Mencari berita dari burung

Mencari berita dari burung

Ketika lewat burung hantu dekat rumah, sontak anda ketakutan karena meyakini akan datangnya kesialan. Sungguh keyakinan seperti ini adalah syirik, pun kalau anda meyakini bahwa kematian seseorang dihubungkan dengan kedatangan burung gagak. Hal inilah yang pernah diperingatkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

"لا عدو ولا طيرة ولا هامة ولا صفر " أخرجاه, وزاد مسلم " ولا نوء ولا غول".

Tidak ada ‘Adwa, Thiyarah, Hamah, Shofar” (HR. Bukhori dan Muslim), dan dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan : “ dan tidak ada Nau’, serta ghaul
Hamah : burung hantu. Orang-orang jahiliyah merasa bernasib sial dengan melihatnya, apabila ada burung hantu hinggap di atas rumah salah seorang diantara mereka, dia merasa bahwa burung ini membawa berita kematian tentang dirinya sendiri, atau salah satu anggota keluarganya. Dan maksud beliau adalah untuk menolak anggapan yang tidak benar ini. Bagi seorang muslim, anggapan seperti ini harus tidak ada, semua adalah dari Allah dan sudah ditentukan olehNya.

Ghaul : hantu (gendruwo), salah satu makhluk jenis jin. Mereka beranggapan bahwa hantu ini dengan perubahan bentuk maupun warnanya dapat menyesatkan seseorang dan mencelakakannya. Sedang maksud sabda Nabi di sini bukanlah tidak mengakui keberadaan makhluk seperti ini, tetapi menolak anggapan mereka yang tidak baik tersebut yang akibatnya takut kepada selain Allah, serta tidak bertawakkal kepadaNya, inilah yang ditolak oleh beliau,
Akan tetapi bila menghubungkan sesuatu dengan burung dimana hal itu terlepas dari mitos, mistis dan kepercayaan lainnya yang tidak berdasar ilmu maka hal itu diperbolehkan sebagaimana nabi Sulaiman alaihissalam menjadikan burung Hudhud sebagai sumber berita. Kitapun masih ingat kisah burung-burung yang melihat sumber air zam-zam dalam kisah Ismail sebagaimana tersebut dalam sebuah riwayat :

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْحَمُ اللَّهُ أُمَّ إِسْمَاعِيلَ لَوْ تَرَكَتْ زَمْزَمَ أَوْ قَالَ لَوْ لَمْ تَغْرِفْ مِنْ الْمَاءِ لَكَانَتْ زَمْزَمُ عَيْنًا مَعِينًا قَالَ فَشَرِبَتْ وَأَرْضَعَتْ وَلَدَهَا فَقَالَ لَهَا الْمَلَكُ لَا تَخَافُوا الضَّيْعَةَ فَإِنَّ هَا هُنَا بَيْتَ اللَّهِ يَبْنِي هَذَا الْغُلَامُ وَأَبُوهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَهْلَهُ وَكَانَ الْبَيْتُ مُرْتَفِعًا مِنْ الْأَرْضِ كَالرَّابِيَةِ تَأْتِيهِ السُّيُولُ فَتَأْخُذُ عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ فَكَانَتْ كَذَلِكَ حَتَّى مَرَّتْ بِهِمْ رُفْقَةٌ مِنْ جُرْهُمَ أَوْ أَهْلُ بَيْتٍ مِنْ جُرْهُمَ مُقْبِلِينَ مِنْ طَرِيقِ كَدَاءٍ فَنَزَلُوا فِي أَسْفَلِ مَكَّةَ فَرَأَوْا طَائِرًا عَائِفًا فَقَالُوا إِنَّ هَذَا الطَّائِرَ لَيَدُورُ عَلَى مَاءٍ لَعَهْدُنَا بِهَذَا الْوَادِي وَمَا فِيهِ مَاءٌ فَأَرْسَلُوا جَرِيًّا أَوْ جَرِيَّيْنِ فَإِذَا هُمْ بِالْمَاءِ فَرَجَعُوا فَأَخْبَرُوهُمْ بِالْمَاءِ فَأَقْبَلُوا قَالَ وَأُمُّ إِسْمَاعِيلَ عِنْدَ الْمَاءِ فَقَالُوا أَتَأْذَنِينَ لَنَا أَنْ نَنْزِلَ عِنْدَكِ فَقَالَتْ نَعَمْ وَلَكِنْ لَا حَقَّ لَكُمْ فِي الْمَاءِ قَالُوا نَعَمْ ... رواه بخارى

Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semoga Allah merahmati Ummu Isma'il (Siti Hajar) karena kalau dia membiarkan zamzam" atau sabda Beliau: " kalau dia tidak segera menampung air tentulah air zamzam itu akan menjadi air yang mengalir". Akhirnya dia dapat minum air dan menyusui anaknya kembali. Kemudian malaikat berkata kepadanya: "Janganlah kalian takut ditelantarkan karena disini adalah rumah Allah, yang akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya". Pada saat itu Ka'bah Baitullah posisinya agak tinggi dari permukaan tanah seperti sebuah bukit kecil, yang apabila datang banjir akan terkikis dari samping kanan dan kirinya. Ibu Isma'il, Hajar, terus melewati hidup seperti itu hingga kemudian lewat serombongan orang dari suku Jurhum atau keluarga Jurhum yang datang dari jalur bukit Kadaa' lalu singgah di hilir Makkah kemudian mereka melihat ada seekor burung sedang terbang berputar-putrar. Mereka berseru; "Burung ini pasti berputar karena mengelilingi air padahal kita mengetahui secara pasti bahwa di lembah ini tidak ada air. Akhirnya mereka mengutus satu atau dua orang yang larinya cepat dan ternyata mereka menemukan ada air. Mereka kembali dan mengabarkan keberadaan air lalu mereka mendatangi air. Beliau berkata: "Saat itu Ibu Isma'il sedang berada di dekat air". Mereka berkata kepadanya; "Apakah kamu mengizinkan kami untuk singgah bergabung denganmu di sini?". Ibu Isma'il berkata; "Ya boleh tapi kalian tidak berhak memiliki air"….. [HR Bukhori]

Maroji’ : fathul majid, Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu Syaikh hal 248