(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 63)
Muawiyah menuturkan bahwa dirinya pernah sholat bersama rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Tiba-tiba salah satu jamaah ada yang bersin. Spontan Muawiyah mengucapkan yarhamukalloh. Apa yang ucapkan membuat manusia memandang ke arah dirinya. Merasa risih karena menjadi pusat perhatian, iapun berkata kepada mereka “ Kenapa kalian melihat kea rah diriku ? “
Perkataan dirinya dijawqab oleh jamaah dengan memukulkan tangan ke paha sebagai isyarat agar dirinya diam. Selesai sholat, nabi shollallohu alaihi wasallam memberi nasehat kepadanya dengan lemah lembut, dimana beliau bersabda :
إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس، إنما هي التسبيح والتكبير وقراءة القرآن
Sesungguhnya sholat itu tidak syah bila dicampuri dengan perkataan manusia karena ia hanya pantas diisi dengan tasbih, takbir dan bacaan alquran [HR Muslim]
Demi mendengar penuturan beliau yang bersahabat, membuat Muawiyah berkomentar :
فبأبي هو وأمي ما رأيت معلماً قبله ولا بعده أحسن تعليماً منه، فوالله ما كهرني ولا ضربني ولا شتمني
Demi ibu dan bapakku, aku belum pernah melihat sebelum dan sesudahnya seorang pendidik yang lebih baik dari beliau. Tidak membentakku, tidak memukulku dan tidak pula mencaci diriku [HR Muslim]
Berdasar hadits di atas, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin menyimpulkan bahwa membaca tahmid saat bersin dalam sholat adalah terlarang, demikian juga menjawabnya.
Dari sinilah muncul problem. Larangan itu belum diketahui oleh Muawiyah, sementara sikap para sahabat yang membuat dirinya tidak nyaman. Akhirnya masalah itu segera selesai ketika nabi shollallohu alaihi wasallam mengambil alih teguran kepada Muawiyah.
Demikianlah, terkadang amar ma’ruf nahi munkar perlu menggunakan metode yang mudah diterima oleh orang yang sedang melakukan kesalahan. Bukankah orang Sunda mengatakan : Benang laukna, herang caina (ikannya tertangkap, tanpa membuat air keruh)
Maroji’ :
Syarh Riyadlush Sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 2/1004