Kedudukan Kiblat Saat Buang Air




                                          Kiblat Dalam Timbangan Aqidah (12) 

Tidak menghadap kiblat dan membelakanginya kecuali saat berada di ruangan tertutup. Ini merupakan pendapat Malik dan Syafi’i berdasarkan dua hadits di bawah ini : 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ  إِذَا جَلَسَ أَحَدُكُمْ عَلَى حَاجَتِهِ فَلاَ يَسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ وَلاَ يَسْتَدْبِرْهَا  

Dari Abu Huroiroh dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila salah seorang diantara kalian duduk untuk buang air maka jangan menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya [HR Muslim]

عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يَقُولُ نَاسٌ إِذَا قَعَدْتَ لِلْحَاجَةِ تَكُونُ لَكَ فَلاَ تَقْعُدْ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ وَلاَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَلَقَدْ رَقِيتُ عَلَى ظَهْرِ بَيْتٍ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَاعِدًا عَلَى لَبِنَتَيْنِ مُسْتَقْبِلاً بَيْتَ الْمَقْدِسِ لِحَاجَتِهِ.

Dari Abdulloh Bin Umar berkata : Manusia berkata : Bila engkau duduk untuk buang air maka jangan engkau duduk menghadap kiblat dan jangan pula menghadap baitul maqdis. Abdulloh berkata : Aku pernah naik di atas rumah, tiba-tiba aku melihat rosululloh shollallohu alaihi wasallam duduk atas dua batu untuk buang hajat dengan menghadap baitul maqdis [HR Bukhori, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi dan Baihaqi]

Dalam kondisi takut




                                     Kiblat Dalam Timbangan Aqidah (11) 

Diperbolehkkan menghadap ke arah mana saja. Ini berdasar perkataan Ibnu Umar :

فَإِنْ كَانَ خَوْفٌ هُوَ أشَدُّ مِنْ ذَالِكَ صَلُّوْا عَلَى أقْدَامِهِمْ أوْ رُكْبَانًا مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أوْ غَيْرَ مُسْتَقْبِلِيْهَا

Bila rasa takut sangat dikhawatirkan maka sholatlah di atas kaki mereka atau di kendaraan menghadap kiblat atau tidak menghadap kiblat [HR Baihaqi]

Berijitihad di kegelapan malam




                                           Kiblat Dalam Timbangan Aqidah (10)    

Dalam kondisi safar, boleh jadi kita tidak mengetahui arah kiblat yang benar. Maka disyariatkan untuk tetap menunaikan sholat dengan berijtihad terhadap kiblat. Bila diketahui keliru sesudah mengarjakannya, maka sholat dinyatakan syah dan tidak perlu pengulangan :

عَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ رضي الله عنه قَالَ : كُنَّا مَعَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي لَيْلَةٍ مَظْلَمَةٍ  فَأَشْكَلَتْ عَلَيْنَا اَلْقِبْلَةُ  فَصَلَّيْنَا فَلَمَّا طَلَعَتِ اَلشَّمْسُ إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا إِلَى غَيْرِ اَلْقِبْلَةِ  فَنَزَلَتْ : فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اَللَّهِ  أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ

Amir Ibnu Rabi'ah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam suatu malam yang gelap maka kami kesulitan menentukan arah kiblat lalu kami sholat. Ketika matahari terbit ternyata kami telah sholat ke arah yang bukan kiblat maka turunlah ayat (Kemana saja kamu menghadap maka disanalah wajah Allah). Riwayat Tirmidzi. Hadits lemah menurutnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم  مَا بَيْنَ اَلْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ  رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ  وَقَوَّاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Ruang antara Timur dan Barat adalah Kiblat. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dikuatkan oleh Bukhari.