Menyingkirkan Duri Di Jalan sebuah problematika

Menyingkirkan Duri Di Jalan sebuah problematika

Islam sesuai dengan namanya adalah agama yang berisi penuh ajaran yang menyelamatkan pemeluknya baik di dunia maupun di akhirat. Salah satunya tersebut dalam sebuah hadits shohih :

الإيمان بضع وسبعون أو بضع وستون شعبة فأفضلها قول لا إله إلا اللَّه، وأدناها إماطة الأذى عَنِ الطريق. والحياء شعبة من الإيمان مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
.
Iman terdiri dari tujuh puluh lebih bagian, yang paling mulia adalah ucapan laa ilaaha illalloh dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu sebagian dari iman [muttafaq alaih]

Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin menerangkan bahwa yang dimaksud dari imaathotul adzaa ‘anith thoriq (menyingkirkan gangguan dari jalan) adalah menyingkirkan apa saja yang mengganggu para pemakai jalan di antaranya adalah batu, duri, pecahan kaca dan lainnya.

Ketika kita membaca hadits ini lalu kita melihat kenyataan maka kita akan mendapati setidaknya dua problem :

Yang pertama

Kalau menyingkirkan duri di jalan adalah serendah-rendah iman menurut penilaian rosululloh shollallohu alaihi wasallam, lalu bagaimana dengan orang yang dengan sengaja menebar paku di jalan dengan tujuan ban kendaraan baik motor atau mobil bocor, yang kemudian sering terjadi aksi perampokan sebagaimana yang sering kita baca di mas media atau dengan bocornya ban menyebabkan para penambal ban mendapatkan rizki

Yang kedua

Di saat kita berniat melaksanakan hadits yang agung ini, yaitu menyingkirkan duri atau paku di jalan, sungguh akan menemui kendala yang luar biasa. Bagaimana tidak ? Paku-paku yang bertebaran di jalan luar biasa banyaknya sehingga ketika seorang polisi pada pagi hari merazia paku di jalan, ternyata dalam waktu singkat terkumpul paku sebanyak 3 kg. Kenyataan ini bisa kita jumpai di jalan Daan Mogot, MT Haryono, kawasan industri Pulo Gadung dan daerah lainnya.

Bagi karyawan muslim yang mencoba mengumpulkan ranjau paku di jalan-jalan tersebut saat berangkat kerja, insyaAlloh akan terlambat tiba di kantor tiap harinya.

Maroji’ : syarh riyadlush sholihin, Syaikh Muhammad Utsaimin 1/365

Ya’qub Dan Yusuf Menyalahkan Setan

Ya’qub Dan Yusuf Menyalahkan Setan

Iblis biang keladi, sumber masalah di dunia. Karenanya, Adam melanggar larangan Alloh untuk selanjutnya diusir dari aljannah, suami istri bercerai, perzinahan marak, perjudian kokoh tak terusik dan perbuatan syirik merajalela yang akhirnya mengantarkan manusia ke neraka, itu semua tidak lain karena kepiawaian setan dalam menggoda anak manusia.

Jerat tipu dayanya rapi, dikemas dengan apik sehingga kebatilan diminati, alhaq ditakuti untuk didekati. Maka setiap perbuatan maksiat, tuduhan harus ditujukan lebih awal kepadanya bukan kepada si pelaku maksiat yang terjerat rayuan iblis karena ia hanyalah korban.

Tidak bijak manakala kita sibuk mengingkit-ngungkit kesalahan korban sementara sumber biang keladi luput dari perhatian kita. Demikianlah Ya’qub dan Yusuf memberi teladan kepada kita sehingga sudah sepantasnya kita menirunya :

أولئِكَ الَّذِيْنَ هَدَى الله فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِه

Mereka Itulah (para nabi) orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. [al an’am : 90]

Yusuf yang dibenci saudaranya, di saat bermimpi melihat 11 bintang, 1 matahari dan 1 rembulan bersujud kepadanya (yang artinya suatu saat 11 saudaranya dan kedua orang tuanya akan benar-benar bersujud kepada Yusuf), lalu mimpi itu disampaikan kepada ayahandanya. Demi mendengar penuturan puteranya maka Ya’qub menilai hal itu bila diketahui oleh saudara-saudaranya akan menambah kebencian mereka terhadap Yusuf sehingga Ya’qub berpesan agar jangan sampai mimpi itu dituturkan kepada mereka sambil mengingatkan bahwa meski saudara-saudaranya memusuhinya akan tetapi pada hakekatnya permusuhan itu hanya pantas ditujukan kepada setan :

قاَلَ ياَ بُنَيَّ لاَ تَقْصُصْ رُءْياَكَ عَلَى إخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَكَ كَيْداً إنَّ الشَّيْطاَنَ للإِنْساَنِ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, Maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." [yusuf : 5]

Rupanya pelajaran yang berharga ini tertanam pada lubuk hati Yusuf sehingga ketika Yusuf sudah memiliki kedudukan tinggi di Mesir, semua saudaranya bersimpuh di hadapannya demikian juga orang tuanya dalam sebuah pertemuan yang mengharukan setelah berpisah selama 30 tahun, disitulah Yusuf menyampaikan kepada orang tuanya bahwa perpisahan yang begitu lama antar mereka adalah disebabkan oleh setan :

وَرَفَعَ أبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوْا لَهُ سُجَّداً وَقاَلَ يأبَتِ هذَا تَأْوِيْلُ رُءْياَيَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهاَ رَبِّي حَقّاً وَقَدْ أحْسَنَ بِي إذْ أخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجاَءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِى وَبَيْنَ إخْوَتِي إنَّ رَبِّي لَطِيْفٌ لِماَ يَشَاءُ إنَّهُ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ

Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku Inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; Sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. dan Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaKu, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. [yusuf : 100]

Syaikh Sholih Almunajjid berkata : kata-kata “Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaKu, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku “ Yusuf tidak mengatakan dikeluarkan dari sumur, demi menjaga perasaan saudara-asaudaranya karena merekalah yang melempar Yusuf ke dalam sumur. Yusuf sengaja mencari redaksi lain untuk menghindari penyebutan sumur.

Demikian juga Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi tidak jauh berbeda menerangkan maksud ayat di atas. Dan yang penting untuk diperhatikan bahwa Yusuf tidak mempermasalahkan sikap saudara-saudaranya terhadap dirinya akan tetapi semuanya dialamatkan kepada setan.

Demikianlah seharusnya sikap kita, memberi penilaian perbuatan maksiat bukan ditujukan kepada pelaku akan tetapi kepada siapa sumber biang keladi. Bukankah asap ada karena ada api ?

Tantangan Alloh

Tantangan Alloh

ذَالِكَ الْكِتاَبُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa [albaqoroh : 2]

Ayat ini menerangkan bahwa seseorang bisa mencapai derajat taqwa melalui hidayah dan hidayah itu sumbernya ada pada alkitab (alquran), akan tetapi hal itu hanya terwujud manakala dia memiliki sikap yang benar kepada alquran, yaitu sikap yakin dan tidak ragu-ragu terhadap apa saja yang Alloh firmankan dalam alquran.

Bila dia masih meragukan isi alquran maka mustahil dia memperoleh hidayah, hal itu berlanjut pada kegagalannya dalam meraih derajat taqwa.

Pada kenyataannya orang yang masih meragukan alquran, masih banyak kita jumpai, dulu hingga sekarang. Yang anehnya justru itu banyak berasal dari orang-orang yang mengaku bersyahadat laa ilaaha illalloh. Bila penolakan itu berasal dari orang kafir itu satu hal yang dinilai lumrah.

Yang lebih mencengangkan adalah manakala sikap ragu terhadap kitabulloh diiringi dengan upaya untuk menandingi kitabulloh itu sendiri. Apakah ada ? Jawabannya ada ! Karena Alloh subhaanahu Wata’ala menantang kepada orang-orang yang meragukan alquran untuk membuat proyek pembuatan kitab yang bisa menandingi alquran, dan itu Alloh ulangi sebanyak lima kali dalam alquran. Dengan nada indah itu Alloh tampilkan tantangannya dengan empat bentuk kalimat :

1. Alloh menantang siapa saja yang mampu membuat kitab yang setara kwalitasnya dengan alquran dan taurot :

قُلْ فَأْتُوْا بِكِتاَبٍ مِنْ عِنْدِ الله هُوَ أهْدَى مِنْهُماَ أتَّبِعْهُ إنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ

Katakanlah: "Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan Al Quran) niscaya aku mengikutinya, jika kamu sungguh orang-orang yang benar".[alqoshosh : 49]

2. Seandainya tidak berhasil, manusia boleh minta bantuan kepada jin, cukup membuat satu kitab saja bukan dua yaitu setara mutunya dengan alquran

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أنْ يَأْتُوْا بِمِثْلِ هذَا الْقُرْانِ لاَ يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كاَنَ بَعْضُهُمْ لِبََعْضٍ ظَهِيْراً

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".[al isro’ : 88]
3. Jika tidak berhasil maka dipersilahkan untuk menurunkan proyeknya dengan membuat sepuluh surat saja (bukan satu kitab yang jumlahnya 114 surat)

أمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأتُوْا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرِياَتٍ وَادْعُوْا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُوْنِ الله إنْ كُنْتُمْ صاَدِقِيْنَ

Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". [hud : 13]

4. Kalau juga belum berhasil maka cukup membuat satu surat saja yang bisa menandingi satu surat yang paling pendek dalam alquran dan masih diperkenankan untuk meminta bantuan kepada pihak lain selain Alloh.

أمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوْا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُوْنِ الله إنْ كُنْتُمْ صاَدِقِيْنَ

Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar." [yunus : 38]

وَإنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْناَ عَلَى عَبْدِناَ فَاْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوْا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُوْنِ الله إنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا فاَتَّقُوْا النَّارَ الَّتِي وَقُوْدُهاَ النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أعِدَّتْ لِلْكاَفِرِيْنَ

23. Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
24. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. [albaqoroh : 23-24]

Betapa beraninya bangsa Indonesia ketika mengatakan “ pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, pancasila adalah sakti, dan kata-kata kufur lainnya “ Sehingga dengan slogan ini maka tertutup pintu penegakan syariat, terbelenggu keinginan kita untuk melaksanakan islam secara kaffah.

Doktrin seperti ini terus ditanamkan di bangku-bangku sekolah, celakanya para kyai dan itu tidak sedikit, hidupnya dihabiskan untuk membela mati-matian pancasila. Jangan heran kalau dari lesan mereka keluar kata-kata “ pancasila adalah harga mati, pancasila sudah final, …… “

Wal iyaadzubillah, kelak ia akan mempertanggungjawabkan perkataannya di hadapan Alloh.

Lain halnya dengan para penguasa yang lantang mengatakan : bagi siapa yang tidak tunduk kepada pancasila maka dipersilahkan keluar dari bumi Indonesia ! Seolah begitu gagah saat mengeluarkan kata-kata buruk itu, padahal begitu mudah kata-kata murah ini dijawab “ bagi yang tidak mengakui hukum Alloh (alquran dan assunnah) maka silahkan keluar dari bumi Alloh !!!

Wahai Pejabat Bermasalah, Mundurlah !

Wahai Pejabat Bermasalah, Mundurlah !

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ شَكَا أَهْلُ الْكُوفَةِ سَعْدًا إِلَى عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَعَزَلَهُ وَاسْتَعْمَلَ عَلَيْهِمْ عَمَّارًا فَشَكَوْا حَتَّى ذَكَرُوا أَنَّهُ لَا يُحْسِنُ يُصَلِّي فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ فَقَالَ يَا أَبَا إِسْحَاقَ إِنَّ هَؤُلَاءِ يَزْعُمُونَ أَنَّكَ لَا تُحْسِنُ تُصَلِّي قَالَ أَبُو إِسْحَاقَ أَمَّا أَنَا وَاللَّهِ فَإِنِّي كُنْتُ أُصَلِّي بِهِمْ صَلَاةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَخْرِمُ عَنْهَا أُصَلِّي صَلَاةَ الْعِشَاءِ فَأَرْكُدُ فِي الْأُولَيَيْنِ وَأُخِفُّ فِي الْأُخْرَيَيْنِ قَالَ ذَاكَ الظَّنُّ بِكَ يَا أَبَا إِسْحَاقَ فَأَرْسَلَ مَعَهُ رَجُلًا أَوْ رِجَالًا إِلَى الْكُوفَةِ فَسَأَلَ عَنْهُ أَهْلَ الْكُوفَةِ وَلَمْ يَدَعْ مَسْجِدًا إِلَّا سَأَلَ عَنْهُ وَيُثْنُونَ مَعْرُوفًا حَتَّى دَخَلَ مَسْجِدًا لِبَنِي عَبْسٍ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ يُقَالُ لَهُ أُسَامَةُ بْنُ قَتَادَةَ يُكْنَى أَبَا سَعْدَةَ قَالَ أَمَّا إِذْ نَشَدْتَنَا فَإِنَّ سَعْدًا كَانَ لَا يَسِيرُ بِالسَّرِيَّةِ وَلَا يَقْسِمُ بِالسَّوِيَّةِ وَلَا يَعْدِلُ فِي الْقَضِيَّةِ قَالَ سَعْدٌ أَمَا وَاللَّهِ لَأَدْعُوَنَّ بِثَلَاثٍ اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ عَبْدُكَ هَذَا كَاذِبًا قَامَ رِيَاءً وَسُمْعَةً فَأَطِلْ عُمْرَهُ وَأَطِلْ فَقْرَهُ وَعَرِّضْهُ بِالْفِتَنِ وَكَانَ بَعْدُ إِذَا سُئِلَ يَقُولُ شَيْخٌ كَبِيرٌ مَفْتُونٌ أَصَابَتْنِي دَعْوَةُ سَعْدٍ قَالَ عَبْدُ الْمَلِكِ فَأَنَا رَأَيْتُهُ بَعْدُ قَدْ سَقَطَ حَاجِبَاهُ عَلَى عَيْنَيْهِ مِنْ الْكِبَرِ وَإِنَّهُ لَيَتَعَرَّضُ لِلْجَوَارِي فِي الطُّرُقِ يَغْمِزُهُنَّ

Dari Jabir bin Samrah berkata, "Penduduk Kufah mengadukan Sa'd (bin Abu Waqash) kepada 'Umar. Maka 'Umar menggantinya dengan 'Ammar. Mereka mengadukan Sa'd karena dianggap tidak baik dalam shalatnya. Maka Sa'd dikirim kepada 'Umar dan ditanya, "Wahai Abu Ishaq, penduduk Kufah menganggap kamu tidak baik dalam shalat? " Abu Ishaq menjawab, "Demi Allah, aku memimpin shalat mereka sebagaimana shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Tidaklah aku mengurangi sedikitpun dalam melaksanakan shalat 'Isya bersama mereka. Aku memanjangkan bacaan pada dua rakaat pertama dan aku pendekkan pada dua rakaat yang akhir. " 'Umar berkata, "wahai Abu Ishaq, kami juga menganggap begitu terhadapmu. " Kemudian 'Umar mengutus seorang atau beberapa orang bersama Sa'd ke Kufah. Orang itu kemudian bertanya kepada para penduduk tentang Sa'd, tidak ada satupun masjid yang dikunjungi tanpa menanyakan tentang Sa'd, mereka semua mengagumi Sa'd dan mengenalnya dengan baik. Hingga akhirnya sampai ke sebuah masjid milik bani 'Abs, lalu salah seorang dari mereka yang bernama Usamah bin Qatadah dengan nama panggilan Abu Sa'dah berkata, "Jika kalian minta pendapat kami, maka kami katakan bahwa Sa'd adalah seorang yang tidak memudahkan pasukan, bila membagi tidak sama dan tidak adil dalam mengambil keputusan. " Maka Sa'd berkata, "Demi Allah, sungguh aku akan berdo'a dengan tiga do'a; Ya Allah jika dia, hambamu ini, berdusta, dan mengatakan ini dengan maksud riya' atau sum'ah, maka panjangkanlah umurnya, panjangkanlah kefakirannya dan campakkanlah dia dengan berbagai fitnah. " Setelah beberapa masa kemudian, orang tersebut bila ditanya mengapa keadaannya jadi sengsara begitu, maka ia menjawab, "Aku orang tua renta yang terkena fitnah akibat do'anya Sa'd. " 'Abdul Malik berkata, "Aku sendiri melihat kedua alisnya telah panjang ke bawah menutupi kedua matanya, dan sungguh dia tersia-siakan saat berada di jalan-jalan. [HR Bukhori Muslim]

Di Indonesia, mencari orang yang berambisi mendapat kedudukan sangatlah mudah. Di saat mereka sudah mendapatkan cita-citanya, kitapun akan mudah mencari di antara mereka yang akhirnya dituntut mundur. Kursi yang begitu empuk menyebabkan mereka enggan meninggalkannya kendati tuntutan mundur begitu derasnya.

Kalau kemudian sering kita mendengar di mas media, bahwa demi memudahkan penyelidikan maka yang bersangkutan dinon aktifkan untuk sementara, maka hal ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Umar bin Khothob terhadap gubernurnya yaitu Sa’ad bin Abi Waqosh.

Saad Bin Abi Waqosh adalah seorang sahabat yang masuk jajaran al ‘asyroh almubasy syiruuna bil jannah (10 orang yang dijamin pasti masuk aljannah). Iapun termasuk assabiqunal awwalun (orang-orang yang pertama-tama masuk islam). Ia juga dikenal telah mengikuti hampir seluruh peperangan bersama rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Bahkan Kufah yang akhirnya ia menjabat gubernur di sana adalah kota yang ditaklukkan oleh pasukan yang dipimpin Sa’ad bin Abi Waqosh. Dan tidak boleh dilupakan bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam pernah berdoa khusus untuknya dimana beliau memohon kepada Alloh agar setiap doa yang dipanjatkannya senantiasa terkabul sebagaimana dalam sebuah riwayat disebutkan :

اللهمَّ اسْتَجِبْ لِسَعْدٍ إذَا دَعاَكَ

Ya Alloh, kabulkan untuk Sa’ad bila dia berdoa kepadaMu [HR Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Alhakim]

Dalam riwayat panjang di atas menceritakan ketika Umar bin Khothob sebagai kholifah mendapatkan pengaduan dari sebagian penduduk Kufah bahwa gubernurnya yaitu Sa’ad bin Abi Waqosh tidak bagus sholatnya. Demi mendengar pengaduan tersebut maka Umar segera mencopot jabatannya dengan digantikan oleh Ammar bin Yasir. Padahal saat itu amirul mukminin belum menerjunkan tim investisigasi, artinya pemecatan yang menimpa sa’ad murni hanya dari laporan semata. Oleh karena itu Ibnu Hajr Al Atsqolani berkata :

جواز عزل الإمام بعض عماله إذا شكى إليه وإن لم يثبت عليه شيئ إذا اقتضت ذالك المصلحة

Diperkenankan bagi pemimpin untuk memecat sebagian pejabatnya bila datang pengaduan kepadanya meskipun belum jelas kebenarannya bila hal itu menimbulkan maslahat.
Demikianlah dengan ketundukan tanpa diiringi sakit hati kepada kholifah, maka Sa’ad menyerahkan jabatannya kepada Ammar. Lalu bagaimana dengan para pejabat sekarang ? Mereka tutup telinga, bahkan tak sungkan untuk mencalonkan diri untuk periode selanjutnya padahal catatan buruknya sudah tersingkap sementara masyarakat sudah muak melihatnya.

Maroji’ : fathul bari, ibnu Hajar Al Atsqolani 2/298

Gelap

Gelap

Gelap adalah suasana malam, kondisi sekeliling tidak nampak. Wajar seandainya sholat sunnah yang paling afdhol adalah qiyamul lail karena luput dari penglihatan manusia. Hanya orang yang bersih dari riya’ sajalah yang istiqomah melaksanakannya.
Kegelapan di malam hari menyebabkan kondisi membuat segan beraktifitas. Santai di rumah adalah sebuah pilihan yang berujung kepada tidur pulas. Tak heran kalau orang munafiq tidak menghadiri sholat isya’ dan shubuh. Di samping malas, toh gelap menyebabkan ketidakhadiran mereka tidak diketahui oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Maka rosululloh shollallohu alaihi wasallam menjanjikan kepada siapa yang melewati masa gelap dengan ibadah berupa pahala yang besar :

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ مَشَى فِي ظُلْمَةِ لَيْلٍ إِلَى صَلَاةٍ آتَاهُ اللَّهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Abu Ad Darda` dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa berjalan dalam kegelapan malam untuk melaksanakan shalat, maka Allah akan memberikan kepadanya cahaya pada Hari Kiamat." [HR Addarimi]

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشِّرْ الْمَشَّائِينَ فِي الظُّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Anas bin Malik, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan kaki dalam kegelapan menuju masjid dengan cahaya sempurna pada hari kiamat." [HR Ibnu Majah]
Gelap adalah suasana alam kubur. Betapa menyeramkan, suasana gelap tanpa teman. Amal sholih bisa menjadi pendamping setia, sementara sholat jenazah untuk si mayit adalah solusi untuk memecah suasana gelap menjadi terang :

َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه -فِي قِصَّةِ اَلْمَرْأَةِ اَلَّتِي كَانَتْ تَقُمُّ اَلْمَسْجِدَ- قَالَ: ( فَسَأَلَ عَنْهَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَقَالُوا: مَاتَتْ, فَقَالَ: أَفَلَا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي؟ فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا فَقَالَ: دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهَا, فَدَلُّوهُ, فَصَلَّى عَلَيْهَا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَزَادَ مُسْلِمٌ, ثُمَّ قَالَ: ( إِنَّ هَذِهِ اَلْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا, وَإِنَّ اَللَّهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ
)
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu tentang kisah seorang wanita yang biasa membersihkan masjid. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menanyakan wanita tersebut, lalu mereka menjawab: Ia telah meninggal. Maka beliau bersabda: "Mengapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?" Mereka seakan-akan meremehkan urusannya. Beliau lalu bersabda: "Tunjukkan aku makamnya." Lalu mereka menunjukkannya, kemudian beliau menyolatkannya. Muttafaq Alaihi. Muslim menambahkan: Kemudian beliau bersabda: "Sungguh kuburan-kuburan ini penuh dengan kegelapan atas penghuninya dan sungguh Allah akan meneranginya untuk mereka dengan sholatku atas mereka."

Gelap suasana akhirat bagi orang-orang munafiq. Mereka memelas kepada orang beriman yang memiliki cahaya, namun hanya pelecehan dan hinaan sebagai jawaban atas permintaan mereka :

يَوْمَ يَقُوْلُ الْمُناَفِقُوْنَ وَالْمُناَفِقَاتُ لِلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا انْظُرُوْنَ نَقْتَبِسْ مِنْ نُوْرِكُمْ قِيْلَ ارْجِعُوْا وَرَاءَكُمْ فَالْتَمِسُوْا نُوْرًا فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُوْرٍ لَهُ باَبٌ باَطِنُهُ فِيْهِ الرَّحْمَةُ وَظاَهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ يُناَدُوْنَهُمْ ألَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ قاَلُوْا بَلَى وَلكِنَّكُمْ فَتَنْتُمْ أنْفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَارْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمُ الأماَنِيُّ حَتَّى جاَءَ أمْرُ الله وَغَرَّكُمْ باِلله الغَرُوْرُ

13. Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: "Tunggulah Kami supaya Kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu". dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)". lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.
14. Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: "Bukankah Kami dahulu bersama-sama dengan kamu?" mereka menjawab: "Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran Kami) dan kamu ragu- ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah;dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang Amat penipu. [alhadid : 13-14]

Apa Solusi Agar Kita Tidak Fanatik ?

Fanatik dan egois (3)

1. Mengembalikan semua permasalahan kepada Alloh dan rosulNya serta para ulama
يأيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا أطِيْعُوْا الله وَأطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَأولِى الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَناَزَعْتُمْ فِي شَيْئٍ فَرُدُّوْهُ غلَى الله وَالرَّسُوْلِ إنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِالله وَالْيَوْمِ الأخِرِ ذَالِكَ خَيْرٌ وَأحْسَنُ تَأْوِيْلاً

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [annisa : 59]

Berdasarkan ayat ini berarti ketaatan ditujukan kepada tiga pihak yaitu : Alloh, rosulNya dan ulil amri.

Ulil amri sebagaimana yang dituturkan oleh ibnu Abbas adalah ahlul fiqhi waddin (ahli dalam masalah fiqih dan din) sementara Mujahid, Atho’, Hasan Albasri dan Abu Aliyah menerangkan bahwa yang dimaksud ulil amri adalah para ulama.

2. Menuntut ilmu dari orang lain

Sebagaimana yang dilakukan oleh nabi Musa yang belajar kepada Khidzir. Musa memiliki kedudukan yang tinggi melebihi kedudukan khidzir. Bagaimana tidak ? Musa seorang nabi dan rosul, ia seorang ulul azmi, kalilmulloh (nabi yang diajak bicara oleh Alloh), memperoleh umat terbanyak setelah rosululloh shollallohu alaihi wasallam, diturunkan padanya kitab taurot dan masih banyak keistimewaan lainnya. Sementara Khidzir oleh para ulama masih diperselisihkan kedudukannya, apakah ia seorang nabi ataukah seorang sholih biasa ? Khidzir jelas tidak memiliki kitab, tidak ada satupun riwayat yang menyebutkan bahwa dirinya memiliki pengikut.

Begitu tingginya kedudukan Musa di hadapan Khidzir, akan tetapi tidak menghalanginya untuk menuntut ilmu dari Khidzir

3. Siap menerima teguran dari orang lain

Hal ini dicontohkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam ketika kekurangan dalam rokaatnya pada sebuah sholat, lalu seorang yang dikenal rojulun dzal yadain (si tangan panjang) menegur beliau akan kekurangan beliau maka dengan penuh tawadlu beliau bersabda :

وَلَكِنْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي

Akan tetapi aku hanyalah manusia biasa seperti kamu sekalian yang dapat lupa seperti kalian Maka apabila aku lupa ingatkanlah aku [muttafaq alaih]

Sebagai penutup, dibawah ini nasehat para ulama madzhab kepada kita yang sangat bermanfaat agar kita tidak terlalu fanatik terhadap pendapat ulama tertentu :

• Imam Hanafi (Annu’man bin Tsabit)

Jika aku mengatakan suatu perkataan bertentangan dengan kitabulloh dan hadits rosululloh shollallohu alaihi wasallam maka tinggalkanlah perkataanku.

• Imam Malik (Malik bin Anas)

Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia yang bisa salah dan bisa benar. Maka perhatikanlah pendapatku, setiap pendapat yang sesuai dengan kitab dan sunnah ambillah, dan setiap yang tidak sesuai dengan keduanya maka tinggalkanlah.

• Imam Syafi’i (Muhammad bin Idris)

Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan sunnah rosululloh shollallohu alaihi wasallam maka berkatalah dengan sunnah rosul dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.

• Imam Hanbali (Ahmad bin Hanbal)

Barangsiapa yang menolak hadits rosululloh shollallohu alaihi wasallam sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran

Maroji’ :
Tafsir alquran al ‘adzim, Abu Fida’ Alhafidz Ibnu Katsir 1/641
Shifat Sholat Nabi, Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani

Apa Akibat Fanatik ?

Fanatik dan egois (2)

1. Merasa paling benar

وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكاَنُوْا شيَعاً كُلُّ حِزْبٍ بِماَ لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
31. Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
32. Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. [arum : 31-32]

Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di berkata : mereka orang musyrik menetapkan bahwa kebenaran hanya ada pada diri mereka sementara selain mereka berada di dalam kebatilan. Oleh karena itu ayat ini merupakan peringatan bagi umat islam agar tidak terpecah belah menjadi beberapa golongan lalu masing-masing berta’ashub (fanatik) terhadap apa yang ada pada diri mereka di atas alhaq ataupun batil. Sehingga dengan begitu berarti mereka telah bertasyabuh dengan orang-orang musyrik.

Kebanyakan urusan din, di dalamnya terdapat ijma’ yang sudah disepakati para ulama sementara ukhuwah imaniah telah Alloh ikat dengan sekuat-kuat ikatan. Lalu kenapa akhirnya berubah menjadi perpecahan antara umat islam hanya gara-gara masail khofiyyah (masalah yang masih tersembunyi) atau furu’ yang merupakan bagian dari khilafiah yang kemudian satu dengan lain saling menyesatkan, berusaha saling memperlihatkan perbedaan antar mereka …..

وَقاَلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّبِعُوْا سَبِيْلَناَ وَلْنَحْمِلْ خَطاَياَهُمْ وَماَ هُمْ بِحاَمِلِيْنَ مِنْ خَطَاياَهُمْ مِنْ شَيْئٍ إنَّهُمْ لَكاَذِبُوْنَ

Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman: "Ikutilah jalan Kami, dan nanti Kami akan memikul dosa-dosamu", dan mereka (sendiri) sedikitpun tidak (sanggup), memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta. [al ankabut : 12]

2. Menyalahkan orang lain

وَقاَلَتِ الْيَهُوْدُ لَيْسَتِ النَّصاَرَى عَلَى شَيْئٍ وَقاَلَتِ النَّصاَرَى لَيْسَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى شَيْئٍ وَهُمْ يَتْلُوْنَ الْكِتاَبَ كَذَالِكَ قاَلَ الَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ فاَلله يَحْكُمُ بِيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِياَمَةِ فِيْماَ كاَنُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ

Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," Padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti Ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya. [albaqoroh : 113]

Sebagaimana yang dituturkan oleh Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi bahwa ayat ini berkenaan dengan pertemuan antara Nasrani Najran dan Yahudi di hadapan nabi shollallohu alaihi wasallam. Keduanya berdebat dan saling klaim bahwa aljannah hanya ada pada mereka ….. ketika orang yahudi mengkafirkan kaum nasrani demikian juga sebaliknya maka pengkafiran satu sama lain itu secara haq betul-betul terjadi, artinya orang nasrani statusnya kafir demikian juga kekafiran itu ada pada yahudi (kedua-duanya dipandang kafir oleh Alloh)

3. Menghina kelompok lain

فَتَوَلَّى بِرُكْنِهِ وَقاَلَ ساَحِرٌ أوْ مَجْنُوْنَ

Maka Dia (Fir'aun) berpaling (dari iman) bersama tentaranya dan berkata: "Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila." [adz dzariyat : 39]

إنَّهُمْ كاَنُوْا إذَا قِيْلَ لَهُمْ لا إله إلاّ الله يَسْتَكْبِرُوْنَ وَيَقُوْلُوْنَ أئِناَّ لَتاَرِكُوْا ءَالِهَتِناَ لِشَاعِرٍ مَجْنُوْنٍ

35. Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,
36. Dan mereka berkata: "Apakah Sesungguhnya Kami harus meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena seorang penyair gila?" [ash shofat : 35-36]

Syaikh Abu bakar Jabir Aljazairi berkata : mereka orang kafir Quraisy mensifati alquran sebagai kata-kata syair sementara para pembacanya disebut para penyair dan untuk rosululloh shollallohu alaihi wasallam mereka sebut sebagai orang gila. Padahal rosululloh shollallohu alaihi wasallam bukanlah penyair bukan pula orang gila, ia adalah datang dengan alhaq, penentangan yang mereka lakukan adalah atas dasar taqlid dan inad (sikap menentang)

4. Berusaha mencelakakan kelompok lain

وَإذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِيُثْبِتُوْكَ أوْ يَقْتُلُوْكَ أوْ يُخْرِجُوْكَ وَيَمْكُرُوْنَ وَيَمْكُرُ الله وَالله خَيْرُ الْماَكِرِيْنَ

Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya. [al anfal : 30]

Syaikh Abu Bakar jabir Aljazairi berkata : ayat ini menerangkan tentang sikap orang-orang musyrik terhadap dakwah islam dimana mereka berusaha sekuat-kuatnya untuk memberangus dan melenyapkan dakwah ini.

قاَلَ الْمَلأ الَّذِيْنَ اسْتَكْبَرُوْا مِنْ قَوْمِهِ لَنُخْرِجَنَّكَ ياَشُعَيْبُ وَالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا مَعَكَ مِنْ قَرْيَتِناَ أوْ لَتَعُوْدَنَّ فِي مِلَّتِناَ قاَلَ أوَلَوْكُناَّ كاَرِهِيْنَ

Pemuka-pemuka dan kaum Syu'aib yang menyombongkan dan berkata: "Sesungguhnya Kami akan mengusir kamu Hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota Kami, atau kamu kembali kepada agama kami". berkata Syu'aib: "Dan Apakah (kamu akan mengusir kami), Kendatipun Kami tidak menyukainya?" [al a’rof : 88]

Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di berkata : demikianlah kebiasaan para thoghut yang dzolim, di saat kalah dalam berargumentasi di hadapan alhaq dengan hujjah dan bukti-bukti yang nyata mereka segera menggunakan kekuatan …

قاَلُوْا إناَّ تَطَيَّرْناَ بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّناَّ عَذَابٌ ألِيْم

Mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami bernasib malang karena kamu, Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya Kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami". [yasin : 18]

Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi berkata : sikap orang kafir setelah tegaknya hujah atas mereka adalah menggunakan gertakan dan ancaman.

5. Berani kepada Alloh

وَإذْ قاَلُوْا اللهُمَّ إنْ كاَنَ هذَا هُوَ الْحَقّ مِنْ عِنْدِكَ فَأمْطِرْ عَلَيْناَ حِجاَرَةً مِنَ السَّماَءِ أوِ ائْتِناَ بِعَذَابٍ ألِيْمٍ

Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, Dialah yang benar dari sisi Engkau, Maka hujanilah Kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada Kami azab yang pedih". [al anfal : 32]
Sebagaimana dituturkan oleh Syaikh Abu Bakar Aljazairi bahwa yang mengucapkan kata-kata ini adalah Abu Jahal dan Nadhr bin Harits.

Maroji’ :
Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Aljazairi
Taisir Alkarim Arrohman Fi Tafsiri Kalaamilmannan, Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di

Siapa Yang Memiliki Sifat Fanatik ?

Fanatik dan egois (1)

Fanatik adalah sifat buruk. Orang yang mengidapnya akan merasa seolah-olah dialah yang paling benar, paling sholih dan yang paling berhak menjadi ahlul jannah. Alhaq sudah dipetakan dan tempatnya tidak lain adalah pada dirinya.

Kalau penyakitnya sudah sedemikian kronis, maka sudah tertutup bagi orang lain untuk memberi masukan pada dirinya. Jangankan seorang nabi, Allohpun berani mereka tentang.
Setidaknya ada tiga kelompok besar yang memiliki sifat fanatik :

Iblis (fanatik terhadap dirinya sendiri

قاَلَ ماَ مَنَعَكَ ألاَّ تَسْجُدَ إذْ أمَرْتُكَ قاَلَ أناَ خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ ناَرٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ

Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah".[al a’rof : 12]

Kafir Qurasy (fanatik terhadap leluhur)

وَإذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا ماَ أنْزَلَ الله قاَلُوْا بَلْ نَتَّبِعُ ماَ وَجَدْناَ عَلَيْهِ ءَابَاءَناَ أوَلَوْكاَنَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوْهُمْ إلَى عَذَابِ السَّعِيْرِ

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". mereka menjawab: "(Tidak), tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? [luqman : 21]

Yahudi (fanatik terhadap bangsanya)

الَّذِيْنَ ءَاتَيْناَهُمُ الْكِتاَبَ يَعْرِفُوْنَهُ كَماَ يَعْرِفُوْنَ أبْناَءَهُمْ وَإنَّ فَرِيْقاً مِنْهُمْ لَيَكْتُمُوْنَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al kitab (Taurat dan Injil) Mengenal Muhammad seperti mereka Mengenal anak-anaknya sendiri. dan Sesungguhnya sebahagian diantara mereka Menyembunyikan kebenaran, Padahal mereka mengetahui. [albaqoroh : 146]

Nasib ketiga kelompok ini adalah berakhir di neraka termasuk para pengikut setianya. Adakah di antara kita yang berminat ?

Kapan Rosululloh shollallohu menjauh dari umatnya

Kapan Rosululloh shollallohu menjauh dari umatnya

Rosululloh shollallohu alaihi wasallam adalah seorang nabi yang memiliki kedekatan yang begitu hangat dengan umatnya. Para sahabat dari kalangan bangsawan beliau dekati, sementara dengan sahabat yang berasal dari kalangan fuqoro sulit untuk dipisahkan.

Keakraban beliau akan tampak di saat berada di kancah peperangan, berjamaah sholat di masjid, di pasar dan lainnya. Akan tetapi ada kalanya beliau pada waktu-waktu tertentu harus menjauh dari umatnya. Kapan itu terjadi ? Setidaknya ada 3 waktu, diantaranya :

1. Saat istirahat dengan istri-istrinya

2. Saat qodloul hajah (buang air)

عَنْ مُغِيرَةَ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَقَالَ يَا مُغِيرَةُ خُذْ الْإِدَاوَةَ فَأَخَذْتُهَا فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي فَقَضَى حَاجَتَهُ وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ شَأْمِيَّةٌ فَذَهَبَ لِيُخْرِجَ يَدَهُ مِنْ كُمِّهَا فَضَاقَتْ فَأَخْرَجَ يَدَهُ مِنْ أَسْفَلِهَا فَصَبَبْتُ عَلَيْهِ فَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ ثُمَّ صَلَّى

Dari Mughirah bin Syu'bah berkata, "Aku pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu perjalanan, beliau bersabda: "Wahai Mughirah, ambilkan segayung air." Aku lalu mencarikan air untuk beliau, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi menjauh hingga tidak terlihat olehku untuk buang hajat. Saat itu beliau mengenakan jubah lebar, beliau berusaha mengeluarkan tangannya lewat lubang lengan namun terlalu sempit. Lalu beliau mengeluarkan tangannya lewat bawah jubahnya, lantas aku sodorkan segayung air kemudian beliau berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat dengan mengusap kedua sepatunya lalu shalat." [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Daud, Malik, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Nasa’i]

3. Saat bertemu dengan jibril untuk menerima wahyu

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ كُنْتُ أَمْشِي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَرَّةِ الْمَدِينَةِ عِشَاءً وَنَحْنُ نَنْظُرُ إِلَى أُحُدٍ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أُحِبُّ أَنَّ أُحُدًا ذَاكَ عِنْدِي ذَهَبٌ أَمْسَى ثَالِثَةً عِنْدِي مِنْهُ دِينَارٌ إِلَّا دِينَارًا أَرْصُدُهُ لِدَيْنٍ إِلَّا أَنْ أَقُولَ بِهِ فِي عِبَادِ اللَّهِ هَكَذَا حَثَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهَكَذَا عَنْ يَمِينِهِ وَهَكَذَا عَنْ شِمَالِهِ قَالَ ثُمَّ مَشَيْنَا فَقَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنَّ الْأَكْثَرِينَ هُمْ الْأَقَلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ قَالَ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا مِثْلَ مَا صَنَعَ فِي الْمَرَّةِ الْأُولَى قَالَ ثُمَّ مَشَيْنَا قَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ كَمَا أَنْتَ حَتَّى آتِيَكَ قَالَ فَانْطَلَقَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي قَالَ سَمِعْتُ لَغَطًا وَسَمِعْتُ صَوْتًا قَالَ فَقُلْتُ لَعَلَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُرِضَ لَهُ قَالَ فَهَمَمْتُ أَنْ أَتَّبِعَهُ قَالَ ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَهُ لَا تَبْرَحْ حَتَّى آتِيَكَ قَالَ فَانْتَظَرْتُهُ فَلَمَّا جَاءَ ذَكَرْتُ لَهُ الَّذِي سَمِعْتُ قَالَ فَقَالَ ذَاكَ جِبْرِيلُ أَتَانِي فَقَالَ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِكَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ قَالَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ

Dari Abu Dzarr ia berkata; Pada suatu senja, aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di tanah berbatu-batu hitam sambil kami memandang ke arah bukit Uhud. Tiba-tiba Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memanggilku dan bersabda: "Wahai Abu Dzar." Saya menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Seandainya bukit uhud itu menjadi emas bagiku, maka hal itu tidaklah akan mengembirakanku, jika pada hari ketiga emas itu masih ada di tanganku satu dinar, selain satu dinar yang kupersiapkan untuk membayar hutang. Tetapi akan kupanggil para hamba Allah, dan kukatakan kepada mereka -sambil beliau melempar ke depan, ke kanan dan kekiri, seolah-olah beliau sedang membagi-bagi.-" Sementara itu kami terus berjalan, kemudian beliau memanggilku lagi: "Wahai Abu Dzar!" Saya menjawab, "Ya, Wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Orang-orang yang kaya harta kelak mereka akan menjadi miskin pada hari kiamat, kecuali orang-orang yang berkata: Ini, ini (membagikan hartanya, seperti yang dilakukan Nabi mula-mula)." Kemudian Abu Dzar melanjutkan; Sementara itu, kami terus berjalan, dan tiba-tiba beliau memanggilku lagi: "Hai Abu Dzar, tetaplah kamu di sini, hingga aku kembali." Lalu beliau pergi hingga hilang dari pandanganku. Tidak lama kemudian terdengar olehku suara gaduh, mungkin Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendapat kesulitan, pikirku. Dan aku pun bermaksud hendak menyusul beliau. Tetapi aku ingat perintah beliau, jangan kemana-mana sampai aku kembali. Karena itu, kutunggu saja beliau. Ketika beliau tiba, kuceritakan kepada beliau tentang suara gaduh yang kudengar. Maka beliau pun bersabda: "Itu adalah Jibril, dia datang kepadaku. Jibril berkata, 'Siapa saja di antara umatmu yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya dia masuk surga.'" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Sekalipun dia berzina dan mencuri?" Jibril menjawab, "Ya, sekalipun dia berzina dan mencuri." [HR Bukhori, Muslim dan Ahmad]

Taswif

Taswif

Taswif (menunda) amal adalah perbuatan yang tidak baik. Seorang siswa menunda-nunda menyelesaikan tugas PR yang akhirnya terlupakan dan berujung kepada hukuman yang ia terima dari guru.

Seorang tidak segera naik haji karena menunggu masa tua, akhirnya ajal menjemput atau sempat terlaksana namun faktor usia menyebabkan pelaksanaan manasik tidak berjalan maksimal. Ia harus duduk di kursi roda, melempar jumrohpun harus dibadal (digantikan oleh orang lain).

Seorang wanita menolak pinangan Karena alasan mengejar karir atau menyelesaikan studi untuk mendapat gelar. Cita-cita tergapai namun usia sudah tua, sulit jodoh didapat.

Anak buah Abdullah bin Ubay yang gemar menunda pelaksanaan ashar yang akhirnya keluar vonis dari nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ فِي دَارِهِ بِالْبَصْرَةِ حِينَ انْصَرَفَ مِنْ الظُّهْرِ وَدَارُهُ بِجَنْبِ الْمَسْجِدِ فَلَمَّا دَخَلْنَا عَلَيْهِ قَالَ أَصَلَّيْتُمْ الْعَصْرَ فَقُلْنَا لَهُ إِنَّمَا انْصَرَفْنَا السَّاعَةَ مِنْ الظُّهْرِ قَالَ فَصَلُّوا الْعَصْرَ فَقُمْنَا فَصَلَّيْنَا فَلَمَّا انْصَرَفْنَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيْ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا

Dari Al 'Ala` bin Abdurrahman bahwa ia pernah menemui Anas bin Malik di rumahnya di Bashrah, yaitu ketika selesai shalat zhuhur, sementara rumahnya berada disamping masjid. Ketika kami menemuinya, dia bertanya; "Apakah kalian sudah shalat ashar?" Kami jawab; "Baru saja kami tinggalkan waktu shalat zhuhur." Kata Anas; "Lakukanlah shalat 'Ashar." Maka kami pun melakukan shalat ashar. Ketika kami selesai mengerjaan shalat Ashar, aku mendengar dia mengatakan; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ashar itulah shalat (yang biasanya ditelantarkan) orang munafik, ia duduk mengamat-amati matahari, jika matahari telah berada diantara dua tanduk setan, ia melakukannya dan ia mematuk empat kali (Rasul pergunakan istilah mematuk, untuk menyatakan sedemikian cepatnya, bagaikan jago mematuk makanan -pent) ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali." [HR Muslim, Ahmad, Abu daud, Tirmidzi, Malik dan Nasa’i]

Di saat memiliki rizki, sementara dirinya memiliki hutang pada seseorang, melunasi pinjaman tidak menjadi prioritas utama hingga kematian menjemput. Sungguh urusan begitu sulit sebagaimana ancaman nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

Dari Abdullah bin 'Amru bin 'Ash, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang yang mati syahid akan diampuni segala dosa-dosanya kecuali hutang." [HR Muslim dan Ahmad]

Demikian pula tidak bergegas menunaikan shodaqoh, hanya penyesalanlah yang akan ia alami di saat sakarotul maut :
وَأنْفِقُوْا مِنْ مَّا رَزَقْناَكُمْ مِنْ قَبْلِ أنْ يَأْتِيَ أحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُوْلَ رَبِّي لَوْلاَ أخَّرْتَنِي إلَى أجَلٍ قَرِيْبٍ فَأَصَدَّقَ وَأكُنْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?" [almunafiqun : 10]

Walhasil taswif dari berbagai sudut pandang adalah tidak baik. Begitu pentingnya bergegas dalam menunaikan amanat hingga Imam Nawawi menulis judul dalam kitab riyadlush sholihin “ almubadaroh ila fi’lil khoirot “ (bersegera menunaikan amal kebajikan “

Disinilah rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi wejangan kepada umatnya :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

Dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memegang pundakku dan bersabda: 'Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara." Ibnu Umar juga berkata; 'Bila kamu berada di sore hari, maka janganlah kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan bila kamu berada di pagi hari, maka janganlah menunggu waktu sore, pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.' [HR Bukhori, Ahmad, Tirmidzi dan ibnu Majah]

Rehabilitasi Nama Baik

Rehabilitasi Nama Baik

Kasus pencemaran nama baik sering kita jumpai. Di saat tuduhan tak terbukti maka pihak yang namanya terlanjur jatuh akan menuntut keadilan. Nama baiknya harus dipulihkan, harga diri harus direhabilitasi.

Tak jarang itu harus dilakukan lewat pemberitaan media elektronik dan cetak selama beberapa hari.

Kenyataan ini sudah ada sejak dahulu. Yusuf alaihissalam yang terfitnah akibat ulah Zulaikha yang menyeretnya hidup di penjara, di saat akan dikeluarkan karena sumbangsihnya sangat diperlukan guna mengungkap mimpi raja yang aneh, maka Yusuf memberi syarat agar nama baiknya dipulihkan. Kisah ini diabadikan oleh Alloh dalam firmanNya :

وَقاَلَ الْمَلِكُ ائْتُوْنِى فَلَمَّا جاَءَهُ الرَّسُوْلُ قاَلَ ارْجِعْ إلَى رَبِّكَ فَسْئَلْهُ ماَباَلُ النِّسْوَةِ الَّتِى قَطَّعْنَ أيْدِيَهُنَّ إنَّ رَبِّي بِكَيْدِهُنًَّ عَلِيْمٌ
قاَلَ ماَ خَطْبُكُنَّ إذْ رَاوَدْتُنَّ يُوْسُفَ عَنْ نَفْسِهِ قُلْنَ حاَشَ لله ماَعَلِمْناَ عَلَيْهِ مِنْ سُوْءٍ قاَلَت امْرَأةُ الْعَزِيْز الانَ حَصْحَصَ الْحَقّ أناَ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِيْنَ ذَالِكَ لِيَعْلَمَ أنِّي لَمْ لأخُنْهُ بِالْغَيْبِ وَأنَّ الله لاَ يَهْدِى كَيْدَ الْخاَئِنِيْن

50. Raja berkata: "Bawalah Dia kepadaku." Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: "Kembalَilah kepada tuanmu dan Tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha mengetahui tipu daya mereka."
51. Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" mereka berkata: "Maha sempurna Allah, Kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya". berkata isteri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan Sesungguhnya Dia Termasuk orang-orang yang benar."
52. (Yusuf berkata): "Yang demikian itu agar Dia (Al Aziz) mengetahui bahwa Sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.

[
Di saat keluarga rosululloh shollallohu alaihi wasallam diguncang dengan isu perselingkuhan antara Aisyah rodliyallohu anha dengan Sufyan bin Muathol rodliyallohu anhu yang sengaja dihembuskan orang-orang munafiq, Alloh turunkan pembelaan kepada keduanya sehingga nama baik keduanya bersih kembali pulih.
Alloh bentangkan surat annur dari ayat 11-26 khusus berkenaan tentang pembelaan kepada keduanya. Sementara hukum cambuk 80 kali ditetapkan kepada 3 orang yang ikut menyebarkan berita bohong :

Hamnah binti Jahsyi
Misthoh bin Utsatsah
Hasan Bin Tsabit

Maroji’ :
Ceramah Syaikh Muhammad Sholih Munajid
Nurul Yaqin, Syaikh Muhammad Alhadlori Bik hal 159

Khuyala’ dan tidak Khulaya’ (dalam isbal)

Khuyala’ dan tidak Khulaya’ (dalam isbal)

Sebagian orang memahami bahwa isbal yang dilarang adalah isbal yang dilandasi oleh sifat sombong, oleh karena itu bagi siapa yang melakukannya tanpa didasari oleh kesombongan maka hukumnya boleh. Inilah pendapat sebagian ulama, di antaranya imam Nawawi di mana beliau berkata : dzohir hadits tentang ancaman Alloh terhadap isbal adalah bila didasari oleh khuyala’ (kesombongan) demikianlah nash yang telah ditetapkan oleh imam Syafi’i …….. adapun keumuman hadits tentang kain di bawah mata kaki yang mendapat ancaman neraka maka yang dimaksud adalah bila pelakukanya melakukannya atas dasar motifasi kesombongan

Sekedar untuk tambahan perenungan marilah kita perhatikan 5 riwayat di bawah ini, betapa rosululloh shollallohu alaihi wasallam dalam sikapnya terhadap persoalan isbal tidak membedakan apakah melakukannya atas dasar kesombongan atau tidak :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلِّي مُسْبِلًا إِزَارَهُ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَكَ أَمَرْتَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ ثُمَّ سَكَتَّ عَنْهُ قَالَ إِنَّهُ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ مُسْبِلٌ إِزَارَهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ صَلَاةَ رَجُلٍ مُسْبِلٍ

Dari Abu Hurairah ia berkata, "Ketika ada seorang laki-laki yang shalat sambil menjulurkan kainnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya : "Pergi dan berwudhulah. " Laki-laki itu lantas pergi berwudhu kemudian kembali lagi, namun beliau tetap bersabda : "Pergi dan berwudhulah. " Lalu ada seorang laki-laki bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah, ada apa denganmu, engkau suruh dia berwudhu kemudian engkau diamkan? " beliau menjawab, "Laki-laki itu shalat dengan menjulurkan kain sarungnya, padahal Allah tidak menerima shalat seseorang yang menjulurkan kain sarungnya. [HR Abu Daud]

عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ قُلْتُ مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ خَابُوا وَخَسِرُوا فَأَعَادَهَا ثَلَاثًا قُلْتُ مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ خَابُوا وَخَسِرُوا فَقَالَ الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ أَوْ الْفَاجِرِ

Dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : "Ada tiga golongan yang tidak dilihat oleh Allah dan tidak dibersihkan dosanya pada hari kiamat serta bagi mereka siksa yang pedih. " Aku bertanya, "Siapa mereka itu ya Rasulullah? Sungguh sia-sia dan meruginya mereka!? Beliau mengulangi perkataan itu hingga tiga kali, aku bertanya lagi, "Siapa mereka itu ya Rasulullah? Sungguh sia-sia dan meruginya mereka!? beliau menjawab : "Mereka adalah orang yang menjulurkan kainnya, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu [HR Muslim dan Abu daud]

عَنْ قَيْسِ بْنِ بِشْرٍ التَّغْلِبِيِّ ….قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَ الرَّجُلُ خُرَيْمٌ الْأَسَدِيُّ لَوْلَا طُولُ جُمَّتِهِ وَإِسْبَالُ إِزَارِهِ فَبَلَغَ ذَلِكَ خُرَيْمًا فَعَجِلَ فَأَخَذَ شَفْرَةً فَقَطَعَ بِهَا جُمَّتَهُ إِلَى أُذُنَيْهِ وَرَفَعَ إِزَارَهُ إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ

Dari Qais bin Bisyr At Taghlibi …… Abu Darda berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : 'Sebaik-baik orang adalah Khuraim Al-asadi, sekiranya ia tidak memanjangkan rambutnya sampai bahu dan memanjangkan kain hingga melewati mata kaki'. Ucapan Nabi ini menjadikan Khuraim bergegas mengambil pisau. Ia potong rambutnya hingga sebatas kedua telinganya dan ia naikkan kainnya hingga pertengahan betisnya. [HR Abu Daud]

عن ابن عمر رضى الله عنه قال مَرَرْتُ عَلَى رسول الله صلى الله عليه وسلم وَفِي إزَارِيْ اسْتِرْخاَءٌ فقال ياَ عَبْدَ الله ارْفَعْ إزَارَكَ فَرَفَعْتُهُ ثُمَّ قال زِدْ فَزِدْتُهُ فَماَزِلْتُ أتَحَرَّاهاَ بَعْد فقال بَعْضُ الْقَوْمِ إلَى أيْنَ ؟ فقال إلَى أنْصافِ السَّاقَيْنِ

Dari ibnu Umar rodliyallohu anhu berkata : pada suatu hari aku lewat di hadapan rosululloh shollallohu alaihi wasallam sementara kain sarungku menjulur ke bawah maka beliau bersabda : wahai Abdulloh, angkat kainmu ! akupun mengangkatnya. Beliau bersabda lagi : angkat lagi kainmu ! akupun senantiasa menjaganya setelah itu supaya tidak menjulur menutupi mata kaki. Sebagian orang bertanya : sampai batas mana engkau angkat kainmu ? ia menjawab : sampai pertengahan betis [HR Muslim]

عن أبى جري جابر بن سالم ...... قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : وارفع إزارك إلى نصف الساق، فإن أبيت فإلى الكعبين، وإياك وإسبال الإزار فإنها من المخيلة وإن اللَّه لا يحب المخيلة
،
Dari Abu Juraiy : ……. Bersabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam : Angkat kainmu hingga setengah betis, bila tidak, maka sampai mata kaki, janganlah engkau melakukan isbal karena itu bagian dari kesombongan dan Alloh tidak menyukai kesombongan [HR Abu Daud dan Tirmidzi]

Penting untuk dipahami dengan baik bahwa pada hadits kelima yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi, rosululloh shollallohu alaihi wasallam memvonis bahwa cukup dengan isbal orang itu sudah disebut sombong dan itu akan berimbas kepada ketidak sukaan Alloh kepada pelakunya.

Dan tidak boleh dilupakan bahwa Umar bin Khothob di saat terluka parah setelah ditusuk oleh Abu Lu’lu’ Almajusi sempat menegur salah seorang pemuda yang menggotongnya sementara kainnya isbal dengan mengatakan : wahai pemuda, angkatlah kainmu, itu jauh lebih suci bagimu !

Di situ Umar tidak bertanya terlebih dahulu kepada yang bersangkutan apakah isbalnya karena kesombongan atau bukan ? Semoga tulisan singkat ini bisa menyelesaikan perselisihan di antara kita seputar hukum isbal.

Sebagai penutup pembahasan ada baiknya bila kita perhatikan perkataan ibnu Hajar Al Atsqolani dalam fathul barinya :

وَحاَصِلُهُ أنَّ الإِسْباَلَ يَسْتَلْزِمُ جَرَّ الثَّوْبَ وَجَرَّ الثَّوْبَ يَسْتَلْزِمُ الْخُيَلاَءَ وَلَوْلَمْ يَقْصُدْ اللابِسُ الْخُيَلاَءَ

Kesimpulannya adalah bahwa isbal menuntut memanjangkan kain, memanjangkan kain akan menuntut kesombongan meskipun pemakainya tidak bermaksud untuk sombong
Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 10/306
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 14/66

Hukum Isbal

Hukum Isbal

Untuk mendudukkan status hukum isbal maka beberapa hadits di bawah ini akan memberi petunjuk kepada kita :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَا

Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Allah tidak akan melihat orang yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong. [HR Bukhori, Muslim, Abu daud, Tirmidzi dan Nasa’i]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Pada hari kiamat kelak, Allah tidak akan melihat orang yang menjulurkan kain sarungnya karena sombong [muttafaq alaih]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلِّي مُسْبِلًا إِزَارَهُ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَكَ أَمَرْتَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ ثُمَّ سَكَتَّ عَنْهُ قَالَ إِنَّهُ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ مُسْبِلٌ إِزَارَهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ صَلَاةَ رَجُلٍ مُسْبِلٍ

Dari Abu Hurairah ia berkata, "Ketika ada seorang laki-laki yang shalat sambil menjulurkan kainnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya : "Pergi dan berwudhulah. " Laki-laki itu lantas pergi berwudhu kemudian kembali lagi, namun beliau tetap bersabda : "Pergi dan berwudhulah. " Lalu ada seorang laki-laki bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah, ada apa denganmu, engkau suruh dia berwudhu kemudian engkau diamkan? " beliau menjawab, "Laki-laki itu shalat dengan menjulurkan kain sarungnya, padahal Allah tidak menerima shalat seseorang yang menjulurkan kain sarungnya. [HR Abu Daud]

عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ قُلْتُ مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ خَابُوا وَخَسِرُوا فَأَعَادَهَا ثَلَاثًا قُلْتُ مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ خَابُوا وَخَسِرُوا فَقَالَ الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ أَوْ الْفَاجِرِ

Dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : "Ada tiga golongan yang tidak dilihat oleh Allah dan tidak dibersihkan dosanya pada hari kiamat serta bagi mereka siksa yang pedih. " Aku bertanya, "Siapa mereka itu ya Rasulullah? Sungguh sia-sia dan meruginya mereka!? Beliau mengulangi perkataan itu hingga tiga kali, aku bertanya lagi, "Siapa mereka itu ya Rasulullah? Sungguh sia-sia dan meruginya mereka!? beliau menjawab : "Mereka adalah orang yang menjulurkan kainnya, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu [HR Muslim dan Abu Daud]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Barangsiapa menjulurkan kain sarungnya hingga dibawah mata kaki, maka tempatnya adalah neraka" [HR Bukhori Muslim]

Dari kelima hadits di atas kita dapat memetik pelajaran berharga, di antaranya :
1. Musbil (orang yang melakukan isbal) atas dasar khuyala’ (kesombongan) akan mendapat akibat tidak akan dilihat oleh Alloh

2. Musbil tidak akan diterima sholatnya, tidak dilihat oleh Allah dan tidak dibersihkan dosanya pada hari kiamat serta bagi mereka siksa yang pedih berupa terbakar oleh api neraka (pada hadits 3,4 dan 5) rosululloh shollallohu alaihi wasallam tidak mengklarifikasi apakah isbal yang dilakukan atas dasar khuyala (sombong) atau bukan.

Dalam hal ini Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata : pendapat yang benar dalam masalah ini bahwa isbal hukumnya haramnya terlepas apakah itu dilakukan atas dasar khuyala atau bukan, bahkan statusnya adalah termasuk kabair (dosa besar), karena disebut kabair : setiap dosa yang sudah disediakan oleh Alloh hukuman khusus yaitu neraka bagi yang melakukannya tidak didasari khuyala’ dan mendapat tiga hukuman tambahan bagi yang melakukannya atas dasar khuyala (tidak dilihat oleh Allah dan tidak dibersihkan dosanya pada hari kiamat serta bagi mereka siksa yang pedih)
Sedikit berbeda pandangan, Syaikh Mushthofa Albugho berkata : bahwa hukum isbal terbagi menjadi tiga :

1. Makruh

Bila dilakukan tidak didasari khuyala’ (sekedar perlu diketahui bahwa arti dari kata makruh adalah dibenci oleh Alloh dan rosulNya, kira-kira siapkah kita dibenci oleh keduanya ?)

2. Haram

Bila dilakukan atas dasar khuyala’

3. Mubah

Bila ada udzur semisal kaki luka sehingga perlu menjulurkan kain di mata kaki sehingga luka-luka terlindungi dari gangguan lalat.

Lalu bagaimana dengan isbal Abu bakar ash Shiddiq ? sungguh pada hakekatnya kain Abu Bakar tidaklah isbal, akan tetapi karena sering turun (mlorot) tanpa ia kehendaki dan iapun dengan segera menaikkannya sebagaimana hadits di bawah ini :

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلَاءَ

Dari Salim bin Abdullah dari Ayahnya radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda : "Siapa yang menjulurkan pakaiannya (hingga ke bawah mata kaki) dengan sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat kelak. " Lalu Abu Bakar berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu dari sarungku terkadang turun sendiri, kecuali jika aku selalu menjaganya ? " lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Engkau bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong" [HR Bukhori Muslim]

Maroji’ :
Syarh Riyadlush Sholihin, Syaikh Muhammad Sholihin Utsaimin 2/1094
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Bugho dkk 1/549

Isbal

Isbal

Isbal adalah memanjangkan kain menutupi mata kaki atau pergelangan tangan. Isbal meliputi pada kain sarung, celana, gamis, surban dan kain di pergelangan tangan, sebagaimana sebuah hadits menyebutkan :

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْإِسْبَالُ فِي الْإِزَارِ وَالْقَمِيصِ وَالْعِمَامَةِ مَنْ جَرَّ مِنْهَا شَيْئًا خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Salim bin Abdullah dari Bapaknya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : "Isbal (menjulurkan kain) itu ada pada sarung, baju dan surban. Siapa yang memanjangkan salah satu darinya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya kelak pada hari kiamat" [HR Abu Daud dan Nasa’i]

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْكَانَتْ يَدُ كُمِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الرُّسْغِ

Dari Asma binti Yazid ia berkata, "Lengan baju Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hingga sebatas pergelangan tangan. "

Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah sampai batas mana seharusnya kita mengenakan kain sarung, celana dan gamis ? Rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi petunjuk kepada kita untuk memilih satu di antara dua alternatif yang beliau berikan : di atas mata kaki atau pertengahan betis : sebagaimana tersebut dalam hadits shohih :

عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ قَالَسَأَلْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ عَنْ الْإِزَارِ فَقَال عَلَى الْخَبِيرِ سَقَطْتَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلَا حَرَجَ أَوْ لَا جُنَاحَ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ

Dari Al 'Ala bin 'Abdurrahman dari Bapaknya ia berkata, "Aku bertanya kepada Abu Sa'id Al Khudri tentang kain sarung, lalu ia berkata, "Engkau bertanya kepada orang yang tepat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Kain sarung seorang muslim sebatas setengah betis, dan tidak berdosa antara batas setengah betis hingga dua mata kaki. Adapun apa yang ada di bawah kedua mata kaki adalah di neraka. Dan barangsiapa menjulurkan kain sarungnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.[HR Abu Daud]

Warna Kain Baju (5)

Hitam

Hitam adalah warna hajar aswad, identik dengan malam hari yang gelap. Akan tetapi bila warna hitam dikenakan pada baju maka itu bagian dari yang pernah dikenakan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam sebagaimana sebuah riwayat di bawah ini :

عَنْ جَابِرٍ قَالَ دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ يَوْمَ الْفَتْحِ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ سَوْدَاءُ

Dari Jabir ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masuk Makkah saat terjadi penaklukan dengan mengenakan imamah (surban yang dililitkan kepala) berwarna hitam [HR Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan nasa’i]

Pembolehan kain warna hitam bukan berarti pembolehan tanpa batas. Bila dikenakan sebagaimana yang dilakukan oleh orang kafir saat ada kematian maka hal itu terlarang secara syar’i, karena ia bagian dari tasyabuh (sikap meniru orang kafir)

Al Imam Alhafidz Abu Al ‘Ula Muhammad Abdurrohman ibnu Abdirrohim Almubarok Fukhri berkata : hadits ini menunjukkan disyariatkannya memakai sorban berwarna hitam

maroji' :
Tuhfatul Ahwadzi, Al Imam Alhafidz Abu Al ‘Ula Muhammad Abdurrohman ibnu Abdirrohim Almubarok Fukhri 5/132

Warna Kain Baju (4)

Kuning

Kuning adalah warna padi di saat siap untuk dipanen, warna buah saat matang semisal buah mangga, gigi ketika lupa disikat. Warna kuning untuk pakaian ditinjau dari sisi syar’i maka hukumnya boleh karena rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan sebagian sahabat mengenakannya, sebagaimana satu riwayat di bawah ini :

عَنْ زَيْدٍ يَعْنِي ابْنَ أَسْلَمَ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَصْبُغُ لِحْيَتَهُ بِالصُّفْرَةِ حَتَّى تَمْتَلِئَ ثِيَابُهُ مِنْ الصُّفْرَةِ فَقِيلَ لَهُ لِمَ تَصْبُغُ بِالصُّفْرَةِ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْبُغُ بِهَا وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْهَا وَقَدْ كَانَ يَصْبُغُ ثِيَابَهُ كُلَّهَا حَتَّى عِمَامَتَهُ

Dari Zaid bin Aslam- ia berkata, " Ibnu Umar pernah mewarnai janggutnya dengan warna kuning (waras dan za'faran) hingga bajunya penuh dengan warna kuning. Lalu dikatakan kepadanya, "Kenapa engkau celup dengan warna kuning ? " Ia menjawab, "Karena aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mencelup dengan warna itu, dan tidak ada sesuatu yang beliau sukai kecuali warna itu. Bahkan beliau memberi warna pakian dan surbannya dengan warna itu" [HR Abu Daud dan Nasa’i]

Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata : diperbolehkan bagi manusia untuk mengenakan baju apa saja yang ia sukai baik berwarna putih, hitam, hijau, kuning dan merah akan tetapi untuk warna merah dilarang bila merahnya betul-betul murni, artinya tidak ada fariasi warna lain, karena hal itu dilarang oleh nabi shollallohu alaihi wasallam.

Maroji:

Syarh Riyadlush sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 2/1090

Warna Kain Baju (3)

Merah

عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ سَمِعَ الْبَرَاءَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرْبُوعًا وَقَدْ رَأَيْتُهُ فِي حُلَّةٍ حَمْرَاءَ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْهُ

Dari Abu Ishaq dia mendengar Al Barra` radliallahu 'anhu berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah seorang laki-laki yang berperawakan sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), saya melihat beliau mengenakan pakaian merah, dan saya tidak pernah melihat orang yang lebih bagus dari beliau [HR Bukhori Muslim]

عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ مَا رَأَيْتُ مِنْ ذِي لِمَّةٍ فِي حُلَّةٍ حَمْرَاءَ أَحْسَنَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُ شَعْرٌ يَضْرِبُ مَنْكِبَيْهِ بَعِيدُ مَا بَيْنَ الْمَنْكِبَيْنِ لَمْ يَكُنْ بِالْقَصِيرِ وَلَا بِالطَّوِيلِ

Dari Al Bara ia berkata, "Aku tidak pernah melihat seorang laki-laki yang mempunyai rambut panjang saat mengenakan kain berwarna merah sebagus Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Rambut beliau panjangnya sebahu, tidak panjang dan tidak pendek. " [HR Bukhori, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa’i]

عَنْ عَلِيٍّ قَالَ نَهَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لُبْسِ الْقَسِّيِّ وَالْمُعَصْفَرِ

Dari Ali ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarangku memakai kain yang bersulam sutera dan kain merah yang dicelup dengan mu’ashfar [HR Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i]

Hukum mengenakan pakaian berwarna merah, para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ibnu hajar Al Atsqolani merangkum tujuh pendapat para ulama :

1. Boleh secara mutlaq

Inilah pendapat dari Ali, Abdulloh bin Ja’far, Barro’ bin Azib dan lainnya dari kalangan sahabat
2. Dilarang secara mutlaq

Hal ini disandarkan pada riwayat dari Umar, manakala ia melihat lelaki mengenakan pakaian merah yang dicelup dengan mu’ashfar maka ia menariknya seraya berkata : tinggalkan ini, biarkan wanita saja yang memakainya ! [riwayat Thobari]

الْحُمْرَةُ مِنْ زِيْنَةِ الشَّيْطاَنِ وَالشَّيْطَانُ يُحِبُّ الْحُمْرَةَ

Merah adalah perhiasan syetan dan syetan menyukai warna merah [HR Ibnu Abi Syaibah, mursal]

إنّ الشَّيْطاَنَ يُحِبُّ الْحُمْرَةَ وَإياَّكُمْ وَالْحُمْرَة وُكُلُّ ثَوْبٍ ذِي شُهْرَةٍ

Sesungguhnya setan menyukai warna merah, maka hindarilah warna itu dan setiap pakaian yang mengandung unsur syuhroh (pamer, nyleneh) [HR Ibnu Mandih, hadits dloif]

مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم رَجُلٌ وَعَلَيْهِ ثَوْباَنِ أحْمَرَانِ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ النّبيّ صلى الله عليه وسلم

Seorang lelaki lewat di hadapan nabi shollallohu alaihi wasallam sementara ia memakai dua baju yang berwarna merah, ia mengucapkan salam kepada beliau, ternyata nabi shollallohu alaihi wasallam tidak menjawabnya [HR Abu Daud dan Tirmidzi, dloif]

3. Dimakruhkan bila warna merahnya sangat pekat
Ini merupakan pendapat dari Atho’, Thowus dan Mujahid.

Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat bahwa bila memakainya untuk tujuan bekerja maka hal itu diperbolehkan

4. Dimakruhkan bila ditujukan untuk keindahan dan syuhroh (pamer, nyleneh)

5. Diperbolehkan bila kain dicelup dengan warna merah sebelum ditenun. Pelarangan warna merah apabila celupan merah terjadi setelah pemintalan.

6. Dikhususkan pelarangannya bila dicelup dengan mu’ashfar

7. Pengkhususan pelarangan ditujukan bila warna baju tersebut secara utuh berwarna merah, adapun bila ada fariasi warna lain maka hal itu diperbolehkan

Pendapat terakhir ini dipilih oleh Al ‘Allamah Abu Thoyyib Muhammad Syamsul Haq Al ‘Adzim Abadi dalam aun dan Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin dimana beliau berkata : yang paling afdhol mengkafani mayat dengan kain berwarna putih, ini bila memungkinkan, akan tetapi bila kondisi memaksa untuk menggunakan warna lain karena kesulitan mendapatkan kain berwarna putih maka diperbolehkan mengkafaninya dengan warna apa saja asalkan bukan warna merah murni.

Maroji’ :

Syarh Riyadlush Sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 2/1091
Aunul Ma’bud, Al ‘Allamah Abu Thoyyib Muhammad Syamsul Haq Al ‘Adzim Abadi 7/190
Fathul Bari, ibnu Hajar Al Atsqolani 10/356

Warna kain baju (2)

Putih

Putih adalah warna yang melambangkan ketawadluan, maka tak heran bila rosululloh shollallohu alaihi wasallam sangat menyukainya. Sehingga beberapa hadits di bawah ini memberi petunjuk kepada kita untuk mengenakannya dalam berpakaian :

عَنْ سَعْدٍ قَالَ رَأَيْتُ بِشِمَالِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَمِينِهِ رَجُلَيْنِ عَلَيْهِمَا ثِيَابٌ بِيضٌ يَوْمَ أُحُدٍ مَا رَأَيْتُهُمَا قَبْلُ وَلَا بَعْدُ

Dari Sa'd dia berkata; saya melihat di samping kanan dan kiri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dua orang laki-laki tengah mengenakan pakaian serba putih pada waktu perang Uhud, aku tidak pernah melihat sebelum dan sesudahnya "[HR Bukhori Muslim]

عَنْ أبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَدَّثَهُ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ ثَوْبٌ أَبْيَضُ وَهُوَ نَائِمٌ ثُمَّ أَتَيْتُهُ وَقَدْ اسْتَيْقَظَ فَقَالَ مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ عَلَى رَغْمِ أَنْفِ أَبِي ذَرٍّ وَكَانَ أَبُو ذَرٍّ إِذَا حَدَّثَ بِهَذَا قَالَ وَإِنْ رَغِمَ أَنْفُ أَبِي ذَرٍّ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ هَذَا عِنْدَ الْمَوْتِ أَوْ قَبْلَهُ إِذَا تَابَ وَنَدِمَ وَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ غُفِرَ لَهُ

Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu telah menceritakan kepadanya, dia berkata; "Saya pernah menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sementara beliau sedang tidur sambil mengenakan baju putih, lalu aku datang menemuinya dan beliau pun terbangun, beliau bersabda : "Tidaklah seorang hamba yang mengucapkan "LA ILAAHA ILLALLAH" kemudian mati karena itu melainkan ia akan masuk surga. " Tanyaku selanjutnya; "Walaupun dia berzina dan mencuri? " beliau menimpali : "Walaupun dia pernah berzina dan mencuri. " Tanyaku lagi; "Walaupun dia pernah berzina dan mencuri? " beliau menjawab: "Walaupun dia pernah berzina dan mencuri. " Tanyaku lagi; 'Walaupun dia pernah berzina dan mencuri? " beliau menjawab: "Walaupun dia pernah berzina dan mencuri. " -walaupun sepertinya Abu Dzar kurang puas- Apabila Abu Dzar menceritakan hal ini, maka dia akan mengatakan; "Walaupun" sepertinya Abu Dzar kurang puas. Abu Abdullah mengatakan; "Hal ini jika terjadi ketika seorang hamba itu meninggal atau sebelum dia meninggal lalu bertaubat dan menyesali perbuatannya serta mengucapkan "LAA ILAAHA ILLALLAH", maka dosa-dosanya akan terampuni" [HR Muslim]

Keistimewaan kain berwarna putih : lebih suci dan bersih, kenapa ? bagi anda yang memiliki pakaian berwarna putih niscaya akan lebih teliti menjaga kebersihannya, noda sedikit saja yang mengenainya akan segera kita bersihkan dengan sepenuh hati. Hal ini berbeda dengan sikap kita terhadap kain berwarna lain terlebih kain berwarna gelap. Maka tak heran bila rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَلَيْكُمْ باِلثِّياَبِ الْبِيْضِ فَإِنَّهاَ أطْيَبُ وَأطْهَرُ وَكَفِّنُوْهاَ مَوْتاَكُمْ

Kenakan pakaian berwarna putih karena ia lebih baik dan lebih suci dan kenakan kain kafan pada mayit di antara kalian dengannya [HR Ahmad dan ash habus Sunan]

Warna Kain Baju (1)

Hijau

Hijau adalah warna identik dengan dedaunan, sayur mayur, termasuk nabi Khidzir yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah si hijau. Tak lupa hijau adalah salah satu warna pakaian yang dikenakan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam sebagaimana tersebut dalam riwayat :

عَنْ عِكْرِمَةَ أَنَّ رِفَاعَةَ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ فَتَزَوَّجَهَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الزَّبِيرِ الْقُرَظِيُّ قَالَتْ عَائِشَةُ وَعَلَيْهَا خِمَارٌ أَخْضَرُ فَشَكَتْ إِلَيْهَا وَأَرَتْهَا خُضْرَةً بِجِلْدِهَا فَلَمَّا جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنِّسَاءُ يَنْصُرُ بَعْضُهُنَّ بَعْضًا قَالَتْ عَائِشَةُ مَا رَأَيْتُ مِثْلَ مَا يَلْقَى الْمُؤْمِنَاتُ لَجِلْدُهَا أَشَدُّ خُضْرَةً مِنْ ثَوْبِهَا قَالَ وَسَمِعَ أَنَّهَا قَدْ أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ وَمَعَهُ ابْنَانِ لَهُ مِنْ غَيْرِهَا قَالَتْ وَاللَّهِ مَا لِي إِلَيْهِ مِنْ ذَنْبٍ إِلَّا أَنَّ مَا مَعَهُ لَيْسَ بِأَغْنَى عَنِّي مِنْ هَذِهِ وَأَخَذَتْ هُدْبَةً مِنْ ثَوْبِهَا فَقَالَ كَذَبَتْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَأَنْفُضُهَا نَفْضَ الْأَدِيمِ وَلَكِنَّهَا نَاشِزٌ تُرِيدُ رِفَاعَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنْ كَانَ ذَلِكِ لَمْ تَحِلِّي لَهُ أَوْ لَمْ تَصْلُحِي لَهُ حَتَّى يَذُوقَ مِنْ عُسَيْلَتِكِ قَالَ وَأَبْصَرَ مَعَهُ ابْنَيْنِ لَهُ فَقَالَ بَنُوكَ هَؤُلَاءِ قَالَ نَعَمْ قَالَ هَذَا الَّذِي تَزْعُمِينَ مَا تَزْعُمِينَ فَوَاللَّهِ لَهُمْ أَشْبَهُ بِهِ مِنْ الْغُرَابِ بِالْغُرَابِ

Dari Ikrimah bahwa Rifa'ah telah menceraikan isterinya, kemudian isterinya menikah dengan Abdurrahman bin Zubair Al Qurdli, Aisyah berkata; "Ketika itu mantan isteri Rifa'ah tengah mengenakan kerudung hijau, lalu mantan isteri Rifa'ah mengadukan permasalahannya kepada Aisyah, mantan isteri Rifaah memperlihatkan bekas hijau di kulitnya. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang -kala itu para wanita membela satu sama lainnya. Kata 'Aisyah 'Sungguh yang kulihat padanya, seperti yang ditemui wanita mukminah lainnya, sungguh kulitnya jauh lebih hijau dari pada bajunya. Kata Ikrimah, tiba-tiba Abdurrahman datang bersama dua anaknya yang di hasilkan bukan dari isteri keduanya (mantan isteri Rifa'ah). Isterinya berkata; "Demi Allah, tidaklah aku berdosa ketika bersamanya melainkan karena ia tidak dapat memuaskan diriku. " Sambil memegang ujung kainnya. Abdurrahman berkata; "Demi Allah, ia dusta wahai Rasulullah, sesungguhnya aku dapat memuaskannya, akan tetapi ia berbuat nusyuz (membangkang terhadap perintah suami) karena ia hendak kembali kepada Rifa'ah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Apabila seperti itu, maka kamu tidak halal bagi Rifa'ah atau tidak sah bagi Rifa'ah hingga ia (suami kedua) merasakan madumu. " Ikrimah berkata; "Lalu Abdurrahman memperlihatkan kedua anaknya, beliau pun bersabda : "Apakah mereka semua anak-anakmu ? " Abdurrahman menjawab; "Ya. " Beliau bersabda : "Demi Allah, ini adalah sesuatu yang kamu sangka? demi Allah, mereka lebih menyerupai dengan ayahnya dari pada burung gagak dengan induknya" [HR Bukhori Muslim]

عَنْ أَبِي رِمْثَةَ قَالَ انْطَلَقْتُ مَعَ أَبِي نَحْوَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَأَيْتُ عَلَيْهِ بُرْدَيْنِ أَخْضَرَيْنِ

Dari Abu Rimtsah ia berkata, "Aku bersama bapakku pergi menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu aku melihat beliau mengenakan dua kain beludru berwarna hijau [HR Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i]

Al ‘Allamah Abu Thoyyib Muhammad Syamsul Haq Al ‘Adzim Abadi berkata : warna hijau paling bagus dan paling nyaman untuk dipandang

Ibnu Bathol berkata : pakaian berwarna hijau adalah pakaian ahlul jannah

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Hjar Al atsqolani 10/238
Aunul Ma’bud, Al ‘Allamah Abu Thoyyib Muhammad Syamsul Haq Al ‘Adzim Abad 7/185

Pakaian Sutra

Pakaian Sutra

Sutra atau sutera merupakan serat protein alami yang dapat ditenun menjadi tekstil. Jenis sutra yang paling umum adalah sutra dari kepompong yang dihasilkan larva ulat sutra murbei (Bombyx mori) yang diternak (peternakan ulat itu disebut serikultur). Sutra bertekstur mulus, lembut, namun tidak licin. Rupa berkilauan yang menjadi daya tarik sutra berasal dari struktur seperti prisma segitiga dalam serat tersebut yang membolehkan kain sutra membiaskan cahaya pada pelbagai sudut.

Pemintalan benang sutra dari kepompong ulat sutra.
"Sutra liar" dihasilkan oleh ulat selain ulat sutra murbei dan dapat pula diolah. Pelbagai sutra liar dikenali dan digunakan di Cina, Asia Selatan, dan Eropa sejak zaman silam, namun skala produksinya selalu jauh lebih kecil daripada sutra ternakan. Sutra liar berbeda dari sutra ternakan dari segi warna dan tekstur, dan kepompong liar yang dikumpulkan biasanya sudah dirusak oleh ngengat yang keluar sebelum kepompong tersebut diambil, sehingga benang sutra yang membentuk kepompong itu sudah terputus menjadi pendek. Ulat sutra ternakan dibunuh dengan dicelup ke dalam air mendidih sebelum keluarnya ngengat dewasa, atau dicucuk dengan jarum, sehingga seluruh kepompong dapat diurai menjadi sehelai benang yang tak terputus. Ini membolehkan sutra ditenun menjadi kain yang lebih kuat. Sutra liar biasanya juga lebih sukar dicelup warna daripada sutra ternakan.

Empat jenis ngengat sutra ternakan yang terpenting.
Sutra juga dihasilkan oleh beberapa jenis serangga lain, namun hanya jenis sutra dari ulat sutra yang digunakan untuk pembuatan tekstil. Pernah juga dijalankan kajian terhadap sutra-sutra lain yang menampakkan perbedaan dari aspek molekul. Sutra dihasilkan terutama oleh larva serangga yang bermetamorfosis lengkap, tetapi juga dihasilkan oleh beberapa serangga dewasa seperti Embioptera. Produksi sutra juga kerap dijumpai khususnya pada serangga ordo hymenoptera (lebah, tabuhan, dan semut), dan kadang kala digunakan untuk membuat sarang. Jenis-jenis arthropoda yang lain juga menghasilkan sutra, terutama arachnida seperti laba-laba.

Dalam tinjauan syar’i maka rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi aturan sebagai berikut :

Haram dikenakan bagi kaum laki-laki

عَنْ أَبِي عَامِرٍ اَلْأَشْعَرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ اَلْحِرَ وَالْحَرِيرَ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَأَصْلُهُ فِي اَلْبُخَارِيِّ

Dari Abu Amir al-Asy'ari Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya akan ada di antara umatku kaum yang menghalalkan kemaluan dan sutra." Riwayat Abu Dawud dan asalnya dalam riwayat Bukhari.

وَعَنْ حُذَيْفَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَشْرَبَ فِي آنِيَةِ اَلذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ, وَأَنْ نَأْكُلَ فِيهَا, وَعَنْ لُبْسِ اَلْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ, وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang kami minum dan makan dalam tempat terbuat dari emas dan perak, memakai pakaian dari sutera tipis dan tebal, serta duduk di atasnya. Riwayat Bukhari.

َوَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: ( كَسَانِي اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حُلَّةً سِيَرَاءَ, فَخَرَجْتُ فِيهَا, فَرَأَيْتُ اَلْغَضَبَ فِي وَجْهِهِ, فَشَقَقْتُهَا بَيْنَ نِسَائِي ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِمٍ

Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memberiku pakaian dari campuran sutera. Lalu aku keluar dengan menggunakan pakaian itu dan kulihat kemarahan di wajah beliau, maka aku bagikan pakaian itu kepada wanita-wanita di rumahku. Muttafaq Alaihi dan lafadz hadits ini menurut Muslim.

َوَعَنْ أَبِي مُوسَى رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أُحِلَّ اَلذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي, وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهِمْ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالنَّسَائِيُّ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ

Dari Abu Musa Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Emas dan sutera itu dihalalkan bagi kaum wanita umatku dan diharamkan bagi kaum prianya." Riwayat Ahmad, Nasa'i dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi.

Rukhshoh Alloh berikan kepada kaum lelaki untuk memakainya bila lebar kain tidak lebih dari empat jari atau diperkenankan seluruh kain berasal dari sutera untuk terapi penyakit gatal

وَعَنْ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ لُبْسِ اَلْحَرِيرِ إِلَّا مَوْضِعَ إِصْبَعَيْنِ, أَوْ ثَلَاثٍ, أَوْ أَرْبَعٍ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang memakai sutera kecuali sebesar dua, tiga, atau empat jari. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.



َوَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَخَّصَ لِعَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ, وَالزُّبَيْرِ فِي قَمِيصِ اَلْحَرِيرِ, فِي سَفَرٍ, مِنْ حَكَّةٍ كَانَتْ بِهِمَا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberi keringanan kepada Abdurrahman Ibnu Auf dan Zubair untuk memakai pakaian sutera dalam suatu bepergian karena penyakit gatal yang menimpa mereka. Muttafaq Alaihi.

Rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi ancaman kepada kaum lelaki yang melanggar larangan beliau

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَأَى حُلَّةَ سِيَرَاءَ عِنْدَ بَابِ الْمَسْجِدِ تُبَاعُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ اشْتَرَيْتَ هَذِهِ فَلَبِسْتَهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلِلْوَفْدِ إِذَا قَدِمُوا عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا يَلْبَسُ هَذِهِ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ ثُمَّ جَاءَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهَا حُلَلٌ فَأَعْطَى عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ مِنْهَا حُلَّةً فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَسَوْتَنِيهَا وَقَدْ قُلْتَ فِي حُلَّةِ عُطَارِدَ مَا قُلْتَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَمْ أَكْسُكَهَا لِتَلْبَسَهَا فَكَسَاهَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَخًا لَهُ مُشْرِكًا بِمَكَّةَ

Dari Abdullah bin Umar berkata, "Umar Ibnul Khaththab melihat kain bersulam sutera di jual depan pintu masjid. Umar lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya saja engkau membeli kain ini, sehingga engkau bisa memakainya di hari jum'at dan saat menerima utusan jika datang kepadamu. " Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu bersabda: "Hanyasanya yang mengenakan ini adalah orang-orang yang tidak akan mendapatkan bagian di akhirat. " Setelah itu didatangkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beberapa potong kain sutera, beliau lantas memberikan sepotong darinya kepada Umar Ibnul Khaththab. Umar lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau berikan ini kepadaku, padahal engkau telah berkata tentang sutera sebagaimana yang engkau katakan! " Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian menjawab: "Aku berikan itu kepadamu bukan untuk engkau pakai. " Umar Ibnul Khaththab pun mengenakan kain tersebut untuk saudara laki-lakinya yang masih musyrik di Makkah. [HR Abu Daud]

Pertanyaan yang perlu dibahas selanjutnya adalah bagaimana dengan kain sarung sutra Samarinda ? Pada hakekatnya kain tersebut tidak mengandung sama sekali unsur sutra, pelebelan “ sutra samarinda “ hanya sekedar nama dan tidak menyebabkan keharaman pemakain untuk kaum laki-laki.

Sementara Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam berkata : pada jaman sekarang kita dapati kain buatan yang sangat mirip dengan sutra asli dari warna, corak, kelembutan dan ciri lainnya yang ada pada sutra. Maka statusnya tidak bisa disamakan keharamannya, karena menentukan keharaman harus dikembalikan kepada Alloh dan rosulNya. Apa yang tidak diharamkan oleh keduanya maka tidak bisa diharamkan. Sehingga pada dasarnya ia adalah halal.

Yang harus diperhatikan bahwa menjauhinya jauh lebih baik karena berbagai pertimbangan, sebagaimana yang dituturkan oleh Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam :

• Karena kain tersebut ada kemiripan dengan kain sutra asli sehingga dikhawatirkan bagi orang awam mengira ia adalah sutra asli lalu diikuti oleh mereka dan akhirnya membuka pintu keburukan.
• Siapa yang menggembala di dekat kebun orang, dikhawatirkan akan masuk ke dalamnya, terkadang pelan tapi pasti akan ada kecondongan untuk memakai kain sutra yang asli
• Memakai sutra meskipun imitasi akan menyebabkan sifat kelembutan yang ada pada laki-laki padahal ia hanya pantas ada pada diri perempuan, sudah sepantasnya seorang laki-laki identik dengan keperkasaan dan kegagahan

Maroji’ : taudlihul ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 2/285

Solusi memiliki pakaian haram

Solusi memiliki pakaian haram

Barangkali kita pernah mendapatkan hadiah berupa pakain. Setelah diterima dan barangkali ketika hendak dipakai kita barus tersedar bahwa pakaian itu tidak layak dipakai karena keharamannya (seperti kain sutra yang haram dikenakan laki-laki). Dibuang sayang, dipakai mengundang murka Alloh. Lalu bagaimana solusinya ?

Dalam hal ini rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi tiga solusi :

1. Dihadiahkan kepada orang yang dihalalkan untuk memakainya seperti kaum wanita atau dihadiahkan kepada kerabat yang kafir

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَأَى حُلَّةَ سِيَرَاءَ عِنْدَ بَابِ الْمَسْجِدِ تُبَاعُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ اشْتَرَيْتَ هَذِهِ فَلَبِسْتَهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلِلْوَفْدِ إِذَا قَدِمُوا عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا يَلْبَسُ هَذِهِ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ ثُمَّ جَاءَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهَا حُلَلٌ فَأَعْطَى عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ مِنْهَا حُلَّةً فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَسَوْتَنِيهَا وَقَدْ قُلْتَ فِي حُلَّةِ عُطَارِدَ مَا قُلْتَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَمْ أَكْسُكَهَا لِتَلْبَسَهَا فَكَسَاهَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَخًا لَهُ مُشْرِكًا بِمَكَّةَ

Dari Abdullah bin Umar berkata, "Umar Ibnul Khaththab melihat kain bersulam sutera di jual depan pintu masjid. Umar lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya saja engkau membeli kain ini, sehingga engkau bisa memakainya di hari jum'at dan saat menerima utusan jika datang kepadamu. " Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu bersabda: "Hanyasanya yang mengenakan ini adalah orang-orang yang tidak akan mendapatkan bagian di akhirat. " Setelah itu didatangkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beberapa potong kain sutera, beliau lantas memberikan sepotong darinya kepada Umar Ibnul Khaththab. Umar lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau berikan ini kepadaku, padahal engkau telah berkata tentang sutera sebagaimana yang engkau katakan! " Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian menjawab: "Aku berikan itu kepadamu bukan untuk engkau pakai. " Umar Ibnul Khaththab pun mengenakan kain tersebut untuk saudara laki-lakinya yang masih musyrik di Makkah. [HR Bukhori, Muslim dan Abu Daud]

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ هَبَطْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ ثَنِيَّةٍ فَالْتَفَتَ إِلَيَّ وَعَلَيَّ رَيْطَةٌ مُضَرَّجَةٌ بِالْعُصْفُرِ فَقَالَ مَا هَذِهِ الرَّيْطَةُ عَلَيْكَ فَعَرَفْتُ مَا كَرِهَ فَأَتَيْتُ أَهْلِي وَهُمْ يَسْجُرُونَ تَنُّورًا لَهُمْ فَقَذَفْتُهَا فِيهِ ثُمَّ أَتَيْتُهُ مِنْ الْغَدِ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ مَا فَعَلَتْ الرَّيْطَةُ فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ أَلَا كَسَوْتَهَا بَعْضَ أَهْلِكَ فَإِنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ لِلنِّسَاءِ

Dari Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari Kakeknya ia berkata, "Kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam turun dari lembah Tsaniah, lalu beliau melihatku mengenakan kain tipis yang dicelup dengan warna kuning. Maka beliau bersabda : "Kenapa kain tipis ini ada padamu ! " aku paham bahwa beliau tidak menyukainya, maka aku kembali menemui keluargaku yang sedang menyalakan tungku, sehingga kain itu aku masukkan ke dalamnya. Kesokan harinya aku datang menemui Nabi, beliau bertanya : "Wahai Abdullah, apa yang engkau lakukan dengan kain tipis milikmu itu ? " aku lalu mengabarkan hal yang telah aku lakukan kepada beliau. Beliau pun bersabda : "Kenapa tidak engkau berikan ke salah satu isterimu, karena itu tidak apa-apa untuk mereka" [HR Abu Daud dan ibnu Majah]

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أُهْدِيَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُلَّةُ سِيَرَاءَ فَأَرْسَلَ بِهَا إِلَيَّ فَلَبِسْتُهَا فَأَتَيْتُهُ فَرَأَيْتُ الْغَضَبَ فِي وَجْهِهِ وَقَالَ إِنِّي لَمْ أُرْسِلْ بِهَا إِلَيْكَ لِتَلْبَسَهَا وَأَمَرَنِي فَأَطَرْتُهَا بَيْنَ نِسَائِي

Dari Ali radliallahu 'anhu ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diberi hadiah kain sutera, beliau lalu mengirimkannya kepadaku, maka aku pun memakainya. Setelah itu aku mendatangi beliau, tetapi aku melihat pada wajah beliau tanda kemarahan. Beliau bersabda: "Aku mengirimkan itu kepadamu bukan untuk engkau pakai. " Beliau pun memerintahkan kepadaku (untuk memberikan kepada orang lain), sehingga kain itu aku bagikan untuk para perempuanku. "[HR Bukhori, Muslim dan Abu Daud]

عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ أُكَيْدِرَ دُومَةَ أَهْدَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَوْبَ حَرِيرٍ فَأَعْطَاهُ عَلِيًّا فَقَالَ شَقِّقْهُ خُمُرًا بَيْنَ الْفَوَاطِمِ

Dari Ali, bahwasannya Ukaidira Dumah pernah menghadiahkan selembar kain sutera kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu beliau memberikannya kepada Ali seraya bersabda : "Potonglah kain sutera ini untuk dibuat kerudung, dan bagikanlah kepada para Fatimah. " (yaitu Fatimah binti Rasulullah, Fatimah binti Asad; Ummu Ali bin Abu Thalib, dan Fatimah binti Hamzah bin Abdul Muthallib). [HR Bukhori, Muslim dan Nasa’i]

Imam Nawawi berkata : diperbolehkan bagi laki-laki menerima hadiah kain sutra (meskipun ia haram memakainya) dan selanjutnya diperkenankan memberikannya kepada kaum wanita.

Al ‘allaamah Abu Thoyyib Muhammad Syamsul Haq Al ‘Adzim Abaadi berkata : hadits ini menunjukkan haramnya sutra bagi kaum laki-laki dan diperbolehkannya bagi kaum wanita serta diperbolehkannya memberi hadiah kepada orang kafir berupa pakaian dan selainnya.

2. Diperjual belikan

عَنْ جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ لَبِسَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا قَبَاءً مِنْ دِيبَاجٍ أُهْدِيَ لَهُ ثُمَّ أَوْشَكَ أَنْ نَزَعَهُ فَأَرْسَلَ بِهِ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقِيلَ لَهُ قَدْ أَوْشَكَ مَا نَزَعْتَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ نَهَانِي عَنْهُ جِبْرِيلُ فَجَاءَهُ عُمَرُ يَبْكِي فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَرِهْتَ أَمْرًا وَأَعْطَيْتَنِيهِ فَمَا لِي قَالَ إِنِّي لَمْ أُعْطِكَهُ لِتَلْبَسَهُ إِنَّمَا أَعْطَيْتُكَهُ تَبِيعُهُ فَبَاعَهُ بِأَلْفَيْ دِرْهَمٍ

Dari Jabir bin 'Abdillah berkata; "Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan pakaian luar yang terbuat dari sutera Dyibaj, sebagai hadiah yang diberikan kepada beliau. Setelah itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam segera melepas dan memberikannya kepada Umar bin Khaththab. Lalu salah seorang sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, mengapa engkau begitu tergesa-gesa melepaskan itu? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Jibril telah melarangku mengenakannya.' Tak lama kemudian, Umar datang sambil menangis dan berkata; 'Ya Rasulullah, engkau tidak menyukai sesuatu, tetapi mengapa engkau malah memberikannya kepada saya? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Hai Umar, sesungguhnya aku memberikan pakaian itu kepadamu bukan untuk dikenakan. Akan tetapi, agar kamu segera menjualnya.' Lalu Umar pun menjual pakaian tersebut dengan harga dua ribu dirham.' [HR Muslim dan Nasa’i]

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عُمَرَ بِجُبَّةِ سُنْدُسٍ فَقَالَ عُمَرُ بَعَثْتَ بِهَا إِلَيَّ وَقَدْ قُلْتَ فِيهَا مَا قُلْتَ قَالَ إِنِّي لَمْ أَبْعَثْ بِهَا إِلَيْكَ لِتَلْبَسَهَا وَإِنَّمَا بَعَثْتُ بِهَا إِلَيْكَ لِتَنْتَفِعَ بِثَمَنِهَا

Dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengirim kain selendang yang terbuat dari sutera tipis kepada Umar. Lalu Umar bertanya; "Kenapa engkau mengirim untukku selendang itu, padahal anda telah mengatakan tentang larangan memakai sutera? Beliau bersabda: 'AKu tidak mengirimnya kepadamu untuk kamu pakai, akan tetapi aku mengirimnya agar kamu jual dan kamu ambil keuntungan darinya. [HR Bukhori, Muslim dan Nasa’i]

3. Dikembalikan kepada pemiliknya bila kain tersebut dari hasil curian
Maroji’ :


Aunul Ma’bud, Al ‘allaamah Abu Thoyyib Muhammad Syamsul Haq Al ‘Adzim Abaadi 7/167
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 14/54

Hukuman Bagi Pemakai Baju Yang Tidak Syar’i

Hukuman Bagi Pemakai Baju Yang Tidak Syar’i

Tidak akan dilihat oleh Alloh dengan pandangan kasih sayang
عَنْ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ

Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Allah tidak akan melihat orang yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong" [HR Bukhori, Muslim, Abu daud, Tirmidzi dan Nasa’i]

Adzab yang keras

عَنْ أبِى هُرَيْرَة يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فِي حُلَّةٍ تُعْجِبُهُ نَفْسُهُ مُرَجِّلٌ جُمَّتَهُ إِذْ خَسَفَ اللَّهُ بِهِ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Dari Abu Hurairah berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda atau Abu Qasim shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Ketika seorang lelaki berjalan dengan menggunakan jubah yang ia kenakan, dan berjalan dengan rasa ta'ajub, lalu ia ditelan (oleh bumi), dan ia akan tetap berguncang-guncang (di dalam perut bumi) hingga datang hari kiamat" [HR Bukhori, Tirmidzi dan Nasa’i]

Imam Qurthubi berkata : orang ini bangga pada dirinya dengan pakaiannya, di satu sisi ia merasa dirinya sempurna di sisi lain ia melupakan ni’mat Alloh, kalau kemudian disertai menganggap rendah orang selainnya maka inilah yang dimaksud sombong yang tercela

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat. (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang. (2) Wanita-wanita berpakaian, tetapi sama juga dengan bertelanjang (karena pakaiannya terlalu minim, terlalu tipis atau tembus pandang, terlalu ketat, atau pakaian yang merangsang pria karena sebagian auratnya terbuka), berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga itu dapat tercium dari begini dan begini [HR Muslim]

Menghalangi kemabruran haji

Seorang yang menunaikan haji, sudah ditentukan pakaiannya yang dikenakan saat pelaksanaan manasik dan itu tidak boleh dilanggar karena rosululloh shollallohu alaihi wasallam sudah menetapkan :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنْ الثِّيَابِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ الْقَمِيصَ وَلَا السَّرَاوِيلَ وَلَا الْبُرْنُسَ وَلَا الْخُفَّيْنِ إِلَّا أَنْ لَا يَجِدَ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ مَا هُوَ أَسْفَلُ مِنْ الْكَعْبَيْنِ

Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma bahwa seorang laki-laki bertanya; "Wahai Rasulullah, pakaian yang bagaimanakah yang tidak boleh dikenakan oleh orang yang berihram ? " Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab : "Ia tidak boleh memakai jubah, celana panjang, baju panjang yang bertutup kepala, dan tidak memakai sepatu kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan dua sandal, hendaknya ia memotongnya hingga dibawah kedua mata kaki" [HR Bukhori Muslim]

Tidak diperkenankan mengenakan pakaian sutra di dalam aljannah
Hal ini berlaku bagi laki-laki yang mengenakannya di dunia

عَنْ أَنَس بْن مَالِكٍ قَالَ شُعْبَةُ فَقُلْتُ أَعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ شَدِيدًا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ لَبِسَ الْحَرِيرَ فِي الدُّنْيَا فَلَنْ يَلْبَسَهُ فِي الْآخِرَةِ

Dari Anas bin Malik, Syu'bah berkata; "Tentang apakah nabi shallallahu 'alaihi wasallam marah ? " Anas menjawab; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat marah sekali, dia melanjutkan; "yaitu barangsiapa mengenakan kain sutera di dunia, maka ia tidak akan memakainya di Akhirat kelak" [HR Bukhori Muslim]

Dibiarkan telanjang di akhirat

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ اسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنْ الْفِتْنَةِ مَاذَا أُنْزِلَ مِنْ الْخَزَائِنِ مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُرَاتِ كَمْ مِنْ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Ummu Salamah dia berkata; "Pada suatu malam Nabi shallahu'alaihi wa sallam bangun sambil menuturkan; 'Tiada ilah kecuali Allah, fitnah apakah yang diturunkan di malam hari? Dan perbendaharaan apakah yang diturunkan pada orang yang membangunkan para penghuni kamar, dan berapa banyak orang yang mengenakan pakaian di dunia, tapi telanjang di akhirat" [HR Bukhori dan Tirmidzi]

Ibnu hajar Al Atsqolani menerangkan bahwa penyebab telanjangnya orang tersebut dikarenakan dulu di dunia ia mengenakan pakaian yang ketat sehingga menampakkan lekak-lekuk tubuhnya

Dikenakan pakaian kehinaan pada hari kiamat

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ فِي حَدِيثِ شَرِيكٍ يَرْفَعُهُ قَالَ مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ زَادَ عَنْ أَبِي عَوَانَةَ ثُمَّ تُلَهَّبُ فِيهِ النَّارُ

Dari Ibnu Umar perawi berkata: dalam hadits Syarik yang ia marfu'kan ia berkata, "Barangsiapa memakai baju syuhroh (karena ingin dipuji), maka pada hari kiamat Allah akan mengenakan untuknya baju semisal. Ia menambahkan dari Abu Awanah, "lalu akan dilahab oleh api neraka. " [HR Abu Daud dan ibnu Majah]

وَعِنْدَ ابْنِ ماجه : مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِى الدُّنْياَ الْبَسَهُ الله ثَوْبَ مُذِلَّةٍ يَوْمَ الْقِياَمَةِ

Pada riwayat ibnu Majah : barangsiapa memakai pakaian syuhroh di dunia maka Alloh akan mengenakan pakaian kehinaan pada hari kiamat

Mendapat laknat dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ

Dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki [HR Abu Daud dan Nasa’i]

Laknat bermakna : dijauhkan dari rohmat. Kita sebagai umatnya tentu ingin dicintai beliau sebagaimana kitapun mencintainya. Syafaat dari beliau sungguh kita harapkan, lalu bagaimana halnya bila kita telah mendapat laknat dari beliau ?
Rumah tidak akan dimasuki oleh malaikat rohmat

عَنْ أَبِي طَلْحَةَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ

Dari Abu Thalhah Bahwasanya ia berkata, 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar [HR Bukhori, Muslim dan Abu Daud]

Doa tidak terkabul

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى : يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً وَقاَلَ تَعَالَى : يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah. Dan Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Yaa Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan [HR Muslim]

Tidak diterima sholatnya

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلِّي مُسْبِلًا إِزَارَهُ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَكَ أَمَرْتَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ ثُمَّ سَكَتَّ عَنْهُ قَالَ إِنَّهُ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ مُسْبِلٌ إِزَارَهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ صَلَاةَ رَجُلٍ مُسْبِلٍ

Dari Abu Hurairah ia berkata, "Ketika ada seorang laki-laki yang shalat sambil menjulurkan kainnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya : "Pergi dan berwudhulah. " Laki-laki itu lantas pergi berwudhu kemudian kembali lagi, namun beliau tetap bersabda : "Pergi dan berwudhulah. " Lalu ada seorang laki-laki bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah, ada apa denganmu, engkau suruh dia berwudhu kemudian engkau diamkan? " beliau menjawab, "Laki-laki itu shalat dengan menjulurkan kain sarungnya, padahal Allah tidak menerima shalat seseorang yang menjulurkan kain sarungnya. [HR Abu Daud]

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu hajar Al atsqolani, jilid 10 kitabullibas
Tuhfatul Ahwadzi, Al Imam Alhafdz Abu Ula Muhammad Abdurrohman ibnu Abdirrohim Almubarok Fukhri, jilid 5 kitaabullibas