Haram Menjadi Mahal
Tidak ada satupun perintah dari Alloh bila dilaksanakan kecuali akan menjadi maslahat bagi hambaNya, demikian juga larangan yang Alloh tetapkan pada hambaNya. Ditaati akan mendatangkan kebahagiaan, dilanggar akan mengundang kesengsaraan.
Dengan rahmat Alloh bagi hambaNYa, dalam situasi tertentu terkadang keharaman tidak berlaku selamanya, artinya bisa saja kondisi menyebabkan seseorang bisa dimaklumi oleh syariat untuk menerjang larangan. Di antaranya :
1. Pemakaian kain sutra bagi laki-laki yang berpenyakit gatal
Hal ini berlaku bagi Abdurrohman bin Auf dan Zubair sebagaimana hadits di bawah ini :
وَعَنْ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ لُبْسِ اَلْحَرِيرِ إِلَّا مَوْضِعَ إِصْبَعَيْنِ, أَوْ ثَلَاثٍ, أَوْ أَرْبَعٍ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang memakai sutera kecuali sebesar dua, tiga, atau empat jari. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.
َوَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَخَّصَ لِعَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ, وَالزُّبَيْرِ فِي قَمِيصِ اَلْحَرِيرِ, فِي سَفَرٍ, مِنْ حَكَّةٍ كَانَتْ بِهِمَا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberi keringanan kepada Abdurrahman Ibnu Auf dan Zubair untuk memakai pakaian sutera dalam suatu bepergian karena penyakit gatal yang menimpa mereka. [Muttafaq Alaihi]
Bagi yang tidak berpenyakit gatalpun ternyata diperkenankan untuk mengenakannya dengan syarat lebarnya tidak lebih dari empat jari.
وَعَنْ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ لُبْسِ اَلْحَرِيرِ إِلَّا مَوْضِعَ إِصْبَعَيْنِ, أَوْ ثَلَاثٍ, أَوْ أَرْبَعٍ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang memakai sutera kecuali sebesar dua, tiga, atau empat jari. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.
2. Makanan haram dalam kondisi mendesak
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ باَغٍ وَلاَ عاَدٍ فَلاَ إثْمَ عَلَيْهِ إنَّ الله غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[albaqoroh : 173]
Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di berkata : manusia dalam kondisi terdesak diperintahkan untuk memakan makanan yang diharamkan, ia dilarang mencampakkan dirinya ke dalam kebinasaan dan membunuh dirinya, oleh karena itu wajib baginya untuk memakannya dan ia berdosa bila meninggalkannya hingga akhirnya ia mati. Kalau itu terjadi maka ia dinilai telah membunuh dirinya sendiri.
Inilah pembolehan dan keluasan rohmat Alloh bagi hambaNya selanjutnya Alloh menutup ayat ini dengan dua namaNya yang Mulia yang selaras dengan pembahasan ayat “ ghofuurun dan rohiimun “
3. Ucapan kekufuran di bawah tekanan
مَنْ كَفَرَ بِالله مِنْ بَعْدِ إيْماَنِهِ إلاَّ مَنْ أكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيْماَنِ وَلكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْراً فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ الله وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar [annahl : 106]
Ibnu Katsir menerangkan ayat ini turun berkenaan dengan Amar bin Yasir ketika disiksa oleh orang-orang musyrik hingga ia kufur kepada Muhammad shollallohu alaihi wasallam. Ia ikuti paksaan orang musyrik dengan lafadznya karena ia berada dibawah intimidasi dan siksaan sementara hatinya bertentangan dengan apa yang ia ucapkan dan hatinya tetap tentram dalam keimanan kepada Alloh dan rosulNya.
Akhirnya Alloh turunkan ayat ini sebagai hiburan bagi Ammar atas ampunan dan pemakluman dari Alloh.
Maroji’ :
Tafsir Alquran Al’adzim, Abu Fida’ Ibnu Katsir 2/714
Taisir Alkarim Arrohman, syaikh Abdurrrohman Nashir Assa’di 1/98