Sholat Boleh Dilanggar

(kontrofersi 19)
Masjid adalah bangunan yang didirikan khusus untuk sholat. Orang Indonesia memiliki pendapat yang berbeda. Disebut masjid, bila bangunan berukuran besar dan dipakai untuk sholat jum’at. Bila bangunan berbentuk kecil, apalagi tidak diperuntukkan bagi penyelenggaraan sholat jum’at disebut musholla atau surau bagi masyarakat Sumatera, tajug bagi orang sunda dan langgar bagi orang Jawa. Maka tidak aneh bila orang Jawa, sholatnya sering di langgar ??!!
Orang Arab tidak pernah membedakan istilah masjid berdasarkan besar kecilnya bangunan atau apakah terselenggara sholat jumat dan tidak. Bila bangunan itu didirikan khusus untuk sholat maka ia disebut dengan masjid. Bagaimana dengan kata “musholla ?”
Dalam banyak hadits, disebut musholla adalah tanah lapang yang diperuntukkan sholat id, istisqo dan lainnya. Sebagaimana beberapa hadits di bawah ini :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالََوَعَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَخْرُجُ يَوْمَ اَلْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى اَلْمُصَلَّى وَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ اَلصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ اَلنَّاسِ وَالنَّاسُ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيَأْمُرُهُمْ  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Said Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam keluar pada hari raya Fithri dan Adlha ke musholla (tanah lapang), sesuatu yang beliau dahulukan adalah sholat, kemudian beliau berpaling dan berdiri menghadap orang-orang, orang-orang masih tetap pada shafnya, lalu beliau memberikan nasehat dan perintah kepada mereka. [Muttafaq Alaihi]
عَنْ أَبِي عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمُومَةٍ لَهُ مِنَ اَلصَّحَابَةِ أَنَّ رَكْبًا جَاءُوا فَشَهِدُوا أَنَّهُمْ رَأَوُا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ فَأَمَرَهُمْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُفْطِرُوا وَإِذَا أَصْبَحُوا يَغْدُوا إِلَى مُصَلَّاهُمْ  رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ
Dari Abu Umairah Ibnu Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu dari paman-pamannya di kalangan shahabat bahwa suatu kafilah telah datang, lalu mereka bersaksi bahwa kemarin mereka telah melihat hilal (bulan sabit tanggal satu), maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar berbuka dan esoknya menuju ke musholla (tanah lapang) tempat sholat mereka  [HR Ahmad dan Abu Dawud]
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ اَلْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ فِي الْعِيدَيْنِ يَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ اَلْمُسْلِمِينَ وَيَعْتَزِلُ اَلْحُيَّضُ اَلْمُصَلَّى  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Ummu Athiyyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami diperintahkan mengajak keluar gadis-gadis dan wanita-wanita haid pada kedua hari raya untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin, wanita-wanita yang haid itu terpisah dari musholla  (tempat sholat)   [Muttafaq Alaihi]
Walhasil, siapa saja yang sholat di musholla, tajug atau langgar dinilai telah menunaikan di masjid sehingga ada hak kelipatan pahala dan derajat sebanyak 27.








Setan Jangan Di Umpat

(kontrofersi 18)
Barangkali ada di antara kita saat amarah muncul, mengumpat dengan mengatakan “ Dasar setan ! “ dan kata-kata lainnya yang mencantumkan setan di dalamnya. Kalimat ini tidak pantas  keluar dari lesan seorang mukmin. Kenapa ? Karena keimanan seseorang akan Nampak dari ucapannya sebagaimana yang disabdakan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ 
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya [HR Bukhori Muslim]
Ibnu Katsir membawakan riwayat hadits larangan pengucapan ini saat menafsirkan lafadz basmallah :
لاَتَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إذَا قُلْتَ تَعِسَ الشَّيْطَانُ تَعَاظَمَ وَقَالَ بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ وَإذَا قُلْتَ بِسْمِ الله تَصَاغَرَ حَتَّى يَصِيْرَ مِثْلَ الذُّّبَابِ
Janganlah engkau mengatakan “ Celaka setan “ karena jika engkau ucapkan “celaka setan “ maka ia akan membesar (seperti rumah) seraya berkata “ Dengan kemampuanku, aku kalahkan manusia “, adapun bila engkau ucapkan bismillah maka ia akan mengecil hingga seperti seekor lalat  [HR Ahmad]
Ini masuk akal. Setan ketika membuat seseorang bisa murka, itu membuktikan akan keberhasilannya dalam menggoda manusia. Setelah berhasil, koq namanya disebut-sebut ? Tentu ia akan semakin bangga.
Maroji’ :
Tafsir Ibnu Katsir 1/27


Rokok Lebih Berbahaya Dari Miras

(kontrofersi 17)
Keharaman rokok didasarkan pada hasil ijtihad para ulama. Itu disebabkan karena tidak dalil yang jelas yang menjelaskan keharamannya. Adapun khomr, tidak diperlukan ijtihad lagi karena Alloh telah menetapkannya dalam alquran :
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ  إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ  
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)  [almaidah : 90-91]
Bagaimana mungkin madlorot rokok (yang keharamannya masih diperselisihkan di kalangan umat islam) lebih besar dari khomr (yang sudah ditegaskan keharamannya dalam alquran) ? Untuk mengetahuinya diperlukan perbandingan antara keduanya :
·         Kenyataan mengatakan bahwa jumlah perokok lebih banyak dari peminum khomr.
·         Merokok akan membahayakan dirinya dan orang lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa perokok pasif akan mendapat akibat jelek lebih besar daripada yang diterima oleh perokok aktif. Adapun khomr hanya membahayakan si peminum.
·         Masyarakat menilai tabu meminum khomr, sedangkan kebiasaan merokok dianggap lumrah. Begitu mudah kita dapatkan kyai yang perokok akan tetapi susah didapatkan ustadz yang pecandu khomr.
·         Pemberantasan miras, akan mendapatkan dukungan dari masyarakat. Akan tetapi, mungkinkah kita mendapat simpati saat memberantas rokok ?
·         Iklan rokok akan mudah kita dapatkan. Di Koran, reklame yang ada di jalan, televise, acara-acara panggung dan lainnya. Iklan semacam ini tidak mungkin bagi khomr.
·         Perokok adalah manusia yang tidak punya perasaan. Mereka merokok dimana saja mereka inginkan. Di bis, di ruangan berAC dan tempat lainnya tanpa menyadari orang lain yang terganggu dengan asapnya. Sedangkan peminum khomr biasa meminumnya di tempat-tempat tertentu yang bukan tempat umum.
·         Manusia masih banyak menilai bahwa merokok membantu aktifitas, seperti sopir. Mungkinkah menyetir mobil dilakukan dengan menggak miras ?






Orang Kafir Gemar Berinfaq

(kontrofersi 16)
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ  
Sesungguhnya orang-orang yang kafir menginfakkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan  [al anfal : 36]
Ayat di atas menerangkan akan infaq yang dilakukan orang kafir. Alkalbi dan Muqotil berkata : Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang berambisi untuk menghancurkan umat islam pada perang badar yang berjumlah 12 orang : Abu Jahal bin Hisyam, Utbah dan Syaibah putera Robi’ah bin Abdusyams, Nabih dan Munabih putera Ibnulhajjaj, Abulbukhtari bin Hisyam, nadzr bin Alharts, Hakim bin Hizam, Ubay bin Kholaf, Zam’ah bin Aswad, Alharits bin Amir bin Naufal.
Kedua belas orang ini mengeluarkan banyak harta demi suksesnya perang badar. Apa yang mereka lakukan, oleh Alloh disebut sebagai infaq. Lalu apa bedanya antara infaq umat islam dengan infaq kaum kafir ? :
Infaq orang beriman ditujukan fiisabilillah, sementara infaq orang kafir liyashudduu ‘ansabiilillah (demi terhalangnya agama Alloh)
Infaq umat islam berpahala, sementara orang kafir semakin besar dosa mereka dengan infaq yang mereka lakukan
Balasan bagi orang beriman adalah aljannah, adapun orang kafir adalah jahanam sebagai tempat kembali
Maroji’ :
Tafsir Albaghowi (maktabah syamilah)




Orang Kafir Dapat Hidayah Pada Hari Kiamat

(kontrofersi 15)
Hidayah berarti petunjuk. Seorang beriman pasti akan mendapat bimbingan hidayah dari Alloh karena setiap harinya mereka membaca ihdinash shiroothol mustaqiim (berikan kepada kami petunjuk jalan lurus)
Ternyata hidayah tidak hanya dimiliki oleh kaum beriman saja, orang kafirpun mendapat hidayah pada hari kiamat. Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Alloh :
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ  مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ  
22. (kepada Malaikat diperintahkan) : Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah,
23. selain Allah. Maka berikan hidayah (tunjukkanlah kepada mereka) jalan ke neraka  [ash shoffat : 22-23]
Hidayah terkadang bermakna positif, pada kalimat tertentu bisa saja berkonotasi negativ. Bila disematkan pada orang beriman tentu memiliki arti petunjuk dari Alloh sehingga mereka mampu membedakan antara yang haq dan batil. Sebaliknya bila kata itu ditempatkan pada orang kafir bermakna petunjuk untuk menuju jalan kecelakaan sebagaimana yang ada pada ayat di atas.
Kata lain yang bisa menjadi perbandingan adalah kabar gembira. Bisa saja ditujukan pada orang beriman dan bisa juga diarahkan pada orang kafir dengan arti yang berbeda. Dua ayat di bawah ini bisa menjadi barang renungan :
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ  
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya  [albaqoroh : 25]
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا  
Berikan kabar gembira kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih  [annisa’ : 138]







Nabi Shollallohu Alaihi Wasallam Dilarang Nikah Lagi

(kontrofersi 14)
Syaikh Ahmad Mushthofa Almutawalli mencantumkan dalam kitabnya, daftar istri-istri rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
1.       Khodijah Binti Khuwailid Alqorsyiyyah Al Asadiyyah.
2.       Saudah Binti Zam’ah Alqorsyiyyah.
3.       Ummu Abdillah Aisyah Binti Shiddiq.
4.       Hafshoh Binti Umar Bin Khothob.
5.       Zainab Binti Khuzaimah Bin Alharits Alqissiyyah (meninggal dunia setelah dua bulan bersanding dengan rosululloh shollallohu alaihi wasallam)
6.       Ummu Salamah Hindun Binti Abi Umayyah Alqorsyiyyah Almakhzumiyyah.
7.       Zainab Binti Jahsyi.
8.       Juwairiyyah Binti Alharits bin Abi Dliror Almushtholiqiyyah.
9.       Ummu Habibah Romlah Binti Abu Sufyan.
10.   Shofiyyah Binti Huyayi bi Akhthob.
11.   Maimunah Binti Alharits Alhilaliyyah.
Disimpulkan, bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam wafat meninggalkan sembilan istri. Setelah beliau menikah dengan Maimunah, Alloh melarang rosululloh shollallohu alaihi wasallam untuk menikah lagi dengan wanita lain. Hal ini berdasarkan firman Alloh :
لَا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلَا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ إِلَّا مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا  
Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu  [al ahzab : 52]
Berdasarkan ayat di atas, nabi shollallohu alaihi wasallam tidak dibolehkan kawin sesudah mempunyai isteri-isteri sebanyak yang telah ada itu dan tidak pula dibolehkan mengganti isteri-isterinya yang telah ada itu dengan menikahi perempuan lain.
Syaikh Abu Bakar Aljazairi menerangkan bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam tidak diperbolehkan menikah setelah beristrikan sembilan sebagai bentuk pemuliaan bagi mereka yang lebih memilih akhirat dari kesenangan dunia dan sebagai takhfif (meringankan beban beliau). Ayat di atas juga melarang beliau menikah lagi dengan cara menceraikan salah satu istrinya lalu menikah lagi untuk mengganti wanita yang telah pergi karena ditalaq.
Maroji’ :
Mu’jizatunnabi Shollallohu alaihi wasallam wa Syamail Muhammadiyyah, Syaikh Ahmad Mushthofa Mutawalli hal 18-20
Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Aljazairi hal 1220


Nabi Shollallohu alaihi wasallam Curi-Curi Pandang

(kontrofersi 13)
Tiga orang sahabat yang tidak ikut serta dalam perang tabuk mendapat hukuman dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam berupa hajr. Hajr adalah pemboikotan atau larangan berbicara dengan terhukum. Salah satu dari ketiga orang itu adalah Ka’ab bin Malik.
Meski mendapat hukuman, tidak membuat Ka’ab meninggalkan sholat berjamaah di masjid. Kecintaannya kepada nabi shollallohu alaihi wasallam sama sekali tidak berkurang demikian juga sebaliknya. Ini terbukti dengan pernyataan Ka’ab :
وأما أنا فكنت أشب القوم وأجلدهم فكنت أخرج فأشهد الصلاة وأطوف في الأسواق ولا يكلمني أحد وآتي رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فأسلم عليه وهو في مجلسه بعد الصلاة فأقول في نفسي هل حرك شفتيه برد السلام أم لا ثم أصلي قريبا مِنْه وأسارقه النظر فإذا أقبلت عَلَى صلاتي نظر إلي وإذا التفت نحوه أعرض عني، حتى إذا طال ذلك علي مِنْ جفوة المسلمين مشيت حتى تسورت جدار حائط
Dari ketiga orang terhukum akulah yang paling muda dan bertenaga. Aku tetap keluar sholat berjamaah bersama kaum muslimin, akupun masuk berkeliling di pasar, akan tetapi tak satupun orang yang mengajakku berbicara. Aku mencoba mendatangi rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Aku ucapkan salam saat beliau berada di majlis setelah sholat. Saat itu aku berkata dalam hati “ Apakah beliau menggerakkan bibirnya, atau tidak ? “ Lalu aku sengaja sholat dekat beliau sambil mencuri pandang kepada beliau. Ketika aku sudah memulai sholat, beliau melihat ke arahku. Dan apabila aku menoleh ke arah beliau, beliaupun segera memalingkan pandangannya …. [HR Bukhori Muslim]
Ini membuktikan bahwa keduanya masih saling mencintai. Karena perintah Allohlah menyebabkan umat islam dilarang untuk berbicara dengan terhukum dalam batas waktu yang hanya Alloh yang tahu. Hingga akhirnya pada hari kelima puluh turunlah pengampunan dari Alloh.

Nabi Kita Dholl, Kaum Nasrani Dholl (sesat), Apa bedanya ?

(kontrofersi 12)
Dalam surat alfatihah, kaum nasrani ditetapkan sebagai kaum yang dholliin (orang-orang sesat). Imam Ibnu Taimiyyah menerangkan bahwa letak kesesatan mereka adalah amal mereka yang tidak didasari oleh ilmu.
Rosululloh shollallohu alaihi wasallam di dalam alquran juga disebut sebagai dholl sebagaimana Alloh firmankan :
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang dholl (bingung, terjemahan depag) , lalu Dia memberikan hidayah  [adl dluha : 7]
Penulis tafsir Zadul Masir menafsirkan makna dholl dengan :
·         Dholl dalam urusan ma’alimunnubuwah (ilmu-ilmu kenabian) dan hukum-hukum syariat lalu Alloh memberikan hidayah kepadamu.
·         Tersesat di salah satu lembah lalu Alloh mengembalikan kepada kakeknya kembali, Abdul Muthollib.
·         Tersesat saat pergi berdagang bersama Maisaroh, pembantu Khodijah.
·         Berada di tengah-tengan kaum yang sesat lalu Alloh memberi hidayah tauhid dan kenabian.
Dari sini, jelas ada perbedaan mencolok antara dholl yang ada pada diri rosululloh shollallohu alaihi wasallam dengan yang ada pada kaum nasrani. Dulu dan kini kaum nasrani tetap berada dalam keadaan dholl (kesesatan), adapun dholl yang Alloh tetapkan pada diri nabi shollallohu alaihi wasallam hanya bersifat sementara. Atas karunia Alloh kepada beliau, hilanglah semua dholl dan Alloh gantikan dengan alhidayah.
Maroji’ :
Tafsir Zadul Mashir hal 596 (maktabah syamilah)





Meninggalkan Sunnah Dinilai Berada Di Atas Sunnah

(kontrofersi 11)
Inilah ungkapan Syaikh Muhammad Abdulloh Darroz, dimana beliau berkata : Perbuatan yang khusus disyariatkan pada nabi shollallohu alaihi wasallam, tidak untuk umat mukminin seperti memasuki kota Mekah tanpa ihrom dan menikah lebih dari empat wanita dalam satu masa. Orang yang meninggalkan perbuatan beliau seperti ini tidak dikatakan meninggalkan sunnah, sebaliknya ia menjalankan sunnah. Sebab sudah menjadi ijma’ (kesepakatan) bahwa tidak ada seorangpun dari umat ini boleh menyertai nabi shollallohu alaihi wasallam dalam hal-hal yang bersifat khusus bagi beliau, selagi dalil kekhushusan tersebut telah terbukti shohih.
Demikianlah, terkadang rosululloh shollallohunalaihi wasallam melarang sahabat untuk mengikuti apa  yang beliau lakukan, di antaranya seputar shoum wishol :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ اَلْوِصَالِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اَلْمُسْلِمِينَ فَإِنَّكَ يَا رَسُولَ اَللَّهِ تُوَاصِلُ قَالَ وَأَيُّكُمْ مِثْلِي إِنِّي أَبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي وَيَسْقِينِي فَلَمَّا أَبَوْا أَنْ يَنْتَهُوا عَنِ اَلْوِصَالِ وَاصَلَ بِهِمْ يَوْمًا, ثُمَّ يَوْمًاثُمَّ رَأَوُا اَلْهِلَالَ  فَقَالَ لَوْ تَأَخَّرَ اَلْهِلَالُ لَزِدْتُكُمْ كَالْمُنَكِّلِ لَهُمْ حِينَ أَبَوْا أَنْ يَنْتَهُوا  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang puasa wishol (puasa bersambung tanpa makan). Lalu ada seorang dari kaum muslimin bertanya : Tetapi baginda sendiri puasa wishol, wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : Siapa di antara kamu yang seperti aku, aku bermalam dan Tuhanku memberi makan dan minum. Karena mereka menolak untuk berhenti puasa wishol, maka beliau shaum wishol bersama mereka sehari, kemudian sehari. Lalu mereka melihat bulan sabit, maka bersabdalah beliau : Seandainya bulan sabit tertunda aku akan tambahkan puasa wishol untukmu, sebagai pelajaran bagi mereka uang menolak untuk berhenti  [Muttafaq Alaihi]
Imam Shon’ani berkata : Hadits ini merupakan dalil bahwa wishol adalah kekhususan nabi shollallohu alaihi wasallam. Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam berkata : Nabi shollallohu alaihi wasallam memiliki kekhususan yang tidak dimiliki oleh umatnya.
Walhasil, terkadang meninggal sunnah dinilai berada di atas sunnah.
Maroji’ :
Barometer Sunnah Dan Bid’ah, Syaikh Muhammad Abdulloh Darraoz hal 73
Subulussalam, Imam Shona’ni 2/155
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 2/547

Mengikuti Sunnah Dapat Dosa

(kontrofersi 10)
Imam Alqurthubi menyebut 16 kekhususan nabi shollallohu alaihi wasallam yang tidak dimiliki oleh umatnya, yaitu :
1.       Shofiyyul maghnam
2.       Al istibdad seperlima
3.       Wishol
4.       Istri lebih dari empat
5.       Menikah dengan lafadz hibah
6.       Nikah tanpa wali
7.       Nikah tanpa mahar
8.       Nikah dalam keadaan ihrom
9.       Tidak adil dalam giliran di antara istri-istri beliau
10.   Bila beliau tertarik kepada seorang wanita maka wajib bagi suaminya menceraikannya dan selanjutnya beliau menikahinya
11.   Menjadikan pembebasan Shofiyyah dari budak sebagai mahar
12.   Memasuki Mekah tanpa ihrom
13.   Melakukan pembunuhan di kota Mekah
14.   Harta peninggalan beliau tidak diwariskan
15.   Status kekekalan istri-istri setelah beliau wafat (janda nabi shollallohu alaihi wasallam tidak boleh dinikah)
16.   Bila ada istri yang beliau cerai maka kehormatannya tetap melekat sehingga tidak boleh dinikah oleh orang lain
Inilah enam belas kekhushusan nabi shollallohu alaihi wasallam meski ini bukan jumlah pasti karena masih banyak kekhususan beliau lainnya. Apa jadinya bila ada seorang yang beristrikan sebelas dan pernikahannya tanpa mahar dan tidak hadir walinya ? Tentu orang itu dinilai nikahnya tidak syah bahkan dianggap telah melakukan perzinahan.
Karena rahmat Alloh maka seorang janda bisa saja menikah lagi dengan pria lain demi terlindungi kehormatannya. Demi kemaslahatan umat, maka wishol dilarang dan hanya berlaku bagi nabi shollallohu alaihi wasallam.
Maroji’ :
Aljami’ Li Ahkamil Quran, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al anshori Alqurthubi 14/188

Masih Mending Pelacur, Daripada Rentenir

(kontrofersi 9)
Zina dan riba adalah bagian dari dosa besar. Pelakunya sama-sama mendapat ancaman adzab dunia dan akhirat. Dari tiga belas dosa yang menyebabkan turunnya bencana, zina dan riba adalah diantaranya sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad Abdulloh bin Sholih Assuhaim dalam kitab al’adzab al adna.
Namun yang perlu diketahui, ternyata riba jauh lebih besar bahayanya dari zina. Kenapa ? Diantaranya yang disebutkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ اَلرِّبَا ثَلَاثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ اَلرَّجُلُ أُمَّهُ وَإِنَّ أَرْبَى اَلرِّبَا عِرْضُ اَلرَّجُلِ اَلْمُسْلِمِ
Dari Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Riba itu mempunyai 73 pintu, yang paling ringan ialah seperti seorang laki-laki menikahi ibunya dan riba yang paling berat ialah merusak kehormatan seorang muslim  [HR Ibnu Majah dan Hakim]
Menikahi ibu sama dengan berzina karena yang bersangkutan akan bersetubuh dengan cara yang tidak syar’i. Kendati demikian, ia dinilai sebagai pintu riba yang terkecil. Ini menunjukkan bahwa ditinjau dari dosa, riba lebih besar dosanya dari zina. Hal lain yang perlu diketahui bahwa pelaku zina yang belum sempat bertaubat dari perbuatannya, masih dimungkinkan untuk masuk ke dalam aljannah dengan syarat tidak pernah terlibat dalam syirik :
عَنْ أبِى ذَرّ رضى الله عنه عَنِ النّبِيّ صلى الله عليه وسلّم أتَانِي جِبْرِيْلُ عليه السّلام فَبَشَّرَنِي أنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أمَّتِكَ لاَ يُشْرِكُ بِالله شَيْأً دَخَلَ الْجَنَّةَ قُلْتُ وَإنْ زَنَى وَإنْ سَرَقَ قال وَإنْ زَنَى وَإنْ سَرَقَ
Dari Abu Dzar rodliyallohu anhu dari nabi shollallohu alaihi wasallam : Jibril mendatangiku dan memberi kabar gembira bahwa barangsiapa yang mati dari umatmu tidak berbuat syirik sedikitpun maka pasti masuk ke dalam aljannah. Aku bertanya : Meski pernah berzina dan mencuri ? Ia menjawab : Benar, meski pernah berzina dan mencuri  [HR Bukhori dan Muslim]
Berbeda dengan riba. Bagi pelakunya dikenai ancaman neraka bila tidak menghentikan perbuatannya sebagaimana yang Alloh ingatkan :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ  
Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Robnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya  [albaqoroh : 275]
Riba, yang diingatkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam adalah bagian dari sebab hinanya umat islam di hadapan orang kafir. Nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda :
عَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ اَلْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ اَلْجِهَادَ سَلَّطَ اَللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Jika engkau sekalian berjual-beli dengan 'inah (salah satu bentuk transaksi riba), selalu membuntuti ekor-ekor sapi, hanya puas menunggui tanaman, dan meninggalkan jihad maka Allah akan meliputi dirimu dengan suatu kehinaan yang tidak akan dicabut sebelum kamu kembali kepada agamamu  [HR Ahmad dan Abu Daud]
Terakhir, riba berarti menantang Alloh dan rosulNya, satu ancaman yang tidak ada pada zina :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ  فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya  [albaqoroh : 278-279]
Syaikh Muhammad Abdulloh bin Sholih Assuhaim  menukil riwayat tentang ajakan perang dari Alloh dan rosulNya :
وَيُقَالُ لِلْمُرَابِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ خُذْ سِلَاحَكَ لِلْحَرْبِ
Dikatakan kepada orang yang melakukan riba pada hari kiamat, “ Ambillah senjatamu untuk berperang melawan Alloh dan rosulNya ! “
Maroji’ :
Al’adzab Al adna, Syaikh Muhammad Abdulloh bin Sholih Assuhaim  hal 71






Mari Berfirqoh

(kontrofersi 8)
Istilah firqoh sering diidentikkan dengan konotasi negativ. Berfirqoh selalu dimaknai dengan berpecah belah antar umat islam. Pemahaman ini tidaklah benar. Karena rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyebut ada satu firqoh yang dipuji. Firqoh ini disebut dengan firqoh najiyah (kelompok yang selamat).
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin memberi definisi firqoh najiyah dengan mengatakan : Selamat dari bid’ah di dunia dan selamat dari adzab neraka di akhirat. Hal ini berdasarkan sebuah hadits :
وَسَتَفْتَرِقُ هذه الأمَّةُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِى النَّارِ إلاَّ وَاحِدَة قَالُوْا مَنْ هِيَ يَارَسُوْلَ الله قَالَ مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أنَا عَلَيْهِ وَأصْحَابِي
Umat ini akan berpecah belah menjadi 73 firqoh. Seluruhnya ada di neraka kecuali satu. Para sahabat bertanya : Siapa dia ya rosululloh ? Beliau menjawab :  Siapa saja yang seperti aku dan para sahabatku  [shohih jami’]
Dari hadits ini bisa diambil faedah bahwa berfirqoh adalah wajib sebagai sarana keselamatan di akhirat. Tentu bukan sembarang firqoh. Bila kita menyamakan hidup kita dengan pola hidup nabi shollallohu alaihi wasallam dan para sahabat maka keselamatan dunia dan akhirat akan kita peroleh. Beriman sesuai dengan iman mereka adalah sejalan dengan firman Alloh :
فَإِنْ آَمَنُوا بِمِثْلِ مَا آَمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ   
Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui  [albaqoroh : 137]
Selanjutnya yang perlu diketahui bahwa ada firqoh lain yang kita seharusnya masuk di antara salah satu dari keduanya sebagaimana Alloh berfirman :
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap firqoh (kelompok) di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya  [attaubah : 122]
Ayat di atas menerangkan akan adanya dua firqoh di dalam masyarakat islam, yaitu : firqoh yang memperdalam ilmu din dan firqoh yang menghidupkan jihad fisabilillah. Keduanya dipuji dan berhak dapat pahala di sisi Alloh. Kalau sudah begitu, salahkan kita berfirqoh ?
Maroji’ :
Syarh Aqidah Wasithiyyah, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin hal 28