasyiyah Assindi :
مُقْتَضَاهُ عَدَمُ لُزُومِ التَّرْتِيبِ بَيْن السُّوَر فِي الْقِرَاءَةِ
Menunjukkan tidak wajibnya melaksanakan tertib surat saat membaca
Maroji’ :
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 3/123
Syarh Sunan Nasa’i 3/97