Perbedaan Corona Dan Thoun



Antara Thoun Dan Corona (23)


Keduanya memiliki kesamaan. Diantaranya bisa menular dan mematikan. Kendati demikian, ada sisi-sisi perbedaan antara keduanya :


Pertama : Dari sisi asal muasal


Thoun adalah wabah yang murni Alloh turunkan kepada manusia sebagai adzab (bagi orang kafir) dan rahmat (bagi orang beriman). Sementara corona adalah virus yang dibuat oleh manusia (orang kafir) lalu disebarkan sebagai alat propaganda dan sarana untuk mengeruk keuntungan. Corona tidak bisa dipisahkan dengan konspirasi jahat dari sebagian negeri-negeri kafir.


Kedua : Dari sisi sifat penyakit


Gejala keduanya memang demam, akan tetapi khusus thoun ada bercak-bercak (bisul) di kulit dan pembengkakan yang ini tidak didapati pada wabah corona


Ketiga : Dari sisi daerah yang terkena wabah


Corona adalah wabah mendunia. Benua Asia, Eropa, Afrika dan Amerika terkena imbas dari wabah ini. Tercatat oleh WHO, ada sekitar lebih 190 negara yang menjadi korban. Sementara thoun hanya menjangkit daerah terbatas. Pada masa Fira’aun, daerah Mesir saja yang ditimpa penyakit ini. Thoun Amawas pada masa Umar hanya menjangkiti negeri Syam. Demikian juga dengan peristiwa thoun-thoun yang terjadi setelah itu.


Keempat : Dari sisi korban


Dengan daerah terjangkit wabah terbatas dan penduduk yang masih sedikit, thoun di masa lalu memakan korban yang luar biasa banyaknya. Pada masa nabi Daud tercatat dalam riwayat, seratus ribu mati karena penyakit ini. Bangsa Mesir di masa Firaun,ada tujuh puluh ribu yang tewas. Thoun amawas di Palestina, di masa Umar Bin Khothob menjabat kholifah ada dua puluh lima ribu yang syahid. Sementara thoun jarif jatuh korban sebanyak tujuh puluh ribu.

Karena penyakit thoun, Anas Bin Malik harus kehilangan delapan puluh tiga anak dan Abdurrohman Bin Abu Bakar ditinggal mati oleh empat puluh keturunannya.

Bandingkan dengan corona yang terjadi akhir-akhir ini. Memang korban tidak sedikit, akan tetapi bila dihadapkan dengan kematian akibat thoun, tentu terlalu kecil jumlahnya apalagi jumlah populasi manusia saat ini yang lebih dari lima milyar. Atau dengan kalimat yang lebih mudah “ Dulu jumlah manusia masih sedikit, jatuh korban akibat thoun begitu banyak. Sekarang bermilyar manusia hidup di dunia, meski kematian merenggut manusia karena corona, tidak terlalu terasa mengurangi jumlah manusia yang ada “


Kelima : Jaminan syahid 


Ini diperuntukkan bagi orang yang bersabar saat menyebar wabah thoun, mengikuti petunjuk rosululloh shollallohu alaihi wasallam dengan tidak keluar dari negerinya lalu thoun merenggut nyawanya. Karena corona bukan thoun maka kesyahidan tidak bisa disematkan bagi korban corona. Lalu bagaimana dengan hadits :

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ مَاتَ مَرِيضًا مَاتَ شَهِيدًا وَوُقِيَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَغُدِيَ وَرِيحَ عَلَيْهِ بِرِزْقِهِ مِنْ الْجَنَّةِ  

Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa mati dalam kondisi sakit, maka ia mati syahid, dilindungi dari siksa kubur dan akan diperlihatkan rizkinya di dalam aljannah pada pagi dan petang [HR Ibnu Majah]

Sakit yang ada pada hadits di atas bukan semua penyakit. Dalam kitab faidlul qodir dan hasyiyah assindi ‘ala ibni Majah disebutkan bahwa penyakit yang dimaksud adalah sakit perut. Kendati demikian, karena corona bagian dari penyakit maka siapa saja yang mati karena penyakit maka dia mendapat fadhilah sebagaimana yang disebut rosululloh shollallohu alaihi wasallam berupa dihapus dosa dan diangkat derajat.

Maroji’ :

Faidlul Qodir 4/236

Hasyiyah Assindi 3/388

Mati Karena Thoun, Haruskah Jenazahnya Dimandikan ?



Antara Thoun Dan Corona (22)

Satu-satunya jenazah yang tidak dimandikan adalah orang yang syahid di medan jihad fisabilillah. Sedang syahid di luar medan perang, jenazah mereka diperlakukan seperti jenazah lainnya. Dimandikan dan disholatkan tetap berlaku.

Lalu bagaimana dengan orang yang mati karena thoun atau covid 19 ? Bukankah thoun dan corona sama-sama wabah yang menular dan bisa mematikan ? Dalam kitab almughni, penulis berkata :

فَأَمَّا الشَّهِيدُ بِغَيْرِ قَتْلٍ ، كَالْمَبْطُونِ ، وَالْمَطْعُونِ ، وَالْغَرِقِ ، وَصَاحِبِ الْهَدْمِ ، وَالنُّفَسَاءِ ، فَإِنَّهُمْ يُغَسَّلُونَ ، وَيُصَلَّى عَلَيْهِمْ ؛ لَا نَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا ، إلَّا مَا يُحْكَى عَنْ الْحَسَنِ : لَا يُصَلَّى عَلَى النُّفَسَاءِ ؛ لِأَنَّهَا شَهِيدَةٌ

Adapun orang yang syahid selain perang seperti mati karena sakit perut, penyakit thoun, tenggelam, tertimpa reruntuhan dan nifas (melahirkan) maka mereka dimandikan dan disholatkan. Kami tidak melihat ada perbedaan pendapat dalam masalah ini kecuali yang diriwayatkan dari Al Hasan “ Wanita mati karena melahirkan tidak disholatkan karena ia syahid “

Keterangan ini menunjukkan bahwa mayit korban thoun dan corona tetap diurusi seperti mayit lainnya. Dimandikan dan disholatkan. Tentu ketika memandikan harus mengacu kepada faktor keselamatan dan itu bisa dikonsultasikan kepada ahli medis yang berkopenten sehingga madlorot dari mayit tidak menimpa orang yang bertugas untuk memandikannya.

Bila mayit korban penyakit thoun saja harus tetap dimandikan, lalu bagaimana dengan jenazah korban corona. Bukankah thoun lebih mengerikan dari corona ?

Maroji’ :

Almughni (maktabah syamiah) hal 22

Mengobati Thoun Dengan Ruqyah



Antara Thoun Dan Corona (21)

Islam memerintah umatnya untuk berobat saat sakit sebagaimana yang disabdakan rosululloh shollallohualaihi wasallam :

عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ

Dari Abu Darda berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Alloh menurunkan penyakit dan obatnya dan menjadikan penyakit ada obatnya. Oleh karena itu berobatlah dan jangan berobat dengan yang haram [HR Abu Daud]

Mengkonsumsi obat medis dan non medis (herbal) adalah salah satu ikhtiar untuk menyembuhkan penyakit. Selain itu, diiringi dengan ruqyah. Kenapa ? Karena banyak riwayat yang menunjukkan sakit fisik dihadapi dengan ruqyah seperti kepala suku yang tersengat kalajengking sembuh dengan izin Alloh setelah dibacakan surat alfatihah. Terlebih thoun yang hakekatnya adalah gangguan jin berupa tikaman dari mereka sebagaimana sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِىَّ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَاءُ أُمَّتِى بِالطَّعْنِ وَالطَّاعُونِ.قَالَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الطَّعْنُ قَدْ عَرَفْنَاهُ فَمَا الطَّاعُونُ قَالَ  طَعْنُ أَعْدَائِكُمْ مِنَ الْجِنِّ وَفِى كُلٍّ شَهَادَةٌ  

Dari Abu Musa Al Asy Ari berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Binasanya umatku dengan tikaman dan thoun. Abu Musa berkata : Kami berkata “ Wahai rosululloh, tentang tikaman kami mengetahuinya lalu apa itu thoun ? “ Beliau bersabda : Tikaman musuh kalian dari kalangan jin. Dan keduanya adalah kesyahidan [HR Ahmad]


Meniadakan Sholat Berjamaah Dan Sholat Jumat Karena Penyakit Thoun



Antara Thoun Dan Corona (20)

Merebaknya corona membuat sebagian umat islam terpaksa menunaikan sholat lima waktu di rumah. Sholat jumatpun diliburkan. Pro & kontra terjadi diantara umat islam dalam masalah ini.

Kelompok pertama :

Setuju sholat jumat ditiadakan dan sholat lima waktu untuk sementara waktu tidak ditunaikan di masjid melainkan di rumah. Mereka berhujah :

1] Perintah menunaikan sholat di rumah saat ada hujan atau cuaca dingin

Memaksakan pergi ke masjid saat hujan turun sangat lebat adalah masyaqqoh (berat pelaksanaannya). Dalam kondisi seperti ini saja, islam menganjurkan pemeluknya untuk melaksanakan sholat di rumah sehingga muadzin diperintah mengganti lafadz hayya ‘alash sholah dengan “ Alaa sholuu firrihaal (Hendaklah kalian shalat di tempat tinggal kalian) “. Lalu bagaimana dengan virus corona yang mematikan dan mudah menular bila kita berada di tempat berkumpulnya manusia yang rapat seperti sholat berjamaah ? Bukankah ini madlorot ? Masyaqqoh saja bisa menjadi udzur bagi sholat berjamaah, maka bagaimana dengan kondisi madlorot ? Oleh karena itu rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ أَذَّنَ بِالصَّلَاةِ فِي لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ ثُمَّ قَالَ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ ذَاتُ بَرْدٍ وَمَطَرٍ يَقُولُ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ

Dari Malik dari Nafi', bahwa Ibnu 'Umar pernah mengumandangkan adzan pada suatu hari yang dingin dan berangin. Kemudian ia berkata : Shalatlah di tempat tinggal kalian. Ia melanjutkan perkataannya : Jika malam sangat dingin dan hujan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan seorang mu'adzin untuk mengucapkan : Hendaklah kalian shalat di tempat tinggal kalian  [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Malik dan Ibnu Majah]

2] Larangan sholat berjamaah bagi orang yang mulutnya beraroma tidak sedap

Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ جَابِرِ بنِ عبدِ اللهِ رضي اللهُ عنهما أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم  قَالَ مَنْ أَكَلَ الثُّومَ وَالْبَصَلَ وَالْكُرَّاثَ فَلا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا ، فَإِنَّ الْمَلائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الإِنْسَانُ 

Dari Jabir Bin Abdulloh rodliyallohu anhuma, bahwa nabi sholallohu alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa yang makan bawang putih, bawang merah dan bawang bakung maka jangan sekali-kali mendekati masjid kami karena sesungguhnya para malaikat terganggu (dengan bau mulut kalian) sebagaimana manusia juga ikut merasa terganggu [HR Bukhori Muslim]

عَنْ جَابِرِ بنِ عبدِ اللهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ  مَنْ أَكَلَ ثُوماً أَوْ بَصَلاً فَلْيَعْتَزِلْنَا. أَوْ قَالَ  فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِى بَيْتِهِ  

Dari Jabir Bin Abdulloh : Bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Siapa yang makan bawang putih dan bawang merah maka menjauhlah dari kami. Atau : Maka maka jauhilah masjid kami dan hendaklah duduk di rumahnya [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah]

Terganggu oleh aroma mulut yang tidak sedap, menyebabkan larangan mendatangi masjid, lalu bagaimana dengan bahaya virus corona yang menular dan bisa mematikan ? Otomatis alasan virus harus lebih diperhatikan daripada alasan aroma mulut.

3] Adanya perintah untuk berdiam diri di rumah

Pada riwayat Bukhori, rosululloh shollallohu alaihi wasallam memerintah umat islam untuk berada di negerinya saat thoun mewabah. Dalam riwayat itu disebutkan kalimat “ lalu ia tetap berada di negerinya dalam keadaan bersabar lagi mengharap pahala “. Sementara pada riwayat Ahmad disebutkan untuk melazimi rumah :

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الطَّاعُونِ فَأَخْبَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  أَنَّهُ كَانَ عَذَاباً يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ فَجَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِى بَيْتِهِ صَابِراً مُحْتَسِباً يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُصِيبُهُ إِلاَّ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلاَّ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ  

Dari Aisyah rodliyallohu anha : Bahwasanya ia berkata : Aku bertanya kepada rosululloh shollallohu alaihi tentang thoun. Beliau mengabarkan padaku bahwa ia adalah adzab yang Alloh kirim kepada siapa yang dikehendaki dan Alloh menjadikannya sebagai rahmat bagi kaum mukminin. Tidak ada seorangpun yang ditimpa thoun lalu ia tetap berada di rumahnya dalam keadaan bersabar lagi mengharap pahala dimana dia tahu bahwa tidak akan menimpanya kecuali yang telah tetapkan baginya kecuali dia mendapat pahala seperti mati syahid [HR Bukhori dan Ahmad]

4] Perintah menghindarkan diri dari penyakit menular

عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الأَسَدِ

Dari Abu Huroiroh berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Larilah dari penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa [HR Bukhori

5] Adanya perintah untuk menghindarkan diri dari madlorot

Firman Alloh Ta’ala :

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan [albaqoroh : 195]

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سعْدُ بْنِ سِنَانِ الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلَّمَ قَالَ : لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Dari Abu Sa’id, Sa’ad bin Sinan Al Khudri radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Tidak boleh melakukan dloror (mendatangkan madlorot bagi diri sendiri) dan tidak boleh melakukan dliror (mendatangkan madlorot bagi orang lain) [HR Malik dan Ibnu Majah]

5] Adanya kaedah ushul fiqih

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

Menghindarkan diri dari mafasid (kerusakan) lebih didahulukan daripada mewujudkan maslahat

Menunaikan sholat berjamaah adalah maslahat yang dengannya seorang muslim akan mendapat kelipatan 27 derajat dari sholat yang ditunaikan. Akan tetapi ketika datangnya manusia dalam jumlah yang tidak sedikit, lalu ada diantara mereka yang terkena virus corona sehingga akan menular kepada yang lain, tentu ini bagian dari madlorot yang harus lebih diutamakan untuk dihindari daripada mengejar maslahat 27 derajat.

Ada catatan penting bagi pendapat pertama ini, yaitu ini hanya berlaku pada daerah-daerah yang sudah mendapat vonis zona merah

Kelompok kedua :

Sholat berjamaah lima waktu di masjid tidak boleh ditinggalkan dan sholat jumat tidak boleh ditiadakan. Sejumlah argumen dimiliki kelompok ini :

1] Adanya dalil yang mengancam siapa menghalang-halangi manusia yang datang ke masjid

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ  

Dan siapakah yang lebih dzolim daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya ? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat [albaqoroh : 114]

Ayat menyebut bahwa siapa yang menghalang-halangi manusia yang masuk masjid disebut dengan adzlam (paling dzolim). Kenapa bisa begitu ? Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi berkata :

لأن العبادة هي علة الحياة فمن منعها كان كمن أفسد الحياة كلها وعطلها  

Karena ibadah di masjid adalah sebab kehidupan. Siapa yang menghalang-halanginya sama saja telah merusak dan menghilangkan kehidupan seluruhnya

2] Maslahat din tidak boleh dikalahkan oleh maslahat jiwa

Islam mengajarkan lima maslahat. Pertama, maslahat din (agama) karenanya ajaran ini harus dijaga dari penyimpangan. Kedua, maslahat nyawa oleh karena itu islam melarang pembunuhan. Ketiga, maslahat harta. Dari itu, islam mengharamkan tipu menipu dalam jual beli. Keempat, maslahat akal sehingga khomr dilarang. Kelima, maslahat kehormatan maka islam mengharamkan ghibah dan namimah.

Dari lima maslahat di atas, maslahat din lebih tinggi. Jihad adalah maslahat din meski harus mengorbankan nyawa. Hijrah bagian dari maslahat din yang dengannya para sahabat kehilangan harta. Dakwah menyampaikan alhaq tidak bisa dipisahkan dari maslahat din. Padahal kita ketahui karena dakwah, nabi shollallohu alaihi wasallam mendapat gelar-gelar buruk dari masyarakat quraisy. Mereka sebut beliau dengan “ Gila, dukun, manusia yang terkena sihir dan lainnya “

Oleh karena itu sholat jumat tidak bisa dikorbankan karena kekhawatiran jatuhnya korban akibat corona.

3] Meliburkan sholat jumat dan jamaah saat wabah tidak ada dasar dalilnya

Tidak ada petunjuk dari rosululoh shollallohu alaihi wasallam untuk meninggalkan kedua sholat ini ketika wabah thoun sedang menyebar. Yang ada adalah perintah untuk bersabar dan tidak keluar dari negeri tempat tinggalnya :

لَيْسَ مِنْ أَحَدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِى بَلَدِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا ، يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُصِيبُهُ إِلاَّ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ ، إِلاَّ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ

Tidak ada seorangpun yang ditimpa thoun lalu ia tetap berada di negerinya dalam keadaan bersabar lagi mengharap pahala dimana dia tahu bahwa tidak akan menimpanya kecuali yang telah tetapkan baginya kecuali dia mendapat pahala seperti mati syahid [HR Bukhori dan Ahmad]

4] Keselamatan jamaah masih bisa diatasi tanpa harus meniadakan syiar islam yang agung 

Maksudnya sholat jumat yang merupakan bagian dari syiar islam yang agung harus tetap ditegakkan dengan memberikan jaminan keselamatan bagi kaum muslimin yang menunaikannya. Caranya, yang datang ke masjid adalah orang-orang yang sehat. Saat mereka datang ke masjid, merekapun harus mendapat fasilitas cairan pembunuh virus seperti yang dilakukan oleh sebagian masjid di Indonesia.

Bila ini dilakukan, berarti syiar islam tetap tegak dan umat terjaga dari kemungkinan tertular penyakit. Memutuskan peniadaan sholat jumat semata tanpa mencari solusi, ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan lebih memikirkan maslahat diri daripada maslahat din. Bukankah banyak pabrik, perusahaan dan instansi tetap buka dan para karyawan tetap bekerja setelah sebelumnya mereka mendapat tes suhu badan di pintu gerbang. Bila suhu badan dinyatakan normal, mereka dipersilahkan masuk dan sudah tersedia di situ cairan pembunuh virus sebagai cuci tangan. Kalau metode ini bisa diterapkan dalam urusan dunia, lalu kenapa tidak diterapkan pada masjid ?

Dasar dari ini adalah sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لاَ يُورِدُ الْمُمْرِضُ عَلَى الْمُصِحِّ  

Dari Abu Huroiroh berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Orang sakit tidak boleh mendatangi orang sehat [HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah]

5] Kaedah usuhul fiqih

لا يجوز تعطيل المصالح المحققة أو الغالبة خوفا من وقوع المفاسد الموهومة أو النادرة

Tidak boleh meniadakan maslahat yang jelas atau pasti karena takut terjadinya kerusakan yang belum jelas atau jarang terjadi

المصلحة المحققة مقدمة على المفسدة الموهومة

Maslahat yang jelas harus didahulukan atas maslahat yang belum jelas

Maslahat yang jelas pada kasus sekarang adalah tegaknya sholat berjamaah dan sholat jumat. Adapun kerusakan yang belum jelas adalah tertularnya corona, apalagi belum tentu orang yang hadir ke masjid sedang terjangkit virus ini. Silahkan dihitung berapa banyak kasus tertular corona karena faktor sholat berjamaah dengan jumlah masjid yang nol kasus. Tentu hasil mengatakan betapa sedikitnya kasus tertular corona karena berkumpulnya manusia di masjid.

6] Adzan penjamin bagi selamatnya darah penduduk sebuah negeri

Salah satu kaedah rosululloh shollallohu alaihi wasallam sebelum menyerang sebuah daerah adalah menunggu waktu sholat masuk. Bila terdengar adzan, beliau akan mengurungkan penyerangan. Sebaliknya bila adzan tidak berkumandang, beliau akan segera menyerangnya :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا غَزَا بِنَا قَوْمًا لَمْ يَكُنْ يَغْزُو بِنَا حَتَّى يُصْبِحَ وَيَنْظُرَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ  

Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam jika memerangi suaku kaum bersama kami, maka beliau tidak menyerang kaum tersebut hingga datangnya waktu shubuh (menunggu). Jika mendengar suara adzan, beliau mengurungkannya. Namun bila tidak terdengar suara adzan maka beliau menyerangnya [HR Bukhori Muslim]

Tentang status adzan yang bisa menjadi penghalangan bagi penyerangan, para ulama memberi banyak komentar. Ibnu Rojab berkata :

أنه صلى الله عليه وسلم كان يجعل الأذان فرق ما بين دار الكفر ودار الإسلام، فإن سمع مؤذناً للدار كحكم ديار الإسلام، فيكف عن دمائهم وأموالهم، وإن لم يسمع أذاناً أغار عليهم بعد ما يصبح.

Rosululloh shollallohu alaiahi wasallam menjadikan adzan sebagai pembeda antara darul kufr (negeri kafir) dan darul islam (negeri islam). Bila terdengar adzan di suatu daerah maka dihukumi sebagaimana negeri islam sehingga terjamin darah-darah dan harta mereka. Sebaliknya bila tidak terdengar suara adzan maka beliau serang mereka setelah tiba waktu shubuh

Dalam riwayat lain disebutkan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

إذا رأيتم مسجداً، أو سمعتم مؤذناً فلا تقتلوا أحداً

Bila kalian melihat sebuah masjid atau kalian dengan suara muadzin maka janganlah kalian membunuh seorangpun [HR Ahmad, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi]

Kenyataan yang terjadi, banyak perangkat pemerintah tidak hanya melarang sholat berjamaah lima waktu dan sholat jumat. Sebagian mereka juga melarang adzan dikumandangkan karena akan memancing datangnya kaum muslimin ke masjid.

Bila ini terjadi dan dihubungkan dengan hadits di atas, tentu daerah ini sudah layak diperangi. Betul, dengan tiadanya sholat berjamaah membuat virus covid tidak menular. Berarti keselamatan jiwa mereka terjaga, akan tetapi di mata hukum islam, sebenarnya mereka sudah tidak layak hidup di muka bumi karena mereka seharusnya diperangi sebagai konsekwensi karena mereka sudah mematikan salah satu syiar islam yang agung, yaitu berkumandangnya adzan.

Dari dua pendapat ini, yang nampak populer di lapangan adalah pendapat pertama. Pendapat kedua seolah tenggelam karena dipengaruhi narasi takut berlebihan terhadap corona yang disebar lewat media pemberitaan.

Berlanjut besok, in sya Alloh

Madinah, Antara Demam Dan Thoun



Antara Thoun Dan Corona (19)

Demam bagian dari penghapus dosa. Thoun salah satu sarana menggapai kesyahidan. Dua penyakit ini pernah dibawa oleh jibril untuk ditawarkan kepada nabi shollallohu alaihi wasallam. Abu Asib maula (mantan budak) rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyampaikan sabda beliau tentang hal ini :

أَتَانِى جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ بِالْحُمَّى وَالطَّاعُونِ فَأَمْسَكْتُ الْحُمَّى بِالْمَدِينَةِ وَأَرْسَلْتُ الطَّاعُونَ إِلَى الشَّامِ فَالطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لأُمَّتِى وَرَحْمَةٌ لَهُمْ وَرِجْسٌ عَلَى الْكَافِرِ

Jibril alaihissalam datang kepadaku dengan membawa penyakit demam dan thoun. Aku tahan demam untuk kota Madinah dan aku kirimkan thoun ke negeri Syam. Thoun adalah kesyahidan bagi umatku, rahmat untuk mereka dan siksa bagi orang kafir [HR Ahmad]


Negeri Yang Tidak Dimasuki Penyakit Thoun



Antara Thoun Dan Corona (18)

Negeri itu adalah Madinah. Di tiap jalur masuk kota ini ada dua malaikat yang siap menghalau datangnya dajal dan wabah thoun. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى أَنْقَابِ الْمَدِينَةِ مَلاَئِكَةٌ ، لاَ يَدْخُلُهَا الطَّاعُونُ وَلاَ الدَّجَّالُ

Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Pada pintu-pintu masuk kota Madinah ada malaikat (penjaga) dimana tidak akan memasukinya penyakit thoun dan tidak pula dajjal [HR Bukhori, Muslim, Ahmad dan Malik]

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الْمَدِينَةَ مُشَبَّكَةٌ بِالْمَلاَئِكَةِ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلَكَانِ يَحْرُسَانِهَا لاَ يَدْخُلُهَا الطَّاعُونُ وَلاَ الدَّجَّالُ  

Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Madinah terjaga oleh para malaikat. Pada tiap-tiap pintu masuk ada dua malaikat yang keduanya menjaga supaya tidak masuk penyakit thoun dan dajjal [HR Ahmad]

Kalau memang Madinah tidak mungkin dimasuki oleh thoun, lalu bagaimana dengan pernyataan Abul Aswad tentang kematian yang ada di kota Madinah pada masa Umar Bin Khothob menjabat sebagai kholifah ? Bukankah Abul Aswad berkata :

عَنْ أَبِى الأَسْوَدِ قَالَ أَتَيْتُ الْمَدِينَةَ وَقَدْ وَقَعَ بِهَا مَرَضٌ ، وَهُمْ يَمُوتُونَ مَوْتًا ذَرِيعًا   

Dari Abul Asawad berkata : Aku mendatangi kota Madinah dan saat itu telah muncul penyakit di dalamnya. Mereka mati dengan kematian yang cepat (banyak) [HR Bukhori dan Ahmad]

Para ulama membenarkan terjangkitnya wabah di kota Madinah yang menyebabkan  penduduknya mati dalam jumlah yang banyak, akan tetapi wabah yang dimaksud bukanlah thoun.




Hukum Memasuki Negeri Yang Sedang Mewabah Penyakit Thoun



Antara Thoun Dan Corona (17)

Rosululloh shollallohu alaihi wasallam melarangnya :

قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ  . فَرَجَعَ عُمَرُ مِنْ سَرْغَ . وَعَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ إِنَّمَا انْصَرَفَ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ  

Bila kalian mendengar thoun terjadi di sebuah negeri maka janganlah kalian memasukinya. Dan bila thoun ada di sebuah negeri sementara kalian ada di dalamnya maka janganlah kalian keluar untuk melarikan diri darinya [HR Bukhori]

Sebagian ulama membolehkan seseorang memasuki negeri yang sedang terjangkit wabah mematikan bila kedatangannya dibutuhkan seperti tenaga medis sementara yang bersangkutan memiliki rasa tawakal yang kuat. Oleh karena itu, Ibnu Hajar Al Atsqolani berkata :

كَمَا حَكَاهُ الْبَغَوِيُّ فِي شَرْح السُّنَّة عَنْ قَوْم أَنَّهُمْ حَمَلُوا النَّهْي عَلَى التَّنْزِيه ، وَأَنَّ الْقُدُوم عَلَيْهِ جَائِز لِمَنْ غَلَبَ عَلَيْهِ التَّوَكُّل ، وَالِانْصِرَاف عَنْهُ رُخْصَة   

Sebagaimana yang disebutkan oleh Albaghowi dalam syarhus sunnah tentang kaum yang menilai larangan (yang ada pada hadits) sebagai tanzih (bukan bermakna haram, akan tetapi sebagai upaya membersihkan diri agar tidak terjerumus ke dalam madlorot). Memasuki negeri itu hukumnya boleh bila sikap tawakal mendominasinya. Tidak memasukinya bagian dari rukhshoh

Maroji’ :

Fathul Bari 16/252


Hukum Lari Dari Negeri Yang Sedang Mewabah Penyakit Thoun



Antara Thoun Dan Corona (16)

Hukum asli adalah haram bahkan nabi shollallohu alaihi wasallam menyamakannya dengan orang yang lari dari medan perang :

عنْ جَابِرَ بْن عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِىَّ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْفَارُّ مِنَ الطَّاعُونِ كَالْفَارِّ مِنَ الزَّحْفِ وَالصَّابِرُ فِيهِ كَالصَّابِرِ فِى الزحف  

Dari Jabir Bin Abdulloh Al Anshori berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Lari dari thoun seperti lari dari medan perang dan orang yang bersabar di dalamnya seperti orang yang bersabar di medan perang [HR Ahmad]

عَنْ جَابِرَ بْن عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ فِى الطَّاعُونِ  الْفَارُّ مِنْهُ كَالْفَارِّ يَوْمَ الزَّحْفِ وَمَنْ صَبَرَ فِيهِ كَانَ لَهُ أَجْرُ شَهِيدٍ  

Dari Jabir Bin Abdulloh berkata : Aku mendengar rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda tentang thoun : Lari dari thoun seperti lari pada hari peperangan dan siapa yang bersabar di dalamnya dia mendapat pahala syahid [HR Ahmad]

Lari dari medan perang dimasukkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam ke dalam satu diantara tujuh dosa yang mencelakakan. Ini menunjukkan betapa besarnya dosa orang yang lari negerinya saat thoun menjalar.

Kendati demikian, Ibnu Hajar Al Atsqolani membahas sisi lain tentang dibolehkannya bagi seseorang untuk keluar dari negeri yang sedang berjangkit thoun. Kenapa bisa begitu ? Karena lari dari medan perang kendati hukumnya haram, ternyata Alloh di surat al anfal memberi pengecualian :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ  وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya [al anfal : 15-16]

Sebagaimana lari dari medan perang diperbolehkan karena ada alasan maka demikian juga keluar dari negeri yang terkena wabah thoun, diperbolehkan bila ada alasan. Oleh karena itu Ibnu Hajar Al Atsqolani membagi tiga kondisi orang yang keluar dari negeri itu ketika thoun sedang mewabah :

Pertama :

Keluar demi menghindarkan diri dari terkena dampak penyakit. Sikap seperti ini haram hukumnya sebagaimana yang dimaksud oleh dua hadits di atas.

Kedua :

Keluar karena ada tujuan. Seperti ada orang yang memiliki rencana untuk pergi ke luar negeri. Saat itu penyakit belum muncul. Pada hari dimana dia harus keluar, tiba-tiba thoun datang. Maka dalam kondisi seperti ini yang bersangkutan diperbolehkan untuk keluar.

Ketiga :

Ada orang yang memiliki hajat maka ia berniat untuk pergi dan tersisip dalam hati keinginan untuk merasa aman daripada tinggal di negerinya yang tersebar penyakit thoun. Dalam kondisi seperti ini, para ulama berbeda pendapat.

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 16/252
Berlanjut besok, in sya Alloh


Sikap Saat Menghadapi Thoun



Antara Thoun Dan Corona (15)

Rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi beberapa rambu :

عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها زَوْجِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الطَّاعُونِ ، فَأَخْبَرَنِى أَنَّهُ عَذَابٌ يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ ، وَأَنَّ اللَّهَ جَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ ، لَيْسَ مِنْ أَحَدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِى بَلَدِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا ، يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُصِيبُهُ إِلاَّ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ ، إِلاَّ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ

Dari Aisyah rodliyallohu anha istri nabi shollallohu alaihi wasallam berkata : Aku bertanya kepada rosululloh shollallohu alaihi tentang thoun. Beliau mengabarkan padaku bahwa ia adalah adzab yang Alloh kirim kepada siapa yang dikehendaki dan Alloh menjadikannya sebagai rahmat bagi kaum mukminin. Tidak ada seorangpun yang ditimpa thoun lalu ia tetap berada di negerinya dalam keadaan bersabar lagi mengharap pahala dimana dia tahu bahwa tidak akan menimpanya kecuali yang telah tetapkan baginya kecuali dia mendapat pahala seperti mati syahid [HR Bukhori dan Ahmad]

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضى الله عنه خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ ، فَلَمَّا جَاءَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ وَقَعَ بِالشَّأْمِ فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ  . فَرَجَعَ عُمَرُ مِنْ سَرْغَ . وَعَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ إِنَّمَا انْصَرَفَ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ  

Dari Abdulloh Bin Amir Bin Robi’ah bahwa Umar Bin Khothob rodliyallohu anhu keluar menuju Syam. Ketika tiba di daerah Sargho ada yang mengabarkan kepadanya bahwa wabah sedang menjangkit di negeri Syam. Abdurrohman Bin Aufpun memberitahunya bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila kalian mendengar thoun terjadi di sebuah negeri maka janganlah kalian memasukinya. Dan bila thoun ada di sebuah negeri sementara kalian ada di dalamnya maka janganlah kalian keluar untuk melarikan diri darinya. Umarpun pulang dari Sargho. Dari Ibnu Syihab dari Salim Bin Abdulloh : Bahwa Umar bertolak pergi (meninggalkan Sargho) atas dasar hadits dari Abdurrohman [HR Bukhori]

Dua hadits di atas memberi pelajaran tentang cara menghadapi thoun :

a.      Penduduk sebuah negeri yang terkena wabah thoun diperintah bersabar dengan tetap berada di dalamnya dan tidak keluar darinya

b.      Diperintah untuk berihtisab (mengharap pahala) atas kesabarannya

c.       Penduduk dari luar negeri yang terkena wabah dilarang masuk ke dalamnya

d.      Menanamkan keyakinan bahwa wabah tidak akan menimpanya kecuali atas ketetapan dari Alloh


Perkataan Muadz Bin Jabal Tentang Thoun



Antara Thoun Dan Corona (14)

Muadz Bin Jabal adalah satu dari sekian sahabat yang meninggal karena wabah thoun. Saat berada di negeri Syam, dia pernah berbicara dan berdoa tentang wabah ini. Abu Munib Al Ahdab berkata :

عَنْ أَبِى مُنِيبٍ الأَحْدَبِ قَالَ خَطَبَ مُعَاذٌ بِالشَّامِ فَذَكَرَ الطَّاعُونَ فَقَالَ إِنَّهَا رَحْمَةُ رَبِّكُمْ وَدَعْوَةُ نَبِيِّكُمْ وَقَبْضُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمُ اللَّهُمَّ أَدْخِلْ عَلَى آلِ مُعَاذٍ نَصِيبَهُمْ مِنْ هَذِهِ الرَّحْمَةِ. ثُمَّ نَزَلَ مِنْ مَقَامِهِ ذَلِكَ فَدَخَلَ عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مُعَاذٍ فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ (الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ) فَقَالَ مُعَاذٌ (سَتَجِدُنِى إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ  

Dari Abu Munib Al Ahdab berkata : Muadz berada di Syam. Dia menyebut thoun seraya berkata : Sesungguhnya thoun adalah adalah rahmat Rob kalian, doa nabi kalian dan matinya orang-orang sholih sebelum kalian. Ya Alloh, masukkan keluarga Muadz untuk mendapat bagian yang telah mereka dapatkan dari rahmat ini. Setelah itu ia turun dari tempat berdirinya lalu masuk menemui Abdurrohman Bin Muadz. Abdurrohman Bin Muadz berkata (menyitir ayat) : “ Kebenaran itu adalah dari Robmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu [albaqoroh : 147] “ dan “ Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar “ [ash shofat : 102] [HR Ahmad]

Perkataan Abdurrohman menunjukkan bahwa ia meyakini kebenaran ucapan ayahnya dan dia sudah siap bila penyakit thoun akan menimpa dirinya karena ia bagian dari keluarga Muadz Bin Jabal
Berlanjut besok, in sya Alloh

Sikap Amru Bin Ash Dengan Thoun



Antara Thoun Dan Corona (13)

Ketika Amru mendengar thoun sedang menyebar di negeri Syam, ia berkata di depan manusia :

فَقَالَ إِنَّ هَذَا الطَّاعُونَ رِجْسٌ فَتَفَرَّقُوا عَنْهُ فِى هَذِه الشِّعَابِ وَفِى هَذِهِ الأَوْدِيَةِ

“ Sesungguhnya thoun ini adalah kotor (berbahaya), oleh karena itu berpencaralah kalian ke bukit ini dan lembah ini ! “

Rupanya apa yang dikatakan Amru Bin Ash didengar oleh Syurohbil Bin Hasanah yang membuat dirinya murka. Iapun segera menyanggah dan berkata :

صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَعَمْرٌو أَضَلُّ مِنْ حِمَارِ أَهْلِهِ وَلَكِنَّهُ رَحْمَةُ رَبِّكُمْ وَدَعْوَةُ نَبِيِّكُمْ وَوَفَاةُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ فَاجْتَمِعُوا لَهُ وَلاَ تَفَرَّقُوا عَنْه

“ Aku pernah bersahabat dengan rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan Amru lebih sesat dari keledai keluarganya. Thoun adalah rahmat  Rob kalian, doa dari nabi kalian dan wafatnya orang-orang sholih sebelum kalian. Oleh karena itu berkumpullah kalian dan jangan berpencar darinya “

Mendengar sanggahan dari Syurohbil, Amru Bin Ash mencabut pernyataannya dan berkata :

صَدَقَ

Syurohbil benar

Banyak diantara ustadz menyampaikan dalam ceramahnya ajakan Amru Bin Ash untuk berpencar dan mengisolasi diri ke gunung-gunung dan lembah, tapi sayang mereka tidak menampilkan sanggahan dari Syurohbil Bin Hasanah. Akhirnya mereka mengajak umat islam untuk meninggalkan kerumunan seperti sholat berjamaah di masjid saat corona merebak berdasarkan perkataan Amru Bin Ash.

Secara lengkap kisah di atas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam mausnadnya :

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْمٍ قَالَ لَمَّا وَقَعَ الطَّاعُونُ بِالشَّامِ خَطَبَ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ النَّاسَ فَقَالَ إِنَّ هَذَا الطَّاعُونَ رِجْسٌ فَتَفَرَّقُوا عَنْهُ فِى هَذِه الشِّعَابِ وَفِى هَذِهِ الأَوْدِيَةِ فَبَلَغَ ذَلِكَ شُرَحْبِيلَ ابْنَ حَسَنَةَ قَالَ فَغَضِبَ فَجَاءَ وَهُوَ يَجُرُّ ثَوْبَهُ مُعَلِّقٌ نَعْلَهُ بِيَدِهِ فَقَالَ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَعَمْرٌو أَضَلُّ مِنْ حِمَارِ أَهْلِهِ وَلَكِنَّهُ رَحْمَةُ رَبِّكُمْ وَدَعْوَةُ نَبِيِّكُمْ وَوَفَاةُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ.

Dari Abdurrohman Bin Ghonmin berkata : Ketika thoun menyerang Syam. Amru Bin Ash berpidato di hadapan manusia. Ia berkata “ Sesungguhnya thoun ini adalah kotor (berbahaya), oleh karena itu berpencaralah kalian ke bukit ini dan lembah ini ! “. Hal itu sampai ke telinga Syurohbil Bin Hasanah. Abdurrohman Bin Ghonmin berkata : Dia marah sambil menyeret pakaiannya dan menenteng sendal di tangannya seraya berkata “ Aku pernah bersahabat dengan rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan Amru lebih sesat dari keledai keluarganya. Thoun adalah rahmat  Rob kalian, doa dari nabi kalian dan wafatnya orang-orang sholih sebelum kalian “ [HR Ahmad]

عَنْ شُرَحْبِيلَ ابْنِ شُفْعَةَ قَالَ وَقَعَ الطَّاعُونُ فَقَالَ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ إِنَّهُ رِجْسٌ فَتَفَرَّقُوا عَنْهُ. فَبَلَغَ ذَلِكَ شُرَحْبِيلَ ابْنَ حَسَنَةَ فَقَالَ لَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَعَمْرٌو أَضَلُّ مِنْ بَعِيرِ أَهْلِهِ إِنَّهُ دَعْوَةُ نَبِيِّكُمْ وَرَحْمَةُ رَبِّكُمْ وَمَوْتُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ فَاجْتَمِعُوا لَهُ وَلاَ تَفَرَّقُوا عَنْهُ فَبَلَغَ ذَلِكَ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ فَقَالَ صَدَقَ.

Dari Syurohbil Bin Syuf’ah berkata : Telah terjadi thoun. Amru Bin Ash berkata : Itu adalah kotoran (berbahaya) maka berpencarlah kalian darinya. Hal itu sampai ke telinga Syurohbil Bin Hasanah. Ia berkata : Aku telah bersahabat dengan rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan Amru lebih sesat dari keledai keluarganya. Thoun adalah rahmat  Rob kalian, doa dari nabi kalian dan wafatnya orang-orang sholih sebelum kalian. Oleh karena itu berkumpullah kalian dan jangan berpencar darinya. Hal itu sampai ke telinga Amru Bin Ash. Iapun berkata : Syurohbil benar [HR Ahmad]


Penyesalan Umar Karena Meninggalkan Amwas



Antara Thoun Dan Corona (12)

Setibanya di kota Madinah, Umar Bin Khothob mendengar bahwa penyakit thoun di Amwas sudah diangkat oleh Alloh. Umarpun bermunajat kepada Alloh :

اللَّهُمَّ اِغْفِرْ لِي رُجُوعِي مِنْ سَرْغ

Ya Alloh Ampunilah aku atas kepulanganku dari Sargho “ [Musnad Abdurrohman Bin Auf]

Kalimat ini mengesankan penyesalan Umar Bin Khothob karena meninggalkan Abu Ubaidah. Hakekatnya sebenarnya tidak seperti itu. Jarak antara kepulangan Umar ke Madinah dengan terangkatnya penyakit thoun di Amwas sangat dekat. Seandainya saat itu Umar menetap sejenak di daerah yang tidak jauh dari tempat mewabah thoun tentu hal itu lebih baik karena bisa segera menunaikan tugasnya di negeri Syam bagi kemaslahatan kaum muslimin yang dipimpinnya setelah wabah thoun mereda di Amwas. Demikianlah kesimpulan Ibnu Hajar Al Atsqolani dalam fathul barinya.

Maroji’ :

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 10/187
Berlanjut besok, in sya Alloh

Dialog Umar Dengan Abu Ubaidah Berkenaan Thoun Amawas



Antara Thoun Dan Corona (11)

Umar Bin Khothob sebagai kholifah berangkat bersama rombongan menuju negeri Syam yang sudah ditaklukkan lewat Abu Ubaidah. Ketika tiba di daerah bernama Sargho, ia ditemui oleh panglima perang, Abu Ubaidah Ibnul Jarroh yang mengabarkan bahwa thoun sedang menyebar di negeri Syam.

Mendapat berita ini, Umar Bin Khothob ragu. Di satu sisi, ia harus masuk negeri Syam untuk suatu urusan yang penting, sementara thoun sedang mewabah di dalamnya. Umarpun segera memanggil beberapa kelompok sahabat terkemuka untuk dimintai pendapatnya. Dari sekian usulan, Umar Bin Khothob mantap untuk mengurungkan niatnya masuk ke negeri Syam dan kembali ke Madinah. Dengan nada kecewa, Abu Ubaidah berkata kepada Umar Bin Khothob :

أَفِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللَّهِ

Apakah engkau lari dari taqdir Alloh ?

Umar berkata :

لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا يَا أَبَا عُبَيْدَةَ

Seandainya yang mengucapkan kalimat itu bukan engkau wahai Abu Ubaidah ?!

Maksudnya, Umar heran, kenapa secerdas Abu Ubaidah bertanya dengan pertanyaan yang tidak berkwalitas. Akhirnya Umar memberi tamtsil agar Abu Ubaidah paham dengan ketetapannya :

نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى قَدَرِ اللَّهِ ، أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ إِبِلٌ هَبَطَتْ وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ ، إِحْدَاهُمَا خَصِبَةٌ ، وَالأُخْرَى جَدْبَةٌ ، أَلَيْسَ إِنْ رَعَيْتَ الْخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ ، وَإِنْ رَعَيْتَ الْجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ

Benar, kita lari dari taqdir Alloh menuju taqdir Alloh yang lebih baik. Apa pendapatmu bila engkau memiliki onta lalu engkau menuruni dua lembah yang satu subur dan yang lain kering, bukankah bila engkau gembalakan onta itu di tempat yang subur engkau telah menggembalakan ontamu berdasar taqdir Alloh ? Bila engkau gembalakan di lembah kering, engkau juga telah menggembalakannya atas taqdir Alloh ?

Tiba-tiba dalam kondisi seperti ini, datanglah Abdurrohman Bin Auf seraya berkata :

عِلْمًا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ  إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ

Aku mendengar rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila kalian mendengar di sebuah negeri ada wabah maka janganlah mendatanginya. Bila wabah itu terjadi di sebuah negeri sementara kalian berada di dalamnya maka janganlah kalian keluar untuk melarikan diri darinya.

Mendengar penuturan Abu Ubaidah, Umar bertahmid memuji Alloh dan dengan mantap segera kembali ke Madinah. Riwayat lengkap tentang dialog ini adalah :

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضى الله عنه خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ حَتَّى إِذَا كَانَ بِسَرْغَ لَقِيَهُ أُمَرَاءُ الأَجْنَادِ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ وَأَصْحَابُهُ ، فَأَخْبَرُوهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِأَرْضِ الشَّأْمِ . قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ عُمَرُ ادْعُ لِى الْمُهَاجِرِينَ الأَوَّلِينَ . فَدَعَاهُمْ فَاسْتَشَارَهُمْ وَأَخْبَرَهُمْ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ فَاخْتَلَفُوا . فَقَالَ بَعْضُهُمْ قَدْ خَرَجْتَ لأَمْرٍ ، وَلاَ نَرَى أَنْ تَرْجِعَ عَنْهُ . وَقَالَ بَعْضُهُمْ مَعَكَ بَقِيَّةُ النَّاسِ وَأَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَلاَ نَرَى أَنْ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ . فَقَالَ ارْتَفِعُوا عَنِّى . ثُمَّ قَالَ ادْعُوا لِى الأَنْصَارَ . فَدَعَوْتُهُمْ فَاسْتَشَارَهُمْ ، فَسَلَكُوا سَبِيلَ الْمُهَاجِرِينَ ، وَاخْتَلَفُوا كَاخْتِلاَفِهِمْ ، فَقَالَ ارْتَفِعُوا عَنِّى . ثُمَّ قَالَ ادْعُ لِى مَنْ كَانَ هَا هُنَا مِنْ مَشْيَخَةِ قُرَيْشٍ مِنْ مُهَاجِرَةِ الْفَتْحِ . فَدَعَوْتُهُمْ ، فَلَمْ يَخْتَلِفْ مِنْهُمْ عَلَيْهِ رَجُلاَنِ ، فَقَالُوا نَرَى أَنْ تَرْجِعَ بِالنَّاسِ ، وَلاَ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ ، فَنَادَى عُمَرُ فِى النَّاسِ ، إِنِّى مُصَبِّحٌ عَلَى ظَهْرٍ ، فَأَصْبِحُوا عَلَيْهِ . قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ أَفِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللَّهِ فَقَالَ عُمَرُ لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا يَا أَبَا عُبَيْدَةَ ، نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى قَدَرِ اللَّهِ ، أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ إِبِلٌ هَبَطَتْ وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ ، إِحْدَاهُمَا خَصِبَةٌ ، وَالأُخْرَى جَدْبَةٌ ، أَلَيْسَ إِنْ رَعَيْتَ الْخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ ، وَإِنْ رَعَيْتَ الْجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ قَالَ فَجَاءَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ ، وَكَانَ مُتَغَيِّبًا فِى بَعْضِ حَاجَتِهِ فَقَالَ إِنَّ عِنْدِى فِى هَذَا عِلْمًا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ  إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ. قَالَ فَحَمِدَ اللَّهَ عُمَرُ ثُمَّ انْصَرَفَ

Dari Abdulloh Bin Abbas : Bahwa Umar Bin Khothob rodliyallohu anhu keluar menuju Syam hingga tiba di daerah Sargho, ia ditemui panglima perang Abu Ubaidah Ibnu Jaroh dan sahabat-sahabatnya. Mereka mengabarkan kepadanya bahwa wabah sedang terjadi di negeri Syam. Ibnu Abbas berkata : Umar berkata : Panggillah kaum muhajirin generasi awal. Abu Ubaidah segera memanggil mereka. Umar mengajak mereka bermusyawarah dan memberitahu mereka bahwa wabah sedang terjadi di negeri Syam. Mereka berselisih pendapat. Sebagian mereka berkata : Engkau telah keluar untuk suatu urusan. Kami berpendapat agar engkau tidak kembali darinya. Sebagian mereka berkata : Bersama engkau sisa-sisa manusia dan sahabat rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Kami menilai, engkau tidak boleh mendatangi mereka karena wabah ini. Umar berkata : Silahkan kalian keluar dariku. Setelah itu, Umar berkata : Panggillah kaum anshor. Abu Ubaidah berkata : Aku mengundang mereka lalu Umar mengajak mereka bermusyawarah. Mereka mengikuti cara kaum muhajirin dan berselisih pendapat sebagaimana perselisihan mereka. Umar berkata : Silahkan kalian keluar dariku. Setelah itu Umar berkata : Panggillah untuk menghadapku tokoh senior Quraisy dan orang-orang yang terlibat penaklukkan Mekah. Akupun memanggil mereka. Tidak ada yang berselisih pendapat kecuali dua orang. Mereka berkata : Kami berpendapat agar engkau pulang (ke Madinah) bersama manusia dan jangan menemui mereka karena wabah yang menimpa mereka. Umarpun segera menyeru manusia : Sesungguhnya aku akan bertolak di atas kendaraan maka bersiap-siaplah kalian untuk pergi. Abu Ubaidah berkata : Apakah engkau lari dari taqdir Alloh ? Umar berkata : Seandainya yang mengucapkan kalimat itu bukan engkau wahai Abu Ubaidah ?! Benar, kita lari dari taqdir Alloh menuju taqdir Alloh (yang lebih baik). Apa pendapatmu bila engkau memiliki onta lalu engkau menuruni dua lembah yang satu subur dan yang lain kering, bukankah bila engkau gembalakan onta itu di tempat yang subur engkau telah menggembalakan ontamu berdasar taqdir Alloh ? Bila engkau gembalakan di lembah kering, engkau juga telah menggembalakannya atas taqdir Alloh ? Tiba-tiba Abdurrohman Bin Auf datang. Sebelumnya ia tidak ada di tempat karena sedang memiliki beberapa urusan. Ia berkata : Sesungguhnya dalam masalah ini aku memiliki ilmu. Aku mendengar rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila kalian mendengar di sebuah negeri ada wabah maka janganlah mendatanginya. Bila wabah itu terjadi di sebuah negeri sementara kalian berada di dalamnya maka janganlah kalian keluar untuk melarikan diri darinya. Abu Ubaidah berkata : Umar memuji Alloh lalu pergi [HR Bukhori dan Malik]