Qodli Dan Terdakwa
Qodli (hakim pemutus perkara) dalam islam adalah jabatan agung lagi penuh resiko. Bila mampu menjalankan amanat, memutus perkara dengan adil maka ia akan mendapat imbalan dari Alloh berupa aljannah. Sebaliknya bila keputusannya dipengaruhi oleh sogokan, perasaan tidak enak, sikap keberpihakan kepada pihak tertentu dan lainnya sehingga keluarlah vonis yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain, maka nerakalah tempat kembalinya. Inilah wejangan rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ بُرَيْدَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلْقُضَاةُ ثَلَاثَةٌ: اِثْنَانِ فِي اَلنَّارِ, وَوَاحِدٌ فِي اَلْجَنَّةِ. رَجُلٌ عَرَفَ اَلْحَقَّ, فَقَضَى بِهِ, فَهُوَ فِي اَلْجَنَّةِ. وَرَجُلٌ عَرَفَ اَلْحَقَّ, فَلَمْ يَقْضِ بِهِ, وَجَارَ فِي اَلْحُكْمِ, فَهُوَ فِي اَلنَّارِ. وَرَجُلٌ لَمْ يَعْرِفِ اَلْحَقَّ, فَقَضَى لِلنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ, فَهُوَ فِي اَلنَّارِ ) رَوَاهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Dari Buraidah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Hakim itu ada tiga, dua orang di neraka dan seorang lagi di surga. Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan dengannya, maka ia di surga; seorang yang tahu kebenaran, namun ia tidak memutuskan dengannya, maka ia di neraka ; dan seorang yang tidak tahu kebenaran dan ia memutuskan untuk masyarakat dengan ketidaktahuan, maka ia di neraka [HR Imam Empat]
Dalam dunia pengadilan maka akan tampak pihak terdakwa dan pengadil (hakim). Persidangan akan tampak baik bila keduanya sama-sama mengetahui apa yang menjadi kewajibannya.
Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi menerangkan bahwa seorang hakim hendaknya menghindarkan diri dari :
1. Mengadili terdakwa dalam keadaan marah
Termasuk dalam hal ini bila dirinya dalam kondisi sakit, lapar, haus, panas, kedinginan, bosan dan tidak bergairah. Dalam kondisi seperti ini maka akan mempengaruhi vonis. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
َوَعَنْ أَبِي بَكْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ( لَا يَحْكُمُ أَحَدٌ بَيْنَ اِثْنَيْنِ, وَهُوَ غَضْبَانُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Janganlah seseorang menghukum antara dua orang dalam keadaan marah [Muttafaq Alaihi]
2. Memimpin sidang tanpa menghadirkan saksi
3. Menyidangkan kasus untuk dirinya sendiri
Termasuk menyidangkan anaknya, orang tuanya dan istrinya
4. Menerima uang sogokan
Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي اَلْحُكْمِ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ
,
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat penyuap dan penerima suap dalam masalah hukum. [HR Ahmad dan Imam Empat]
5. Menerima hadiah
Rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاَهُ رِزْقًا فَمَا أخَذَهُ بَعْدَ ذَالِكَ فَهُوَ غُلُوْلٌ
Barangsiapa yang kami angkat atas satu jabatan lalu kami tetapkan gajinya maka apa yang ia ambil setelah itu selain dari gajinya maka ia dinilai sebagai ghulul [HR Abu Daud dan Hakim, hadits dloif akan tetapi ada penguat dari hadits Muslim]
Dan yang tidak boleh dilupakan oleh pihak hakim adalah tidak mengadili orang yang dibenci bila dikhawatirkan karena kebenciannya kepada orang tersebut menyababkan vonis yang tidak adil. Alloh berfirman :
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَئَانُ قَوْمٍ عَلَى ألاَّ تَعْدِلُوْا إعْدِلُوْا هُوَ أقْرَبُ لِلتَّقْوَى
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. [almaidah : 8]
Ketika seorang hakim telah menunaikan apa yang seharusnya ia lakukan maka si terdakwa tentu harus mengetahui sikap apa yang seharusnya ia tunjukkan di hadapan mahkamah. Kalau memang dirinya bersalah maka iqror (pengakuan) atas perbuatannya selanjutnya siap menerima hukuman dunia, itu jauh lebih baik. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi nasehat kepada pasangan suami istri yang hendak bermula’anah :
عَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : …… فَتَلَاهُنَّ عَلَيْهِ وَوَعَظَهُ وَذَكَّرَهُ، وَأَخْبَرَهُ أَنَّ عَذَابَ اَلدُّنْيَا أَهْوَنُ مِنْ عَذَابِ اَلْآخِرَةِ. قَالَ: لَا, وَاَلَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا كَذَبْتُ عَلَيْهَا, ثُمَّ دَعَاهَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَوَعَظَهَا كَذَلِكَ
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata : beliau nabi shollallohu alaihi wasallam membacakan ayat-ayat tersebut kepadanya, memberinya nasehat, mengingatkannya dan memberitahukan kepadanya bahwa adzab dunia itu lebih ringan daripada adzab akhirat. Orang itu berkata: Tidak, Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak berbohong. Kemudian beliau memanggil istrinya dan menasehatinya juga.
Maroji’ :
Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi hal 463