Sesekali sombong itu perlu
Tawadlu adalah sifat khas seorang mu’min. Ia akan terlihat dalam tutur kata, bergaul, di saat makan, mengenakan pakaian termasuk di saat berjalan. Khusus tentang berjalan dan bertutur kata, Alloh memberi kita petunjuk :
وَعِباَدُ الرَّحْماَنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الأَرْضِ هَوْناً وَّإذَا خَاطَبَهُمُ الْجاَهِلُوْنَ قاَلُوْا سَلاَماً
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. [alfurqon : 63]
Oleh karena itu berjalan dengan menyombongkan diri adalah sesuatu yang sangat dibenci Alloh
وَلاَ تَمْشِ فِى الأَرْضِ مَرَحاً إنّ الله لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتاَلٍ فَخُوْرٍ
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. [luqman : 18]
Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di mengomentari ayat ini dengan mengatakan : menyombongkan diri dengan kenikmatan yang ia peroleh disertai ujub pada dirinya sementara ia melupakan Alloh yang telah memberinya nikmat.
Akan tetapi ada satu momen dimana berjalan dengan penuh kecongkakan tidak hanya diperbolehkan bahkan dinilai sebagai sifat terpuji sebagaimana yang ditunjukkan oleh Abu Dujanah menjelang perang badar dimana ia berjalan berlenggak-lenggok dengan penuh kecongkakan di hadapan orang kafir dengan tujuan untuk membuat berang musuh sehingga rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengomentari cara berjalannya dengan mengatakan :
إنَّهاَ لَمِشْيَةٌ يُبْغِضُهاَ الله إلاَّ مِثْلَ هذَا الْمَوْطِنِ
Sungguh itu adalah cara berjalan yang dibenci Alloh kecuali di tempat ini
Bahkan dalam hadits lain rosululloh shollallohu alaihi wasallam menambahkan :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَتِيكٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ مِنْ الْغَيْرَةِ مَا يُحِبُّ اللَّهُ وَمِنْهَا مَا يُبْغِضُ اللَّهُ فَأَمَّا الَّتِي يُحِبُّهَا اللَّهُ فَالْغَيْرَةُ فِي الرِّيبَةِ وَأَمَّا الْغَيْرَةُ الَّتِي يُبْغِضُهَا اللَّهُ فَالْغَيْرَةُ فِي غَيْرِ رِيبَةٍ وَإِنَّ مِنْ الْخُيَلَاءِ مَا يُبْغِضُ اللَّهُ وَمِنْهَا مَا يُحِبُّ اللَّهُ فَأَمَّا الْخُيَلَاءُ الَّتِي يُحِبُّ اللَّهُ فَاخْتِيَالُ الرَّجُلِ نَفْسَهُ عِنْدَ الْقِتَالِ وَاخْتِيَالُهُ عِنْدَ الصَّدَقَةِ وَأَمَّا الَّتِي يُبْغِضُ اللَّهُ فَاخْتِيَالُهُ فِي الْبَغْيِ قَالَ مُوسَى وَالْفَخْرِ
Dari Jabir bin 'Atik bahwa Nabi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Diantara rasa cemburu ada yang dicintai Allah, dan diantara rasa cemburu tersebut ada yang dibenci Allah." Adapun rasa cemburu yang Allah 'azza wajalla cintai adalah cemburu dalam keraguan, adapun rasa cemburu yang Allah 'azza wajalla benci adalah kecemburuan yang tidak dalam keraguan. Dan diantara kesombongan ada yang Allah benci dan diantara yang Allah benci, adapun kesombongan yang Allah 'azza wajalla cintai adalah rasa bangga seseorang kepada dirinya ketika berperang dan bersedekah, sedangkan kesombongan yang Allah 'azza wajalla benci adalah dalam kebatilan." Musa berkata; dan rasa sombong. [HR Abu Daud]
Maroji’ :
Arrohiq almakhthum, Syaikh Shoifurrohman Almubarokfukhri hal 305
Tafsir assa’di, Syaikh Abdurrohman Nashir assa’di 2/1039