Pertengkaran Muhajirin Dan Anshor

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 65)
Dalam perjalanan pulang setelah perang Muraisi, terjadi fitnah besar menimpa para sahabat. Jahjah bin Sa’ad, budak Umar bin Khothob hendak mengambil air di sumur Muraisi. Dalam pada itu datanglah Sinan bin Wabar yang merupakan golongan Khozroj juga hendak mengambil air. Keduanya berebutan di sumur itu untuk mendapatkan airnya. Terjadilah pertengkaran hebat antara keduanya.
Tiba-tiba datanglah Ja’al yang merupakan sahabat muhajirin. Melihat perselisihan itu, Ja’alpun menampar Sinan hingga berdarah. Sinan segera berteriak : Wahai kaum anshor ! Wahai kaum Khozroj ! Tak kalah sigapnya, Sinan dan Ja’al berteriak : Wahai kaum muhajirin ! Wahai kaum Quraisy !
Seketika datanglah manusia dari kedua kubu dengan pedang yang terhunus. Tak lama setelah itu datanglah nabi shollallohu alaihi wasallam. Beliau bersabda :
أبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وأنَا بَيْنَ أظْهُرِكُمْ ؟ دَعُوْهَا فَإنَّهَا مُنْتِنَةٌ
Apakah dengan seruan jahiliyyah kalian kumandangkan, sementara aku masih hidup di tengah-tengah kalian ? Tinggalkan itu, karena ia adalah busuk !
Selesai mendapat nasehat dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam, golongan muhajirin datang kepada Sinan untuk meminta maaf, tak menunggu lama Sinan memberinya pemaafan sehingga lenyaplah perselisihan.
Maroji’ :
Kelengkapan tarikh, Munawar Kholil 2B/293

Abu Dzar Dengan Caciannya

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 64)
Abu Dzar pernah mencaci seorang budak  dengan mencela ibunya. Nabi shollallohu alaihi wasallampun memberinya nasehat :
إنك امرؤ فيك جاهلية، هم إخوانكم وخولكم جعلهم اللَّه تحت أيديكم، فمن كان أخوه تحت يده فليطعمه مما يأكل، وليلبسه مما يلبس، ولا تكلفوهم ما يغلبهم، فإن كلفتموهم فأعينوهم
Sesungguhnya engkau manusia yang masih ada bekas jahiliyyahnya. Bagaimanapun juga dia adalah saudara dan pembantumu. Alloh menjadikannya di bawah kekuasaanmu. Barangsiapa ada orang yang berada di bawah kekuasaannya maka berikan makan sesuai dengan yang ia makan. Beri pakaian sesuai dengan yang ia kenakan. Jangan berikan beban yang memberatkan mereka. Kalau kalian memberinya beban yang berat, maka bantulah mereka  [muttafaq alaih]
Di kemudian hari, akhirnya memperlakukan budaknya dengan sangat baik dimana ia kenakan pakaian untuknya sesuai dengan yang ia kenakan.
Mencela seseorang dengan mengeluarkan kata-kata hinaan adalah sikap tercela, apalagi bila celaan itu dinisbatkan dengan asal keturunan seseorang. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengingatkan kita akan hal ini dengan sabdanya :
إنَّ الله قَدْ أذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَفَخْرَهَا بِالابَاءِ إنَّمَا هُوَ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ أوْ فَاجِرٌ شَقِيٌّ النَّاسُ بَنُو ءَادَمَ وَءَادَم خُلِقَ مِنْ تُرَابٍ لَيَدَعَنَّ رِجَالٌ فَخْرَهُمْ بِأقْوَامٍ إنَّمَا هُمْ فَحْمٌ مِنْ فَحْمِ جَهَنَّم أوْ لَيَكُوْنَنَّ أهْوَنَ عَلَى الله مِنَ الْجُعْلاَنِ
Sesungguhnya Alloh telah menghilangkan pada diri kalian kesombongan jahiliyyah, berbangga dengan asal usul. Sesungguhnya tidak ada melainkan mukmin yang bertaqwa atau orang yang jahat yang akan celaka. Manusia itu keturunan Adam dan Adam tercipta dari tanah. Sungguh seseorang benar-benar membiarkan kebanggannya terhadap satu kaum, kecuali itu mereka akan menjadi bagian dari arang neraka jahannam atau sungguh pasti akan menjadi lebih hina di sisi Alloh daripada kumbang    [HR Abu Daud]
عَنْ أبِى مالك الأشعرى رضى الله عنه أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال أربع في أمتي من أمر الجاهلية لا يتركهن  الفخر بالأحساب والطعن في الأنساب والاستسقاء بالنجوم والنياحة على الميت،
Dari Abu Malik Al Asy’ari rodliyallohu anhu bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Empat hal yang terdapat pada umatku yang termasuk perbuatan jahiliyah yang susah untuk ditinggalkan : membangga-banggakan kebesaran leluhurnya, mencela keturunan, mengaitkan turunnya hujan kepada bintang tertentu, dan meratapi orang mati [HR. Muslim]



Muawiyah bin Alhakam assulami Marah Dalam Sholat

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 63)
Muawiyah menuturkan bahwa dirinya pernah sholat bersama rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Tiba-tiba salah satu jamaah ada yang bersin. Spontan Muawiyah mengucapkan yarhamukalloh. Apa yang ucapkan membuat manusia memandang ke arah dirinya. Merasa risih karena menjadi pusat perhatian, iapun berkata kepada mereka “ Kenapa kalian melihat kea rah diriku ? “
Perkataan dirinya dijawqab oleh jamaah dengan memukulkan tangan ke paha sebagai isyarat agar dirinya diam. Selesai sholat, nabi shollallohu alaihi wasallam memberi nasehat kepadanya dengan lemah lembut, dimana beliau bersabda :
إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس، إنما هي التسبيح والتكبير وقراءة القرآن 
Sesungguhnya sholat itu tidak syah bila dicampuri dengan perkataan manusia karena ia hanya pantas diisi dengan tasbih, takbir dan bacaan alquran  [HR Muslim]
Demi mendengar penuturan beliau yang bersahabat, membuat Muawiyah berkomentar :
فبأبي هو وأمي ما رأيت معلماً قبله ولا بعده أحسن تعليماً منه، فوالله ما كهرني ولا ضربني ولا شتمني
Demi ibu dan bapakku, aku belum pernah melihat sebelum dan sesudahnya seorang pendidik yang lebih baik dari beliau. Tidak membentakku, tidak memukulku dan tidak pula mencaci diriku  [HR Muslim]
Berdasar hadits di atas, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin menyimpulkan bahwa membaca tahmid saat bersin dalam sholat adalah terlarang, demikian juga menjawabnya.
Dari sinilah muncul problem. Larangan itu belum diketahui oleh Muawiyah, sementara sikap para sahabat yang membuat dirinya tidak nyaman. Akhirnya masalah itu segera selesai ketika nabi shollallohu alaihi wasallam mengambil alih teguran kepada Muawiyah.
Demikianlah, terkadang amar ma’ruf nahi munkar perlu menggunakan metode yang mudah diterima oleh orang yang sedang melakukan kesalahan. Bukankah orang Sunda mengatakan : Benang laukna, herang caina (ikannya tertangkap, tanpa membuat air keruh)
Maroji’ :
Syarh Riyadlush Sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 2/1004

Abu Dzar Yang Meminta Jabatan

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 62)
Jabatan tidak bisa diserahkan kepada setiap manusia tanpa seleksi. Ia adalah amanat. Bila diserahkan kepada orang yang tidak berhak, pertanda dekatnya hari kiamat. Umar bin Khothob memberi nasehat emas buat kita :
          عُمَرُ تَفَقَّهُوْا قَبْلَ أنْ تُسَوَّدُوْا
Umar berkata : perdalamlah ilmu sebelum kalian menjadi pemimpin
Makna dari nasehat ini adalah :
·         Kepemimpinan adalah buah dari ilmu
·         Hanya orang berilmulah yang berhak memegang kepemimpinan
·         Orang yang berilmu akan punya rasa takut saat memegang jabatan. Boleh jadi karena ilmu yang dimiliki akan menyebabkan dirinya tidak berambisi untuk mendapatkan kedudukan bahkan menghindarinya
Tentang jabatan, nabi shollallohu alaihi wasallam mengingatkan bahwa beliau tidak memberikannya kepada dua kelompok, yaitu yang meminta atau berambisi untuk mendapatkannya :
 إنا والله لا نولي هذا العمل أحداً سأله، أو أحداً حرص عليه
Sesungguhnya demi Alloh, kami tidak akan mengangkat pemimpin kepada orang yang memintanya atau berambisi untuk mendapatkannya  [muttafaq alaih]
Rupanya masalah ini belum dipahami dengan baik oleh Abu Dzar sehingga dia meminta kepada nabi shollallohu alaihi wasallam untuk diberi kedudukan, maka beliau memberi dua wejangan, yaitu :
يا أبا ذر إني أراك ضعيفاً، وإني أحب لك ما أحب لنفسي؛ لا تأمرن على اثنين، ولا تولين مال يتيم
Wahai Abu Dzar, sesungguhnya aku melihatmu sebagai orang yang lemah, sesungguhnya aku menginginkan kebaikan yang menimpamu sebagaimana kebaikan itu menimpa diriku. Janganlah sekali-kali menginginkan memimpin manusia meski hanya untuk dua orang dan jangan sekali-kali mengurusi harta anak yatim [HR Muslim]
يا أبا ذر إنك ضعيف، وإنها أمانة، وإنها يوم القيامة خزي وندامة، إلا من أخذها بحقها أدى الذي عليه فيها
Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Sesungguhnya jabatan itu adalah amanat dan sungguhnya nanti pada hari kiamat akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali yang meraihnya dengan cara yang benar dan menunaikannya kepada yang berhak  [HR Muslim]
Ditinjau dari keimanan, Abu Dzar adalah orang yang sudah teruji. Di hadapan Alloh, para sahabat adalah rodliyallohu anhum warodlu anhu. Atau dengan bahasa lain adalah ash shohaabah kulluhum ‘udul (para sahabat, seluruhnya adil), akan tetapi memimpin manusia tidak hanya mengandalkan keimanan semata melainkan kecakapan dan ilmu untuk mengatur manusia. Untuk yang kedua inilah yang tidak dimiliki oleh Abu Dzar sehingga nabi shollallohu alaihi wasallam tidak memberikannya kepadanya.
Nasehat serupa juga disampaikan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam kepada Abdurrohman bin samuroh

Meludah Di Masjid

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 61)
Anas bin Malik menuturkan bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam meliaht ludah di masjid yang letaknya di kiblat. Wajah beliau menampakkan ketidaksukaan meski akhirnya beliau sendirilah yang membersihkannya. Setelah itu beliau bersabda :
إن أحدكم إذا قام في صلاته فإنه يناجي ربه وإن ربه بينه وبين القبلة، فلا يبزقن أحدكم قبل القبلة، ولكن يساره أو تحت قدمه
Sesungguhnya seorang di antara kalian bila sholat, hakekatnya sedang menghadap Robnya. Sesungguhnya Robnya ada di antara dirinya dan arah kiblat. Oleh karena itu janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian meludah ke arah kiblat, akan tetapi ke samping kiri atau di bawah kakinya  [muttafaq alaih]
Selanjutnya beliau menarik ujung kainnya seraya meludah di dalamnya sambil berkata : Kenapa kalian tidak melakukan seperti ini ?!
Tidak diketahui, siapa yang meludah di masjid yang membuat nabi shollallohu alaihi wasallam murka dan beliau juga tidak menanyakan siapa pelakunya. Demikianlah nama si pelaku tidak diketahui, tapi perbuatan itu akhirnya tidak terulang.

Itban bin Malik Dituduh Munafiq

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 60)
Itban bin Malik termasuk orang yang terlibat dalam medan badar. Di kampungnya, ia merupakan imam bagi sholat jamaah. Ketika sudah sepuh dan matanya sudah mulai rabun, ia mengalami kesulitan untuk mendatangi masjid bila hujan turun. Untuk itulah ia meminta izin kepada nabi shollallohu alaihi wasallam agar diperkenankan untuk sholat di rumah.
Di samping itu, ia meminta kepada beliau untuk sudi mendatangi rumahnya untuk meresmikan salah satu ruangan di rumahnya sebagai sholat. Permintaan itu dikabulkan. Diiringi Abu Bakar, nabi shollallohu alaihi wasallam bertamu ke rumah Itban. Di situlah, untuk pertama kalinya Itban dan Abu Bakar sholat dengan dipimpin oleh nabi shollalohu alaihi wasallam.
Selesai sholat ditunaikan, Itban menjamu tamunya dengan makanan. Rupanya kedatangan beliau diketahui tetangga. Mereka kecewa kepada si tuan rumah yang tidak memberitahu kedatangan beliau di kampungnya sehingga mereka sebut Itban sebagai munafiq. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengingatkan mereka dengan mengatakan : Jangan berkata demikian, Bukankah ia sudah mengucapkan laa ilaaha illalloh dengan mengharap wajah Alloh ? Ternyata sebutan munafiq tetap mereka tujukan kepada Itban. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda untuk menasehati mereka :
فإن اللَّه قد حرم على النار من قال لا إله إلا اللَّه يبتغي بذلك وجه اللَّه
Sesungguhnya Alloh mengharamkan neraka bagi siapa saja yang mengucapkan laa ilaaha illalloh dengan mengharap wajah Alloh  [muttafaq alaih]
Syaikh Mushthofa Albugho berkata : Hadits ini memberi pelajaran tentang larangan su’udzon atas dasar syubhat.
Maroji’ :
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 1/320

Para Suami Gemar Memukul Istri

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 59)
Seorang suami diperbolehkan memukul istri manakala istri melakukan nusyuz. Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di mendefinisikan nusyuz dengan : Tidak mentaati suami dengan menentangnya baik dengan ucapan maupun perbuatan. Kalau toh akhirnya pukulan dilakukan, harus mempertimbangkan dua hal, yaitu : Tidak menyakitkan dan menjadikannya alternatif ketiga setelah nasehat lembut dan pisah tempat tidur. Hal ini berdasar firman Alloh :
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا  
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar [annisa : 34]
Secara lesan, nabi shollallohu alaihi wasallam pernah mengizinkan kepada kaum pria untuk memukul istri. Rupanya, pembolehan itu menyebabkan banyak kaum wanita yang menjadi korban yang kemudian mengadu di hadapan rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Akhirnya beliau memberi nasehat kepada para suami untuk tidak mudah memutuskan pukulan setiap melihat gelagat nusyuz yang diperlihatkan oleh para istri. Inilah yang dituturkan oleh Iyas bin Abdulloh bin Abu Dzubab :
عن إياس بن عبد اللَّه بن أبي ذباب رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم لا تضربوا إماء اللَّه فجاء عمر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إلى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فقال ذَئِرْنَ النساء على أزواجهن، فرخص في ضربهن، فأطاف بآل رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم نساء كثير يشكون أزواجهن، فقال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم لقد أطاف بآل محمد نساء كثير يشكون أزواجهن ليس أولئك بخياركم
Dari Iyas bin Abdulloh bin Abu Dzubab rodliyallohu anhu, bersabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam : Jangan kalian memukul kaum wanita mukminat. Umar datang menghadap rosululloh shollallohu alaihi wasallam seraya berkata : Banyak wanita yang membangkang terhadap suaminya. Akhirnya beliau memberi rukhshoh untuk memukul istri. Tidak berapa lama, kaum wanita berkeliling menemui keluarga (istri) rosululloh shollallohu alaihi wasallam untuk mengadukan suami mereka. Beliau bersabda : Telah berkeliling kaum wanita menemui keluarga Muhammad untuk mengadukan perilaku suami mereka. Suami yang suka memukul istri, itu bukan suami yang baik  [HR Abu Daud]
Penulis Aunul Ma’bud mengkompromikan antara pembolehan pemukulan pada surat annisa’ dengan kisah di atas dengan mengatakan : Mampu menahan diri dan bersabar atas buruknya perilaku istri dan tidak melakukan pemukulan terhadapnya adalah lebih afdhol dan lebih bagus.
Itulah akhlaq nabi shollallohu alaihi wasallam terhadap istri-istrinya sebagaimana yang diceritakan oleh Aisyah :
مَا ضَرَبَ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم امْرَأةً لَهُ وَلاَ خَادِمًا قط وَلاَ ضَرَبَ بِيَدِهِ شَيْأً قط إلاَّ فِي سَبِيْلِ الله أوْ تُنْتَهَكُ مَحَارِمُ الله فَيَنْتَقِمُ
Rosululloh shollallohu alaihi wasallam tidak pernah sekalipun memukul istrinya, tidak pula kepada pembantunya. Tidak pernah beliau memukul dengan tangannya pada sesuatu kecuali dalam medan jihad fisabilillah atau bila ada kehormatan Alloh dilanggar, maka beliau akan murka  [HR Nasa’i]
Maroji’ :
Tafsir Taisir Kalim Arrohman Fi Tafsir kalamil Mannan (maktabah syamilah), Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di
Aunul Ma’bud, Al ‘Allaamah Abu Thoyyib Muhammad Syamsul Haq Al’adzim Abadi 4/243