Para ulama memperbolehkan menerima imbalan dari hasil ceramah bagi para da’i sebagaimana hadits mengatakan :
إنَّ أحَقَّ مَا أخَذْتُمْ عَلَيْهِ أجْرًا كِتَابُ الله رواه بخارى
Sesungguhnya yang paling berhak kamu ambil upahnya adalah dari kitabulloh [HR Bukhori]
Sebagaimana rosululloh shollallohu alaihi wasallam membenarkah upah yang diterima para sahabat berupa beberapa ekor kambing setelah membaca surat alfatihah dalam rangka meruqyah pimpinan kabilah di saat mereka mengadakan perjalanan. Sebagaimana pula dibenarkan memberi mahar kepada calon istri berupa hafalan ayat dari alquran. Itulah yang pernah dilakukan nabi sholallohu alaihi wasallam sehingga beliau bersabda :
زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْانِ
Aku nikahkan engkau dengan hafalan alquran yang ada pada dirimu [HR Bukhori Muslim]
Akan tetapi seorang dai berdakwah dengan memperhitungkan besar kecilnya amplop sehingga hanya lahan-lahan basah saja yang didatangi sementara orang-orang miskin tidak pernah dia sentuh ini juga satu kesalahan besar.
Bukankah nabi shollallohu alaihi wasallam diperintahkan Alloh untuk lebih memperhatikan ibnu Umi Maktum simiskin lagi buta daripada orang-orang terkemuka dari kalangan kafir quraisy sehingga Alloh turunkan surat abasa ?
Maroji’ : Mabahits fi ulumil quran, Syaikh Manna’ul Qothon hal 194