Ketika Harta Sedikit
Kefakiran identik dengan sedikitmya harta. Ia adalah takdir yang sudah diukur sesuai dengan keadilan Alloh. Kemiskinan tidak menghalangi seseorang untuk beramal solih. Ketika kita adalah orang yang tak punya maka islam mengajarkan :
1. Melihat orang yang lebih sedikit harta dibanding kita.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِي الْمَالِ وَالْخَلْقِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : Jika salah seorang diantara kalian melihat orang yang dilebihkan harta dan fisiknya, maka hendaknya dia melihat orang yang ada dibawahnya [HR Bukhori Muslim]
Ibnu Hajar Al Atsqolani berkata : hadits ini menerangkan tentang addawa’ (obat) bagi Addaa’ (penyakit). Seseorang bila melihat orang yang berada di atas dalam harta, tidak akan aman dari pengaruh hasad. Maka obatnya adalah melihat orang yang berada di bawahnya agar menjadi motifasi bagi dirinya untuk bersyukur. Pada riwayat marfu’ dari Amru bin Syuaib disebutkan : ada dua hal yang yang Alloh tetapkan sebagai hamba yang bersyukur dan sabar. Barangsiapa melihat dunianya kepada orang yang ada di bawahnya lalu ia bertahmid memuji Alloh atas karunia yang Alloh berikan padanya dan yang kedua, orang yang melihat dinnya kepada orang yang ada di atasnya lalu menirunya. Adapun orang yang melihat dunianya kepada orang yang ada di atasnya maka ia akan merana dengan apa yang ia tidak miliki. Maka hal itu tidak dicatat baginya sebagai orang yang sabar dan syukur.
2. Iffah (menjaga kehormatan)
Dengan tidak mudah meminta belas kasihan dari orang lain. Prinsip seperti ini mendorong untuk berusaha bekerja dan hidup mandiri.
عن أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِي تَرُدُّهُ الْأُكْلَةَ وَالْأُكْلَتَانِ وَلَكِنْ الْمِسْكِينُ الَّذِي لَيْسَ لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِي أَوْ لَا يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam : Bukanlah disebut miskin orang yang bisa diatasi dengan satu atau dua suap makanan. Akan tetapi yang disebut miskin adalah orang yang tidak memiliki kecukupan namun dia menahan diri (malu) atau orang yang tidak meminta-minta secara mendesak [HR Bukhori]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ ثُمَّ يَغْدُوَ أَحْسِبُهُ قَالَ إِلَى الْجَبَلِ فَيَحْتَطِبَ فَيَبِيعَ فَيَأْكُلَ وَيَتَصَدَّقَ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda : Sungguh seorang dari kalian yang mengambil talinya lalu pergi. Kata Beliau; ke gunung lalu dia mencari kayu bakar kemudian dia menjualnya lalu dari dia dapat makan dan bershadaqah lebih baik baginya daripada meminta manusia [HR Bukhori]
3. Berusaha tetap berinfaq sesuai kemampuan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اَللَّهِ: أَيُّ اَلصَّدَقَةِ أَفْضَلُ ? قَالَ جُهْدُ اَلْمُقِلِّ, وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya : Wahai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, sedekah apakah yang paling mulia ? Beliau menjawab : Sedekah orang yang tak punya, dan mulailah (memberi sedekah) atas orang yang banyak tanggungannya. [HR Ahmad dan Abu Dawud]
Inilah yang dilakukan oleh para sahabat pada perang tabuk. Baik yang kaya maupun miskin berusaha berinfaq sesuai kemampuan mereka, meski apa yang mereka lakukan mendapat cibiran dari orang munafiq. Kepada orang kaya yang menyumbang harta berlimpah, dikatakan sebagai riya’. Adapun orang miskin yang memberi sedikit, dikomentarai bahwa Alloh tidak membutuhkan apa yang mereka infakkan. Akhirnya Alloh menurunkan ayat :
الَّذِيْنَ يَلْمِزُوْنَ الْمُطَّوِعِيْنَ مِنَ الْمُؤمِنِيْنَ فِى الصَّدَقَاتِ وَالَّذِيْنَ لاَيَجِدُوْنَ إلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُوْنَ مِنْهُمْ سَخِرَ الله مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ ألِيْمٌ
(orang-orang munafik itu) Yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, Maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih [attaubah : 79]
Maroji’ :
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 11/364