Furqu’atul Ashobi’



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (36)

Yaitu menarik sendi tulang hingga terdengar bunyi. Biasanya dilakukan pada jari-jari kaki dan tangan atau leher. Memang ada sensasi nyaman, akan tetapi kalau dilakukan dalam sholat tentu perbuatan ini dilarang karena akan menghilangkan kekhusyuan.

Syu’bah pernah melakukannya dan akhirnya mendapat teguran dari tuannya yang sekaligus gurunya, yaitu Ibnu Abbas :

عَنْ شُعْبَةَ مولى إبن عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّيْتُ إلَى جَنْبِ إبْنِ عَبَّاسٍ فَفَقَعْتُ أَصَابِعِيّ فَلَمَّا قَضَيْتُ الصَّلاَةَ قَالَ لاَ أُمَّ لَكَ أَتَفْقَعُ أصَابِعَكَ وَأنْتَ فِي الصَّلاَةِ

Dari Syu’bah maula Ibnu Abbas berkata : Aku pernah sholat di samping Ibnu Abbas lalu aku menarik jemariku. Ketika aku sudah menyelasaikan sholat, ia berkata : Semoga engkau tidak memiliki ibu (ungkapan teguran) ! Apakah engkau menarik jari-jarimu sementara engkau berada dalam sholat ?

Maroji’ :

Shohih Fiqih Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid 1/357


Bertepuk Bagi Wanita



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (35)

Kesalahan imam wajib ditegur oleh seluruh jamaah. Untuk kaum laki-laki dengan bertasbih (mengucapkan subhaanalloh) sedangkan wanita dengan bertepuk sebagaimana sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

وَإِنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ

Sesungguhnya attashfiq (bertepuk) tidak lain hanya untuk wanita [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majah]

وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ

Sesungguhnya attashfih (bertepuk) tidak lain hanya untuk wanita [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i] 

Kata bertepuk, ditampilkan dua istilah oleh nabi shollallohu alaihi wasallam, yaitu attshfiq dan attsafih. Apa perbedaan keduanya ? Ibnu Rojab Alhambali berkata :

وقيل : التصفيق : ضرب بباطن الراحة على الأخرى . والتصفيح : الضرب بظاهر الكف على ظهر الأخرى

Ada yang mengatakan bahwa atashfiq adalah memukul perut telapak tangan ke perut telapak tangan lainnya. Adapun attashfih adalah memukul punggung telapak tangan ke punggung telapak tangan lainnya

Ada juga yang berpendapat yang dimaksud bertepuk adalah memukul telapak tangan ke paha sebagaimana teguran para sahabat kepada Muawiyah Bin Hakam Assulami yang berkata-kata dalam sholatnya

فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ

Mereka memukulkan tangan-tangan mereka ke paha-paha mereka [HR Muslim, Ahmad, Nasa’i, Darimi dan Ibnu Khuzaimah]

Imam Ibnu Rojab Alhambali memiliki padangan tambahan tentang hukum bertasbih bagi kaum wanita. Ia berkata :

وإنما تصفق المرأة إذا كان هناك رجال .فأما إن لم يكن معها غير النساء ، فقد سبق أن عائشة سبحت لأختها أسماء في صلاة الكسوف ، فإن المحذور سماع الرجال صوت المرأة ، وهو مأمون هاهنا ، فلا يكره للمرأة أن تسبح للمرأة في صلاتها . ويكره أن تسبح مع الرجال

Perintah bertepuk bagi wanita bila di sana ada kaum laki-laki. Adapun bila tidak ada diantara mereka selain wanita, maka diperbolehkan. Sebagaimana yang sudah disebut sebelumnya bahwa Aisyah bertasbih untuk saudarinya Asma pada saat sholat gerhana. Yang dilarang adalah laki-laki mendengar suara wanita. Dalam kondisi ini, aman maka tidak dilarang bagi wanita untuk bertasbih dalam sholatnya. Tasbih dilarang bila wanita ada bersama kaum laki-laki.

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Rojab Alhambali 7/152

Mengusap Pasir Dari Wajah



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (34)

Pada masa rosululloh shollallohu alaihi wasallam, lantai masjid masih berupa tanah atau pasir sehingga siapa saja yang bersujud maka dua benda ini akan menempel di dahi. Hal ini membuat sebagian sahabat selalu menyeka wajah untuk membersihkan kotoran yang ada di dahi. Kepada mereka yang melakukannya, rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فِي اَلصَّلَاةِ فَلَا يَمْسَحِ اَلْحَصَى  فَإِنَّ اَلرَّحْمَةَ تُوَاجِهُهُ رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَزَادَ أَحْمَدُ : وَاحِدَةً أَوْ دَعْ

Dari Abu Dzar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Jika seseorang di antara kamu mendirikan sholat maka janganlah ia mengusap butir-butir pasir (yang menempel pada dahinya) karena rahmat selalu bersamanya [HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah] Ahmad menambahkan : Usaplah sekali atau biarkan.

Ibnu Rojab Alhambali membagi mengusap wajah untuk membersihkan kotoran menjadi dua bagian :

Pertama : Abatsan (sia-sia)

Maknanya melakukannya di setiap selesai sujud. Imam Shon’ani menyebut perbuatan ini menyebabkan hilangnya kekhusyuan

Kedua : Hukumnya boleh

Karena butiran pasir yang menempel di dahi mengganggu atau membuat sakit kulit. Kalau toh dilakukan, syariat membolehkan menyekanya akan tetapi cukup sekali saja.

Selain menghilangkan kekhusyuan, menyeka dahi dari butiran pasir dan debu dimakruhkan karena di dalamnya terkandung keberkahan. Keberkahan apa yang dimaksud ? Abu Sholih berkata :

إِذَا سَجَدْت فَلَا تَمْسَحْ الْحَصَى فَإِنَّ كُلَّ حَصَاةٍ تُحِبُّ أَنْ يُسْجَدَ عَلَيْهَا

Bila engkau sujud, maka janganlah menyeka butiran pasir karena setiap butiran pasir berharap dirinya untk disujudi [HR Ibnu Abi Syaibah]

Para ulama menghukumi haram perbuatan ini kecuali kalau dilakukan sebelum pelaksanaan sholat.

Maroji’ :

Subulussalam, Imam Shon’ani 2/18

Memegang Mushaf



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (33)

Saat sholat tarawih, tidak sedikit jamaah di masjidil harom memegang mushaf. Ketika ruku, mereka akan memasukkannya ke saku. Boleh jadi di sebagian masjid, ada imam yang membawakan surat-surat panjang dengan cara memegang dan melihat ke arah mushaf.

Sebagian ulama memperbolehkannya. Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid menyitir riwayat dari Qosim :

عن القاسم أن عائشة كانت تَقْرَأُ فِي الْمُصْحَفِ فَتُصَلِّي فِي رمضان

Dari Qosim : Bahwa Aisyah membaca mushaf saat sholat di bulan romadlon [HR Abdurrozaq]

Pada riwayat lain disebutkan :

وقال القاسم : كَانَ يَؤُمُّ عَائِشَةَ عَبْدٌ يَقْرَأُ فِى الْمُصْحَفِ

Qosim berkata : Aisyah pernah sholat dipimpin oleh seorang budak yang membaca lewat mushaf [HR Bukhori, ta’liq]

Dalam kitab almuntaqo disebutkan :

أَنَّ ذَكْوَانَ هَذَا كَانَ يَقْرَأُ فِي الْمُصْحَفِ وَقَدْ قَالَ مَالِكٌ لَا بَأْسَ أَنْ يَؤُمَّ نَظَرًا مَنْ لَا يَحْفَظُ

Bahwa Dzakwan membaca mushaf dan Imam Malik berkata : Tidak mengapa seseorang menjadi imam sambil melihat mushaf bagi yang belum hafal

Maroji’ :

Almuntaqo Syarh Almuwatho 1/269

Shohih Fiqih Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid 1/351

Menghalangi Orang Yang Akan Lewat



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (32)

Pada dasarnya seorang yang sedang menunaikan sholat, ia berada di depan Robnya untuk bermunajat (bercakap-cakap). Lewat di depannya adalah sikap tidak sopan. Oleh karena itu ada hak baginya untuk menghalangi orang yang bersangkutan. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم  إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنْ اَلنَّاسِ  فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ  فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ  فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ فَإِنَّ مَعَهُ اَلْقَرِينَ  

Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Apabila seseorang di antara kamu sholat dengan memasang sutroh (pembatas) yang membatasinya dari orang-orang lalu ada seseorang yang hendak lewat di hadapannya maka hendaklah ia mencegahnya. Bila tidak mau bunuhlah dia sebab dia sesungguhnya adalah setan. Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa dia bersama setan.

Hadits di atas memberi pelajaran kepada kita tentang haramnya melewati orang yang sedang menunaikan sholat. Ada hak untuk mencegahnya bagi siapa saja yang memiliki sutroh di depannya. Lalu bagaimana dengan kalimat “ bunuhlah “ pada hadits di  atas ? Imam Nawawi berkata :

أَنَّهُ يَرُدّهُ إِذَا أَرَادَ الْمُرُور بَيْنه وَبَيْن سُتْرَته بِأَسْهَل الْوُجُوه ، فَإِنْ أَبَى فَبِأَشَدِّهَا ، وَإِنْ أَدَّى إِلَى قَتْله فَلَا شَيْء عَلَيْهِ كَالصَّائِلِ عَلَيْهِ لِأَخْذِ نَفْسه أَوْ مَاله ، وَقَدْ أَبَاحَ لَهُ الشَّرْع مُقَاتَلَته ، وَالْمُقَاتَلَة الْمُبَاحَة لَا ضَمَان فِيهَا

Ada hak baginya untuk menghalangi orang yang hendak melewati di depannya dengan cara yang paling ringan. Bila enggan, boleh diberi sikap lebih keras meski menyebabkan kematian. Hal itu tidak dosa baginya seperti orang yang membela diri saat nyawa dan hartanya terancam. Syariat membolehkannya untuk membunuhnya. Membunuh yang diperbolehkan tentu tidak ada tanggungan hukum baginya

Maroji’ :

Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 2/260


Tangan Menggaruk Tubuh Yang Gatal



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (31)

Tubuh gatal saat sholat adalah mengganggu. Membiarkannya akan mengganggu kekhusyuan sholat. Ali biasa melakukannya sebagaimana yang dikatakan oleh Jarir Adl Dlobbiy :

كان عليّ إذَا قامَ فِى الصَّلاةِ وَضَعَ يَمِيْنَهُ على رُسْغِ يَسَارِهِ ولا يَزَالُ كذالِكَ حَتَّى يَرْكَعَ إلاّ أنْ يُصْلِحَ ثَوْبَهُ أوْ يَحُكَّ جَسَدَهُ

Bila Ali berdiri untuk sholat, meletakkan tangan kanan atas pergelangan tangan kiri. Posisi itu terus berlangsung hingga ia ruku’ kecuali bila ia membetulkan posisi pakaiannya atau menggaruk tubuhnya [HR Ibnu Abu Syaibah]

Ibnu Hajar Al Atsqolani mengomentari apa yang dilakukan oleh Ali dengan berkata :

لِأَنَّ دَفْعَ مَا يُؤْذِي اَلْمُصَلِّي يُعِينُ عَلَى دَوَامِ خُشُوعِهِ اَلْمَطْلُوبِ فِي اَلصَّلَاةِ

Karena mengatasi apa yang mengganggu orang yang sedang menunaikan sholat membantu untuk menjaga tetapnya kekhusyuan yang dituntut dalam sholat

Sementara Ibnu Rojab, menyitir perkataan Sufyan Ats Tsauri :

وعند أصحابنا : كل عمل يسير يعرض في الصلاة لحاجة فلا يكره

Menurut sahabat-sahabat kami bahwa setiap gerakan ringan yang terjadi dalam sholat untuk satu keperluan tidak dimakruhkan

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 4/203

Fathul Bari, Ibnu Rojab Alhambali 7/146


Membunuh Binatang Membahayakan



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (30)

Terkadang keamanan kita saat sholat terancam. Binatang berbisa datang dengan tiba-tiba hingga terpaksa kita mengusirnya atau bahkan membunuhnya. Dalam kondisi seperti ini, nabi shollallohu alaihi wasallam memberi petunjuk :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم  اُقْتُلُوا اَلْأَسْوَدَيْنِ فِي اَلصَّلَاةِ  اَلْحَيَّةَ وَالْعَقْرَبَ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Bunuhlah dua binatang hitam dalam sholat yaitu ular dan kalajengking [HR Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Mengomentari hadits di atas, Sufyan Ats Tsauri berkata :

لابأس أن يقتل الرجل في صلاته الحية والعقرب والزنبور والبعوضة والبق والقمل ، وكل ما يؤذيه

Tidak mengapa bagi seseorang dalam sholatnya membunuh ular, kalajengking, kumbang, nyamuk dan kutu serta apa saja yang mengganggu

Lalu bagaimana dengan hadits :

إِنَّ فِي الصَّلَاةِ لَشُغْلًا

Sesungguhnya dalam sholat benar-benar ada kesibukan (dengan Alloh) [HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah]

اُسْكُنُوا فِي الصَّلَاةِ

Bersikap tenanglah dalam sholat [HR Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i]

Seolah dua hadits di atas melarang kita untuk melakukan banyak gerakan dalam sholat. Hal ini bisa dijawab, bahwa melakukan gerakan dalam sholat bila dibutuhkan maka hal itu hukumnya boleh. Penulis tuhfatul ahwadzi menyebut beberapa contoh :

كَحَدِيثِ حَمْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأُمَامَةَ . وَحَدِيثِ : خَلْعِهِ لِلنَّعْلِ ، وَحَدِيثِ : صَلَاتِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَنُزُولِهِ لِلسُّجُودِ وَرُجُوعِهِ بَعْدَ ذَلِكَ ، وَحَدِيثِ أَمْرِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِدَرْءِ الْمَارِّ وَإِنْ أَفْضَى إِلَى الْمُقَاتَلَةِ ، وَحَدِيثِ مَشْيِهِ لِفَتْحِ الْبَابِ

Seperti hadits nabi shollallohu alaihi wasallam menggendong Umamah, hadits melepas sendal, hadits sholat nabi shollallohu alaihi wasallam di atas mimbar dan turunnya beliau saat sujud dan kembali ke mimbar setelah itu, hadits perintah nabi shollallohu alaihi wasallam untuk menghalangi orang yang akan lewat di depan orang sholat meski menyebabkan kematian dan hadits berjalannya beliau untuk membuka pintu

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Rojab Alhambali 7/166

Tuhfatul Ahwadzi 1/422

Menggendong Anak



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (29)

Saat memimpin sholat dzuhur atau ashar, nabi shollallohu alaihi wasallam menggendong Umamah cucu beliau dari Zainab. Beberapa hadits di bawah ini menceritakan bagaimana beliau sholat sambil menggendong sang bayi :

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتِ زَيْنَبَ  فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا  وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَلِمُسْلِمٍ  وَهُوَ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ فِي اَلْمَسْجِدِ 

Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu berkata : Pernah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat sambil menggendong Umamah putri Zainab. Jika beliau sujud beliau meletakkannya dan jika beliau berdiri beliau menggendongnya. [Muttafaq Alaihi] Dalam riwayat Muslim : Sedang beliau mengimami orang.

عَنْ أَبِى قَتَادَةَ الأَنْصَارِىِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِى الْعَاصِ وَهْىَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنَ السُّجُودِ أَعَادَهَا.

Dari Abu Qotadah Al Anshoriyy berkata : Aku melihat nabi shollallohu alaihi wasallam mengimami manusia sedangkan Umamah Binti Abul Ash puteri dari Zainab Binti nabi shollalohu alaihi wasallam di atas pundaknya. Bila ruku, beliau meletakkannya dan bila bangkit dari sujud beliau menggendongnya kembali [HR Muslim]

عَنْ أَبِى قَتَادَةَ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ نَنْتَظِرُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لِلصَّلاَةِ فِى الظُّهْرِ أَوِ الْعَصْرِ وَقَدْ دَعَاهُ بِلاَلٌ لِلصَّلاَةِ إِذْ خَرَجَ إِلَيْنَا وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِى الْعَاصِ بِنْتُ ابْنَتِهِ عَلَى عُنُقِهِ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِى مُصَلاَّهُ وَقُمْنَا خَلْفَهُ وَهِىَ فِى مَكَانِهَا الَّذِى هِىَ فِيهِ قَالَ فَكَبَّرَ فَكَبَّرْنَا قَالَ حَتَّى إِذَا أَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَرْكَعَ أَخَذَهَا فَوَضَعَهَا ثُمَّ رَكَعَ وَسَجَدَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْ سُجُودِهِ ثُمَّ قَامَ أَخَذَهَا فَرَدَّهَا فِى مَكَانِهَا فَمَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصْنَعُ بِهَا ذَلِكَ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ حَتَّى فَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ.

Dari Abu Qotadah berkata : Ketika kami menunggu rosululloh shollallohu alaihi wasallam untuk sholat pada waktu dzuhur atau ashar dan Bilal sudah mengumandangkan sholat. Tiba-tiba beliau keluar menuju kami sementara Umamah Binti Abul Ash, cucu beliau dari puterinya ada di atas lehernya. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam di tempat sholatnya dan kami berdiri di belakangnya dan Umamah ada di tempatnya . Beliau bertakbir, kamipun ikut bertakbir hingga ketika rosululloh shollallohu alaihi wasallam hendak ruku, beliau mengambilnya lalu meletakkannya. Setelah itu beliau ruku’ dan sujud hingga selesai dari sujudnya, beliau berdiri seraya mengambilnya dan menempatkannya di tempat semula. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam terus melakukannya di setiap rokaat hingga selesai dari sholatnya [HR Abu Daud]

Tiga riwayat di atas menunjukkan bolehnya menggendong anak saat sholat meski harus melakukan beberapa kali gerakan berupa menggendong, meletakkan dan kembali mengambil dan menggendongnya. Apa yang beliau lakukan bukan tanpa maksud. Masyarakat Jahiliyyah menganggap hina anak perempuan hingga tidak terhitung bayi-bayi perempuan mereka kubur dalam keadaan hidup. Sengaja rosululloh shollallohu alaihi wasallam menggendong cucu perempuannya untuk menunjukkan pemuliaan islam kepada anak wanita. Alfakihani berkata :

وَكَأَنَّ السِّرَّ فِي حَمْلِهِ أُمَامَة فِي الصَّلَاةِ دَفْعًا لِمَا كَانَتْ الْعَرَبُ تَأْلَفُهُ مِنْ كَرَاهَةِ الْبَنَاتُ وَحَمْلِهِنَّ ، فَخَالَفَهُمْ فِي ذَلِكَ حَتَّى فِي الصَّلَاةِ لِلْمُبَالَغَةِ فِي رَدْعِهِمْ ، وَالْبَيَانُ بِالْفِعْلِ قَدْ يَكُونُ أَقْوَى مِنْ الْقَوْلِ

Rahasia digendongnya Umamah dalam sholat seolah sebagai bantahan terhadap sikap bangsa Arab yang membenci anak-anak perempuan dan sikap tidak mau menggendongnya. Beliau menyelisihi mereka dalam masalah ini dengan menggendongnya saat sholat untuk menunjukkan kesungguhan beliau dalam menolak sikap mereka. Memberi penjelasan dengan perbuatan terkadang lebih kuat pengaruhnya dari ucapan

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 2/276

Menggeser Kaki Yang Melintang





Kedudukan Tangan Dalam Sholat (28)

Hukumnya boleh. Inilah yang dilakukan oleh nabi shollallohu alaihi terhadap Aisyah :

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَرِجْلاَىَ فِى قِبْلَتِهِ ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِى ، فَقَبَضْتُ رِجْلَىَّ ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا . قَالَتْ وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ

Dari Aisyah, bahwa ia berkata : Aku tidur di depan rosululloh shollallohu alaihi wasallam sementara kedua kakiku melintang di arah kiblatnya. Apabila sujud, beliau menggeserku lalu aku merapatkan kedua kakiku. Apabila beliau berdiri, aku kembali membentangkan keduanya. Dan rumah-rumah saat itu tidak ada penerang di dalamnya [HR Bukhori, Muslim, Malik, Ahmad, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi]

Melepas Sendal Atau Sepatu



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (27)

Memakai alas kaki berupa sendal atau sepatu saat sholat adalah dianjurkan terlebih kalau itu dilakukan sebagai sikap menyelisihi kaum yahudi :

عَنْ يَعْلَى بْنِ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَالِفُوا الْيَهُودَ فَإِنَّهُمْ لاَ يُصَلُّونَ فِى نِعَالِهِمْ وَلاَ خِفَافِهِمْ  

Dari Ya’la bin Syadad bin Aus dari bapaknya, berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Berbedalah dengan orang yahudi ! Karena mereka tidak menunaikan sholat dengan sendal-sendal dan sepatu-sepatu mereka [HR Abu Daud]

Memakai keduanya, saat ini bisa dilakukan pada acara outbond atau para mujahid di medan jihadnya. Bagaimana bila didapati bahwa di bawah alas kaki ada najis ? Kalau itu diketahui ketika sholat sedang ditunaikan, maka harus melepaskannya saat itu juga. Abu Sa’id Alkhudzriyyi berkata :

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَلَّى فَخَلَعَ نَعْلَيْهِ فَخَلَعَ النَّاسُ نِعَالَهُمْ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ  لِمَ خَلَعْتُمْ نِعَالَكُمْ. فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ رَأَيْنَاكَ خَلَعْتَ فَخَلَعْنَا. قَالَ  إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِى فَأَخْبَرَنِى أَنَّ بِهِمَا خَبَثاً فَإِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقْلِبْ نَعْلَيْهِ فَلْيَنْظُرْ فِيهِمَا فَإِنْ رَأَى فِيهَا خَبَثاً فَلْيَمْسَحْهُ بِالأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيهِمَا

Dari Abu Said Alkhudzriyyi, bahwasanya rosululloh shollallohu alaihi wasallam menunaikan sholat, tiba-tiba beliau melepas sendalnya. Manusiapun melepas sendal yang mereka kenakan. Tatkala sholat selesai, beliau bertanya : Kenapa kalian melepas sendal-sendal kalian ? Mereka menjawab : Ya rosululloh, sesungguhnya kami melihat engkau melepas sendal maka kamipun melepas sendal-sendal kami. Beliau bersabda : Sesungguhnya Jibril mendatangiku lalu menyampaikan padaku bahwa pada sendalku ada kotoran. Oleh karena itu, bila kalian memasuki masjid maka baliklah sendal kalian, selanjutnya lihatlah padanya. Bila didapati kotoran maka gosok-gosokkan ke tanah selanjutnya silahkan sholat dengan mengenakan keduanya [HR Ahmad dan Ibnu Khuzaimah]

Mematikan HP



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (26)

Tak jarang sebelum memulai sholat, imam mengingatkan jamaah untuk segera mematikan Hp. Meski demikian, ada saja jamaah yang lupa hingga akhirnya berderinglah alat komunikasi ini. Celakanya nada yang terdengar adalah lagu. Tentu kalau dibiarkan akan menghilangkan kekhusyuan sholat. Mematikan Hp pada kondisi seperti ini  harus dilakukan demi maslahat bersama. Darimana dasar diperbolehkan melakukan perbuatan ini ?

Al Azroq Bin Qois berkata :

كُنَّا بِالأَهْوَازِ نُقَاتِلُ الْحَرُورِيَّةَ ، فَبَيْنَا أَنَا عَلَى جُرُفِ نَهَرٍ إِذَا رَجُلٌ يُصَلِّى ، وَإِذَا لِجَامُ دَابَّتِهِ بِيَدِهِ فَجَعَلَتِ الدَّابَّةُ تُنَازِعُهُ ، وَجَعَلَ يَتْبَعُهَا

Kami berada di daerah Ahwaz untuk memerangi kaum haruriyy. Ketika kami di sisi sungai, di situ ada seorang yang sedang menunaikan sholat sementara tali kekang (onta atau kuda) ada di tangannya. Binatang itu terus menariknya yang membuatnya terus mengikuti gerakan binatang.

Apa yang dilakukan oleh orang itu dikomentari oleh seorang laki-laki dari kalangan khowarij yang bodoh dengan berdoa :

اللَّهُمَّ افْعَلْ بِهَذَا الشَّيْخِ

Ya Alloh hukumlah orang tua ini !

Saat orang itu selesai dari sholatnya, didatangilah laki-laki khowarij dan berkata :

إِنِّى سَمِعْتُ قَوْلَكُمْ وَإِنِّى غَزَوْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم سِتَّ غَزَوَاتٍ أَوْ سَبْعَ غَزَوَاتٍ وَثَمَانِيًا وَشَهِدْتُ تَيْسِيرَهُ وَإِنِّى أَنْ كُنْتُ أَنْ أُرَاجِعَ مَعَ دَابَّتِى أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ أَدَعَهَا تَرْجِعُ إِلَى مَأْلَفِهَا فَيَشُقَّ عَلَىَّ

Sesungguhnya aku mendengar perkataan kamu. Aku pernah berperang bersama rosululloh shollallohu alaihi wasallam sebanyak enam, atau tujuh atau delapan kali. Aku menyaksikan banyak kemudahan. Sungguh aku mengikuti kuda ini lebih aku sukai daripada aku biarkan lalu ia pergi ke tempat gembalaannya yang akhirnya menyulitkan diriku [HR Ahmad dan Bukhori]

Menutup Mulut Saat Menguap



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (25)

Menguap saat melaksanakan ketaatan seperti sholat adalah tidak baik. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyebut itu berasal dari setan yang tidak menginginkan hamba-hambaNya bersemangat dalam beribadah :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ اَلتَّثَاؤُبُ مِنْ اَلشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اِسْتَطَاعَ رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَاَلتِّرْمِذِيُّ  وَزَادَ : فِي اَلصَّلَاةِ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Menguap itu termasuk perbuatan setan maka bila seseorang di antara kamu menguap hendaklah ia menahan sekuatnya  [HR Muslim dan Tirmidzi] dengan tambahan : Dalam sholat.

Hadits di atas memberi kita petunjuk ketika menguap datang, yaitu menahan sekuat-kuatnya agar mulut tidak terbuka. Lalu bagaimana bila dorongan mulut tidak tertahankan ? Menutup mulut dengan tangan adalah langkah selanjutnya :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ يَرْفَعُهُ إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ يَضَعُ يَدَهُ عَلَى فِيهِ  

Dari Abu Huroiroh secara marfu : Bila seorang diantara kamu menguap maka letakkanlah tangannya di mulutnya [HR Ahmad]

Bila salah satu dari dua langkah ini tidak dilakukan yang mengakibatkan mulut terbuka lebar ditambah dengan suara “ haah “ maka mengakibatkan setan tertawa melihat buruknya wajah orang yang mulutnya terbuka lebar :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَضَعْ يَدَهُ عَلَى فِيهِ وَلاَ يَعْوِى فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَضْحَكُ مِنْهُ  

Dari Abu Huroiroh : Bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Apabila seorang diantara kamu menguap maka letakkan tangannya di mulut dan janganlah mengeluarkan suara “ haah “ karena setan akan tertawa [HR Ibnu Majah]

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ التَّثَاؤُبُ مِنَ الشَّيْطَانِ ، فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَالَ هَا . ضَحِكَ الشَّيْطَانُ  

Dari Abu Huroiroh : Dari nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Menguap berasal dari setan. Apabila seorang diantara kamu menguap maka tahanlah sekuat-kuatnya. Karena sesungguhnya seorang diantara kamu apabila mengelurkan suara “ haah “ maka setan akan tertawa [HR Bukhori]

Akibat kedua, setan akan masuk ke tubuh melalui mulut :

عَنِ ابْنِ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ عَلَى فِيهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ  

Dari Abu Sa’id Alkhudzriyyi berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Apabila seorang diantara kamu menguap maka tahanlah mulutnya karena (kalau terbuka) setan akan masuk [HR Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Darimi]

Tentang setan masuk, penulis aunul ma’bud berkata :

إِمَّا حَقِيقَة أَوْ الْمُرَاد بِالدُّخُولِ التَّمَكُّن مِنْهُ  

Maknanya adalah sesuai hakekatnya (betul-betul masuk) atau makna lain dari masuk adalah penguasaan setan terhadap orang tersebut

Secara umum, hadits-hadits di atas disimpulkan oleh Imam Nawawi :

قَالَ الْعُلَمَاء : أُمِرَ بِكَظْمِ التَّثَاوُب وَرَدّه وَوَضْع الْيَد عَلَى الْفَم لِئَلَّا يَبْلُغ الشَّيْطَان مُرَاده مِنْ تَشْوِيه صُورَته ، وَدُخُوله فَمه ، وَضَحِكَهُ مِنْهُ . وَاللَّهُ أَعْلَم .

Para ulama berkata : Perintah menahan menguap dan meletakkan tangan pada mulut agar setan tidak berhasil mewujudkan keinginannya untuk membuat buruk bentuk wajah (orang sholat), masuk lewat mulutnya dan mentertawakannya. Wallohu a’lam

Maroji’ :

Aunul Ma’bud 11/66

Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 9/378


Membetulkan Shof Orang Lain



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (24)

Shof dalam sholat harus rapi. Lurus dan rapat adalah standar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan sholat berjamaah. Bila dua orang menunaikan sholat, maka imam berada di sisi kiri dan makmum ada di sisi kanan dengan posisi sejajar. Demikianlah sekelumit aturan shof dalam sholat.

Bila ada kesalahan, sementara sholat tengah dilaksanakan maka hak bagi imam membetulkan dengan tangannya. Inilah yang dilakukan nabi shollallohu alaihi wasallam sebagaimana yang diceritakan Ibnu Abbas tentang dirinya :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما قَالَ بِتُّ لَيْلَةً عِنْدَ مَيْمُونَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ خَالَتِى ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  عِنْدَهَا فِى لَيْلَتِهَا قَالَ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ قَالَ فَأَخَذَ بِذُؤَابَتِى فَجَعَلَنِى عَنْ يَمِينِهِ  

Dari Ibnu Abbas rosliyallohu anhuma  berkata : Aku menginap pada suatu malam di rumah Maimunah Binti Harits, bibiku. Rosulululloh shollallohu alaihi wasallam ada di sisinya di malam itu. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam sholat malam. Akupun segera berdiri di samping kiri beliau lalu beliau menarik ujung rambutku bagian depan hingga menjadikan diriku di  sebelah kanannya [HR Bukhori dan Abu Daud]

Menjawab Pertanyaan Dengan Isyarat



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (23)

Seorang anak tengah bersiap untuk pergi ke sekolah. Sebelum berangkat, ia biasa berpamitan dengan orang tuanya. Rupanya sang ibu sedang menunaikan sholat. Melihat waktu, si anak tidak mau terlambat datang ke sekolah. Iapun berkata kepada ibunya “ Bu, saya mau pergi ke sekolah, assalaamu ‘alaikum “. Mendengar suara anaknya, dengan tangan si ibu memberi isyarat agar anak segera pergi tanpa harus menunggu selesainya sholat.

Perbuatan ini diperbolehkan oleh syariat. Menjawab pertanyaan dengan bahasa isyarat saat sholat pernah dilakukan para sahabat kepada rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Seperti yang dituturkan oleh Jabir Bin Abdulloh :

عَنْ جَابِرٍ قَالَ أَرْسَلَنِى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ مُنْطَلِقٌ إِلَى بَنِى الْمُصْطَلِقِ فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّى عَلَى بَعِيرِهِ فَكَلَّمْتُهُ فَقَالَ لِى بِيَدِهِ هَكَذَا  ثُمَّ كَلَّمْتُهُ فَقَالَ لِى هَكَذَا وَأَنَا أَسْمَعُهُ يَقْرَأُ يُومِئُ بِرَأْسِهِ فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ مَا فَعَلْتَ فِى الَّذِى أَرْسَلْتُكَ لَهُ فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِى أَنْ أُكَلِّمَكَ إِلاَّ أَنِّى كُنْتُ  

Dari Jabir berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengutusku saat beliau bertolak ke Bani Mushtholiq. Aku mendatangi beliau ketika sedang sholat di atas ontanya. Aku berbicara dengan beliau lalu beliau bersabda kepadaku dengan tangannya (isyarat). Setelah itu aku berbicara lagi lalu beliau bersabda kepada seperti ini (dengan bahasa isyarat). Aku mendengar beliau membaca sambil memberi isyarat dengan kepalanya. Ketika selesai, beliau bersabda : Apa yang telah engkau lakukan berdasarkan apa yang telah aku intruksikan kepadamu, tidak ada yang menghalangiku untuk berbicara denganmu kecuali karena aku sedang menunaikan sholat [HR Muslim]

Menjawab Salam Saat Sholat



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (22)

Seseorang diperbolehkan mengucapkan salam kepada orang yang tengah menunaikan sholat dan yang bersangkutan menjawabnya dengan isyarat tanpa ucapan. Hal ini pernah terjadi saat rosululloh shollallohu alaihi wasallam menunaikan sholat di masjid quba. Kaum anshor mengucapkan salam kepada beliau.

Hal inilah yang membuat penasaran Ibnu Umar tentang bagaimana beliau menjawab salam mereka. Akhirnya ia menanyakan kepada Bilal :

عَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قُلْتُ لِبِلَالٍ : كَيْفَ رَأَيْتَ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَرُدُّ عَلَيْهِمْ حِينَ يُسَلِّمُونَ عَلَيْهِ  وَهُوَ يُصَلِّي ؟ قَالَ : يَقُولُ هَكَذَا  وَبَسَطَ كَفَّهُ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ  وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ 

Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya pada Bilal : Bagaimana engkau melihat cara Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab salam mereka ketika beliau sedang sholat ? Bilal menjawab : Begini. Dia membuka telapak tangannya [HR Abu Dawud dan Tirmidzi] 

Hadits di atas belum menjelaskan secara detail bagaimana cara rosululloh shollallohu alaihi wasallam membuka telapak tangannya saat menjawab salam. Imam Shon’ani menyebut riwayat dari Ibnu Umar :

وَجَعَلَ بَطْنَهُ أَسْفَلَ ، وَجَعَلَ ظَهْرَهُ إلَى فَوْقُ

Perut telapak tangan menghadap ke bawah dan punggung telapak tangan menghadap ke atas

Maroji’ :

Subuussalam, Imam Shon’ani 1/487

Mengusap Wajah Setelah Salam



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (21)

Secara umum, kaum muslimin di Indonesia biasa mengusap wajah setelah mengucapkan salam. Tinjauan dalil, tidak ada satupun ayat dan hadits yang menganjurkannya. Tidak pula didapatkan amalan para sahabat, tabi’in dan tab’uttabi’in. Ini berarti amalan yang biasa dilakukan tertolak sehingga masuk kategori sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ  رَدٌّ. رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ  

Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.

Para kyai yang mengamalkan mengusap wajah setelah salam berargumen bahwa sholat secara bahasa adalah doa. Apalagi dalam sholat di dalamnya terdapat banyak bacaan doa semisal doa iftitah, ihdinash shirothol mustaqim di surat alfatihah, bacaan ruku dan sujud, bacaan duduk diantara dua sujud dan anjuran berdoa setelah selesai membaca attahiyyat. Inilah yang membuat mereka mengusap wajah sebagai pelaksanaan dari sabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا مَدَّ يَدَيْهِ فِي اَلدُّعَاءِ لَمْ يَرُدَّهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ  

Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila mengangkat kedua tangannya waktu berdoa tidak akan mengembalikannya sebelum mengusapkan wajahnya  [HR Tirmidzi]  


Kesalahan Tangan Saat Mengucapkan Salam



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (20)

Sebagian sahabat pernah mendapat teguran dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Hal itu ketika mereka membuka telapak tangan kanan dan kiri saat mengucapkan salam. Beliau bersabda :

عَلاَمَ تُومِئُونَ بِأَيْدِيكُمْ كَأَنَّهَا أَذْنَابُ خَيْلٍ شُمُسٍ إِنَّمَا يَكْفِى أَحَدَكُمْ أَنْ يَضَعَ يَدَهُ عَلَى فَخِذِهِ ثُمَّ يُسَلِّمُ عَلَى أَخِيهِ مَنْ عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ  

Kenapa kalian memberi isyarat dengan tangan-tangan kalian seperti ekor kuda syams ?! Cukup bagi seorang diantara kalian meletakkan telapak tangan di pahanya (tanpa menggerakkannya) lalu mengucapkan salam untuk saudaranya yang ada di samping kanan dan kiri [HR Muslim]

Mengangkat Tangan Saat Mengetahui Berita Yang Berisi Kebaikan



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (19)

Hukumnya boleh bahkan ditambah dengan mengucapkan alhamdulillahi Robil’alamiin. Hal ini pernah dilakukan oleh Abu Bakar. Saat jarak antara adzan dan iqomah sudah cukup lama dan nabi shollallohu alaihi wasallam belum kunjung tiba di masjid karena sedang menyelesaikan persengketaan yang terjadi pada Bani Amru Bin Auf. Para sahabatpun berkata kepada Abu Bakar : 

إنَّ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم قَدْ حُبِسَ وَحَانَتِ الصَّلاةُ فَهَلْ لَكَ أنْ تَؤُمَّ النَّاس

Sesungguhnya rosululloh shollallohu alaihi wasallam masih tertahan, sementara waktu sholat sudah tiba. Apakah engkau mau mengimami manusia ?

Abu Bakar menerima keinginan mereka hingga ketika sudah bertakbir, datanglah rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Beliau berjalan dari belakang menyibak shof dan akhirnya berada di shof pertama. Mengetahui kedatangan beliau, jamaah bertepuk untuk memberi isyarat kepada Abu Bakar akan kedatangan beliau. Karena banyaknya orang bertepuk, membuat Abu Bakar menoleh. Sahal Bin Sa’ad Assa’idi berkata :

فَرَفَعَ أَبُو بَكْر رضي الله عنه يَدَهُ فَحَمِدَ اللهَ ، وَرَجَعَ القَهْقَرَى وَرَاءهُ حَتَّى قَامَ في الصَّف

Abu bakar rodliyallohu anhu mengangkat tangannya lalu bertahmid memuji Alloh dan segera mundur ke belakang hingga berada di shof pertama [HR Bukhori, Muslim dan Abu Daud]

Riwayat di atas menunjukkan bolehnya mengangkat tangan dan mengucapkan hamdallah dalam sholat ketika mendapat berita yang berisi kebaikan. Imam Bukhori membuat dua judul bagi hadits di atas dengan :

باب مَا يَجُوزُ مِنَ التَّسْبِيحِ وَالْحَمْدِ فِى الصَّلاَةِ لِلرِّجَالِ

Bab Bolehnya Mengucapkan Tasbih Dan Alhamdu Dalam Sholat Bagi Laki-Laki

باب رَفْعِ الأيْدِى فِى الصَّلاةِ لأمْرٍ يَنْزِلُ بِهِ

Bab Mengangkat Tangan Dalam Sholat Karena Ada Peristiwa Yang Terjadi

Penulis aunul ma’bud menyebut bahwa secara dzohir, Abu Bakar mengucapkan alhamdulillah saat mengangkat kedua tangannya

Maroji’ :

Aunul Ma’bud 2/435

Kapan jari telunjuk diangkat ?



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (18)

Para ulama madzhab berbeda pendapat dalam hal ini. Imam Hanafi berpendapat bahwa mengangkat jari telunjuk saat mengucapkan laa ilaaha illalloh untuk menetapkan keesaan Alloh. Imam Hanafi berdalil pada hadits :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا قَعَدَ يَدْعُو وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ وَوَضَعَ إِبْهَامَهُ عَلَى إِصْبَعِهِ الْوُسْطَى وَيُلْقِمُ كَفَّهُ الْيُسْرَى رُكْبَتَهُ.

Dari Abdulloh Bin Zubair berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bila duduk untuk berdoa (tahiyat), meletakkan tangan kanan atas paha kanan dan tangan kiri di atas paha kiri serta memberi isyarat dengan jari telunjuknya. Beliau meletakkan ibu jari pada jari tengah dan meletakkan telapak tangan kiri pada lututnya [HR Muslim]

Imam Malik berpendapat bahwa mengangkat jari telunjuk dilakukan dari awal hingga akhir dengan menggerak-gerakkannya. Hal ini berdasarkan kesaksian dari Wail Bin Hujr

عَنْ وَائِلَ بْنَ حُجْرٍ  ....ثُمَّ قَعَدَ وَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ وَرُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَجَعَلَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ قَبَضَ اثْنَتَيْنِ مِنْ أَصَابِعِهِ وَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا

Dari : Wail Bin Hujr : .... lalu beliau duduk dengan membentangkan kaki kirinya. Beliau meletakkan telapak tangan kiri di atas paha dan lutut kiri dan menjadikan ujung siku kanan di atas paha kanan lalu menggenggam dua jarinya dan membuat lingkaran. Setelah itu mengangkat jari telunjuknya. Aku melihatnya, beliau menggerak-gerakkannya seraya berdoa dengannya [HR Ahmad dan Nasa’i]

Imam Syafi’i berpendapat bahwa jari telunjuk diangkat saat membaca kalimat tauhid pada huruf hamzah di kalimat illalloh. Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abdulloh Bin Umar :

عَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا قَعَدَ لِلتَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ اَلْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ اَلْيُسْرَى  وَالْيُمْنَى عَلَى اَلْيُمْنَى  وَعَقَدَ ثَلَاثَةً وَخَمْسِينَ  وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ اَلسَّبَّابَةِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ : ( وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا  وَأَشَارَ بِاَلَّتِي تَلِي اَلْإِبْهَامَ )

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila duduk untuk tasyahhud meletakkan tangannya yang kiri di atas lututnya yang kiri dan tangannya yang kanan di atas lututnya yang kanan beliau membuat genggaman lima puluh tiga dan beliau menunjuk dengan jari telunjuknya [HR Muslim]. Dalam suatu riwayat Muslim yang lain : Beliau menggenggam seluruh jari-jarinya dan menunjuk dengan jari yang ada di sebelah ibu jari.

Adapun Imam Hambali menganjurkan mengangkat jari telunjuk pada lafadz “ Alloh “

Maroji’ :

Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 1/577

Mengangkat Jari Telunjuk Saat Duduk Tahiyat



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (17)

Inilah yang disaksikan oleh Ibnu Umar :

عَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا قَعَدَ لِلتَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ اَلْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ اَلْيُسْرَى  وَالْيُمْنَى عَلَى اَلْيُمْنَى  وَعَقَدَ ثَلَاثَةً وَخَمْسِينَ  وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ اَلسَّبَّابَةِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ : ( وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا  وَأَشَارَ بِاَلَّتِي تَلِي اَلْإِبْهَامَ )

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila duduk untuk tasyahhud meletakkan tangannya yang kiri di atas lututnya yang kiri dan tangannya yang kanan di atas lututnya yang kanan beliau membuat genggaman lima puluh tiga dan beliau menunjuk dengan jari telunjuknya [HR Muslim]. Dalam suatu riwayat Muslim yang lain : Beliau menggenggam seluruh jari-jarinya dan menunjuk dengan jari yang ada di sebelah ibu jari.

Yang dimaksud mengangkat jari telunjuk adalah jari telunjuk kanan bukan kiri. Sa’ad Bin Abi Waqosh pernah ditegur oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam ketika mengangkat jari telunjuknya yang kanan dan kiri sebagaimana yang dia riwayatkan tentang dirinya :

عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ قَالَ مَرَّ عَلَىَّ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم وَأَنَا أَدْعُو بِأُصْبُعَىَّ فَقَالَ أَحِّدْ أَحِّدْ  وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ.  

Dari Sa’ad Bin Abi Waqosh berkata : Nabi sholallohu alaihi wasallam pernah melewatiku saat aku sedang berdoa dengan mengangkat dua jariku. Beliau bersabda : Cukup satu, cukup satu ! Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk [HR Abu Daud dan Nasa’i]

Kenapa tidak boleh mengangkat dua jari saat duduk tahiyat ? Karena isyarat dengan satu jari menunjukkan sikap tauhid dan tauhid disimbolkan dengan satu jari, bukan dua apalagi lebih dari itu.

Diletakkan Di Lutut Saat Duduk Diantara Dua Sujud Dan Duduk Attahiyyat




Kedudukan Tangan Dalam Sholat (16)

Di kedua duduk ini, telapak tangan kanan diletakkan di paha kanan dan telapak tangan kiri diletakkan di paha kiri sebagaimana penuturan Abdulloh Bin Umar :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَرَفَعَ إِصْبَعَهُ الْيُمْنَى الَّتِى تَلِى الإِبْهَامَ فَدَعَا بِهَا وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى بَاسِطُهَا عَلَيْهَا  

Dari Ibnu Umar : Bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam apabila duduk dalam sholat, beliau meletakkan kedua tangannya di kedua lututnya dan mengangkat jari telunjuk kanan yang dekat dengan jari tengah lalu berdoa dengannya. Sedangkan tangan kirinya ada di lutut kiri dengan dibentangkan atasnya [HR Muslim]

Selain cara di atas, boleh juga meletakkan telapak tangan kanan di paha kanan dan telapak tangan kiri di paha kiri :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ  ... فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَمَى بِبَصَرِهِ إِلَيْهَا أَوْ نَحْوِهَا

Dari Abdulloh Bin Umar berkata : Beliau meletakkan tangan kanannya pada lutut bagian kanan dan menunjuk dengan jari telunjuk yang dekat dengan jari tengah ke arah kiblat dan mengarahkan pandangannya ke jari telunjuk [HR Nasa’i]

Meletakkan Tangan Di Tanah Saat Bangkit Dari Sujud Sebelum Berdiri



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (15)

Ini adalah penuturan Malik Bin Huwairits tentang sholat nabi shollallohu alaihi wasallam :

وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ عَنِ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الأَرْضِ ، ثُمَّ قَامَ

Apabila mengangkat kepalanya dari sujud kedua, beliau duduk dan menyandarkan tangannya ke tanah lalu berdiri [HR Bukhori dan Ibnu Khuzaimah]

Penulis aunul ma’bud menyebutnya dengan jilsatul istirohah (duduk istirahat). Ibnu Bathol menerangkan bahwa sebagian ulama mengkhususkan bagi orang sakit atau sudah tua. Ia berkata :

ورأت طائفة أن لا يعتمد على يديه إلا أن يكون شيخًا كبيرًا أو مريضًا

Sekelompok ulama berpendapat bahwa tidak boleh menyandarkan tangannya di tanah sebelum bangkit kecuali orang yang sudah tua renta atau sakit

Maroji’ :

Anul Ma’bud 2/341

Syarh Ibnu Bathol 4/38