(kontrofersi 12)
Dalam surat alfatihah, kaum nasrani ditetapkan sebagai kaum yang dholliin (orang-orang sesat). Imam Ibnu Taimiyyah menerangkan bahwa letak kesesatan mereka adalah amal mereka yang tidak didasari oleh ilmu.
Rosululloh shollallohu alaihi wasallam di dalam alquran juga disebut sebagai dholl sebagaimana Alloh firmankan :
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang dholl (bingung, terjemahan depag) , lalu Dia memberikan hidayah [adl dluha : 7]
Penulis tafsir Zadul Masir menafsirkan makna dholl dengan :
· Dholl dalam urusan ma’alimunnubuwah (ilmu-ilmu kenabian) dan hukum-hukum syariat lalu Alloh memberikan hidayah kepadamu.
· Tersesat di salah satu lembah lalu Alloh mengembalikan kepada kakeknya kembali, Abdul Muthollib.
· Tersesat saat pergi berdagang bersama Maisaroh, pembantu Khodijah.
· Berada di tengah-tengan kaum yang sesat lalu Alloh memberi hidayah tauhid dan kenabian.
Dari sini, jelas ada perbedaan mencolok antara dholl yang ada pada diri rosululloh shollallohu alaihi wasallam dengan yang ada pada kaum nasrani. Dulu dan kini kaum nasrani tetap berada dalam keadaan dholl (kesesatan), adapun dholl yang Alloh tetapkan pada diri nabi shollallohu alaihi wasallam hanya bersifat sementara. Atas karunia Alloh kepada beliau, hilanglah semua dholl dan Alloh gantikan dengan alhidayah.
Maroji’ :
Tafsir Zadul Mashir hal 596 (maktabah syamilah)