Mafdhul dan Afdhol

Mafdhul dan Afdhol

Sebenarnya tidak banyak berbeda antara mafdhul dan afdhol, karena keduanya berarti mulia. Yang membedakannya adalah bahwa afdhol memiliki keutamaan lebih banyak dari mafdhul.

Menurut teori, afdhol harus diutamakan atas mafdhul, akan tetapi terkadang bisa saja logika itu terbalik pada situasi tertentu.

Dalam sebuah kesempatan sholat, rosululloh shollallohu alaihi wasallam pernah menjadi makmum, sementara imamnya adalah Abu Bakar. Pada waktu lain beliaupun pernah sholat di belakang Abdurrohman bin Auf.

Usamah bin Zaid yang usianya masih belia (18 tahun) pernah menjadi panglima perang memimpin para sahabat senior.

Musa alaihissalam seorang nabi, bahkan masuk jajaran ulul azmi dengan pengikut paling banyak setelah rosululloh shollallohu alaihi wasallam, diperintah oleh Alloh untuk menimba ilmu kepada Khidzir, seorang yang diperselisihkan kedudukannya oleh para ulama, apakah dia adalah nabi atau manusia biasa.

Amru bin salamah diangkat menjadi imam padahal usianya baru enam atau tujuh tahun, memimpin para sahabat yang lebih tua usianya.

Umar bin Khothob, pernah minta didoakan oleh Uwais Alqorni, sementara kedudukan Umar tidak perlu diragukan lagi karena ia termasuk al’asyroh almubasy syiruuna bil jannah, di sisi lain Uwais Alqorni tidak masuk dalam jajaran sahabat nabi karena belum pernah melihat wajah beliau.

Ketika Umar hendak menunaikan umroh, tak lupa nabi shollallohu alaihi wasallam bepesan agar jangan lupa mendoakan beliau. Seolah permintaan yang tidak masuk akal, nabi yang kedudukannya paling tinggi di hadapan para sahabat bahkan di hadapan seluruh nabi, ternyata minta didoakan oleh umatnya.

Salman Alfarisi pernah didengar pendapatnya oleh nabi shollallohu alaihi wasallam tentang strategi perang Khondak, demikian juga Khobab bin Munzir yang mengajukan usul kepada nabi shollallohu alaihi wasallam agar penempatan pasukan badar dipindah ke pusat sumber air. Tanpa melihat posisinya sebagai nabi maka beliau mengikuti analisa sahabatnya.

Ibnu Abbas yang begitu belia, pada suatu acara minum, diberi kesempatan untuk meminum air sisa nabi shollallohu alaihi wasallam lebih awal padahal saat itu banyak hadir sahabat-sahabat senior hanya karena posisi ibnu Abbas ada di samping kanan nabi shollallohu alaihi wasallam sementara sahabat yang sudah tua berada di samping kiri beliau.

Malaikat makhluq yang tidak pernah berbuat maksiat dan selalu bertasbih memuji Alloh tanpa henti, dengan rendah diri mau bersujud kepada Adam, makhluq yunior yang memiliki potensi berbuat dosa.

Demikianlah seharusnya kita, tidak perlu malu, buang sifat gengsi, hilangkan takabbur pada diri kita. Contoh-contoh di atas mengajari kita betapa banyak orang sholih mengesampingkan kedudukannya di hadapan manusia bahkan di hadapan Alloh untuk memberi kesempatan kepada yang lebih rendah kedudukannya untuk tampil memperlihatkan keistimewaannya yang Alloh karuniakan kepadanya.

Jangan seperti iblis, merasa lebih mulia, diciptakan lebih awal dari Adam, menyimpulkan bahwa api lebih berhak diutamakan atas tanah. Persepsi itulah yang menghalanginya untuk sujud kepada Adam.

Tatkala Muhammad diangkat menjadi nabi, kaum Yahudi menolaknya dengan alasan yang terlalu mengada-ada : Muhammad berasal dari Arab bukan dari bani isroil.