Sholat Boleh Dilanggar

(kontrofersi 19)
Masjid adalah bangunan yang didirikan khusus untuk sholat. Orang Indonesia memiliki pendapat yang berbeda. Disebut masjid, bila bangunan berukuran besar dan dipakai untuk sholat jum’at. Bila bangunan berbentuk kecil, apalagi tidak diperuntukkan bagi penyelenggaraan sholat jum’at disebut musholla atau surau bagi masyarakat Sumatera, tajug bagi orang sunda dan langgar bagi orang Jawa. Maka tidak aneh bila orang Jawa, sholatnya sering di langgar ??!!
Orang Arab tidak pernah membedakan istilah masjid berdasarkan besar kecilnya bangunan atau apakah terselenggara sholat jumat dan tidak. Bila bangunan itu didirikan khusus untuk sholat maka ia disebut dengan masjid. Bagaimana dengan kata “musholla ?”
Dalam banyak hadits, disebut musholla adalah tanah lapang yang diperuntukkan sholat id, istisqo dan lainnya. Sebagaimana beberapa hadits di bawah ini :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالََوَعَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَخْرُجُ يَوْمَ اَلْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى اَلْمُصَلَّى وَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ اَلصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ اَلنَّاسِ وَالنَّاسُ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيَأْمُرُهُمْ  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Said Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam keluar pada hari raya Fithri dan Adlha ke musholla (tanah lapang), sesuatu yang beliau dahulukan adalah sholat, kemudian beliau berpaling dan berdiri menghadap orang-orang, orang-orang masih tetap pada shafnya, lalu beliau memberikan nasehat dan perintah kepada mereka. [Muttafaq Alaihi]
عَنْ أَبِي عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمُومَةٍ لَهُ مِنَ اَلصَّحَابَةِ أَنَّ رَكْبًا جَاءُوا فَشَهِدُوا أَنَّهُمْ رَأَوُا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ فَأَمَرَهُمْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُفْطِرُوا وَإِذَا أَصْبَحُوا يَغْدُوا إِلَى مُصَلَّاهُمْ  رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ
Dari Abu Umairah Ibnu Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu dari paman-pamannya di kalangan shahabat bahwa suatu kafilah telah datang, lalu mereka bersaksi bahwa kemarin mereka telah melihat hilal (bulan sabit tanggal satu), maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar berbuka dan esoknya menuju ke musholla (tanah lapang) tempat sholat mereka  [HR Ahmad dan Abu Dawud]
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ اَلْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ فِي الْعِيدَيْنِ يَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ اَلْمُسْلِمِينَ وَيَعْتَزِلُ اَلْحُيَّضُ اَلْمُصَلَّى  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Ummu Athiyyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami diperintahkan mengajak keluar gadis-gadis dan wanita-wanita haid pada kedua hari raya untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin, wanita-wanita yang haid itu terpisah dari musholla  (tempat sholat)   [Muttafaq Alaihi]
Walhasil, siapa saja yang sholat di musholla, tajug atau langgar dinilai telah menunaikan di masjid sehingga ada hak kelipatan pahala dan derajat sebanyak 27.