Kapan Tayammum Dilakukan ?


Tayammum (11)

Alloh berfirman :

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا  

Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun [annisa : 43]

Berdasar ayat di atas, Syaikh Abdurohman Nashir Assa’di berpendapat bahwa rukhshoh tayammum diambil dalam dua kondisi :

(1) Saat tidak ada air baik dalam safar atau muqim

Ini sesuai dengan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلصَّعِيدُ وُضُوءُ اَلْمُسْلِمِ وَإِنْ لَمْ يَجِدِ اَلْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ فَإِذَا وَجَدَ اَلْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اَللَّهَ وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْقَطَّانِ و لَكِنْ صَوَّبَ اَلدَّارَقُطْنِيُّ إِرْسَالَه ُ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Tanah itu merupakan alat berwudlu bagi orang Islam meskipun ia tidak menjumpai air hingga sepuluh tahun. Maka jika ia telah mendapatkan air hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menggunakan air itu untuk mengusap kulitnya  [HR al-Bazzar. Shahih menurut Ibnul Qaththan dan mursal menurut Daruquthni]

(2) Adanya masyaqqoh pada penggunaan air seperti sakit atau luka.

Hal ini selaras dengan perkataan Ibnu Abbas :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ قَالَ: إِذَا كَانَتْ بِالرَّجُلِ اَلْجِرَاحَةُ فِي سَبِيلِ اَللَّهِ وَالْقُرُوحُ فَيُجْنِبُ فَيَخَافُ أَنْ يَمُوتَ إِنْ اِغْتَسَلَ: تَيَمَّمَ رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ مَوْقُوفًا وَرَفَعَهُ اَلْبَزَّارُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِم

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu tentang firman Allah (Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan) beliau mengatakan : Apabila seseorang mengalami luka-luka di jalan Allah atau terserang penyakit kudis lalu ia junub tetapi dia takut akan mati jika dia mandi maka bolehlah baginya bertayammum [HR Daruquthni secara mauquf marfu' menurut al-Bazzar dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim]

Apakah Yang Dimaksud Dengan Sho’idan Thoyyiban ?


Tayammum (10)

Sebagian diantara kita berprinsip bahwa tayammum harus dengan debu yang ada di tanah, sedangkan yang lain berpendapat bahwa tayammum bisa dilakukan dengan cara menepuk telapak tangan ke dinding atau kursi di kendaraan. Kalau kita buka kitab fiqih, dua perbedaan ini akan kita dapatkan.

Pendapat pertama : Tayammum dengan debu yang ada di atas tanah

Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan Ahmad. kalau begitu wajar, manakala sebagian jamaah haji membawa tanah yang disimpan di wadah saat naik pesawat. Mereka bertayammum dengan tanah, bukan menepukkan telapak tangan di kursi pesawat. Pendapat ini disandarkan pada sebuah hadits :

عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَجُعِلَتْ لَنَا الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ  

Dari Khudzaifah berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : .... dan dijadikan bagi kami, bumi seluruhnya sebagai masjid dan dijadikan tanahnya sebagai sarana bersuci bila kami tidak mendapatkan air [HR Muslim]

Pendapa kedua : Diperbolehkan bertayammum dengan apa saja yang ada di permukaan benda yang ada di atas bumi.

Seperti batu, pohon, karpet, hewan dan lainnya. Ini adalah pendapat dari imam Malik dn Hanafi.

Maroji’ :

Taudhihul Ahkam, Abdulloh Bin Abdurrohman Albassam 1/310


 

Tayammum Adalah Kekhususan Bagi Umat Muhammad Shollallohu Alaihi Wasalam


Tayammum (9)

Artinya syariat tayammum tidak dimiliki umat terdahulu. Mereka wudlu dan sholat, akan tetapi belum pernah diperintahkan bertayammum sebagai pengganti wudlu saat tidak ada air. Tentang hal ini, nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِى نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ ، وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ ، وَأُحِلَّتْ لِىَ الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لأَحَدٍ قَبْلِى ، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ ، وَكَانَ النَّبِىُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً ، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً   

Dari Jabir Bin Abdulloh : Bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Aku diberi lima hal yang belum diberikan kepada seorangpun sebelumku, yaitu : Aku dimenangkan (atas musuh) dengan ditanamkan rasa takut sejauh sebulan perjalanan, dijadikan bagiku bumi sebagai masjid dan sarana bersuci dimana siapapun dari umatku mendapati waktu sholat maka sholatlah, dihalalkan ghonimah bagiku sementara tidak halal bagi kaum sebelumku, aku diberi hal syafaat dan nabi diutus kepada kaumnya saja sementara aku diutus kepada seluruh manusia [muttafaq alaih]

Ayat Tayammum Dalam Alquran


Tayammum (8)

Dua kali Alloh menyebutkannya dalam alquran :

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا  

Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun [annisa : 43]

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ  

Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur [almaidah : 6]

Sesuatu Yang Tidak Baik Dalam Pandangan Manusia, Terkadang Baik Di Sisi Alloh


Tayammum (7)

Tayamum adalah cara bersuci dengan debu saat tidak ada air. Tentu akan tepat bila perintah tayammum datang ketika para sahabat tengah menghadapi situasi dimana mereka tidak memiliki air.

Untuk itulah kalung Aisyah yang hilang, yang membuat mereka tertahan di daerah kering adalah hikmah di balik peristiwa ini. Meski sebelumnya para sahabat menyayangkan bahkan terkesan kesal dengannya. Tidak itu saja, Abu Bakar memarahi puterinya dengan kata-kata dan tusukan tangan ke rusuk Aisyah. Apa yang terjadi sesudah itu ? Setelah turun ayat tayammum, kondisi berubah. Semua berbalik memuji Aisyah dan ayahnya.

Demikianlah Alloh berfirman :

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui [albaqoroh : 216]

فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فعسى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ الله فِيهِ خَيْراً كَثِيراً    

Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak [annisa : 19]

Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi berkata tentang ayat di atas :

جهل الإِنسان بالعواقب يجعله يحب المكروه ، ويكره المحبوب

Bodohnya manusia dengan awaqib (akibat yang terjadi sesudahnya) membuatnya menyukai almakruh (sesuatu yang seharusnya dibenci) dan membenci almahbub (sesuatu yang seharusnya dicintai)

Maroji’ :

Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi (maktabah syamilah) hal 34

Orang Tua Memiliki Hak Marah Kepada Anaknya, Meski Sang Anak Sudah Berkeluarga


Tayammum (6)

Kalung Aisyah yang membuat kaum muslimin tertahan di daerah kering, membuat sang ayah marah kepadanya. Sambil menusuk rusuk puterinya, Abu Bakar berkata :

حَبَسْتِ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالنَّاسَ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ

Engkau telah menahan rosululloh shollallohu alaihi wasallam sementara orang-orang berada di daerah yang tidak ada air dan mereka juga tidak membawa air.

Tentang marahnya Abu Bakar kepada Aisyah, dikomentari Imam Nawawi :

وَفِيهِ تَأْدِيب الرَّجُل اِبْنَته وَإِنْ كَانَتْ كَبِيرَة مُزَوَّجَة خَارِجَة عَنْ بَيْته

Hadits ini memberikan pelajaran akan bolehnya orang tua menegur puterinya meski ia sudah dewasa dan menikah dan sudah tinggal di luar rumah orang tuanya

Dalam sejarah, didapat banyak riwayat, betapa orang tua masih memiliki hak untuk memberi wejangan dan teguran kepada anaknya yang sudah berkeluarga. Salah satunya apa yang dilakukan Umar Bin Khothob kepada anaknya, Abdulloh Bin Umar :

عن ابن عمر رضي الله عنهما قَالَ : كَانَتْ تَحْتِي امْرَأةٌ ، وَكُنْتُ أحِبُّهَا وَكَانَ عُمَرُ يَكْرَهُهَا فَقَالَ لي : طَلِّقْهَا فَأبَيْتُ فَأتَى عُمَرُ رضي الله عنه النَّبيّ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرَ ذلِكَ لَهُ  فَقَالَ النَّبيّ صلى الله عليه وسلم طَلِّقْهَا  

Dari Ibnu Umar rodliyallohu anhuma berkata : Aku memiliki istri dimana aku sangat mencintainya sedangkan Umar membencinya. Beliau berkata kepadaku : Ceraikan isterimu ! Aku menolak. Umar rodliyallohu anhu mendatangi nabi shollallohu alaihi wasallam lalu menceritakan hal itu. Nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Ceraikanlah [HR Abu Daud dan Tirmidzi]

Maroji’ :

Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 2/82

Siapa Yang Akhirnya Menemukan Kalung Aisyah


Tayammum (5)

Rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan sebagian sahabat mencari kalung Aisyah dan tidak ada satupun yang menemukannya. Ketika Aisyah sudah merelakan kalung itu hilang, turunlah ayat tayammum. Para sahabat segera bertayammum dan menunaikan sholat. Setelah itu merekapun segera bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Saat onta-onta diberdirikan, didapati kalung berada di bawah tubuh onta. Aisyah berkata :

فَبَعَثْنَا الْبَعِيرَ الَّذِى كُنْتُ عَلَيْهِ فَوَجَدْنَا الْعِقْدَ تَحْتَهُ.

Kami mendirikan onta, tiba-tiba kami dapatkan kalungku itu ada di bawah onta

Imam Nawawi berpendapat bahwa yang menemukan kalung itu adalah Usaid Bin Hudlair. Ia berkata :

الْمَبْعُوث هُوَ أُسَيْد بْن حُضَيْر وَأَتْبَاع لَهُ فَذَهَبُوا فَلَمْ يَجِدُوا شَيْئًا ثُمَّ وَجَدَهَا أُسَيْد بَعْد رُجُوعه تَحْت الْبَعِير  

Yang diperintah untuk mencari kalung adalah Usaid Bin Hudlair dan pengikutnya. Mereka segera pergi dan tidak menemukan apapun. Lalu Usaid menemukannya setelah ia kembali ke tempat di bawah onta

Maroji’ :

Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 2/82

Milik Siapa Kalung Yang Dikenakan Oleh Aisyah ?


Tayammum (4)

Ternyata Aisyah saat itu tidak memiliki kalung. Perhiasan yang ia kenakan adalah milik kakanya yaitu Asma Binti Abu Bakar. Aisyah berkata :

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا اسْتَعَارَتْ مِنْ أَسْمَاءَ قِلاَدَةً فَهَلَكَتْ فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَاسًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِى طَلَبِهَا

Dari Aisyah : Bahwa ia meminjam kalung dari Asma lalu hilang mak rosululloh shollllohu alihi memerintah sebagian sahabatnya untuk mencarinya [HR Muslim]

وَفِي هَذَا الْفَصْل مِنْ الْحَدِيث فَوَائِد مِنْهَا جَوَاز الْعَارِيَة ، وَجَوَاز عَارِيَة الْحُلِيّ ، وَجَوَاز الْمُسَافَرَة بِالْعَارِيَةِ إِذَا كَانَ بِإِذْنِ الْمُعِير  

Hadits ini memberi banyak pelajaran, diantaranya diperbolehkannya pinjam meminjam, bolehnya meminjam kalung dan bolehnya seorang bersafar dengan mengenakan barang pinjaman bila ada ijin dari pemilik barang

Maroji’ :

Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 2/82

Kalung Aisyah Yang Mendatangkan Ujian


Tayammum (3)

Dua kali Aisyah tersandung masalah dengan kalungnya. Kasus pertama adalah pada perang Bani Mushtholiq. Di sela-sela istirahat dalam perjalanan pulang ke Madinah, Aisyah kehilangan kalungnya. Waktu istirahat tersita untuk mencari kalung itu. Tidak hanya Aisyah, akan tetapi rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan para sahabat ikut mencarinya. Akhirnya mereka tertahan di tempat itu, padahal mereka berada di daerah kering tak berair. Waktu sholatpun tiba. Dalam kondisi bingung karena mereka tidak bisa berwudlu, Alloh turunkan ayat yang memerintahkan tayammum.

Kasus kedua mirip dengan yang pertama. Rombongan kaum muslimin istirahat di sela-sela perjalanan menuju Madinah. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Aisyah untuk buang air. Ia segera pergi menjauh dari orang-orang. Setelah selesai ia kembali ke tempat semula. Aisyah berkata :

فَلَمَسْتُ صَدْرِى ، فَإِذَا عِقْدٌ لِى مِنْ جَزْعِ ظَفَارِ قَدِ انْقَطَعَ ، فَرَجَعْتُ فَالْتَمَسْتُ عِقْدِى ، فَحَبَسَنِى ابْتِغَاؤُهُ

Aku meraba dadaku, ternyata kalungku yang terbuat dari merjan Dzofar putus. Aku kembali ke tempat tadi untuk mencari kalungku. Aku tertahan dalam pencarianku.

Perlu diketahui bahwa pada perjalanan ini, Aisyah tidak mengendarai onta. Ia berada di dalam sekedup yang dipikul oleh beberapa sahabat. Karena tubuh Aisyah sangat ringan para pemikul mengira kalau Aisyah sudah masuk ke dalam sekedupnya. Pasukanpun berangkat untuk melanjutkan perjalanannya.

Di sinilah masalah timbul. Kalung akhirnya ditemukan. Saat tiba di tempat semula, Aisyah sudah tidak mendapati rombongan. Aisyah berkata :

فَبَيْنَا أَنَا جَالِسَةٌ فِى مَنْزِلِى غَلَبَتْنِى عَيْنِى فَنِمْتُ ، وَكَانَ صَفْوَانُ بْنُ الْمُعَطَّلِ السُّلَمِىُّ ثُمَّ الذَّكْوَانِىُّ مِنْ وَرَاءِ الْجَيْشِ ، فَأَصْبَحَ عِنْدَ مَنْزِلِى فَرَأَى سَوَادَ إِنْسَانٍ نَائِمٍ ، فَعَرَفَنِى حِينَ رَآنِى ، وَكَانَ رَآنِى قَبْلَ الْحِجَابِ ، فَاسْتَيْقَظْتُ بِاسْتِرْجَاعِهِ حِينَ عَرَفَنِى ، فَخَمَّرْتُ وَجْهِى بِجِلْبَابِى ، وَاللَّهِ مَا تَكَلَّمْنَا بِكَلِمَةٍ وَلاَ سَمِعْتُ مِنْهُ كَلِمَةً غَيْرَ اسْتِرْجَاعِهِ

Ketika aku duduk di tempatku, aku tertidur. Shofwan Bin Muath-thol Assulami Adz Dzakwani ada di belakang pasukan. Ia sudah berada di tempatku. Ia melihat warna hitam dari seorang yang sedang tidur. Ia mengenaliku karena ia pernah melihatku sebelum turunnya ayat hijab. Aku terbangun karena ucapan istirja’ (innaalillaaahi wa innaa ilaihi roji’un) saat melihatku. Aku segera menutupi wajahku dengan kerudungku. Demi Alloh, kami tidak berbicara dengan satu patah katapun, aku juga tidak mendengar darinya satupun perkataan selain bacaan istirja.

Setelah itu, Shofwan segera mendudukkan onta sehingga Aisyah bisa menaikinya lalu ia berdiri di depannya. Setelah itu keduanya melanjutkan perjalanan ke Madinah tanpa ada satu patah kata yang terucap dari keduanya.

Ketika memasuki kota Madinah, Abdulloh Bin Ubay yang pertama kali melihat keduanya. Iapun segera memanfaatkannya untuk menggoncang keluarga rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Dengan gaya pengemasan yang apik dihembuskanlah isu bahwa Aisyah telah melakukan perbuatan fahisyah dengan Shofwan.

Penduduk Madinah benar-benar tergoncang hingga membuat 3 sahabat ikut termakan isu. Mereka adalah Hamnah Binti Jahzyi, Hasan Bin Tsabit dan Tsumamah. Karena peristiwa ini nabi tidak bertegur sapa dengan Aisyah selama lebih dari satu bulan yang membuat Aisyah tinggal di rumah orang tuanya.

Akhirnya Alloh menurunkan surat annur yang membersihkan Aisyah dan Shofwan Bin Muath-thol dari tuduhan. Dan untuk tiga orang sahabat dikenakan hukuman dera sebanyak delapan puluh kali.

Demikianlah, semua bermula dari kalung Aisyah


Sikap Terpuji Aisyah Saat Ditusuk Rusuknya Oleh Abu Bakar


Tayammum (2)

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِى بَعْضِ أَسْفَارِهِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ أَوْ بِذَاتِ الْجَيْشِ  انْقَطَعَ عِقْدٌ لِى فَأَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى الْتِمَاسِهِ وَأَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَأَتَى النَّاسُ إِلَى أَبِى بَكْرٍ فَقَالُوا أَلاَ تَرَى إِلَى مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ أَقَامَتْ بِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَبِالنَّاسِ مَعَهُ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ. فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ وَرَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَاضِعٌ رَأْسَهُ عَلَى فَخِذِى قَدْ نَامَ فَقَالَ حَبَسْتِ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالنَّاسَ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ. قَالَتْ فَعَاتَبَنِى أَبُو بَكْرٍ وَقَالَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ وَجَعَلَ يَطْعُنُ بِيَدِهِ فِى خَاصِرَتِى فَلاَ يَمْنَعُنِى مِنَ التَّحَرُّكِ إِلاَّ مَكَانُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى فَخِذِى فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَتَّى أَصْبَحَ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ فَتَيَمَّمُوا. فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ الْحُضَيْرِ وَهُوَ أَحَدُ النُّقَبَاءِ مَا هِىَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا آلَ أَبِى بَكْرٍ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ فَبَعَثْنَا الْبَعِيرَ الَّذِى كُنْتُ عَلَيْهِ فَوَجَدْنَا الْعِقْدَ تَحْتَهُ.

Dari Aisyah berkata : Kami keluar bersama rosululloh shollallohu alaihi wasallam dalam sebagian safarnya hingga kami tiba di Baida atau Dzatul Jaisy (daerah antara Madinah dan Khoibar), kalungku putus. Rosulullloh shollallohu alaihi wasallam berdiri untuk mencari dan berdirilah orang-orang membantu beliau. Saat itu mereka berada di daerah yang tidak ada air (kering) dan mereka juga tidak membawa air. Orang-orang segera menemui Abu Bakar lalu berkata : Tidakkah engkau lihat apa yang diperbuat Aisyah. Ia ikut bersama rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan orang-orang yang ikut bersama beliau sementara mereka berada di daerah yang tidak ada air dan mereka juga tidak membawa air. Datanglah Abu Bakar saat rosululloh shollallohu alaihi wasallam meletakkan kepalanya di atas pahaku. Beliau telah tidur. Abu Bakar berkata : Engkau telah menahan rosululloh shollallohu alaihi wasallam sementara orang-orang berada di daerah yang tidak ada air dan mereka juga tidak membawa air. Aisyah berkata : Abu Bakar memarahiku sekehendak Alloh dia bicara. Abu Bakar menusuk dengan tangannya di rusukku. Tidak ada yang menghalangiku untuk bergerak kecuali keberadaan rosululloh shollallohu alaihi wasallam yang ada di pahaku. Rosululloh sholallohu alaihi wasallam tidur hingga waktu shubuh tanpa ada air.Tiba-tiba turunlah ayat tayammum. Merekapun bertayammum. Berkatalah Usaid Bin Khudzair salah satu pembesar : Ini adalah awal dari keberkahanmu wahai Abu Bakar. Aisyah berkata : Kami mendirikan onta, tiba-tiba kami dapatkan kalungku itu ada di bawah onta

Dua cara Abu Bakar memarahi puterinya. Dengan kalimat dan perbuatan. Dengan tangannya, ia menusuk rusuk puterinya. Tentu Aisyah kesakitan, akan tetapi tidak membuatnya bergerak. Kenapa ? Aisyah berkata :

فَلاَ يَمْنَعُنِى مِنَ التَّحَرُّكِ إِلاَّ مَكَانُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى فَخِذِى

Tidak ada yang menghalangiku untuk bergerak kecuali keberadaan rosululloh shollallohu alaihi wasallam yang ada di pahaku

Ini adalah pengorbanan seorang istri bagi suaminya atau umat bagi nabinya. Dalam beberapa kitab hadits, kita bisa menemukan banyak riwayat pengorbanan para sahabat bagi rosululloh shollallohu alaihi wasallam meski mereka harus menahan rasa sakit.

Dalam kitab arrohiq almakhtum, dikisahkan perjalanan hijrah nabi shollallohu alaihi wasallam bersama Abu Bakar. Ketika tiba di gua Tsur, Abu Bakar berkata kepada beliau :

والله لا تدخله حتى أدخل قبلك، فإن كان فيه شيء أصابني دونك

Demi Alloh, engkau tidak boleh masuk hingga akulah yang masuk sebelum engkau. Bila di dalamnya ada sesuatu, aku rela terkena musibah untuk membelamu

Ketika ruangan sudah dibersihkan, Abu Bakar mempersilahkan beliau masuk. Melihat nabi shollallohu alaihi wasallam lelah, Abu Bakar mempersilahkan beliau untuk tidur di pahanya. Setelah terlelap tidur, tiba-tiba seekor ular mematuk kaki Abu Bakar. Meski sakit, ia tidak bergerak sama sekali demi menjaga kenyamanan istirahat nabi shollallohu alaihi wasallam. Begitu sakitnya patukan ular, akhirnya Abu Bakar meneteskan air mata. Tetesan air mata menimpa wajah nabi shollallohu alaihi wasallam yang membuat beliau terbangun. Beliau bertanya kepadanya : Ada apa engkau, wahai Abu Bakar ? Ia menjawab : Aku dipatuk oleh ular. Nabipun mengoleskan ludahnya pada kaki Abu Bakar sehingga hilanglah rasa sakit itu.

Pada perang uhud, rosululloh terancam jiwanya. Jabal Romat (bukit yang ditempati pemanah) sudah dikuasai oleh Kholid Bin Walid. Panah-panah diarahkan orang kafir kepada tubuh nabi shollallohu alaihi wasallam. Berdirilah para sahabat mengelilingi tubuh rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Mereka siap menjadi tameng hidup bagi beliau. Orang yang paling banyak tertancap panah di tubuhnya adalah Tholhah Bin Ubaidillah. Ia tidak bergeming, berdiri kokoh tanpa terpengaruh oleh sakitnya panah yang menancap di tubuh. Saat perang selesai, satu persatu panah dicabut dari tubuhnya. Setelah diobati dan sembuh, rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberikan pujian baginya dengan bersabda :

عَنْ جَابِرُ بْن عَبْدِ اللَّهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى شَهِيدٍ يَمْشِى عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ  

Dari Jabir Bin Abdulloh, aku mendengar rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Siapa yang ingin melihat orang yang syahid yang masih berjalan di atas bumi maka lihatlah kepada Tholhah Bin Ubaidillah [HR Tirmidzi]

Sejarah Tayammum


Tayammum (1)

Ketika perang Bani Mushtholiq selesai, rosululloh shollallohu alaihi wasallam bertolak untuk pulang ke Madinah. Sesampai di daerah Baida, rombongan istirahat. Tempat ini gersang, tidak ada sumber air. Ketika istirahat dirasa cukup, nabi shollallohu alaihi wasallam mengajak kita untuk segera berangkat agar saat waktu sholat tiba, pasukan sudah berada di tempat yang memiliki sumber air.

Masalah timbul ketika kalung Aisyah putus. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan kaum muslimin ikut membantu, akan tetapi tidak berhasil menemukannya. Hal itu membuat perjalanan terhambat hingga akhirnya nabi shollallohu alaihi wasallam lelah dan tidur di pangkuan Aisyah.

Kekesalan nampak di raut sebagian sahabat. Merekapun mengadukannya kepada Abu Bakar sebagai ayah dari Aisyah. Rupanya perasaan Abu Bakar sama. Ia ikut kesal sehingga didatangi puterainya. Dengan nada marah, sang ayah berkata :

حَبَسْتِ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالنَّاسَ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ

Engkau telah menahan rosululloh shollallohu alaihi wasallam sementara orang-orang berada di daerah yang tidak ada air dan mereka juga tidak membawa air.

Tidak itu saja. Abu Bakar menusuk rusuk puterinya dengan tangannya. Aisyah tidak bereaksi apapun karena saat itu kepala nabi shollallohu alaihi wasallam ada di pahanya. Ia tidak ingin mengusik istirahat beliau.

Menjelang shubuh, nabi shollallohu alaihi wasallam bangun. Lalu turunlah ayat yang memerintahkan kaum muslimin untuk tayammum.

Suasanapun berubah, yang tadinya menyalahkan Aisyah hingga pasukan tertahan di daerah tak ada sumber air, justru sekarang mereka memberi pujian kepadanya. Berkatalah Usaid Bin Khudzair salah satu pembesar :

مَا هِىَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا آلَ أَبِى بَكْرٍ

Ini adalah awal dari keberkahanmu wahai keluarga Abu Bakar

Dalam riwayat lain disebutkan :

جَزَاكِ اللَّهُ خَيْرًا فَوَاللَّهِ مَا نَزَلَ بِكِ أَمْرٌ قَطُّ إِلاَّ جَعَلَ اللَّهُ لَكِ مِنْهُ مَخْرَجًا وَجَعَلَ لِلْمُسْلِمِينَ فِيهِ بَرَكَةً

Semoga Alloh memberikan balasan kebaikan bagimu. Demi Alloh tidaklah Alloh menurunkan satu masalah padamu sedikitpun kecuali Alloh akan menjadikan bagimu jalan keluar dan memberikan keberkahan bagi kaum muslimin

Selesai menunaikan sholat, pasukan segera diberangkatkan. Ketika onta diberdirikan, rupanya didapati bahwa kalung Aisyah ada di bawah tubuh binatang ini

Diantara Akibat Melupakan Dzikir


Bangkai (10)

Yang dimaksud majlis adalah berada di tempat duduk. Semisal di majlis ta’lim, balai pertemuan pos ronda, warung kopi. Bila dalam acara duduk tidak ada sedikitpun dzikir, maka itu adalah sia-sia bahkan nabi shollallohu alaihi wasallam memberikan tamtsil yang buruk bagi yang bersangkutan : Dari Abu Huroiroh berkata :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُومُونَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ فِيهِ إِلاَّ قَامُوا عَنْ مِثْلِ جِيفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً  

Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Tidaklah suatu kaum berdiri dari majlisnya, mereka tidak berdzikir kepada Alloh, kecuali mereka berdiri seperti bangkai keledai dan pada mereka kerugian [HR Abu Daud]

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فَتَفَرَّقُوا عَنْ غَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ إِلاَّ كَأَنَّمَا تَفَرَّقُوا عَنْ جِيفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ ذَلِكَ الْمَجْلِسُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً  

Dari Abu Huroiroh berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Tidaklah satu kaum berkumpul lalu mereka berpisah tanpa dzikir kepada Alloh kecuali mereka berpisah seperti bangkai keledai dan majlis yang mereka berkumpul padanya mendatangkan kerugian [HR Ahmad]


Dosa Orang Yang Membicarakan Keburukan Sesama Muslim


Bangkai (9)

Bila kita melihat seorang muslim melakukan perbuatan dosa, islam menganjurkan untuk merahasiakannya. Diam-diam kita datangi si pelaku untuk menasehatinya secara empat mata. Tak ketinggalan mendoakannya secara tulus dengan harapan Alloh memberi ampunan dan hidayah kepadanya.

Semasa nabi shollallohu alaihi wasallam masih hidup, ada seorang bernama Maiz Bin Malik yang melakukan perbuatan zina. Dengan tulus dan ikhlas, ia menghadap nabi shollallohu alaihi wasallam untuk menyampaikan apa yang sudah dilakukannya dan meminta kepada beliau untuk ditegakkan hukum rajam padanya. Hukum rajampun ditegakkan yang membuat si laki-laki ini menemui ajal.

Dua orang sahabat yang menyaksikan peristiwa ini berkomentar tentang Maiz Bin Malik :

انْظُرْ إِلَى هَذَا الَّذِى سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَلَمْ تَدَعْهُ نَفْسُهُ حَتَّى رُجِمَ رَجْمَ الْكَلْبِ

Lihatlah kepada orang yang telah Alloh tutupi perbuatannya akan tetapi ia tidak membiarkan dirinya (tidak diam) hingga akhirnya ia dirajam sebagaimana anjing dirajam.

Mendengar perkataan dua orang ini, nabi shollallohu alaihi wasallam diam hingga akhirnya beliau menemukan bangkai keledai lalu bersabda kepada dua orang itu :

انْزِلاَ فَكُلاَ مِنْ جِيفَةِ هَذَا الْحِمَارِ

Turunlah kalian berdua lalu makanlah bangkai keledai itu !

Dua orang itu berkata :

يَا نَبِىَّ اللَّهِ مَنْ يَأْكُلُ مِنْ هَذَا

Wahai nabiyulloh, siapa yang mau makan bangkai ini ?

Mendengar penolakan, beliau bersabda :

فَمَا نِلْتُمَا مِنْ عِرْضِ أَخِيكُمَا آنِفًا أَشَدُّ مِنْ أَكْلٍ مِنْهُ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّهُ الآنَ لَفِى أَنْهَارِ الْجَنَّةِ يَنْقَمِسُ فِيهَا

Apa yang kalian berdua tadi lakukan terhadap kehormatan saudara kalian lebih berat dari memakan bangkai ini. Demi jiwaku yang ada di tanganNya, sesungguhnya dia sekarang sedang menyelam di sungai-sungai yang ada di dalam aljannah [HR Abu Daud]

Yang lebih mengherankan dari itu adalah sebuah peristiwa yang diceritakan oleh Anas Bin Malik :

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم فَارْتَفَعَتْ رِيحُ جِيفَةٍ مُنْتِنَةٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَتَدْرُونَ مَا هَذِهِ الرِّيحُ هَذِهِ رِيحُ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ الْمُؤْمِنِينَ  

Dari Jabir Bin Abdulloh berkata : Kami pernah bersama nabi shollallohu alaihi wasallam lalu tiba-tiba tercium bau bangkai yang sudah membusuk. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Tahukah kalian, apakah bau ini ? Ini adalah bau orang-orang yang ghibah (biasa membicarakan keburukan) orang-orang beriman [HR Ahmad]

Apa yang disabdakan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam sesuai dengan firman Alloh :

أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang [alhujurot : 12]

Nasib Orang Kafir Setelah Kematiannya


Bangkai (8)

Aroma ruh orang kafir sangatlah bau. Para malaikat akan menciumnya sehingga mereka akan melaknatinya. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا احْتُضِرَ أَتَتْهُ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ بِمِسْحٍ فَيَقُولُونَ اخْرُجِي سَاخِطَةً مَسْخُوطًا عَلَيْكِ إِلَى عَذَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَتَخْرُجُ كَأَنْتَنِ رِيحِ جِيفَةٍ حَتَّى يَأْتُونَ بِهِ بَابَ الْأَرْضِ فَيَقُولُونَ مَا أَنْتَنَ هَذِهِ الرِّيحَ حَتَّى يَأْتُونَ بِهِ أَرْوَاحَ الْكُفَّارِ ن

Dari Abu Huroiroh : Bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya orang kafir bila menghadapi kematian datanglah malaikat adzab dengan satu pukulan seraya berkata : Keluarlah engkau dalam keadaan dimurkai menuju adzab Alloh Azza Wajalla. Maka keluarlah ruh dengan seburuk-buruk bau bangkai hingga mendatangi pintu bumi lalu para malaikat berkata “ Alangkah baunya ruh ini ! “ hingga mereka akan mendatangkannya kepada ruh-ruh orang kafir lainnya

Bangkai Di Malam Hari


Bangkai (7)

Dalam salah satu ceramahnya, Syaikh Abdulloh Azzam mengutip perkataan ulama tentang perilaku manusia yang buruk :

حمار في النهار جيفة في الليل عالم بالدنيا جاهل بالآخرة

Keledai di siang hari, bangkai di malam hari, pintar dalam urusan akhirat dan bodoh dalam urusan akhirat

Disebut keledai siang hari maksudnya adalah bekerja penuh semangat tanpa mengenal lelah sebagaimana sifat keledai. Binatang ini memiliki tenaga luar biasa. Diforsir untuk melayani keinginan manusia sehari penuh, tidak masalah bagi hewan ini. Orang yang memiliki etos kerja, tentu ini baik dan sangat disukai oleh pemilik perusahaan. Akan tetapi akan bermasalah manakala semangatnya di siang hari membuatnya menjadi bangkai di malam hari. Tidur begitu pulas sehingga tidak bisa bangun sholat tahajud dan terlambat menunaikan sholat shubuh.

Jangankan terlambat sholat shubuh, tidak menunaikan sholat tahajud akan mendapat banyak celaan dari nabi shollallohu alaihi wasallam. Dari sebutan khobits (jelek, kotor), dikencingin setan di telinganya.

Ketika dua karakter ini melekat pada seseorang, maka akan menyebabkan dua akibat, yaitu pandai dalam urusan dunia dan bodoh terhadap urusan akhirat.

Tamtsil Bagi Kehidupan Dunia


Bangkai (6)

Dunia bersifat fana. Bagi yang membangga-banggakan dunia yang diraih, maka sungguh islam menunjukkan bahwa dunia adalah hina dan tak bernilai. Dalam sebuah hadits, rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyamakannya dengan bangkai :

وعن جابر رضي الله عنه : أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم مَرَّ بالسُّوقِ وَالنَّاسُ كَنَفَتَيْهِ ، فَمَرَّ بِجَدْيٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ ، فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ بِأُذُنِهِ ، ثُمَّ قَالَ : أَيُّكُم يُحِبُّ أنْ يَكُونَ هَذَا لَهُ بِدرْهَم ؟  فقالوا : مَا نُحِبُّ أنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ ؟ ثُمَّ قَالَ : أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ ؟  قَالُوا : وَاللهِ لَوْ كَانَ حَيّاً كَانَ عَيْباً ، إنَّهُ أسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ ميِّتٌ ! فقال : فوَاللهِ للدُّنْيَا أهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ  رواه مسلم .

Dari Jabir rodliyallohu anhu : Bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam masuk pasar sementara manusia ada di samping beliau. Beliau melewati jadyun (kambing kecil berusia satu tahun) yang bertelinga cacat dan sudah mati. Beliau mengambilnya dengan memegang telinganya lalu bertanya : Siapakah diantara kalian yang mau membelinya dengan harga satu dirham ? Mereka berkata : Kami tidak menginginkannya sedikitpun, apa yang kami bisa ambil darinya ? Beliau bertanya : Maukah kalian memilikinya ? Mereka berkata : Demi Alloh, Andai masih hidup, aib bagi kami memilikinya karena sesungguhnya ia cacat telinganya dan dia sudah jadi bangkai. Beliau bersabda : Demi Alloh, dunia lebih hina bagi Alloh daripada bangkai ini bagi kalian [HR Muslim]

Hadits di atas adalah peringatan bagi siapa yang menyombongkan diri atas dunia yang dimiliki. Dalam riwayat lain, rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi tamtsil antara dunia dan akhirat :

عن المُسْتَوْرِد بن شَدَّاد رضي الله عنه  قَالَ: قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم مَا الدُّنْيَا في الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ أُصْبُعَهُ في اليَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ

Dari Mustaurid Bin Syaddad rodliyallohu anhu berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Tidaklah dunia dibandingkan akhirat kecuali seperti seorang diantara kalian yang mencelupkan jari-jarinya di laut, lalu lihatlah air yang kembali ke laut (yang menetes dari jari-jari [HR Muslim]

Bisa Diambil Manfaatnya Dengan Disamak


Bangkai (5)

Kulit binatang bisa diambil manfaatnya dengan menyamaknya. Dari kulit inilah, akhirnya kita bisa menjadikannya sebagai hasil kerajinan tangan. Tas, sepatu, ember, baju, beduk, reban dan lainnya. Syariat sangat menganjurkan pemanfaatan kulit meski status biantangnya adalah bangkai :

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Jika kulit binatang telah disamak maka ia menjadi suci.   [HR Muslim]

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ صلى الله عليه وسلم دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طُهُورُهاَ  

Dari Salamah Ibnu al-Muhabbiq Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Menyamak kulit bangkai adalah mensucikannya [HR Ibnu Hibban] 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ تُصُدِّقَ عَلَى مَوْلاَةٍ لِمَيْمُونَةَ بِشَاةٍ فَمَاتَتْ فَمَرَّ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ  هَلاَّ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا فَدَبَغْتُمُوهُ فَانْتَفَعْتُمْ بِهِ  فَقَالُوا إِنَّهَا مَيْتَةٌ. فَقَالَ إِنَّمَا حَرُمَ أَكْلُهَا   

Dari Ibnu Abbas berkata : Budak Maimunah mendapat sedekah berupa kambing, lalu mati. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam melewatinya. Beliau bersabda : Kenapa kalian tidak mengambil kulitnya lalu menyamaknya sehingga kalian mengambil manfaatnya. Mereka berkata : Itu adalah bangkai. Beliau bersabda : Sesungguhnya yang diharamkan hanya memakannya

عَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: مَرَّ رَسُولُ الْلَّهِ صلى الله عليه وسلم بِشَاةٍ يَجُرُّونَهَا فَقَالَ: لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا؟ فَقَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ فَقَالَ: يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ  

Maimunah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melewati seekor kambing yang sedang diseret orang-orang. Beliau bersabda : Alangkah baiknya jika engkau mengambil kulitnya. Mereka berkata : Ia benar-benar telah mati. Beliau bersabda : Ia dapat disucikan dengan air dan daun salam [HR Abu Dawud dan Nasa'i]

Imam Nawawi memberikan rincian tentang status penyamakan kulit binatang berdasar pendapat para ulama :

Pertama :

Dalam madzhab Syafi’i diperbolehkan menyamak semua kulit bangkai kecuali anjing dan babi untuk dimanfaatkan penggunaannya bagi benda cair dan kering. Hal itu tidak membedakan antara binatang yang halal dan haram dimakan.

Kedua :

Kulit tidak dianggap suci dengan penyamakan. Ini adalah pendapt Umar Bin Khothob dan Aisyah.

Ketiga :

Diperbolehkan penyamakan kulit dari hewan yang halal dimakan. Ini adalah pendapat Auza’i, Ibnul Mubarok, Abu Tsaur dan Ishaq Rohwaih.

Keempat :

Diperbolehkan memanfaatkan kulit dari semua binatang kecuali babi. Ini adalah pendapat dari Imam Hanafi.

Kelima :

Diperbolehkan memanfaatkan kulit dari semua binatang bagian luarnya bukan bagian dalamnya. Kulit hanya dibolehkan digunakan untuk benda kering. Ini adalah pendapat Imam Malik.

Keenam :

Diperbolehkan memanfaatkan semua kulit termasuk anjing dan babi baik bagian luar dan dalam. Ini adalah pendapat Abu Daud dan madzhab dzohiri

Ketujuh :

Diperbolehkan memanfaatkan kulit meski tidak disamak dan diperbolehkan penggunaannya untuk benda kering dan cair. Ini adalah pendapat Azzuhri.

Menajiskan Benda Cair


Bangkai (4)

Islam membagi status bangkai yang jatuh ke makanan menjadi dua, yaitu makanan basah dan makanan kering. Untuk makanan cair seperti minyak, sop dan lainnya maka bangkai merusak dan membuat makanan menjadi najis sehingga tidak boleh dikonsumsi. Adapun bila terkena benda kering seperti mentega, roti, beras dan lainnya maka cukup di buang permukaan makanan yang terkena bangkai. Sisanya masih layak untuk dikonsumsi. Kaedah ini berdasar dua hadits :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم  إِذَا وَقَعَتْ اَلْفَأْرَةُ فِي اَلسَّمْنِ, فَإِنْ كَانَ جَامِداً فَأَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا, وَإِنْ كَانَ مَايِعًا فَلَا تَقْرَبُوهُ  

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Apabila tikus jatuh ke dalam samin, maka buanglah tikus dan sekitarnya jika samin itu beku dan janganlah mendekatinya bila samin itu cair [HR Ahmad dan Abu Dawud] 

عَنْ مَيْمُونَةَ زَوْجِ اَلنَّبِيِّ صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَرَضِيَ عَنْهَا أَنَّ فَأْرَةً وَقَعَتْ فِي سَمْنٍ, فَمَاتَتْ فِيهِ, فَسُئِلَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْهَا. فَقَالَ: أَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا, وَكُلُوهُ  

Dari Maimunah istri Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bahwa ada seekor tikus yang jatuh ke dalam samin (sejenis mentega), lalu mati. Kemudian hal itu ditanyakan kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau menjawab : Buanglah tikus dan samin yang ada di sekitarnya, dan makanlah (samin yang tersisa) [HR Bukhari, Ahmad dan Nasa'i]


Dua Bangkai Yang Halal


Bangkai (3)

Yaitu ikan dan belalang :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْبَحْرِ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ  

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang (air) laut : Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal Dikeluarkan oleh [HR Imam Empat dan Ibnu Syaibah] 

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ. فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ : فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ وَأَمَّا الدَّمَانِ : فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ  

Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Dua macam bangkai itu adalah belalang dan ikan, sedangkan dua macam darah adalah hati dan jantung [HR Ahmad dan Ibnu Majah] 

Hukum Asli Bangkai Adalah Haram


Bangkai (2)

Tiga kali Alloh menyebutkannya dalam alquran :

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ  

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [albaqoroh : 173]

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ  

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ  

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [annahl : 115]

Kendati haram, ayat-ayat di atas memberikan istitsna’ (pengecualian) sehingga bangkai bisa dimakan dengan syarat :

Pertama : Terpaksa (karena lapar)

Kedua : Tidak menginginkannya

Ketiga : Tidak melampaui batas, artinya makan bangkai sekedar mempertahankan hidup dan segera menghentikannya ketika menemukan makanan halal.