Yang dilarang mati syahid
Orang yang menemani istri menunaikan ibadah haji
وعن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أنه سمع النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم يقول لا يخلون رجل بامرأة إلا ومعها ذو محرم، ولا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم فقال رجل: يا رَسُول اللَّهِ إن امرأتي خرجت حاجة وإني اكتتبت في غزوة كذا وكذا؟ قال: انطلق فحج مع امرأتك مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
Dari ibnu Abbas rodliyallohu anhu bahwasanya dia mendengar nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : janganlah sekali-kali seorang wanita dan seorang lelaki berduaan kecuali bersamanya ada mahrom, dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali disertai mahrom. Berkata seseorang : ya rosulalloh sesungguhnya istriku keluar untuk menunaikan ibadah haji sementara aku mendapat tugas untuk berperang di perang ini dan itu ? beliau bersabda : pulanglah ! tunaikan haji bersama istrimu [muttafaq alaih]
Hadits ini menunjukkan bahwa fardlu ‘ain didahulukan atas fardlu kifayah, jihad dalam hadits ini berstatus fardlu kifayah sementara menjaga istri bagi suami adalah fardlu ain sehingga menemani istri untuk menunaikan ibadah haji didahulukan atas jihad.
Orang yang mengurusi orang tuanya yang sudah renta
وعن عبد اللَّه بن عمرو بن العاص رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال أقبل رجل إلى نبي اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فقال أبايعك على الهجرة والجهاد أبتغي الأجر من اللَّه تعالى. فقال فهل من والديك أحد حي؟ قال: نعم بل كلاهما. قال فتبتغي الأجر من اللَّه تعالى؟ قال نعم قال فارجع إلى والديك فأحسن صحبتهما مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Abdulloh bin Amru bin Ash rodliyallohu anhu berkata : ada seorang lelaki menghadap nabi shollallohu alaihi wasallam, ia berkata : aku berbaiat kepadamu atas hijroh dan jihad untuk mengharap pahala dari Alloh Ta’ala. Beliau bertanya : apakah kedua orang tuamu masih hidup ? Ia menjawab : benar, bahkan keduanya masih hidup. Beliau bertanya : apakah engkau mencari pahala dari Alloh ? Ia berkata : benar ! Beliau bersabda : pulanglah engkau, urusi kedua orang tuamu dengan baik [muttafaq alaih]
Imam Nawawi berkata : hadits ini merupakan dalil tentang agungnya keutamaan birrul walidain akan tetapi bila jihad yang terjadi adalah statusnya fardlu ‘ain seperti bila sudah saling berhadapan dengan musuh atau bila ia sudah ditunjuk oleh imam maka diperbolehkan baginya untuk pergi berjihad
Orang yang dikader untuk menjadi ulama
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَافَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ إذَا رَجَعُوْا إلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. [Attaubah : 122]
Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di berkata : kebutuhan umat terhadap jihad dan mujahidin berbanding lurus dengan kebutuhan mereka terhadap ilmu dan ulama. Keduanya harus keduanya harus berimbang.
Maroji’ :
Syarh shohih muslim, Imam Nawawi 16/106
Tafsir Taisir Alkalim Arrohman, Syaikh Nashir Assa’di 1/587