Mengangkat Muadzin tetap


Adzan (12)

Ini sudah menjadi kemestian. Dalil umum dari sunnah ini adalah :

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ رضي الله عنه أَنَّهُ قَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ اِجْعَلْنِي إِمَامَ قَوْمِي قَالَ : أَنْتَ إِمَامُهُمْ  وَاقْتَدِ بِأَضْعَفِهِمْ  وَاِتَّخِذْ مُؤَذِّنًا لَا يَأْخُذُ عَلَى أَذَانِهِ أَجْرًا  

Utsman Ibnu Abul'Ash Radliyallaahu 'anhu berkata : Wahai Rasulullah jadikanlah aku sebagai imam mereka. Beliau bersabda : Engkau adalah imam sholat bagi mereka, perhatikanlah orang yang paling lemah dan angkatlah seorang muadzin yang tidak menuntut upah dari adzannya [HR Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i]

Di Madinah, rosululloh shollallohu alaihi wasallam menetapkan Bilal dan Abdulloh Bin Ummi Maktum sebagai muadzin :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مُؤَذِّنَانِ بِلاَلٌ وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ الأَعْمَى.

Dari Ibnu Umar berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam memiliki dua muadzin yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum yang buta [HR Bukhori]

عَنْ اِبْنِ عُمَرَ وَعَائِشَةَ قَالَا: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ بِلَالاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ اِبْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ" وَكَانَ رَجُلاً أَعْمَى لَا يُنَادِي حَتَّى يُقَالَ لَهُ: أَصْبَحْتَ أَصْبَحْتَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Ibnu Umar dan 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Sesungguhnya Bilal akan beradzan pada malam hari maka makan dan minumlah sampai Ibnu Maktum beradzan. Ia (Ibnu Maktum) adalah laki-laki buta yang tidak akan beradzan kecuali setelah dikatakan kepadanya: Engkau telah masuk waktu Shubuh engkau telah masuk waktu Shubuh  [Muttafaq Alaihi]

Adapun di kota Mekah, nabi shollallohu alaihi wasallam menunjuk Abu Mahdzuroh sebagai muadzin :

عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَعْجَبَهُ صَوْتُهُ فَعَلَّمَهُ اَلْآذَانَ رَوَاهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ 

Dari Abu Mahdzurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kagum dengan suaranya kemudian beliau mengajarinya adzan. [HR Ibnu Khuzaimah]
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Sa’ad Alqord adalah muadzin bagi masjid quba

Apakah ada kewajiban adzan bagi wanita ?


                                                               Adzan (11)

Mendengar pertanyaan ini, marahlah Ibnu Umar seraya berkata :

أنْهَى عَنْ ذِكْرِ الله ؟

Apakah dilarang berdzikir kepada Alloh ? [HR Ibnu Abi Syaibah]

Pada riwayat lain disebutkan bahwa Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan bahwa bapaknya pernah bertanya kepada Anas :

هَلْ عَلَى النِّسَاءِ أذَانٌ وَ إقَامَةٌ ؟



Apakah ada kewajiban adzan dan iqomat bagi wanita ?

Anas menjawab :

لاَ وَإنْ فَعَلْنَ فَهُوَ ذِكْرٌ

Tidak ada, akan tetapi bia dilakukan maka itu bagian dari dzikir [HR Ibnu Abi Syaibah]

Imam Syafi’i berkata :

ولا تُجْهِرُ الْمَرْأةُ بِصَوْتِهَا تُؤَذِّنُ فِي نَفْسِهَا وَتَسْمَعُ صَوَاحِبَتُهَا إذا أذَّنَتْ وَكَذَالِكَ تُقِيْمُ إذَا أقَامَتْ

Tidak boleh bagi wanita mengeraskan suaranya. Ia boleh mengumandangkan adzan dalam hatinya. Keluarganya di rumah boleh mendengar saat beradzan. Demikian juga ketika mengumandangkan iqomat

Adzan Bagi Wanita


                                                                Adzan (10)

Bila adzan dikumandangkan wanita di tengah keberadaan kaum laki-laki maka para ulama sepakat akan keharamannya. Akan tetapi bila dilakukan di kalangan sendiri maka sebagian ulama menilainya makruh berdasarkan hadits :

عن أسماء قالت قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ليس على النساء أذان ولا إقامة ولا جمعة .....

Dari Asma berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Tidak ada bagi kaum wanita adzan, iqomat dan tidak pula sholat jumat [HR Baihaqi]

Para ulama menilai bahwa hadits ini dloif. Ada juga yang menganjurkan bagi wanita untuk mengumandangkan adzan dengan suara pelan, tidak didengar kecuali orang yang berada di dalam rumahnya. Mereka berhujjah dengan pertanyaan yang diajukan kepada Ibnu Umar :

هَلْ عَلَى النِّسَاءِ أذَانٌ

Meletakkan jari-jari di telinga


                                                                       Adzan (9)

Maksudnya ibu jari atau telunjuk di lubang telinga sambil menoleh ke arah kanan dan kiri saat mengucapkan hayya ‘alasho sholah dan hayya ‘. Hikmah dari hal ini adalah untuk menguatkan suara muadzin dan sebagai tanda bagi orang yang berada di tempat jauh atau bisu bahwa yang berdirii sedang mengumandangkan adzan

عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ رضي الله عنه قَالَ رَأَيْتُ بِلَالاً يُؤَذِّنُ وَأَتَتَبَّعُ فَاهُ هَاهُنَا وَهَاهُنَا وَإِصْبَعَاهُ فِي أُذُنَيْهِ  

Abu Juhaifah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah melihat Bilal adzan dan aku perhatikan mulutnya kesana kemari (komat kamit dan dua jari-jarinya menutup kedua telinganya. [HR Ahmad dan Tirmidzi] 

وَلِابْنِ مَاجَهْ: وَجَعَلَ إِصْبَعَيْهِ فِي أُذُنَيْهِ.

Menurut Ibnu Majah : Dia menjadikan dua jari-jarinya menutup kedua telinganya.

وَلِأَبِي دَاوُدَ: لَوَى عُنُقَهُ لَمَّا بَلَغَ "حَيَّ عَلَى اَلصَّلَاةِ " يَمِينًا وَشِمَالاً وَلَمْ يَسْتَدِرْ  

Menurut Riwayat Abu Dawud : Dia menggerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri ketika sampai pada ucapan " hayya 'alash sholaah " dan dia tidak memutar tubuhnya. 

Seorang muadzin sekaligus yang mengumandangkan iqomat


                                                      Adzan (8)

Pada masa rosululloh shollallohu alaihi wasallam hidup, Bilal yang mengumandangkan adzan dia pula yang mengumandangkan iqomat. Kaedah bahwa adzan dan iqomat dikumandangkan oleh satu orang selaras dengan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ زِيَادِ بْنِ اَلْحَارِثِ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم  وَمَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيمُ  

Dari Ziyad Ibnul Harits bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : barangsiapa yang telah adzan maka dia yang akan qomat  [HR Tirmidzi]

Kendati hadits ini dloif, Imam Shon’ani menyitir perkataan Imam Tirmidzi :

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ مَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيمُ وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْإِقَامَةَ حَقٌّ لِمَنْ أَذَّنَ ، فَلَا تَصِحُّ مِنْ غَيْرِهِ

Mengamalkan hadits ini diambil oleh kebanyakan ulama dimana siapa yang mengumandangkan adzan maka dialah yang mengumandangkan iqomat. Hadits ini adalah dalil bahwa iqomat adalah hak muadzin maka tidak dibenarkan dilakukan selainnya

Berbicara di sela-sela adzan


                                               Adzan (7)

Ada yang menilai bicara saat adzan berarti membatalkan adzan. Sebagian ulama ada yang mengqiyaskan antara adzan dengan sholat. Manakala seorang yang menunaikan sholat berbicara membatalkan sholat yang tengah ditunaikan, itu juga berlaku bagi adzan. Adapun imam Bukhori termasuk yang membolehkan bila bicara diperlukan saat itu. Ia berkata :

باب الْكَلاَمِ فِى الأَذَانِ وَتَكَلَّمَ سُلَيْمَانُ بْنُ صُرَدٍ فِى أَذَانِهِ  وَقَالَ الْحَسَنُ لاَ بَأْسَ أَنْ يَضْحَكَ وَهْوَ يُؤَذِّنُ أَوْ يُقِيم

Bab berbicara saat adzan. Sulaiman Bin Shord berbicara saat mengumandangkan adzan. Alhasan berkata : Tidak mengapa tertawa saat adzan atau iqomat

Imam Bukhori membawakan riwayat lain untuk memperkuat masalah ini dimana seseorang memberitahu tentang lafadz adzan pengganti hayya ala sholah pada waktu hujan turun yang mengakibatkan jalanan becek :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ خَطَبَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ فِى يَوْمٍ رَدْغٍ ، فَلَمَّا بَلَغَ الْمُؤَذِّنُ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ فَأَمَرَهُ أَنْ يُنَادِىَ الصَّلاَةُ فِى الرِّحَالِ فَنَظَرَ الْقَوْمُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ فَقَالَ فَعَلَ هَذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ وَإِنَّهَا عَزْمَةٌ  

Dari 'Abdullah bin Al Harits berkata : Pada suatu hari ketika jalan penuh dengan air dan lumpur (becek) akibat hujan, Ibnu 'Abbas pernah menyampaikan khuthbah kepada kami. Ketika mu'adzin sampai pada ucapan : Hayya 'Alash shalaah (Marilah mendirikan shalat) Ia perintahkan mu'adzin tersebut untuk menyerukan : 'Shalatlah di tempat tinggal masing-masing'. Lalu orang-orang saling memandang satu sama lain karena heran. Maka Abdullah bin Al Harits pun berkata : Hal yang demikian ini pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik darinya, dan itu merupakan kewajiban Mu'akkad [HR Bukhori]

Adzan Tidak Selamanya Harus Di Masjid


                                 Adzan (6)

Bagi para musafir yang berhenti di tempat peristirahatan lalu menunaikan sholat dan para petani yang menunikan sholat di gubung yang ada di tengah sawah, diperbolehkan bagi mereka untuk mengumandangkan adzan. Dalil dari sunnah ini adalah :

عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ أَتَى رَجُلاَنِ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم يُرِيدَانِ السَّفَرَ فَقَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَنْتُمَا خَرَجْتُمَا فَأَذِّنَا ثُمَّ أَقِيمَا ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمَا أَكْبَرُكُمَا

Dari Malik Bin Alhuwairits berkata : Dua orang yang akan bersafar menghadap nabi shollallohu alaihi wasallam. Nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila kalian berdua bepergian maka kumandangkan adzan lalu iqomah. Selanjutnya majulah sebagai imam siapa diantara kalian berdua yang lebih tua [HR Bukhori]

عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِى جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالأَبْطَحِ فَجَاءَهُ بِلاَلٌ فَآذَنَهُ بِالصَّلاَةِ ثُمَّ خَرَجَ بِلاَلٌ بِالْعَنَزَةِ حَتَّى رَكَزَهَا بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالأَبْطَحِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ  

Dari Aun Bin Abi Juhaifah dari bapaknya berkata : Aku melihat rosululloh shollallohu alaihi wasallam di Abthoh. Datanglah Bilal lalu mengumandangkan seruan sholat. Setelah itu keluar membawa tongkat hingga ia menancapkannya di depan rosululloh shollallohu alaihi wasallam di Abthoh. Selanjutkan mengumandangkan iqomat sholat [HR Bukhori]

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ الْأَنْصَارِيِّ ثُمَّ الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ لَهُ إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلَاةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  

Dari Abdurrohman Bin Abdulloh Bin abdurrohman Bin Abu Sho’sho’ah Al Anshoriyy Almazinni dari bapaknya bahwa ia mengabarkan bahwa Abu Said Alkhudzriyy berkata kepadanya : Sesungguhnya aku melihatmu menyukai kambing dan tempat sunyi di sahara. Bila engkau berada bersama kambing dan saharamu maka kumandangkan adzan. Keraskan suaramu dengan seruan itu karena tidaklah sepanjang suara muadzin terdengar oleh jin, manusia dan apa saja kecuali akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat [HR Bukhori, Ahmad dan Ibnu Majah]

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِي غَنَمٍ فِي رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلَاةِ وَيُصَلِّي فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلَاةَ يَخَافُ مِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ

Dari 'Uqbah bin 'Amir dia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Rabb kalian kagum terhadap seorang yang mengumandangkan shalat di atas bukit, kemudian dia shalat, maka Allah Azza wa Jalla berfirman : Lihatlah kepada hambaKu ini, dia mengumandangkan adzan lalu shalat karena takut kepada-Ku, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku dan memasukkannya ke dalam aljannah [HR Abu Daud dan Nasa’i]

Adab Para Pendengar Adzan


Adzan (5)

Mendengarkan suara adzan dan mengikuti apa yang dibaca muadzin dilanjutkan membaca sholawat dan berdoa “ alwasilah “ yaitu mendoakan rosululloh shollallohu alaihi wasallam agar mendapat alwasilah (tempat tertinggi di dalam aljannah) dengan mengucapkan :

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ  وَالصَّلَاةِ اَلْقَائِمَةِ  آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ  وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي وَعَدْتَهُ 

Atau juga bisa membaca :

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا

Bila ini ditunaikan maka yang bersangkutan berhak mendapat ampunan dari Alloh dan syafaat dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Hal ini berdasarkan pada tiga hadits di bawah ini :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ  

Dari Abdullah bin Amru bin al-Ash bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Apabila kalian mendengar mu'adzdzin (mengumandangkan adzan) maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan, kemudian bershalawatlah atasku, karena orang yang bershalawat atasku dengan satu shalawat, niscaya Allah akan bershalawat atasnya dengannya sepuluh kali, kemudian mintalah kepada Allah wasilah untukku, karena ia adalah suatu tempat di dalam aljannah, tidaklah layak tempat tersebut kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan saya berharap agar saya menjadi hamba tersebut. Dan barangsiapa memintakan wasilah untukku, maka syafa'at halal untuknya [HR Bukhori, Muslim, Malik, Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa’i dan Nasa’i]

عَنْ جَابِرٍرَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ اَلنِّدَاءَ : اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ  وَالصَّلَاةِ اَلْقَائِمَةِ  آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ  وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي وَعَدْتَهُ  حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ  

Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang ketika mendengar adzan berdoa: Allaahumma robba haadzihi da'watit taammati was sholaatil qooimati aati Muhammadanil washiliilata wal fadliilata wab 'atshu maqooman mahmuudal ladzi wa'adtahu (artinya: Ya Allah Tuhan panggilan yang sempurna dan sholat yang ditegakkan berilah Nabi Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangunkanlah beliau dalam tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan) maka dia akan memperoleh syafaat dariku pada hari Kiamat  [HR Imam Empat]

عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلمأَنَّهُ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا. غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ

Dari Sa'ad bin Abi Waqqash dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, "Barangsiapa membaca ketika mendengar muadzdzin, 'Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya, saya ridha Allah sebagai Rabb, dan Muhammad sebagai rasul, serta Islam sebagai agama, ' niscaya dosanya akan diampuni [HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Setelah itu, wajib bagi mereka untuk bergegas menuju masjid. Bagi yang sudah berada di dalam masjid, tidak sepantasnya keluar darinya. Bila dilakukan tanpa udzur ini adalah perbuatan maksiat. Kesempatan sholat berjamaah di depan mata, disia-siakannya padahal hukumnya adalah wajib.  Ini juga pernah terjadi pada masa tabi’in sebagaimana yang diceritakan oleh Abu Huroiroh :

عَنْ أَبِي الشَّعْثَاءِ قَالَ كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أ أ ن ت

Dari Abu Sya'tsa', katanya : Ketika kami tengah duduk-duudk di masjid bersama Abu Hurairah, dan ketika seorang muadzin mengumandangkan adzan, seseorang berdiri meninggalkan masjid sambil berjalan. Abu Hurairah terus mengawasinya hingga laki-laki keluar dari masjid. Abu Hurairah lalu berkata : Orang ini telah membangkang Abul Qasim shallallahu 'alaihi wasallam [HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi]


Adab Dan Kriteria Seorang Muadzin


Adzan (4)

(a) Bersuara bagus

عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَعْجَبَهُ صَوْتُهُ فَعَلَّمَهُ اَلْآذَانَ  

Dari Abu Mahdzurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kagum dengan suaranya kemudian beliau mengajarinya adzan. [HR Ibnu Khuzaimah]

Perintah mengumandangkan adzan dengan suara indah selaras dengan perintah membaca alquran dengan suara yang merdu :

عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ

Dari Al Bara` bin 'Azib ia berkata ; Rasulullah shallAllahu wa'alaihi wa sallam bersabda : Perindahlah Al Qur'an dengan suara kalian [HR Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, Darimi dan Tirmidzi]

Betapa penting merdunya suara dalam mengumandangkan adzan, hingga Imam Nawawi berkata :

قَالَ أَصْحَابنَا : فَلَوْ وَجَدْنَا مُؤَذِّنًا حَسَن الصَّوْت يَطْلُب عَلَى أَذَانه رِزْقًا وَآخَر يَتَبَرَّع بِالْأَذَانِ لَكِنَّهُ غَيْر حَسَن الصَّوْت ، فَأَيّهمَا يُؤْخَذ ؟ فِيهِ وَجْهَانِ : أَصَحّهمَا يُرْزَق حَسَن الصَّوْت ، وَهُوَ قَوْل اِبْن شُرَيْح وَاَللَّه أَعْلَم .

Berkata sahabat-sahabat kami : Seandainya kami mendapati seorang muadzin yang memiliki suara merdu akan tetapi meminta imbalan atas adzan yang dia kumandangkan, sedangkan laki-laki lain secara suka rela mau mengumandangkan adzan tanpa imbalan akan tetapi ia tidak memiliki suara indah, lalu mana dari keduanya yang kita pilih ? Dalam hal ini ada dua pandangan : Pendapat yang lebih shohih adalah memberi imbalan kepada orang yang bersuara merdu. Inilah pendapat Ibnu Syuraih, wallohu a’lam

(b) Bersuara lantang

Ini selaras dengan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam kepada Abdulloh Bin Zaid :

إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَقُمْ مَعَ بِلَالٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ

Itu adalah mimpi yang benar, in syaa Alloh. Karena itu berdirilah bersama Bilal dan ajarkan kepadanya mimpimu itu, dan hendaklah dia yang adzan, karena suaranya lebih lantang dari suaramu [HR Abu Daud]

Memadukan suara merdu dan lantang adalah sangat baik. Meski sekarang ada mick sebagai pengeras suara, tentu tetap saja berbeda antara orang yang bersuara lantang dan bersuara lemah meski sama-sama membawakan adzannya dengan mick.

Dulu, ketika belum ada pengeras suara, maka  orang-orang yang bersuara lantang sangat dibutuhkan untuk menyeru sholat. Semakin keras suara seorang muadzin semakin luas pula jangkauan dari seruannya. Apalagi adzan adalah panggilan sholat

(c) Ikhlas

Maknanya tidak meminta imbalan atas adzan yang dikumandangkannya.

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ رضي الله عنه أَنَّهُ قَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ اِجْعَلْنِي إِمَامَ قَوْمِي قَالَ : أَنْتَ إِمَامُهُمْ  وَاقْتَدِ بِأَضْعَفِهِمْ  وَاِتَّخِذْ مُؤَذِّنًا لَا يَأْخُذُ عَلَى أَذَانِهِ أَجْرًا  

Utsman Ibnu Abul'Ash Radliyallaahu 'anhu berkata : Wahai Rasulullah jadikanlah aku sebagai imam mereka. Beliau bersabda : Engkau adalah imam sholat bagi mereka, perhatikanlah orang yang paling lemah dan angkatlah seorang muadzin yang tidak menuntut upah dari adzannya [HR Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i]

Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam menilai bahwa muadzin berhak mendapat gaji dari baitulmal atau khas negara bila kumandang adzan adalah profesi sehingga ia terhalangi untuk mencari penghidupan

(d) Mengetahui waktu-waktu sholat

عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ لَنَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَإِذَا حَضَرَتِ اَلصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ . . .  

Dari Malik Ibnu Huwairits Radliyallaahu 'anhu bahwa dia berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bersabda pada kami : Bila waktu shalat telah tiba maka hendaklah seseorang di antara kamu menyeru adzan untukmu sekalian [HR Imam Tujuh]

Hadits di atas menunjukkan bahwa adzan hanya bisa dikumandangkan bila waktu sholat telah tiba. Berarti, setiap muadzin harus mengerti jadwal waktu sholat. Bukti lain dari masalah ini adalah Abdulloh Bin Umi Maktum yang buta tidak akan mengumandangkan adzan hingga ada yang memberitahu kepadanya bahwa waktu sholat sudah masuk :

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ثُمَّ قَالَ وَكَانَ رَجُلًا أَعْمَى لَا يُنَادِي حَتَّى يُقَالَ لَهُ أَصْبَحْتَ أَصْبَحْتَ

Dari Salim bin 'Abdullah dari Bapaknya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan saat masih malam, maka makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum. Perawi berkata : Ibnu Ummu Maktum adalah seorang sahabat yang buta, ia tidak akan mengumandangkan adzan (shubuh) hingga ada orang yang mengatakan kepadanya : Sudah shubuh, sudah shubuh [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Malik, Abu Daud, Nasa’i, Darimi dan Tirmidzi]

(e) Berwudlu

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَا يُؤَذِّنُ إِلَّا مُتَوَضِّئٌ  

Dalam riwayatnya pula dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak diperkenankan adzan kecuali orang yang telah berwudlu." Hadits tersebut juga dinilai lemah.

Penulis tuhfatul ahwadzi berkata :

الْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يُكْرَهُ الْأَذَانُ بِغَيْرِ وُضُوءٍ

Hadits di atas menunjukkan makruhnya mengumandangkan adzan tanpa berwudlu

Meski hadits ini dloif, secara makna tidak bertentangan dengan hadits lainnya diantaranya :

عَنِ الْحَسَنِ عَنِ الْحُضَيْنِ أَبِي سَاسَانَ عَنِ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ أَنَّهُ سَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى تَوَضَّأَ فَرَدَّ عَلَيْهِ وَقَالَ إِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرُدَّ عَلَيْكَ إِلَّا أَنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ إِلَّا عَلَى طَهَارَةٍ قَالَ فَكَانَ الْحَسَنُ مِنْ أَجْلِ هَذَا الْحَدِيثِ يَكْرَهُ أَنْ يَقْرَأَ أَوْ يَذْكُرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى يَتَطَهَّرَ

Dari Al Hasan dari Al Hudlain Abu Sasan dari Al Muhajir bin Qunfudz bahwa ia pernah mengucapkan salam atas Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan saat itu, beliau sedang berwudlu. Namun, beliau tidak membalas salamnya hingga beliau selesai wudlu, baru kemudian beliau membalasnya dan bersabda : Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk membalas salammu, kecuali karena saya tidak suka menyebut nama Allah selain dalam keadaan suci. Maka berdasarkan hadits inilah, Al Hasan tidak suka membaca atau menyebut nama Allah sehingga ia bersuci [HR Ahmad]

Maroji’ :

Tuhfatul Ahwadzi 2/232

(f) Berdiri saat mengumandangkan adzan

Hal ini berdasarkan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam kepada Bilal :

يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ

Wahai Bilal berdirilah, kumandangkan panggilan sholat [HR Muslim]

Qodli Iyadl berkata :

فِيهِ حُجَّة لِشَرْعِ الْأَذَان مِنْ قِيَام ، وَأَنَّهُ لَا يَجُوز الْأَذَان قَاعِدً مَذْهَب الْعُلَمَاء كَافَّة أَنَّ الْقِيَام وَاجِب

Dalam hadits ini terkandung hujjah disyariatkan mengumandangkan adzan dengan berdiri dan tidak boleh mengumandangkan adzan dengan duduk sesuai dengan madzhab para ulama seluruhnya dimana berdiri adalah wajib.

Imam Nawawi memiliki pandangan berbeda dimana dia berkata :

بَلْ مَذْهَبنَا الْمَشْهُور أَنَّهُ سُنَّة ، فَلَوْ أَذَّنَ قَاعِدًا بِغَيْرِ عُذْر صَحَّ أَذَانه لَكِنْ فَاتَتْهُ الْفَضِيلَة ، وَكَذَا لَوْ أَذَّنَ مُضْطَجِعًا مَعَ قُدْرَته عَلَى الْقِيَام صَحَّ أَذَانه عَلَى الْأَصَحّ لِأَنَّ الْمُرَاد الْإِعْلَام وَقَدْ حَصَلَ ، وَلَمْ يَثْبُت فِي اِشْتِرَاط الْقِيَام شَيْء . وَاَللَّه أَعْلَم

Madzhab kami yang masyhur adalah sunnah seandainya ia melakukannya dengan duduk tanpa ada udzur maka adzannya dinyatakan syah akan tetapi ia kehilangan fadhilah demikian juga bila ia mengumandangkan adzan dengan merebahkan badan padahal ia mampu berdiri juga tetap syah adzannya sesuai pendapat yang paling benar karena tujuan adzan adalah panggilan dan itu sudah tersampaikan dan tidak ada dalil satupun yang tetap tentang syarat berdiri dalam mengumandangan adzan

Keutamaan muadzin


Adzan (3)

(a) Mendapat hak doa maghfiroh dari nabi shollallohu alaihi wasallam

Mereka mendapat ampunan karena doa dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ اللَّهُمَّ أَرْشِدْ الْأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِينَ  

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Imam itu menjamin (bertanggung jawab terhadap shalat makmumnya), sedangkan muadzin orang yang dipercaya. Ya Allah, berilah petunjuk kepada para imam dan ampunilah para muadzin [HR Ahmad dan Tirmidzi]

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِي غَنَمٍ فِي رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلَاةِ وَيُصَلِّي فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلَاةَ يَخَافُ مِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ

Dari 'Uqbah bin 'Amir dia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Rabb kalian kagum terhadap seorang yang mengumandangkan shalat di atas bukit, kemudian dia shalat, maka Allah Azza wa Jalla berfirman : Lihatlah kepada hambaKu ini, dia mengumandangkan adzan lalu shalat karena takut kepada-Ku, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku dan memasukkannya ke dalam aljannah [HR Abu Daud dan Nasa’i]

(b) Memiliki leher panjang pada hari kiamat

عَنْ مُعَاوِيَة سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ  

Dari Mu'awiyah berkata, 'Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Para mu'adzdzin adalah orang yang paling panjang lehernya  pada hari kiamat'  [HR Muslim dan Ibnu Majah]

Apa makna dari leher panjang ? Imam Nawawi menampilkan beberapa pendapat ulama diantaranya : Manusia yang paling banyak kemuliaannya menuju rahmat Alloh, paling banyak pahalanya, panjang lehernya agar tidak mendapat kesusahan dan keringat di saat manusia ditenggelamkan oleh keringatnya pada hari kiamat, mulia dan penghulu, paling banyak pengikutnya, paling banyak amalnya dan paling cepat masuk ke dalam aljannah.

Dalil lain bahwa adzan memiliki kelebihan pahala dan kedudukan adalah :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا  

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Seandainya manusia mengetahui apa (kebaikan) yang terdapat pada adzan dan shaf awal, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi, niscaya mereka akan melakukannya.   [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Malik, Abu Daud, Nasai dan Tirmidzi]

Imam Nawawi berkata :

وَمَعْنَاهُ أَنَّهُمْ لَوْ عَلِمُوا فَضِيلَة الْأَذَان وَقَدْرهَا وَعَظِيم جَزَائِهِ

Maknanya adalah seandainya mereka tahu keutamaan, kedudukan dan agungnya pahala mengumandangkan adzan

Syarh Nawawi 2/180

Maroji’ :

Syarh Shohih Muslim 2/133 dan 180


Keutamaan Adzan


Adzan (2)

(a) Penghalang bagi penyerangan

Dalam sebuah penyerangan, rosululloh akan mengurungkan niatnya manakala terdengar suara adzan di daerah yang dituju. Inilah yang diceritakan oleh Anas Bin Malik :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا غَزَا بِنَا قَوْمًا لَمْ يَكُنْ يَغْزُو بِنَا حَتَّى يُصْبِحَ وَيَنْظُرَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ  

Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam jika memerangi suaku kaum bersama kami, maka beliau tidak menyerang kaum tersebut hingga datangnya waktu shubuh (menunggu). Jika mendengar suara adzan, beliau mengurungkannya. Namun bila tidak terdengar suara adzan maka beliau menyerangnya [HR Bukhori Muslim]

Tentang status adzan yang bisa menjadi penghalangan bagi penyerangan, para ulama memberi banyak komentar. Ibnu Rojab berkata :

أنه صلى الله عليه وسلم كان يجعل الأذانفرق ما بين دار الكفر ودار الإسلام، فإن سمع مؤذناً للدار كحكم ديار الإسلام، فيكف عن دمائهم وأموالهم، وإن لم يسمع أذاناً أغار عليهم بعد ما يصبح.

Rosululloh shollallohu alaiahi wasallam menjadikan adzan sebagai pembeda antara darul kufr (negeri kafir) dan darul islam (negeri islam). Bila terdengar adzan di suatu daerah maka dihukumi sebagaimana negeri islam sehingga terjamin darah-darah dan harta mereka. Sebaliknya bila tidak terdengar suara adzan maka beliau serang mereka setelah tiba waktu shubuh

Dalam riwayat lain disebutkan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

إذا رأيتم مسجداً، أو سمعتم مؤذناً فلا تقتلوا أحداً

Bila kalian melihat sebuah masjid atau kalian dengan suara muadzin maka janganlah kalian membunuh seorangpun [HR Ahmad, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi]

Maroji’ : Fathul Bari, Ibnu Rojab Alhanbali 4/201

(b) Ditakuti setan

Suara yang paling dihindari setan adalah kumandang adzan :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لَا يَدْرِي كَمْ صَلَّى

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Jika panggilan shalat (adzan) dikumandangkan maka setan akan lari sambil mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan. Apabila panggilan adzan telah selesai maka setan akan kembali. Dan bila iqamat dikumandangkan setan kembali berlari dan jika iqamat telah selesai dikumandangkan dia kembali lagi, lalu menyelinap masuk kepada hati seseorang seraya berkata, 'Ingatlah ini dan itu'. Dan terus saja dia melakukan godaan ini hingga seseorang tidak menyadari berapa rakaat yang sudah dia laksanakan dalam shalatnya [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Malik, Abu Daud dan Nasa’i]

Dalam riwayat lain disebutkan jauhnya lari setan :

عَنْ جَابِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ إِنَّ الشَّيْطَانَ إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ذَهَبَ حَتَّى يَكُونَ مَكَانَ الرَّوْحَاءِ  قَالَ سُلَيْمَانُ فَسَأَلْتُهُ عَنِ الرَّوْحَاءِ. فَقَالَ هِىَ مِنَ الْمَدِينَةِ سِتَّةٌ وَثَلاَثُونَ مِيلاً.

Dari Jabir berkata : Aku mendengar nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setan bila mendengar seruan sholat, ia pergi hingga mendapati tempat di Rouha. Sulaiman berkata : Aku bertanya tentang Rouha. Jabir berkata : Dari Madinah jaraknya 36 mil [HR Bukhori Muslim]

Dalam riwayat lain juga disebutkan salah satu alasan kenapa setan lari, yaitu karena mereka tidak ingin memberi kesaksian pada hari kiamat atas adzan yang dikumandangkan oleh sang muadzin :

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ الْأَنْصَارِيِّ ثُمَّ الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ لَهُ إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلَاةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  

Dari Abdurrohman Bin Abdulloh Bin abdurrohman Bin Abu Sho’sho’ah Al Anshoriyy Almazinni dari bapaknya bahwa ia mengabarkan bahwa Abu Said Alkhudzriyy berkata kepadanya : Sesungguhnya aku melihatmu menyukai kambing dan tempat sunyi di sahara. Bila engkau berada bersama kambing dan saharamu maka kumandangkan adzan. Keraskan suaramu dengan seruan itu karena tidaklah sepanjang suara muadzin terdengar oleh jin, manusia dan apa saja kecuali akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat [HR Bukhori, Ahmad dan Ibnu Majah]

(c) Sarana terkabulnya doa

Itu bila kita lakukan antara adzan dan iqomat :

عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَا يُرَدُّ اَلدُّعَاءُ بَيْنَ اَلْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ  

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Doa antara adzan dan qomat itu tidak akan ditolak [HR Nasa'i]


Asal Mula Adzan


Adzan (1)

Ia berasal dari mimpi Abdulloh Bin Zaid sebagaimana sebuah riwayat mengatakan :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَوَاتِ وَلَيْسَ يُنَادِى بِهَا أَحَدٌ فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِى ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمُ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ قَرْنًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِى بِالصَّلاَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ

Dari Abdulloh Bin Umar bahwa ia berkata : Kaum muslimin ketika tiba di Madinah mereka berkumpul untuk menunggu waktu sholat dan tidak ada seorangpun yang menyeru. Pada suatu hari mereka membicarakan masalah itu. Sebagian mereka : Ambillah lonceng sepeti lonceng nashoro. Sebagian mereka berkata : Terompet seperti terompet yahudi. Umar berkata : Kenapa kalian tidak mengutus seorang untuk mengumandangkan panggilan sholat ? Rosululloh shollallhu alaihi wasallam bersabda : Wahai Bilal, berdirilah kumandangkan panggilan untuk sholat [HR Muslim]

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ قَالَ لَمَّا أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاقُوسِ يُعْمَلُ لِيُضْرَبَ بِهِ لِلنَّاسِ لِجَمْعِ الصَّلَاةِ طَافَ بِي وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ يَحْمِلُ نَاقُوسًا فِي يَدِهِ فَقُلْتُ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَتَبِيعُ النَّاقُوسَ قَالَ وَمَا تَصْنَعُ بِهِ فَقُلْتُ نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ أَفَلَا أَدُلُّكَ عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ فَقُلْتُ لَهُ بَلَى قَالَ فَقَالَ تَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ ثُمَّ اسْتَأْخَرَ عَنِّي غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ قَالَ وَتَقُولُ إِذَا أَقَمْتَ الصَّلَاةَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ فَقَالَ إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَقُمْ مَعَ بِلَالٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ فَقُمْتُ مَعَ بِلَالٍ فَجَعَلْتُ أُلْقِيهِ عَلَيْهِ وَيُؤَذِّنُ بِهِ قَالَ فَسَمِعَ ذَلِكَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَهُوَ فِي بَيْتِهِ فَخَرَجَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ وَيَقُولُ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ مِثْلَ مَا رَأَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلِلَّهِ الْحَمْدُ قَالَ أَبُو دَاوُد هَكَذَا رِوَايَةُ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ و قَالَ فِيهِ ابْنُ إِسْحَقَ عَنْ الزُّهْرِيِّ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ و قَالَ مَعْمَرٌ وَيُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ فِيهِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَمْ يُثَنِّيَا

Dari Abdullah bin Zaid dia berkata ; Sewaktu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hendak memerintahkan supaya memakai lonceng yang dipukul untuk mengumpulkan orang-orang yang mengerjakan shalat, ada seorang laki-laki berkeliling bertemu denganku, sedang saya dalam keadaan tidur. Ia membawa lonceng di tangannya, maka saya berkata; Wahai hamba Allah, apakah kamu mau menjual lonceng ini ? Dia bertanya ; Apa yang akan kamu lakukan dengannya? Saya menjawab ; Saya akan pakai untuk memanggil orang-orang mengerjakan shalat. Kata orang itu ; Maukah saya tunjukan kepadamu yang lebih baik dari itu ? Saya katakan kepadanya ; Tentu. Orang itu berkata ; Engkau ucapkan ; Allaahu Akbar Allaahu Akbar, Allaahu Akbar Allaahu Akbar, Asyhaduan laa ilaaha Illallah, Asyhaduan laa ilaaha Illallah, Ayshadu anna Muhammadar Rasuulallah, Ayshadu anna Muhammadar Rasuulallah, Hayya 'alash shalaah, Hayya 'alash shalaah. Hayya 'alal falah, Hayya 'alal falah. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar. Laailaaha illallah. Abdullah berkata ; Kemudian orang itu mundur tidak jauh dariku, lalu berkata; Apabila kamu membaca iqamah shalat, ucapkanlah; Allahu Akbar Allahu Akbar,. Asyhaduan laa ilaaha Illallah,. Ayshadu anna Muhammadar Rasuulallah, Hayya 'alash shalaah. Hayya 'alal falah. Qad qaamatish shalat Qad qaamatish shalat. Allahu Akbar Allahu Akbar. Laailaaha illallah. Maka keesokan harinya, saya pergi menemui Rasulallah shallallahu 'alaihi wasallam dan memberitahukan kejadian mimpiku itu, maka beliau bersabda : Sesungguhnya mimpimu itu adalah mimpi yang benar Insya Allah. Karena itu berdirilah bersama Bilal dan ajarkan kepadanya mimpimu itu, dan hendaklah dia yang adzan, karena suaranya lebih lantang dari suaramu." Maka saya pun berdiri bersama Bilal, lalu saya ajarkan kepadanya bacaan-bacaan itu, sementara dia menyerukan adzan itu. Dia berkata; Kemudian Umar bin Al-Khaththab mendengar seruan adzan itu ketika dia sedang berada di rumahnya, lalu dia keluar sambil menarik pakaiannya dan berkata; Demi Dzat yang mengutusmu dengan al-Haq, wahai Rasulullah, sungguh saya telah bermimpi seperti mimpi Abdullah itu. Maka Rasulullah bersabda : Maka segala puji hanya bagi Allah. [HR Ahmad dan Abu Daud]

Dilihat dari dua hadits di atas bisa disimpulkan bahwa :

(1) Syariat adzan berasal dari mimpi Abdulloh Bin Zaid dan Umar Bin Khothob

(2) Syariat adzan diterapkan di tahun pertama nabi shollallohu alaihi wasallam tinggal di kota Madinah. Hal itu bisa kita ketahui dari kalimat “ Kaum muslimin ketika tiba di Madinah

(3) Musyawarah adalah kebiasaan rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan para sahabat

Berdzikir Menggeleng-Gelengkan Kepala


Dzikrulloh (28)

Bila dilakukan sebagai reaksi spontan dari bacaan dzikir yang diucapkan, maka hal ini tidak masalah. Seperti seorang membaca sayyidul istighfar, tiba-tiba ia teringat dosa-dosa masa lalu yang membuatnya menggigil ketakutan, kepala tertunduk dan akhirnya terdengar tangisan darinya. Hal ini terjadi pada diri rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan para sahabat :

عَنْ مُطَرِّفِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ الشِّخِّيرِ  عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي  وَفِي صَدْرِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ اَلْمِرْجَلِ  مِنْ اَلْبُكَاءِ  

Dari Mutharrif Ibnu Abdullah Ibnus Syikhir dari ayahnya dia berkata: Aku melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedang sholat dan di dadanya ada suara seperti suara air yang mendidih karena menangis. Dikeluarkan oleh [HR Imam Lima kecuali Ibnu Majah]  

عن أنس رضي الله عنه قَالَ : خطبنا رَسُول الله صلى الله عليه وسلم خطبة مَا سَمِعْتُ مِثلها قطّ ، فَقَالَ : لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أعْلَمُ ، لَضحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلَبَكَيتُمْ كَثِيراً  فَغَطَّى أصْحَابُ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم وَجُوهَهُمْ ، وَلَهُمْ خَنَينٌ . مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .وفي رواية : بَلَغَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم عَنْ أَصْحَابِهِ شَيْءٌ فَخَطَبَ ، فَقَالَ : عُرِضَتْ عَلَيَّ الجَنَّةُ وَالنَّارُ ، فَلَمْ أرَ كَاليَومِ في الخَيرِ وَالشَّرِّ ، وَلَوْ تَعْلَمونَ مَا أعلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيراً  فَمَا أتَى عَلَى أصْحَابِ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم يَوْمٌ أَشَدُّ مِنْهُ ، غَطَّوْا رُؤُسَهُمْ وَلَهُمْ خَنِينٌ

Dari Anas rodliyallohu anhu berkata : Rosululloh sholallohu alaihi wasallam menyampaikan khutbah di hadapan kami dengan khutbah yang sangat berkesan, belum pernah aku mendengarnya sekalipun. Beliau bersabda : Bila kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Para sahabat rosululloh shollallohu alaihi wasallam menutup wajah-wajah mereka dan terdengar pada mereka sesenggukan [muttafaq alaih]. Pada sebuah riwayat lain disebutkan. Telah sampai kepada rosululloh shollalohu alaihi wasallam sesuatu lalu beliau berkhutbah : Telah ditampakkan padaku aljannah dan annar. Aku belum pernah melihat pemandangan yang baik dan buruk seperti hari ini. Bila kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Tidak ada hari yang datang kepada para sahabat rosululloh shollallohu alaihi wasallam lebih berat dari hari itu. Mereka menundukkan kepala dan terdengar pada mereka sesenggukan.

Yang perlu diketahui adalah bila gerakan tubuh saat berdzikir tidak bersifat alami, melainkan diatur sedemikian rupa, apalagi diseragamkan sehingga menjadi simbol bagi dzikir-dzikir tertentu, maka hal ini masuk ke dalam sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ  رَدٌّ. رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ  

Dari Ummul Mu’minin, Ummu Abdillah, Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan : Siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.








Berdzikir Menggunakan Tasbih


Dzikrulloh (27)

Yang dilakukan oleh rosululloh shollallohualaihi wasallam dan para sahabat saat menghitung jumlah dzikir adalah menggunakan jari-jari tangan. Lalu bagaimana dengan penggunaan biji-biji tasbih ? Kalau diniatkan sebagai sarana untuk memudahkan pengetahuan tentang jumlah dzikir yang sudah dilafalkan, maka hukum asalnya adalah mubah. Akan tetapi bila disertai dengan keyakinan tambahan, hukum mubah bisa saja berubah menjadi makruh atau haram.

Semisal seorang pedagang tasbih di sebuah bis. Ia tawarkan tasbih kepada para penumpang dengan diiringi keterangan bahwa asal biji tasbih dari hutan dan kayu tertentu. Selanjutnya ia mengatakan bahwa barangsiapa yang berdzikir dengan biji-bijian ini akan mendatangkan berbagai manfaat yang tidak dimiliki biji lainnya.

Padahal , yang mendatangkan faedah bukan pada bahan dasar biji tasbih, melainkan berasal dari dzikir yang diucapkan. Syaikh Sholih Fauzan berkata :

ويباح استعمال السبحة ليعد بها الأذكار والتسبيحات من غير إعتقاد أن فيها فضيلة خاصة وكرهها بعض العلماء

Diperbolehkan penggunaan biji-biji tasbih untuk menghitung jumlah bacaan dzikir dan tasbih, akan tetapi tidak diikuti keyakinan bahwa di dalamnya terkandung keutamaan khusus. Akan tetapi sebagaian ulama menilainya makruh

Maroji’ :

Almulakh-khosh Alfiqh, Syaikh Aholih Fauzan hal 126