Monyet mengenal hukum rajam

Monyet mengenal hukum rajam

Apa yang terjadi bila ada umat islam mengajukan draf hukum rajam yang akan diberlakukan di Indonesia kepada DPR ? tak bisa dipungkiri usulan itu akan menuai kecaman yang datangnya tidak hanya dari partai sekuler akan tetapi partai-partai islampun akan mengikutinya. Kita bisa melihat betapa banyak partai islam di DPR hanya karena khawatir partainya tidak akan laku di masyarakat bila masih menggunakan idiom-idiom perjuangan berbau syariat maka tanpa merasa bersalah idealisme sebagai muslim akhirnya mereka hilangkan.

Kalau boleh berandai-andai bagaimana bila hukum ini akhirnya terlaksana ? yang akan kita dapati adalah kata-kata kasar akan dialamatkan kepada islam. Hukum barbar, hukum sadistis, bertentangan dengan HAM dan masih banyak komentar miring lainnya yang akan keluar dari mulut-mulut orang yang pernah mengikrarkan dua kalimat syahadat. Sementara dari para pemeluk agama lain akan mereka hembuskan keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI.

Marilah belajar kepada monyet ! sungguh hukum rajam telah mereka tegakkan jauh sebelum terutusnya rosululloh shollallohu alaihi wasallam sebagaimana yang dituturkan oleh Amru bin Maimun :

عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ رَأَيْتُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ قِرْدَةً اجْتَمَعَ عَلَيْهَا قِرَدَةٌ قَدْ زَنَتْ فَرَجَمُوهَا فَرَجَمْتُهَا
مَعَهُمْ

Dari 'Amru bin Maimun berkata; "Aku pernah melihat di zaman jahiliyyah seekor monyet sedang dikerumuni oleh monyet-monyet lainnya. Monyet itu telah berzina lalu monyet-monyet lain merajamnya (melempari dengan batu) dan aku ikut merajamnya bersama mereka". [HR Bukhori]

Demikianlah akhirnya hukum rajam itupun Alloh berikan kepada rosululloh shollallohu alaihi wasallam sebagaimana dituturkan oleh Umar bin Khothob rodliyallohu anhu :

عن ابن عبّاس يَقُوْلُ قَال عمر ابن الخطّاب رضى الله عنه وَهُوَ جَالِسٌ عَلَى مِنْبَرِ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : إنَّ الله قَدْ بَعَثَ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلّم بِالْحَقِّ وَأنْزَلَ عَلَيْهِ الْكِتَابَ فَكَانَ مِمَّا أنْزِلَ عَلَيْهِ ايَةُ الرَّجْمِ قَرَأْنَاهَا وَوَعَيْنَاهَا وَعَقَلْنَاهَا فَرَجَمَ رسول الله صلى الله عليه وسلّم وَرَجَمْنَا بَعْدَهُ فَأَخْشَى إنْ طَالَ بِالنَّاسِ زَمَانٌ أنْ يَقُوْلَ قَائِلٌ مَا نَجِدُ الرَّجْمَ فِى كِتَابِ الله فَيَضِلُّوْا بِتَرْكِ فَرِيْضَةٍ أنْزَلَهَا الله وَإنَّ الرَّجْمَ فِى كِتَابِ الله حَقٌّ عَلَى مَنْ زَنَى إذَا أحْصَنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ إذَا قَامَتِ
الْبَيِّنَةُ أوْكَانَ الْحَبْلُ أوِ الإِعْتِرَافُ رواه بخارى مسلم أبوداود التّرمذى بيهقى النّسائى

Dari ibnu Abbas : Umar bin Khothob rodliyallohu anhu di saat berada di atas mimbar rosululloh shollallohu alaihi wasallam berkata : sesungguhnya Alloh telah mengutus Muhammad shollallohu alaihi wasallam dengan alhaq. Alloh turunkan kepadanya kitab. Di antara yang Alloh turunkan adalah ayat rajam. Kami membacanya, memperhatikannya dan memahaminya. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam melaksanakan hukum rajam dan kamipun melaksankannya sesudah beliau wafat. Aku khawatir bila masa telah berlalu pada manusia lalu ada seseorang yang berkata : kami tidak mendapati ayat rajam dalam kitabulloh. Mereka akhirnya sesat karena meninggalkan kewajiban yang telah Alloh turunkan. Sungguh keberadaan ayat rajam di dalam kitabulloh adalah haq yang wajib ditegakkan bagi pezina yang telah muhshon ( telah menikah) baik laki-laki maupun wanita bila telah ada bukti atau kehamilan atau pengakuan [HR Bukhori, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Baihaqi dan Nasa’i]

Demikianlah hukum rajam tidak berdiri sendiri melainkan telah ada semenjak taurot diturunkan kepada nabi Musa alaihissalam :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ وَامْرَأَةٍ مِنْ الْيَهُودِ قَدْ زَنَيَا فَقَالَ لِلْيَهُودِ مَا تَصْنَعُونَ بِهِمَا قَالُوا نُسَخِّمُ وُجُوهَهُمَا وَنُخْزِيهِمَا قَالَ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ فَجَاءُوا فَقَالُوا لِرَجُلٍ مِمَّنْ يَرْضَوْنَ يَا أَعْوَرُ اقْرَأْ فَقَرَأَ حَتَّى انْتَهَى إِلَى مَوْضِعٍ مِنْهَا فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ قَالَ ارْفَعْ يَدَكَ فَرَفَعَ يَدَهُ فَإِذَا فِيهِ آيَةُ الرَّجْمِ تَلُوحُ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّ عَلَيْهِمَا الرَّجْمَ وَلَكِنَّا نُكَاتِمُهُ بَيْنَنَا فَأَمَرَ بِهِمَا فَرُجِمَا فَرَأَيْتُهُ يُجَانِئُ عَلَيْهَا الْحِجَارَةَ

Dari Ibn Umar radliyallahu'anhuma berkata, "Seorang laki-laki dan wanita Yahudi yang berzina didatangkan kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Nabi lalu bertanya kepada si Yahudi: 'Hukuman apa biasa kalian lakukan terhadap keduanya? ' Mereka menjawab, 'Kami biasanya menghukum mereka dengan menghitami wajah keduanya dan menghinakannya.' Lantas nabi bersabda (dengan mengutip ayat): '(Maka datangkanlah Taurat dan bacalah, jika kalian orang-orang yang benar) ', (Qs. Ali 'Imran: 93)
, lantas mereka datang dan mereka katakan kepada seseorang yang mereka percayai, 'Hai A'war bacalah! Lantas A'war membaca hingga sampai ayat (yang berkenaan hukum perzinaan), dengan terburu-buru ia menutupi dengan tangannya, maka Nabi menegur: 'Hai, angkatlah tanganmu! ' Maka ia angkat tangannya. Dan ternyata yang ia tutupi adalah ayat rajam, lantas A'war berkata, 'Hai Muhammad, kedua orang itu wajib dirajam, hanya kami merahasiakannya di antara kami.' Maka Nabi perintahkan agar keduanya dirajam, dan kemudian keduanya pun dirajam. Sungguh, aku lihat yang laki-laki membungkukkan badannya ke arah wanita untuk mencegahnya agar tidak terkena batu." [HR Bukhori Muslim]

Biarlah mereka menolak rajam, karena merekalah yang akan mendapat akibat dari keyakinan mereka nanti di hadapan Alloh. Seandainya rajam dianggap sebagai tindakan yang tidak manusiawi, sungguh Alloh memerintahkan kita untuk melaksanakannya tanpa sedikitpun memberi belas kasihan kepada terdakwa sebagaimana yang Alloh wasiatkan :

وَلاَ تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِى دِيْنِ الله إنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِالله وَالْيَوْمِ الاخِرِ

Janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,[annur : 2]