Tangan Masuk Ke Dalam Kemaluan Depan Dan Belakang


                                                  Bahasa Kinayah (Pengahalusan Bahasa) 1

Para sahabat yang hidup di Jazirah Arab, pasti mengalami problem atas terbatasnya air sehingga istinja dengan batu adalah salah satu pilihan. Tentu tingkat kebersihannya tidaklah sama dengan beristinja memakai air.

Ketika tidur, tanpa disadari tangan suka berkelana ke sana kemari hingga masuk ke dalam celana. Kebersihan tangan tidak bisa dijamin. Karenanya mencelupkan tangan ke dalam bejana saat berwudlu harus dihindari hingga tangan sudah dicuci bersih. Inilah petunjuk nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِى الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

Dari Abu Huroiroh, bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila seorang diantara kamu bangun dari tidurnya maka janganlah mencelupkan tangannya di bejana hingga mencucinya tiga kali karena ia tidak tahu dimana tangannya tadi malam menginap [HR Muslim]

Imam Nawawi memberikan faedah lain dari hadits di atas tentang penggunaan kalimat “ ia tidak tahu dimana tangannya tadi malam menginap “.Dimana dia berkata :

اِسْتِحْبَاب اِسْتِعْمَال أَلْفَاظ الْكِنَايَات فِيمَا يَتَحَاشَى مِنْ التَّصْرِيح بِهِ فَإِنَّهُ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَده ، وَلَمْ يَقُلْ فَلَعَلَّ يَده وَقَعَتْ عَلَى دُبُره أَوْ ذَكَرِهِ أَوْ نَجَاسَة أَوْ نَحْو ذَلِكَ

Dianjurkan menggunakan lafadz kinayah dalam kalimat yang harus dihindari penggunaannya secara jelas. Karena pada hadits ini nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : ia tidak tahu dimana tangannya tadi malam menginap. Beliau tidak mengatakan “ Boleh jadi tangannya mengenai duburnya atau dzakarnya atau benda najis atau selainnya “

Maroji’ :

Syarh Shohih Muslim 3/184

Terbunuh Gara-Gara Batu Kecil



Batu (39)
Dalam islam, menghilangkan nyawa orang lain terbagi menjadi tiga :
(1) Al amdu (sengaja)
Yaitu berniat melakukan pembunuhan terhadap seseorang menggunakan alat mematikan seperti senapan, pedang dan semisalnya
Alkhotho (keliru, tidak sengaja)
Menghilangkan nyawa orang lain tanpa disengaja seperti kasus tabrakan. Termasuk berburu binatang. Membidik burung, akan tetapi yang terkena tembakan adalah manusia karena di saat pelatuk ditarik, seseorang lewat di area sasaran.
Syibhul amdi (mirip sengaja)
Yaitu melakukan kekerasan fisik dengan sengaja dengan alat yang tidak mematikan akan tetapi pada kenyataannya, si korban mati. Seperti seorang guru melempar murid yang nyontek dengan penghapus. Secara teori, tidak mungkin seseorang akan melayang jiwanya hanya gara-gara lemparan penghapus. Yang terjadi, di luar dugaan. Kematian terjadi karena harus mengikuti taqdir yang merupakan kehendak Alloh. Dalam islam pelaku dikenakan hukuman diyat yang diberikan kepada keluarga korban.
Kasus seperti pernah terjadi pada masa rosululloh shollallohu alaihi wasallam sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Huroiroh :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَاِقْتَتَلَتِ اِمْرَأَتَانِ مِنْ هُذَيْلٍ, فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا اَلْأُخْرَى بِحَجَرٍ, فَقَتَلَتْهَا وَمَا فِي بَطْنِهَا, فَاخْتَصَمُوا إِلَى رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَضَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنَّ دِيَةَ جَنِينِهَا: غُرَّةٌ; عَبْدٌ أَوْ وَلِيدَةٌ, وَقَضَى بِدِيَةِ اَلْمَرْأَةِ عَلَى عَاقِلَتِهَا وَوَرَّثَهَا وَلَدَهَا وَمَنْ مَعَهُمْ فَقَالَ حَمَلُ بْنُ اَلنَّابِغَةِ اَلْهُذَلِيُّ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! كَيْفَ يَغْرَمُ مَنْ لَا شَرِبَ, وَلَا أَكَلَ, وَلَا نَطَقَ, وَلَا اِسْتَهَلَّ, فَمِثْلُ ذَلِكَ يُطَلُّ, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّمَا هَذَا مِنْ إِخْوَانِ اَلْكُهَّانِ; مِنْ أَجْلِ سَجْعِهِ اَلَّذِي سَجَعَ.   
Abu Hurairah berkata: Ada dua orang perempuan dari kabilah 'Udzail bertengkar. Salah seorang melempar yang lain dengan batu hingga ia dan anak dalam kandungannya mati. Lalu mereka mengajukan masalah itu kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Beliau memutuskan bahwa denda janin dalam perut dibayar dengan memerdekakan budak laki-laki atau perempuan dan denda perempuan yang dibunuh diberikan kepada 'ashobah (orang yang mendapatkan bagian siapa dalam pembagian warisan) yang diwariskan kepada anak-anak dan ahli waris mereka. Berkatalah Hamal Ibnu Nabighah al-Hudzaly; Wahai Rasulullah, bagaimana janin yang tidak makan dan tidak minum, tidak bicara dan tidak bersuara, dibayar dengan denda. Hal itu mestinya dibebaskan. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Orang ini adalah dari saudara tukang tenung." Kelihatan dari omongan yang ia ucapkan  [Muttafaq Alaihi]










Sejauh Lemparan Batu


Batu (37)

Sebuah hadits mengisahkan tentang kematian nabi Musa :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ أُرْسِلَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ فَلَمَّا جَاءَهُ صَكَّهُ فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ فَقَالَ أَرْسَلْتَنِى إِلَى عَبْدٍ لاَ يُرِيدُ الْمَوْتَ . فَرَدَّ اللَّهُ عَلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ ارْجِعْ فَقُلْ لَهُ يَضَعُ يَدَهُ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ ، فَلَهُ بِكُلِّ مَا غَطَّتْ بِهِ يَدُهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ سَنَةٌ . قَالَ أَىْ رَبِّ ، ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ الْمَوْتُ . قَالَ فَالآنَ . فَسَأَلَ اللَّهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنَ الأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ. قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ لأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الأَحْمَرِ  

Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu berkata : Malakul maut diutus untuk mencabut nyawa Musa alaihimassalam. Saat mendatanginya, Musa memukulnya (hingga matanya terlepas) yang membuat malaikat kembali kepada Robnya seraya berkata : Engkau mengutusku kepada hamba yang tidak menginginkan kematian. Allohpun mengembalikan matanya lalu berfirman : Kembalilah dan katakan padanya agar dia meletakkan telapak tangannya di punggung sapi. Semua bulu yang tertutup, masing-masing bernilai satu tahun. Malaikat berkata : Lalu apa yang terjadi setelah itu wahai Robku. Alloh berfirman : Lalu kematian. Malaikat berkata (saat waktu pencabutan nyawa) : Sekarang waktunya. Musa memohon kepada Alloh agar dirinya didekatkan di bumi yang suci (baitul maqdis, negeri Syam) meski berjarak sejauh lemparan batu. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila aku melewati daerah itu (saat perjalanan di perang tabuk) sungguh aku akan perlihatkan kepada kalian kuburnya yang terletak di sebelah tanah merah

Hadits di atas memberi faedah :

1.      Kekuatan pukulan Musa yang membuat mata malaikat terlepas

2.      Sifat manusia yang tidak menginginkan kematian

3.      Anjuran meninggal di tanah yang diberkahi

Ini bisa kita lihat dari keinginan Musa untuk tidak dimatikan kecuali setelah memasuki Palestina meski dengan jarak sejauh lemparan batu. Itu dikarenakan belum masuknya Musa ke negeri yang dituju. Oleh karena itu tidak keliru bila ada diantara umat islam menunaikan haji sambil berharap diwafatkan di tanah suci. Bahkan Imam Bukhori hadits di atas diberi judul “ Babu man ahabba addafna fil ardlil muqoddasah “ (Bab orang yang menginginkan dikubur di tanah suci)


Motifasi Umar Mencium Hajar Aswad


Batu (36)

عَنْ عُمَرَ أَنَّهُ قَبَّلَ الْحَجَرَ وَقَالَ : إنِّي أَعْلَمُ إنَّك حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ ، وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُك مَا قَبَّلْتُك   .

Dari Umar bahwa ia mencium Hajar Aswad dan berkata : Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau hanyalah batu yang tidak mendatangkan bahaya dan tidak memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menciummu, aku tidak akan menciummu. [Muttafaq Alaihi]

Imam Ath Thobari berkata :

إنَّمَا قَالَ ذَلِكَ عُمَرُ ؛ لِأَنَّ النَّاسَ كَانُوا حَدِيثِي عَهْدٍ بِعِبَادَةِ الْأَصْنَامِ فَخَشِيَ عُمَرُ أَنْ يَفْهَمُوا أَنَّ تَقْبِيلَ الْحَجَرِ مِنْ بَابِ تَعْظِيمِ بَعْضِ الْأَحْجَارِ كَمَا كَانَتْ الْعَرَبُ تَفْعَلُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَأَرَادَ عُمَرُ أَنْ يُعْلِمَ النَّاسَ أَنَّ اسْتِلَامَهُ اتِّبَاعٌ لِفِعْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا لِأَنَّ الْحَجَرَ يَنْفَعُ وَيَضُرُّ بِذَاتِهِ كَمَا كَانَتْ الْجَاهِلِيَّةُ تَعْتَقِدُهُ فِي الْأَوْثَانِ .

Umar mengucapkan kalimat demikian karena manusia (muallaf) baru saja meninggalkan peribadatan terhadap patung. Umar khawatir bila mereka mengira bahwa bahwa mencium hajar aswad bagian dari pengagungan terhadap batu sebagaimana yang dipahami bangsa Arab di masa jahliyyah. Umar hendak mengajari manusia bahwa istilam terhadap hajar aswad adalah sikap ittiba’ terhadap perbuatan rosululloh shollallohu alaihi wasallam bukan karena hajar aswad bisa mendatangkan manfaat atau madlorot secara dzat seperti yang diyakini kaum jahiliyyah terhadap patung

Maroji’ :

Subulussalam, Imam Shon’ani 3/491

Batu Yang Sulit Dipecahkan


Batu (35)

Disebut perang khondaq karena rosululloh shollallohualaihi wasallam dan kaum muslimin menggali parit sebagai cara untuk menangkal serangkan kafir quraisy yang berjumlah sangat besar. Dalam riwayat disebutkan bahwa jumlah pasukan musuh setara dengan jumlah seluruh penduduk Madinah baik dari kalangan wanita dan pria, anak-anak dan dewasa.

Ketika menggali parit, para sahabat mengalami kendala. Mereka dapati batu besar yang sulit untuk dipecahkan dengan cangkul atau kampak. Barro’ Bin Azib menceritakan akhirnya rosululloh shollallohualaihi wasallam turun dengan membawa alat pemecah batu. Dengan membaca bismillah beliau ayunkan alat itu sekali pukulan. Tiba-tiba beliau bersabda :

الله أكبر، أعطيت مفاتيح الشام، والله إني لأنظر قصورها الحمر الساعة

Allohu akbar ! Aku diberi kunci-kunci negeri Syam (kerajaan Romawi yang kristen). Demi Alloh aku benar-benar melihat istananya yang berwarna merah sekarang !

Lalu beliau kembali memukulkan alat untuk kedua kalinya seraya bersabda :

الله أكبر، أعطيت فارس، والله إني لأبصر قصر المدائن الأبيض الآن

Allohu akbar ! Aku diberi kunci negeri Persia. Demi Alloh aku benar-benar melihat istana putih Madain sekarang !

Untuk ketiga kalinya beliau mengayunkan alat itu ke batu yang membuat batu itu benar-benar pecah sambil bersabda :

الله أكبر، أعطيت مفاتيح اليمن، والله إني لأبصر أبواب صنعاء من مكاني

Allohu akbar, aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Alloh aku benar-benar melihat pintu-pintu Shon’a dari tempatku ini !

Setelah itu penggalian parit dilanjutkan hingga selesai. Peristiwa ini memberi kita pelajaran bahwa kondisi sulit dan terdesak harus segera dipulihkan sikap optimisme. Pasukan musuh yang berjumlah lebih banyak sementara seluruh mujahid dalam keadaan lapar karena keterbatasan persediaan makanan yang membuat perut-perut mereka diganjal oleh batu, tentu ini sebuah problem besar. Akan tetapi Alloh memberi kabar gembira dimana  tiga kerajaan besar akan segera ditaklukkan oleh umat islam. Demikianlah, setiap kesulitan ada kemudahan.


Terhalang Oleh Batu


Batu (34)

Ucapan salam adalah satu ibadah yang bisa ditunaikan berulang. Misalnya ketika seorang pengendara motor bertemu dengan temannya di jalan. Kedua bertegur sapa dengan ucapan salam. Tiba-tiba jalan menyempit dan bercabang menjadi dua dan antara kedua jalan terbatasi oleh batu besar. Orang pertama mengambil jalan kanan, sedangkan yang lainnya memilih jalan kiri. Dalam hitungan sepuluh detik, akhirnya keduanya kembali bersua. Dalam kondisi seperti ini, islam menganjurkan keduanya untuk kembali bertegur sapa dengan saling mengucapkan salam. Inilah yang diajarkan oleh nabi shollallohualaihi wasallam :

عن أَبي هريرة رضي الله عنه  عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، قَالَ : إِذَا لَقِيَ أَحَدُكُمْ أخَاهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ ، فَإنْ حَالَتْ بَيْنَهُمَا شَجَرَةٌ ، أَوْ جِدَارٌ ، أَوْ حَجَرٌ ، ثُمَّ لَقِيَهُ ، فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ  رواه أَبُو داود

Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila seorang diantara kalian bertemu dengan saudaranya maka ucapkan salam kepadanya. Bila keduanya terhalang oleh pohon, dinding atau batu lalu kembali bertemu maka ucapkan salam padanya [HR Abu Daud]

Terjebak Di Dalam Gua Karena Batu


Batu (33)

Ini adalah kisah masyhur yang tercantum di kitab shohih Bukhori dan Muslim. Ketika tiga orang singgah di dalam gua. Tiba-tiba jatuhlah batu besar yang menutupi pintunya. Tentu membuat ketiganya tidak bisa keluar. Besarnya batu membuat mereka tidak mampu mendorongnya, maka satu-satunya cara untuk keluar adalah bermunajat kepada Alloh. Orang pertama berdoa kepada Alloh dengan bertawassul lewat birrul walidain. Ia berkata :

اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَ لِي وَالِدَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ وَامْرَأَتِي وَلِي صِبْيَةٌ صِغَارٌ أَرْعَى عَلَيْهِمْ فَإِذَا أَرَحْتُ عَلَيْهِمْ حَلَبْتُ فَبَدَأْتُ بِوَالِدَيَّ فَسَقَيْتُهُمَا قَبْلَ بَنِيَّ، وَأَنَّهُ نَأَى بِي ذَاتَ يَوْمٍ الشَّجَرُ فَلَمْ آتِ حَتَّى أَمْسَيْتُ فَوَجَدْتُهُمَا قَدْ نَامَا فَحَلَبْتُ كَمَا كُنْتُ أَحْلُبُ فَجِئْتُ بِالْحِلاَبِ فَقُمْتُ عِنْدَ رُءُوسِهِمَا أَكْرَهُ أَنْ أُوقِظَهُمَا مِنْ نَوْمِهِمَا وَأَكْرَهُ أَنْ أَسْقِيَ الصِّبْيَةَ قَبْلَهُمَا، وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمَيَّ، فَلَمْ يَزَلْ ذَلِكَ دَأْبِي وَدَأْبَهُمْ حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ، فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مِنْهَا فُرْجَةً نَرَى مِنْهَا السَّمَاءَ.  

Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai dua ibu bapak yang sudah tua renta, seorang istri, dan anak-anak yang masih kecil, di mana aku menggembalakan ternak untuk mereka. Kalau aku membawa ternak itu pulang ke kandangnya, aku perahkan susu dan aku mulai dengan kedua ibu bapakku, lantas aku beri minum mereka sebelum anak-anakku. Suatu hari, ternak itu membawaku jauh mencari tempat gembalaan. Akhirnya aku tidak pulang kecuali setelah sore, dan aku dapati ibu bapakku telah tertidur. Aku pun memerah susu sebagaimana biasa, lalu aku datang membawa susu tersebut dan berdiri di dekat kepala mereka, dalam keadaan tidak suka membangunkan mereka dari tidur. Aku pun tidak suka memberi minum anak-anakku sebelum mereka (kedua orangtua) meminumnya. Anak-anakku sendiri menangis di bawah kakiku meminta minum karena lapar. Seperti itulah keadaanku dan mereka, hingga terbit fajar. Maka kalau Engkau tahu, aku melakukan hal itu karena mengharapkan wajah-Mu, bukakanlah satu celah untuk kami dari batu ini  sehingga kami bisa melihat langit

Doa ini mendatangkan hasil. Batu mulai bergeser meski belum membuat ketiganya bisa keluar dari goa. Hal ini membuat orang kedua bermunajat sambil bertawassul lewat sikap iffah yang pernah ia lakukan dimana dia berkata :

اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَتْ لِيَ ابْنَةُ عَمٍّ أَحْبَبْتُهَا كَأَشَدِّ مَا يُحِبُّ الرِّجَالُ النِّسَاءَ وَطَلَبْتُ إِلَيْهَا نَفْسَهَا فَأَبَتْ حَتَّى آتِيَهَا بِمِائَةِ دِينَارٍ فَتَعِبْتُ حَتَّى جَمَعْتُ مِائَةَ دِينَارٍ فَجِئْتُهَا بِهَا فَلَمَّا وَقَعْتُ بَيْنَ رِجْلَيْهَا قَالَتْ: يَا عَبْدَ اللهِ، اتَّقِ اللهَ وَلاَ تَفْتَحِ الْخَاتَمَ إِلاَ بِحَقِّهِ. فَقُمْتُ عَنْهَا، فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مِنْهَا فُرْجَةً



Sesungguhnya aku punya sepupu wanita yang aku cintai, sebagaimana layaknya cinta seorang laki-laki kepada seorang wanita. Aku minta dirinya (melayaniku), tapi dia menolak sampai aku datang kepadanya (menawarkan) seratus dinar. Aku pun semakin payah, akhirnya aku kumpulkan seratus dinar, lalu menyerahkannya kepada gadis itu. Setelah aku berada di antara kedua kakinya, dia berkata: ‘Wahai hamba Allah. Bertakwalah kepada Allah. Jangan engkau buka tutup (kiasan untuk keperawanannya) kecuali dengan haknya.’ Maka aku pun berdiri meninggalkannya. Kalau Engkau tahu, aku melakukannya adalah karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah untuk kami satu celah dari batu ini.”

Doa ini juga membawa hasil ketika batu bergeser sedikit namun belum mampu membuat ketiganya keluar. Selanjutnya orang ketiga berdoa dengan menyebutkan sikap waro’nya terhadap harta dimana ia berkata : 

اللَّهُمَّ إِنِّي كُنْتُ اسْتَأْجَرْتُ أَجِيرًا بِفَرَقِ أَرُزٍّ فَلَمَّا قَضَى عَمَلَهُ قَالَ: أَعْطِنِي حَقِّي فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ فَرَقَهُ فَرَغِبَ عَنْهُ، فَلَمْ أَزَلْ أَزْرَعُهُ حَتَّى جَمَعْتُ مِنْهُ بَقَرًا وَرِعَاءَهَا، فَجَاءَنِي فَقَالَ: اتَّقِ اللهَ وَلاَ تَظْلِمْنِي حَقِّي. قُلْتُ: اذْهَبْ إِلَى تِلْكَ الْبَقَرِ وَرِعَائِهَا فَخُذْهَا. فَقَالَ: اتَّقِ اللهَ وَلاَ تَسْتَهْزِئْ بِي. فَقُلْتُ: إِنِّي لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ، خُذْ ذَلِكَ الْبَقَرَ وَرِعَاءَهَا. فَأَخَذَهُ فَذَهَبَ بِهِ، فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مَا بَقِيَ

 Ya Allah, sungguh, aku pernah mengambil sewa seorang buruh, dengan upah satu faraq1 beras. Setelah dia menyelesaikan pekerjaannya, dia berkata: ‘Berikan hakku.’ Lalu aku serahkan kepadanya beras tersebut, tapi dia tidak menyukainya. Akhirnya aku pun tetap menanamnya hingga aku kumpulkan dari hasil beras itu seekor sapi dan penggembalanya. Kemudian dia datang kepadaku dan berkata: ‘Bertakwalah kepada Allah, dan jangan zalimi aku dalam urusan hakku.’ Aku pun berkata: ‘Pergilah, ambil sapi dan penggembalanya.’ Dia berkata: ‘Bertakwalah kepada Allah dan jangan mempermainkan saya.’ Aku pun berkata: ‘Ambillah sapi dan penggembalanya itu.’ Akhirnya dia pun membawa sapi dan penggembalanya lalu pergi. Kalau Engkau tahu bahwa aku melakukannya karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah untuk kami apa yang tersisa.”

Kisah di atas memberi kita pelajaran :

1.      Solusi bagi setiap kesulitan adalah Alloh. Oleh karena jadikan doa sebagai sarana utama sebelum mencaro solusi dunia

2.      Anjuran bertawassul melalui amal sholih sebelum berdoa

3.      Doa terkabul sangat dipengaruhi oleh kwalitas amal yang sudah kita kerjakan




Syuaib Diancam Rajam


Batu (33)

Syuaib adalah nabi utusan Alloh ke negeri Madyan. Tugasnya adalah menyebarkan tauhid dan merubah kebiasaan masyarakat yang curang dalam timbangan saat mengadakan transaksi jual beli. Dakwah nabi Syuaib difirmankan Alloh :

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ وَلَا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍ وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ  

Dan kepada negeri Madyan, Kami utus saudara mereka Syuaib. Ia berkata : Wahai kaumku, beribadahlah kepada Alloh, tidak ada bagi kalian ilah yang berhak diibadahi selainNya. Janganlah mengurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kalian dalam keadaan baik (mampu) dan aku khawatir menimpa kalian adzab pada hari kiamat. Wahai kaumku, sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil dan jangan merugikan hak manusia sedikitpun dan janganlah membuat kerusakan di muka bumi  [hud : 84-85]

Mendapat seruan ini, kaum nabi syuaib memberi bantahan hingga akhirnya menyampaikan ancaman :

قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ وَإِنَّا لَنَرَاكَ فِينَا ضَعِيفًا وَلَوْلَا رَهْطُكَ لَرَجَمْنَاكَ وَمَا أَنْتَ عَلَيْنَا بِعَزِيزٍ  

Mereka berkata : Wahai Syuaib, kami tidak banyak memahami apa yang engkau katakan. Sesungguhnya kami menilaimu sebagai orang lemah diantara kami. Kalau bukan karena keluargamu, tentu kami benar-benar akan merajammu. Dan engkau bukanlah orang berwibawa bagi kami [hud : 91]

Meski mendapat ancaman, Syuaib tidak bergeming dari dakwah. Dengan sabar dan penuh kelembutan, ia berikan nasehat kepada kaumnya. Ketika mereka berada dalam puncak kekufuran, Alloh turunkan adzab berupa teriakan keras malaikat jibril hingga membuat mereka mati bergelimpangan. Penulis tafsir Alkhozin berkata :

وذلك أن جبريل عليه السلام صاح بهم صيحة فخرجت أرواحهم وماتوا جميعاً

Yang demikian itu jibril alaihissalam berteriak dengan satu teriakan yang membuat ruh-ruh mereka keluar dan mereka semuanya mati

وَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا شُعَيْبًا وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَأَخَذَتِ الَّذِينَ ظَلَمُوا الصَّيْحَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دِيَارِهِمْ جَاثِمِينَ  

Dan tatkala adzab Kami datang, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat dari Kami. Orang-orang dzolim dibinasakan dengan suara menggelegar lalu jadilah mereka bergelimpangan di rumah-rumah mereka [hud : 94]

Maroji’ :

Tafsir Lubabutta’wil Fi Ma’anittanzil, Abul Hasan Ali Bin Muhammad Bin Ibrohim Bin Umar Asyaihi (maktabah syamilah) hal 232


Nuh Diancam Rajam


Nuh (32)

Sembilan ratus tahun lamanya nabi Nuh berdakwah di tengah kaumnya. Apa yang didapat dari mereka ? Ternyata mereka memberi ancaman luar biasa. Mereka berkata :

قَالُوا لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ يَا نُوحُ لَتَكُونَنَّ مِنَ الْمَرْجُومِينَ  

Mereka berkata : Jika engkau tidak berhenti wahai Nuh, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang akan dirajam [asy syuaro : 116]

Mendapat ancaman, tidak ada yang dilakukan oleh Nuh selain menyandarkan dirinya kepada Alloh. Nuh bermunajat :

قَالَ رَبِّ إِنَّ قَوْمِي كَذَّبُونِ  فَافْتَحْ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَنَجِّنِي وَمَنْ مَعِيَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ  

Nuh berkata : Wahai Robku, sesungguhnya kaumku mendustakanku. Berikan keputusan antara aku dengan mereka dan selamatkan diriku dan orang-orang beriman yang bersamaku [asu syuaro : 117-118]

Doa Nuh dikabulkan. Datanglah banjir yang membinasakan semua manusia yang mengingkari dakwahnya.

Musa Memohon Kepada Alloh Dari Rajam Firaun


Batu (31)

Setiap nabi diutus pasti mendapat penentangan dan permusuhan. Selanjutnya ancaman pembunuhan. Yang menjadi pelajaran bagi kita adalah, bahwa tidaklah para nabi mencari perlindungan selain kepada Alloh. Salah satunya adalah apa yang dilakukan oleh Musa. Ketika selesai mendakwahi Firaun, Musa berkata :

وَإِنِّي عُذْتُ بِرَبِّي وَرَبِّكُمْ أَنْ تَرْجُمُونِ  

Sesungguhnya aku berlindung kepada Robku agar kalian tidak bisa merajam diriku [ad dukhon : 20]

Syaikh Abu Bakar Aljazairi berkata :

مشروعية دعاء الله تعالى على الظالمين وسؤاله النصر عليهم والنجاة منهم

Disyariatkan berdoa kepada Alloh Ta’ala atas kejahatan orang dzolim, memohon kemenangan kepadaNya atas mereka dan selamat dari ancaman mereka

Maroji’ :

Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi (maktabah syamilah) hal 497


Ibrohim Diancam Rajam


Batu (30)

Ibrohim berdakwah di tengah kaumnya yang menyembah berhala, tak terkecuali bapaknya Azar. Kepada ayahandanya, Ibrohim berkata :

يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا  

Wahai bapakku, janganlah engkau menyembah setan karena sesungguhnya setan itu durhaka kepada Alloh Yang Maha Rohman. Wahai bapakku, aku khawatir engkau akan ditimpa adzab dari Alloh Yang Maha Rohman lalu engkau menjadi teman bagi setan [maryam : 44-45]

Mendapat seruan ananknya, Azar mengancam :

قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آَلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا 

Azar berkata : Apakah engkau membenci tuhan-tuhanku, wahai Ibrohim? Jika engkau tidak berhenti, benar-benar aku akan merajammu ! Tinggalkanlah diriku dalam waktu lama.

Dengan penuh kesopanan, Ibrohim menjawab :

قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا  

Ibrohim berkata : Keselamatan bagi dirimu, aku akan memohonkan ampun kepada Robku untuk dirimu. Sesungguhnya Dia sangat baik pada diriku [maryam : 46-47]

Kisah di atas memberi faedah :

1.      Larangan menyembah setan

2.      Perintah mendakwahi orang tua

3.      Sikap kekafiran menolak dan mengancam penyampai kebenaran

4.      Perintah bersikap lembut kepada orang tua meski orang tua bersikap kasar kepada anaknya

Ash-Habul Kahfi Takut Dirajam


Bab (29)

Kisah tujuh pemuda yang bersembunyi di gua cukup dikenal oleh umat islam. Ketika mereka bisa lari dari negerinya, untuk selanjutnya bersembunyi di gua, Alloh membuat mereka tidur selama 309 tahun.

Merekapun akhirnya bangun dari tidur panjangnya. Seorang dari mereka diutus oleh teman-temannya untuk mencari makanan dengan mendapat pesan agar bisa menjaga diri dan bisa menyembunyikan identitas mereka. Kenapa begitu ? Alasannya adalah apa yang difirmankan oleh Alloh menyitir salah satu perkataan mereka :

إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا  

Sesungguhnya jika mereka mengetahui tempat persembunyian kalian, mereka akan merajam kalian atau mengembalikan kalian kepada agama mereka. Tentu kalian tidak akan beruntung selama-lamanya [alkahfi : 20]


Ash-Habul Kahfi Takut Dirajam


Bab (29)

Kisah tujuh pemuda yang bersembunyi di gua cukup dikenal oleh umat islam. Ketika mereka bisa lari dari negerinya, untuk selanjutnya bersembunyi di gua, Alloh membuat mereka tidur selama 309 tahun.

Merekapun akhirnya bangun dari tidur panjangnya. Seorang dari mereka diutus oleh teman-temannya untuk mencari makanan dengan mendapat pesan agar bisa menjaga diri dan bisa menyembunyikan identitas mereka. Kenapa begitu ? Alasannya adalah apa yang difirmankan oleh Alloh menyitir salah satu perkataan mereka :

إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا  

Sesungguhnya jika mereka mengetahui tempat persembunyian kalian, mereka akan merajam kalian atau mengembalikan kalian kepada agama mereka. Tentu kalian tidak akan beruntung selama-lamanya [alkahfi : 20]


Ancaman Rajam Kepada Tiga Rosul


Batu (28)

Sebuah negeri (sebagian mufasir menyebutnya Anthoqiyah) diutus Alloh 3 orang rosul untuk menyeru mereka kepada tauhid :

إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ  

Ketika Kami utus dua orang rosul kepada mereka lalu mereka mendustakan keduanya maka Kami perkuat dengan rosul ketiga lalu ketiganya berseru “ Sesungguhnya kami diutus untuk kalian “ [yasin : 14]

Mendengar seruan ini, penduduk negeri itu memberi ancaman :

قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ  

Mereka berkata : Sesungguhnya kami menganggap sial pada kalian. Jika kalian tidak berhenti maka benar-benar kami akan merajam kalian dan kami timpakan siksa pedih [yasin : 18]

Mendapat ancaman, para rosul tidak bergeming, hingga datanglah seorang laki-laki yang mengajak penduduknya beriman. Ia berkata :

وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ  

Datanglah seorang laki-laki dari ujung kota dengan bergegas. Ia berkata “ Wahai kaumku, ikutilah para rosul itu [yasin : 20]

Selanjutnya ia memberi pernyataan tegas :

إِنِّي آَمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُونِ

Sesungguhnya aku telah beriman kepada Rob kalian, maka dengarkanlah [yasin : 25]

Masyarakat marah ketika mengetahui keislaman orang ini hingga akhirnya mereka benar-benar merajamnya sebagaimana yang sudah diancamkan kepada para rosul.

Setelah kematiannya, Alloh berfirman :

قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ

Masuklah engkau ke dalam aljannah [yasin : 26]

Laki-laki ini dalam keadaan berbahagian, akan tetapi menyesalkan kekafiran kaumnya berkata di alam barzakh :

قَالَ يَا لَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ

Alangkah baiknya bila kaumku mengetahui (kondisiku sekarang), dengan apa yang menyebabkan Robku mengampuniku dan menjadikanku bagian dari orang-orang yang dimuliakan [yasin : 26-27]

Menjual Tanah Dengan Melempar Batu


Batu (27)

Ini adalah cara yang dilarang dalam islam. Pemilik tanah berkata kepada calon pembeli “ Aku jual tanahku dengan harga 5 juta, luasnya sejauh anda melempar batu ini “. Jual beli seperti ini mengandung spekulasi. Ketika pelempar adalah atlet lempar lembing yang baru saja mendapat medali emas, tentu pemilik tanah yang rugi. Sebaliknya bila pelempar adalah orang yang sudah lanjut usia, maka si pembeli yang rugi. Cara yang benar adalah, tentukan harga tanah berdasarkan luas dan lebarnya. Untuk itulah nabi shollallohu alaihi memberi kepada kita petunjuk

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ بَيْعِ اَلْحَصَاةِ, وَعَنْ بَيْعِ اَلْغَرَرِ  

Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli dengan cara melempar batu dan jual-beli gharar (yang belum jelas harga, barang, waktu dan tempatnya).  [HR Muslim]

Jangan Sibuk Dengan Batu Saat Mendengar Khutbah


Batu (26)

Secara umum di Indonesia, saat khotib menyampaikan khutbah, kotak amal beredar dari awal shof hingga akhir. Tentu ini adalah perbuatan terlarang. Ketika imam berkhutbah, tidak ada kegiatan bagi jamaah selain menyimak apa yang disampaikan. Menegur orang yang sedang mengobrol, sibuk dengan mengirim sms lewat hp dan mengedar kotak infaq akan membuat pahala jumat hilang. Hal ini berdasar pada sebuah hadits :

وعن أَبي هريرة رضي الله عنه قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ تَوَضَّأ فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ ثُمَّ أتَى الجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وأنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الجُمُعَةِ وَزِيادَةُ ثَلاَثَةِ أيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الحَصَى فَقَدْ لَغَا  

Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu : Rosululloh shollalllohu alaihi wasallam bersabda : Siapa yang berwudlu lalu memperbagus wudlunya, selanjutnya pergi untuk menunaikan jumat, (saat khutbah) ia mendengar dan diam maka diampuni dosa baginya antara hari itu dan jumat yang akan datang ditambah dengan tiga hari. Barangsiapa memegang batu kecil (saat khutbah) maka sungguh ia telah lagho (lalai, sia-sia) [HR Muslim]

Imam Nawawi berkata :             

فِيهِ النَّهْي عَنْ مَسِّ الْحَصَى وَغَيْره مِنْ أَنْوَاع الْعَبَث فِي حَالَة الْخُطْبَة ، وَفِيهِ إِشَارَة إِلَى إِقْبَال الْقَلْب وَالْجَوَارِح عَلَى الْخُطْبَة ، وَالْمُرَاد بِاللَّغْوِ هُنَا الْبَاطِل الْمَذْمُوم الْمَرْدُود ، وَقَدْ سَبَقَ بَيَانه قَرِيبًا .

Hadits ini berisi larangan memegang batu dan selainnya yang merupakan perbuatan tidak berguna saat khutbah. Hadits ini juga mengisyaratkan kita untuk hadir hati dan anggota tubuh saat khutbah. Adapun yang dimaksud dari kata allaghwu (sia-sia) di sini adalah batil, tercela dan tertolak

Maroji’ :

Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 3/229

Berburu Dengan Ketepel, Dilarang Syariat


Batu (25)

Islam mengajarkan prinsip membunuh binatang adalah mempercepat kematiannya. Oleh karena itu alat harus dipastikan ketajamannya. Berburu dengan ketepel bertentangan dengan prinsip ini. Oleh karena itu islam melarangnya :

عن أَبي سعيد عبد الله بن مُغَفَّلٍ رضي الله عنه قَالَ : نَهَى رَسُول الله  صلى الله عليه وسلم  عَنِ الخَذْفِ ، وقالَ : إنَّهُ لاَ يَقْتُلُ الصَّيْدَ ، وَلاَ يَنْكَأُ العَدُوَّ ، وإنَّهُ يَفْقَأُ العَيْنَ ، وَيَكْسِرُ السِّنَّ  مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .وفي رواية : أنَّ قَريباً لابْنِ مُغَفَّل خَذَفَ فَنَهَاهُ ، وَقالَ : إنَّ رَسُول الله  صلى الله عليه وسلم نَهَى عَن الخَذْفِ ، وَقَالَ إنَّهَا لاَ تَصِيدُ صَيداً  ثُمَّ عادَ ، فَقَالَ : أُحَدِّثُكَ أنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم  نَهَى عَنْهُ ، ثُمَّ عُدْتَ تَخذفُ !؟ لا أُكَلِّمُكَ أَبَداً

Dari Abdulloh Bin Mugoffal rodliyallohu anhu berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam melarang berburu dengan ketepel. Beliau bersabda : Sesungguhnya ketepel tidak membunuh buruan, tidak melukai musuh. Ia hanya mengeluarkan mata dan mematahkan gigi. Dalam sebuah riwayat disebutkan : Seorang kerabat dari Abdulloh Bin Mughoffal berburu dengan ketepel lalu ia melarangnya dan berkata : Sesungguhnya rosululloh shollallohu alaihi wasallam melarang berburu dengan ketepel karena ia tidak bisa membunuh binatang buruan. Setelah itu kerabatnya mengulangi perbuatan itu. Abdulloh Bin Mughoffal berkata : Sudah aku sampaikan bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam melarang perbuatan itu lalu engkau mengulanginya ! Aku tidak akan mengajak bicara denga dirimu selamanya [HR Bukhori Muslim]

Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin menyebut bahwa sikap Abdulloh Bin Mughoffal dengan tidak bicara dengan kerabatnya menunjukkan akan pengagungan assalaf ash sholih (para sahabat) terhadap sunnah

Batu Karbala


Batu (24)

Islam hanya mengakui tiga tanah yang memiliki keberkahan, yaitu : Tanah harom di Mekah, tanah harom di Madinah dan negeri Syam. Masing-masing memiliki keistimewaan yang dijelaskan dalam nash-nash quran dan hadits.

Ini berbeda dengan syiah. Mereka menafikan ketiganya, sementara mereka klaim tanah Karbala sebagai bumi Alloh yang harus dimuliakan. Itu dikarenakan mereka menisbatkan kematian Husain Bin Ali dengannya. Padahal tidak pernah sekalipun Alloh dan rosulNya mengajarkan pemahaman ini.

Begitu agungnya padang karbala hingga orang syiah meyakini bahwa batu Karbala memiliki keberkahan. Tidak aneh bila banyak diantara mereka yang meletakkan batu ini di tempat sujud mereka saat pelaksanaan sholat. Akibatnya dahi mereka tidak menyentuh tanah karena beradu dengan batu sementara hidung mereka tergantung. Padahal keduanya adalah anggota sujud yang harus bersentuhan dengan tanah. Dalam sujud, hadits menjelaskan :

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ : عَلَى اَلْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ  وَالرُّكْبَتَيْنِ  وَأَطْرَافِ اَلْقَدَمَيْنِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Aku diperintahkan untuk bersujud di atas tujuh tulang pada dahi. Beliau menunjuk dengan tangannya pada hidungnya, kedua tangan, kedua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki  [Muttafaq Alaihi]

Kata “ dahi lalu menunjuk hidung “ dikomentari oleh Imam Qurthubi dengan mengatakan :

هَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْجَبْهَةَ الْأَصْلُ فِي السُّجُودِ وَالْأَنْفَ تَبَعٌ لَهَا

Ini menunjukkan bahwa dahi adalah al ashlu (pokok) dalam sujud sedangkan hidung mengikutinya

Imam Shona’ni berkata tentang hadits di atas :

  وَهَذَا الْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى وُجُوبِ السُّجُودِ عَلَى مَا ذَكَرَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  

Hadits ini menunjukkan wajibnya sujud sesuai dengan disebutkan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam

Ketika sujud adalah gerakan sholat yang paling Alloh ridloi, justru pada gerakan inilah mereka lakukan kesalahan. Itu semua gara-gara batu Karbala.

Maroji’ :                                                                             

Subulussalam, Imam Shon’ani 2/138


Jadilah Batu Atau Besi


Batu (23)

Salah satu karakter asli orang kafir adalah tidak percaya akan hari berbangkit. Ketika kiamat disebut-sebut, mereka berkata :

أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا

Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apakah benar-benar kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluq baru ?

Bila mereka menyampaikan pertanyaan itu, rosululloh shollallohu alaihi wasallam diperintah untuk memberikan jawaban :

كُونُوا حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا  أَوْ خَلْقًا مِمَّا يَكْبُرُ فِي صُدُورِكُمْ

Jadilah kamu sekalian batu atau besi. Atau suatu makhluq dari makhluq yang tidak mungkin hidup menurut pikiranmu (maksudnya Alloh pasti mampu menghidupkan kembali)

Mendengar jawaban ini, mereka bertanya dengan nada masih meremehkan :

مَنْ يُعِيدُنَا

Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali ?

Beliaupun menjawab dengan mengatakan :

الَّذِي فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ

Yang menciptakan kamu pada kali pertama kali

Reaksi yang diperlihatkan mereka adalah menggeleng-gelengkan kepala tanda sombong dan ingkar

Dialog ini secara lengkap, Alloh firmankan dalam surat alisro :

وَقَالُوا أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا  قُلْ كُونُوا حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا  أَوْ خَلْقًا مِمَّا يَكْبُرُ فِي صُدُورِكُمْ فَسَيَقُولُونَ مَنْ يُعِيدُنَا قُلِ الَّذِي فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَسَيُنْغِضُونَ إِلَيْكَ رُءُوسَهُمْ وَيَقُولُونَ مَتَى هُوَ قُلْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَرِيبًا  

Mereka berkata : Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apakah benar-benar kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluq baru ? Katakan : Jadilah kamu sekalian batu atau besi. Atau suatu makhluq dari makhluq yang tidak mungkin hidup menurut pikiranmu. Maka mereka akan bertanya : Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali ? Katakanlah : Yang menciptakan kamu pada kali pertama kali. Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata : Kapankah itu akan terjadi ? Katakanlah : Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat [al isro : 49-51]

Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi memberi kesimpulan bagi ayat-ayat di atas dengan mengatakan :

1.      Ayat di atas memberi penjelasan tentang kerasnya sikap orang-orang musyrik terhadap kebangkitan di hari akhir

2.      Pengajaran Alloh Ta’ala kepada rosulNya bagaimana menjawab pertanyaan kaum yang ingkar dan suka berolok-olok dengan cara yang lebih baik

3.      Penjelasan uslub (metode) dialog yang dibangun di atas petunjuk yang bersih dari sikap kasar dan keras

Maroji’ :

Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi (maktabah syamilah) hal 286


Ibarat Mengukir Di Atas Batu


Batu (22)

Boleh jadi kita pernah mendengar pepatah “ Belajar di waktu Kecil, Ibarat mengukir di atas batu dan belajar di waktu dewasa, ibarat mengukir di atas air “ Kalimat ini bahkan menjadi satu rangkaian syair lagu yang dibawakan oleh nasyida ria di era 80 an. Lalu darimana petuah ini kita dapatkan. Jawabannya ia berasal dari sebuah hadits riwayat Ath Thobroni yang tercantum dalam majma’ zawaid 1/125 dan Addailami 4/125 dan 6420. Secara lengkap hadits ini berbunyi :

عن أبي الدرداء قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:مثل الذي يتعلم العلم في صغره كالنقش على الحجر ومثل الذي يتعلم العلم في كبره كالذي يكتب على الماء".

Dari Abu Darda berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Perumpamaan orang yang belajar di waktu keci seperti mengukir di atas batu. Dan perumpamaan belajar di usia dewasa seperti orang menulis di atas air [HR Ath Thobroni dan Addailami]

Imam Alhaitsami menilai hadits ini dloif karena di dalamnya ada perowi bernama Marwan Bin Salim Asy Syami. Orang ini dinilai dloif oleh Bukhori, Muslim dan Abu Hatim. Kendati demikian secara redaksi, tidak bertentangan dengan kenyataan yang ada sehingga banyak ulama yang menggunakan hikmah di atas sebagai satu i’tibar (pelajaran). Ahnaf Bin Qois ketika mendengar kalimat di atas berkata :

الْكَبِيرُ أَكْثَرُ عَقْلاً وَلَكِنَّهُ أَشْغَلُ قَلْبًا

Orang dewasa itu lebih berakal akan tetapi hatinya lebih banyak diliputi kesibukan

Demikianlah orang yang sudah dewasa akan disibukkan dengan urusan keluarga (anak dan istri) sehingga kondisi seperti ini sudah cukup mengurangi perhatiannya terhadap ilmu. Tidak heran bila ada yang berkata :

فَإِذَا كَانَ ذَا رِئَاسَةٍ أَلْهَتْهُ، وَإِنْ كَانَ ذَا مَعِيشَةٍ قَطَعَتْهُ.

Bila dia memiliki jabatan (kepemimpinan), itu sudah cukup untuk melalaikannya dan bila ia memiliki (mata pencaharian) maka itu sudah cukup untuk menghilangkan perhatiannya (terhadap ilmu)

Dari kaedah-kaedah di atas maka tidak heran ketika kita mendapatkan anak-anak yang begitu cepat menyerap ilmu bahkan menghafalnya diantaranya apa yang dikatakan oleh Asy syafi’i :

حفظت القرآن وأنا ابن سبع سنين , وحفظت الموطأ  وأنا ابن عشر

Aku hafal alquran di usia tujuh tahun dan aku telah hafal almuwatho saat berusia sepuluh tahun

Maroji’ :

Mausu’ah Alkhuthob waddurus, Syaikh Ali Bin Nayif hal 1