Bertaubat Dan Kembali Berbuat Maksiat
Alloh memaklumi bahwa iman hambaNya yaziidu wayanqushu (bertambah dan berkurang). Adakalanya seorang mukmin begitu dengan Alloh, akan tetapi suatu saat mampu digelincirkan setan. Dari sinilah Alloh senantiasa member kesempatan kepada hambaNya untuk bertaubat dan Alloh tidak jemu untuk menerima taubat, sebagaimana yang disabdakan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أبِى هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ عَبْدًا أَصَابَ ذَنْبًا وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا فَقَالَ رَبِّ أَذْنَبْتُ وَرُبَّمَا قَالَ أَصَبْتُ فَاغْفِرْ لِي فَقَالَ رَبُّهُ أَعَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا أَوْ أَذْنَبَ ذَنْبًا فَقَالَ رَبِّ أَذْنَبْتُ أَوْ أَصَبْتُ آخَرَ فَاغْفِرْهُ فَقَالَ أَعَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا وَرُبَّمَا قَالَ أَصَابَ ذَنْبًا قَالَ قَالَ رَبِّ أَصَبْتُ أَوْ قَالَ أَذْنَبْتُ آخَرَ فَاغْفِرْهُ لِي فَقَالَ أَعَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ثَلَاثًا فَلْيَعْمَلْ مَا شَاءَ
Dari Abu Hurairah berkata : Aku pernah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Ada seorang hamba yang melakukan dosa -atau dengan redaksi lain; menjalankan dosa-, lantas hamba itu berkata 'Ya Tuhanku, aku telah melakukan dosa --atau dengan redaksi 'telah kuperbuat'--, maka ampunilah aku'. Maka Tuhannya berkata : 'Hamba-Ku tahu bahwa ia mempunyai tuhan yang bisa mengampuni dosa dan menghukumnya, maka Aku mengampuni dosa hamba-Ku.' Kemudian orang tersebut tinggal berdiam diri (tidak melakukan dosa) Allah berapa lama Ia berdiam diri, kemudian Ia kembali melakukan dosa lagi -atau mengerjakan dosa--, lalu ia pun berkata, 'Wahai rabbku, aku telah berdosa -atau melakukan dosa-, maka ampunilah perbuatanku.' Maka Allah berfirman: 'Hamba-Ku tahu bahwa dia mempunyai tuhan yang bisa mengampuni dosa dan menghukumnya, maka telah Aku ampuni hamba-Ku.' Kemudian orang itu berdiam diri sekehendak Allah berdiam diri, kemudian ia melakukan dosa lagi -atau dengan redaksi menjalankan dosa-, sehingga hamba itu berkata, 'Rabbi, telah kulakukan dosa -atau aku berdosa-, maka berilah aku ampunan terhadapnya.' Maka Allah berfirman: 'Hamba-Ku tahu bahwa ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa dan menghukumnya, maka Aku telah mengampuni hamba-Ku (Allah mengulanginya sebanyak tiga kali), maka hendaklah ia beramal sekehendaknya. [HR Bukhori Muslim]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ
Dari Abu Hurairah dia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Demi Dzat yang jiwaku di tangannya, seandainya kamu sekalian tidak berbuat dosa sama sekali, niscaya Allah akan memusnahkan kalian. Setelah itu, Allah akan mengganti kalian dengan umat yang pernah berdosa. Kemudian mereka akan memohon ampunan kepada Allah dan Allah pun pasti akan mengampuni mereka.' [HR Muslim]
Akan tetapi di sana ada sebagian orang yang memang mempunyai penyakit gemar bermaksiat dan menjadikan pertaubatan sebagai permainan sebagaimana yang ada pada kaum yahudi. Setelah diselamatkan dari kejaran Firaun mereka melakukan perbuatan syirik berupa menyembah lembu. Tidak berselang lama mereka berulah dengan memaksa Musa untuk memperlihatkan kepada mereka wujud Alloh yang sebenarnya. Ketika memasuki gerbang Palestina mereka tidak mau bersujud dan mengucapkan hith thotun (permohonan istighfar) melainkan mereka rubah perintah itu dengan olok-olok. Di saat mereka sudah hidup nyaman di Palestina mereka menuntut berbagai macam makanan. Hati mereka semakin keras setelah nabi Musa memperlihatkan mukjizatnya dengan menghidupkan orang mati lewat sapi betina. Kisah ini membentang di surat albaqoroh dari ayat 51 hingga 74.
Kitapun dapat melihat artis-artis yang sering melakukan ibadah umroh. Sekembalinya dari tanah suci mereka kembali menggeluti profesinya kembali.
Sebagian wts yang berhenti praktek di bulan romadlon. Mudik ke kampong halaman. Ibadah shoum mereka tunaikan. Seiring dengan datangnya bulan syawal, mereka kembali ke kota untuk menekuni perbuatan maksiatnya.
Seorang wanita yang berpakaian seadanya, ketika waktu sholat tiba, ia segera menutupi aurotnya. Baginya tidak syah sholat tanpa menutup aurot. Begitu sholat selesai ditunaikan, kembali aurot ia perlihatkan. Tanpa merasa bersalah dan tidak ada rasa takut, bisa saja islamnya tidak dianggap syah oleh Alloh sebagaimana tidak syah sholat seseorang yang membuka aurotnya. Demikianlah kebiasan itu terjadi tiap harinya hingga akhir hayatnya.
Sungguh berbeda antara orang yang dengan kesungguhannya ingin berubah dan bertaubat yang akhirnya tergelincir ke dalam maksiat dengan orang yang menjadikan taubat sebagai olok-olok. Oleh karena itu Syaikh Mushthofa Albugho berkata :
الْجَهْر بِالْمَعْصِيَّةِ يَدُلُّ عَلَى اسْتِخْفَاف بِحَقّ الله وَرَسُوْلِهِ وَصَالِحِى الْمُؤْمِنِيْنَ
Terang-terangan dalam berbuat maksiat menunjukkan sikap peremehan terhadap hak Alloh, rosulnya dan orang-orang beriman yang sholih
Maroji’ : nuzhatul muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho dkk 1/209