Jihad Harta Didahulukan Atas Jihad Nyawa
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan nyawamu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui [attaubah : 41]
Harta dan nyawa dalam jihad memiliki kedudukan yang penting. Dengan harta kita memiliki senjata, transportasi dan perbekalan makanan yang dibutuhkan para mujahid. Akan tetapi orang yang siap mengorbankan nyawanya tentu tak kalah penting. Tak aneh bila Alloh sering menyandingkan jihad harta dan nyawa dalam satu ayat.
Dalam ayat, harta didahulukan atas nyawa. Sebagian ulama tidak membahas hikmah di balik pendahuluan ini. Penulis tafsir Zaadul Masir mengutip perkataan Qodli Abu Ya’la : Alloh mewajibkan jihad dengan harta dan nyawa secara bersamaan. Barangsiapa yang memiliki harta sementara dirinya sakit atau atau lemah sehingga tidak mampu berangkat berperang maka baginya melaksanakan jihad dengan harta dengan cara memberikan kepada orang lain sesuatu sehingga berangkat berperang. Bila memiliki kekuatan untuk berangkat maka baginya berperang. Bila dirinya memiliki kekuatan dan harta maka dirinya harus berjihad dengan keduanya. Adapun bila kondisi lemah dan tak berharta, maka ia berjihad dengan cara nasehat untuk Alloh dan rosulNya.
Sebagian ulama lain menerangkan adanya hikmah di balik pendahuluan jihad harta atas nyawa. Ibnu Athiyyah berkata : penyebutan harta didahulukan karena hartalah yang pertama kali diurusi pada saat persiapan.
Ada juga yang berpendapat bahwa bila seseorang dalam urusan harta saja sudah pelit, tidak mau berkorban maka ia akan jauh lebih pelit untuk mengorbankan nyawanya. Oleh karena itu infak harta adalah sarana melatih untuk siap kehilangan sesuatu yang dimiliki.
Ketika jihad harta dan nyawa Alloh sandingkan dalam ayat, rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyandingkannya dalam doa :
عن أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
Dari Anas bin Malik dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan : "ALLAHUMMA INII A'UUDZUBIKA MINAL HAMMI WAL HAZANI WAL 'AJZI WAL KASALI WALJUBNI WALBUKHLI WADLALA'ID DAINI WAGHALABATIR RIJAALI (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari was-was dan rasa sedih, lemah dan malas, aljubnu (pengecut) dan (albukhlu) kikir dan terlilit hutang serta dikuasai musuh. [HR Bukhori Muslim]
Ibnu Qoyyim berkata : Aljubnu (pengecut) dan albukhlu (pelit) memiliki kesamaan makna. Bila ketakutan itu berkaitan dengan tubuh (takut luka, sakit dan lainnya) maka ia disebut aljubnu. Sementara kalau ketakutan itu berkaitan dengan berkurangnya harta maka disebut albukhlu.
Maroji’ :
Zadul Masir (maktabah syamilah) 3/180
Ibnu Athiyyah (maktabah syamilah) 3/258
Adda’ Waddawa’, Ibnu Qoyyim Aljauziyyah hal 112