Harta Dalam Pandangan Islam (68)
Mati Meninggalkan Harta Orang yang akan meninggal tentu ingin membawa bekal pahala yang banyak. Salah satu sumber pahala itu adalah berderma. Terkadang, karena keras keinginannya yang begitu keras dalam mempersiapkan bekal itu, seseorang bertindak melampaui batas. Disedekahkan seluruh hartanya tanpa memikirkan keluarga yang akan ditinggalkan. Bagaimana islam memandang perbuatan ini ? Sebagai jawaban, hadits di bawah ini bisa dijadikan bahan renungan
عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ مِنْ وَجَعٍ اشْتَدَّ بِي فَقُلْتُ إِنِّي قَدْ بَلَغَ بِي مِنْ الْوَجَعِ وَأَنَا ذُو مَالٍ وَلَا يَرِثُنِي إِلَّا ابْنَةٌ أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي قَالَ لَا فَقُلْتُ بِالشَّطْرِ فَقَالَ لَا ثُمَّ قَالَ الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَبِيرٌ أَوْ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ وَإِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ بِهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ ……
Dari 'Amir bin Sa'ad bin Abu Waqash dari bapaknya radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam pernah mengunjungiku pada hari Haji Wada' (perpisahan) saat sakitku sudah sangat parah, lalu aku berkata : Sakitku sudah sangat parah (menjelang kematianku) dan aku banyak memiliki harta sedangkan tidak ada yang akan mewarisinya kecuali anak perempuanku. Bolehkah aku menyedekahkan duapertiga dari hartaku ini ? Beliau menjawab : Tidak boleh. Aku katakan lagi : Bagaimana kalau setengahnya ? Beliau menjawab : Tidak boleh. Kemudian Beliau melanjutkan : Sepertiga dan sepertiga itu sudah besar atau banyak. Sesungguhnya kamu bila meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan (kaya) itu lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka serba kekurangan sehingga nantinya mereka meminta-minta kepada manusia. Dan kamu tidaklah menginfaqkan suatu nafaqah yang hanya kamu hanya niatkan mencari ridha Allah kecuali kamu pasti diberi balasan pahala atasnya bahkan sekalipun nafkah yang kamu berikan untuk mulut isterimu [HR Bukhori Muslim] Hadits di atas mengisahkan keinginan Sa’ad bin Waqosh berderma dengan sebanyak-banyaknya dengan harapan mendapat pahala berlimpah sehingga bermanfaat bagi dirinya di saat menghadap Alloh. Ternyata rosululloh shollallohu alaihi wasallam membatasi sedekah dengan sepertiga dari seluruh harta dengan tujuan masih ada hak bagi keluarga yang ditinggalkan. Tak lupa nabipun menerangkan pemberian kepala keluarga untuk anak dan istri bagian dari ibadah dan beroleh pahala hal itu bisa kita dapatkan dari kata-kata beliau :
إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ
Sesungguhnya kamu bila meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan (kaya) itu lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka serba kekurangan sehingga nantinya mereka meminta-minta kepada manusia.
وَإِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ بِهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ
Dan kamu tidaklah menginfaqkan suatu nafaqah yang hanya kamu hanya niatkan mencari ridha Allah kecuali kamu pasti diberi balasan pahala atasnya bahkan sekalipun nafkah yang kamu berikan untuk mulut isterimu Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin mengomentari hadits di atas dengan mengatakan : sesorang yang memiliki sedikit harta sementara ahli waris yang akan ditinggalkan adalah orang fakir maka tidak sepantasnya berwasiat untuk mendermakan harta (lebih baik untuk keluarga sebagai harta waris). Orang awam mengira bahwa bila tidak berwasiat untuk berderma seolah tidak beroleh pahala. Padahal tidaklah demikian. Sebaliknya bila ia tinggalkan hartanya untuk ahli waris ia akan memperoleh ganjaran.
Maroji’ : Syarh Riyadlush Sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 1/29