Api Dalam Timbangan Aqidah (24)
Terjadi malam rabu 3 jumadal akhir tahun 654 H. Muncul suara
menggelegar di Madinah lalu terjadi gempa besar yang mengguncangkan tanah,
dinding dan pintu. Guncangan juga terjadi pada mimbar masjid nabawi.
Lampu-lampunya juga ikut bergoyang. Hal ini berlangsung hingga hari jumat
tanggal 5. Selanjutnya muncul api di Harroh, dekat Quraidzoh. Jauhnya sejauh
perjalanan setengah hari dari Madinah. Tingginya melebihi tiga menara. Menjalar
ke wadi Sadzo yang membuat airnya kering. Begitu besarnya hingga gunung-gunung
berubah menjadi lautan api sehingga memutus daerah Herat yang merupakan jalur
haji bagi jamaah Iraq.
Dalam kondisi seperti itu, penduduk Madinah
berbondong-bondong masuk masjid. Mereka beristighfar dan bertobat. Seorang
qodli di kota Madinah Syaikh Syamsuddin Bin Sinan Bin Abdul Wahab Bin Namilah
Alhusaini segera menemui gubernur Madinah untuk mengajaknya masuk masjid
bergabung bersama mayarakat yang sudah berkumpul di masjid. Gubernur segera
bersedekah dan membebaskan budak-budaknya.
Secara umum, api ini terus menyala selama lima belas hari.
Diantara ulama besar yang hidup saat itu adalah Imam Nawawi. Peristiwa besar
telah ini disabdakan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam :
عَنِ أبي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَخْرُجَ نَارٌ
مِنْ أَرْضِ الْحِجَازِ تُضِىءُ أَعْنَاقَ الإِبِلِ بِبُصْرَى
Dari Abu Huroiroh : Bahwa rosululloh shollallohu alaihi
wasallam bersabda : Tidak akan datang hari kiamat hingga keluar api dari negeri
Hijaz yang akan menenrangi punuk-punuk onta di Bushro [HR Bukhori Muslim]