Fanatik dan egois (3)
1. Mengembalikan semua permasalahan kepada Alloh dan rosulNya serta para ulama
يأيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا أطِيْعُوْا الله وَأطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَأولِى الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَناَزَعْتُمْ فِي شَيْئٍ فَرُدُّوْهُ غلَى الله وَالرَّسُوْلِ إنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِالله وَالْيَوْمِ الأخِرِ ذَالِكَ خَيْرٌ وَأحْسَنُ تَأْوِيْلاً
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [annisa : 59]
Berdasarkan ayat ini berarti ketaatan ditujukan kepada tiga pihak yaitu : Alloh, rosulNya dan ulil amri.
Ulil amri sebagaimana yang dituturkan oleh ibnu Abbas adalah ahlul fiqhi waddin (ahli dalam masalah fiqih dan din) sementara Mujahid, Atho’, Hasan Albasri dan Abu Aliyah menerangkan bahwa yang dimaksud ulil amri adalah para ulama.
2. Menuntut ilmu dari orang lain
Sebagaimana yang dilakukan oleh nabi Musa yang belajar kepada Khidzir. Musa memiliki kedudukan yang tinggi melebihi kedudukan khidzir. Bagaimana tidak ? Musa seorang nabi dan rosul, ia seorang ulul azmi, kalilmulloh (nabi yang diajak bicara oleh Alloh), memperoleh umat terbanyak setelah rosululloh shollallohu alaihi wasallam, diturunkan padanya kitab taurot dan masih banyak keistimewaan lainnya. Sementara Khidzir oleh para ulama masih diperselisihkan kedudukannya, apakah ia seorang nabi ataukah seorang sholih biasa ? Khidzir jelas tidak memiliki kitab, tidak ada satupun riwayat yang menyebutkan bahwa dirinya memiliki pengikut.
Begitu tingginya kedudukan Musa di hadapan Khidzir, akan tetapi tidak menghalanginya untuk menuntut ilmu dari Khidzir
3. Siap menerima teguran dari orang lain
Hal ini dicontohkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam ketika kekurangan dalam rokaatnya pada sebuah sholat, lalu seorang yang dikenal rojulun dzal yadain (si tangan panjang) menegur beliau akan kekurangan beliau maka dengan penuh tawadlu beliau bersabda :
وَلَكِنْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي
Akan tetapi aku hanyalah manusia biasa seperti kamu sekalian yang dapat lupa seperti kalian Maka apabila aku lupa ingatkanlah aku [muttafaq alaih]
Sebagai penutup, dibawah ini nasehat para ulama madzhab kepada kita yang sangat bermanfaat agar kita tidak terlalu fanatik terhadap pendapat ulama tertentu :
• Imam Hanafi (Annu’man bin Tsabit)
Jika aku mengatakan suatu perkataan bertentangan dengan kitabulloh dan hadits rosululloh shollallohu alaihi wasallam maka tinggalkanlah perkataanku.
• Imam Malik (Malik bin Anas)
Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia yang bisa salah dan bisa benar. Maka perhatikanlah pendapatku, setiap pendapat yang sesuai dengan kitab dan sunnah ambillah, dan setiap yang tidak sesuai dengan keduanya maka tinggalkanlah.
• Imam Syafi’i (Muhammad bin Idris)
Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan sunnah rosululloh shollallohu alaihi wasallam maka berkatalah dengan sunnah rosul dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.
• Imam Hanbali (Ahmad bin Hanbal)
Barangsiapa yang menolak hadits rosululloh shollallohu alaihi wasallam sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran
Maroji’ :
Tafsir alquran al ‘adzim, Abu Fida’ Alhafidz Ibnu Katsir 1/641
Shifat Sholat Nabi, Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani