Harta Dalam Pandangan Islam (72)
Kaya Harta Kaya Jiwa
Seorang dengan penghasilan yang hanya mampu memenuhi kebutuhan primer. Tampak kesederhanaan dari pola hidupnya. Tidak pernah merasa resah dengan tetangga yang membeli mobil baru. Tidak iri kepada kerabat yang membangun rumahnya lebih megah dari sebelumnya. Tetap lahap dengan makan lauk sayur dan kerupuk sementara temannya sering keluar masuk restoran.
Ia tidak pernah merasa diperlakukan tidak adil oleh Alloh. Karena yang ia idamkan adalah apa yang akan ia dapatkan nanti di negeri akhirat. Tidurnya nyenyak, makan tetap lahap, sholatnyapun khusyu. Satu kondisi yang belum tentu dirasakan si kaya yang bergelimangan harta. Ia miskin harta tapi jiwanya kaya. Inilah yang disabdakan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Dari Abu Hurairah ia berkata ; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta dunia, akan tetapi kekayaan yang hakiki itu adalah kaya akan jiwa [HR Bukhori Muslim]
Imam Nawawi menerangkan hadits ini dengan mengatakan : kaya yang terpuji adalah adalah kaya hati. Merasa sudah puas dengan yang ada dan sedikit ambisi. Kaya itu bukan karena berlimpahnya harta sementara ia berambisi untuk terus menambahkannya. Karena orang yang terus mengejar agar hartanya senantiasa bertambah maka pasti ia tidak akan pernah merasa cukup dengan apa yang telah ia miliki, maka ia tidak berhak disebut kaya.
Maroji’ :
Syarh Shohih Muslim. Imam Nawawi 12/143