Terbunuh Gara-Gara Batu Kecil



Batu (39)
Dalam islam, menghilangkan nyawa orang lain terbagi menjadi tiga :
(1) Al amdu (sengaja)
Yaitu berniat melakukan pembunuhan terhadap seseorang menggunakan alat mematikan seperti senapan, pedang dan semisalnya
Alkhotho (keliru, tidak sengaja)
Menghilangkan nyawa orang lain tanpa disengaja seperti kasus tabrakan. Termasuk berburu binatang. Membidik burung, akan tetapi yang terkena tembakan adalah manusia karena di saat pelatuk ditarik, seseorang lewat di area sasaran.
Syibhul amdi (mirip sengaja)
Yaitu melakukan kekerasan fisik dengan sengaja dengan alat yang tidak mematikan akan tetapi pada kenyataannya, si korban mati. Seperti seorang guru melempar murid yang nyontek dengan penghapus. Secara teori, tidak mungkin seseorang akan melayang jiwanya hanya gara-gara lemparan penghapus. Yang terjadi, di luar dugaan. Kematian terjadi karena harus mengikuti taqdir yang merupakan kehendak Alloh. Dalam islam pelaku dikenakan hukuman diyat yang diberikan kepada keluarga korban.
Kasus seperti pernah terjadi pada masa rosululloh shollallohu alaihi wasallam sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Huroiroh :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَاِقْتَتَلَتِ اِمْرَأَتَانِ مِنْ هُذَيْلٍ, فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا اَلْأُخْرَى بِحَجَرٍ, فَقَتَلَتْهَا وَمَا فِي بَطْنِهَا, فَاخْتَصَمُوا إِلَى رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَضَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنَّ دِيَةَ جَنِينِهَا: غُرَّةٌ; عَبْدٌ أَوْ وَلِيدَةٌ, وَقَضَى بِدِيَةِ اَلْمَرْأَةِ عَلَى عَاقِلَتِهَا وَوَرَّثَهَا وَلَدَهَا وَمَنْ مَعَهُمْ فَقَالَ حَمَلُ بْنُ اَلنَّابِغَةِ اَلْهُذَلِيُّ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! كَيْفَ يَغْرَمُ مَنْ لَا شَرِبَ, وَلَا أَكَلَ, وَلَا نَطَقَ, وَلَا اِسْتَهَلَّ, فَمِثْلُ ذَلِكَ يُطَلُّ, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّمَا هَذَا مِنْ إِخْوَانِ اَلْكُهَّانِ; مِنْ أَجْلِ سَجْعِهِ اَلَّذِي سَجَعَ.   
Abu Hurairah berkata: Ada dua orang perempuan dari kabilah 'Udzail bertengkar. Salah seorang melempar yang lain dengan batu hingga ia dan anak dalam kandungannya mati. Lalu mereka mengajukan masalah itu kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Beliau memutuskan bahwa denda janin dalam perut dibayar dengan memerdekakan budak laki-laki atau perempuan dan denda perempuan yang dibunuh diberikan kepada 'ashobah (orang yang mendapatkan bagian siapa dalam pembagian warisan) yang diwariskan kepada anak-anak dan ahli waris mereka. Berkatalah Hamal Ibnu Nabighah al-Hudzaly; Wahai Rasulullah, bagaimana janin yang tidak makan dan tidak minum, tidak bicara dan tidak bersuara, dibayar dengan denda. Hal itu mestinya dibebaskan. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Orang ini adalah dari saudara tukang tenung." Kelihatan dari omongan yang ia ucapkan  [Muttafaq Alaihi]