Harta Anak Yatim Dan Walinya
Suatu hari ada seseorang ingin makan rujak. Buah mangga, bengkuang dan kedondong ada di meja. Akan tetapi dia kebingungan karena tidak memiliki gula dan cabe sebagai bahan dasar sambalnya. Pada saat yang sama seorang anak yatim memiliki semua bahan sambal dan berhasrat untuk membikin rujak. Ia terbentur oleh buah-buahan yang tidak ia miliki. Gayung bersambut keduanya bertemu dan sepakat untuk menggabungkan apa yang mereka miliki untuk satu tujuan yang sama, yaitu makan rujak. Keduanya merasa sama-sama diuntungkan.
Di hadapan syariat, bagi si yatim tentu tidak masalah. Akan tetapi bagaimana status teman partner si yatim ? Bukankah memakan harta anak yatim tidak boleh ? Bukankah ia merupakan kabair (dosa besar) dan muubiqot (penghancur) yang akan membinasakan pelakunya di akhirat ? Bukankah rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
اجتنبوا السبع الموبقات، قالوا : يا رسول الله وما هن، قال : الشرك بالله، والسحر، وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق، وأكل الربا، وأكل مال اليتيم، والتولي يوم الزحف، وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات
Jauhilah tujuh perkara yang membawa kehancuran !, para sahabat bertanya : Apakah ketujuh perkara itu ya Rasulullah ?, beliau menjawab : yaitu syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan oleh agama, makan riba, makan harta anak yatim, membelot dari peperangan, menuduh zina terhadap wanita yang terjaga dirinya dari perbuatan dosa dan tidak memikirkan untuk melakukan dosa, dan beriman kepada Allah [HR Bukhori dan Muslim]
Rupanya pertanyaan-pertanyaan di atas pernah mengganjal di hati para sahabat sehingga Alloh turunkan firmanNya :
وَيَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إصْلاَحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ وَإنْ تُخاَلِطُوْهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَالله يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ
Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah : Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang Mengadakan perbaikan. [albaqoroh : 220]
Yang dimaksud dengan kata-kata tukhoolithuuhum (bergaul dengan mereka) adalah mencampur makanan milik anak yatim dengan pengasuhnya. Oleh karena itu Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di berkata : ayat ini merupakan dalil tentang pembolehan semua jenis pencampuran baik pada makanan, minuman, akad-akad dan lainnya.
Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi berkata : diperbolehkan mencampur harta anak yatim dengan harta milik orang yang mengurusinya bila hal itu lebih mendatangkan keuntungan
Maroji’ :
Taisir Karim Arrohman, Abdurrohman Nashir Assa’di 1/126
Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi hal 113