Antara Jama Dan Qoshor


Jama’ adalah menggabungkan dua sholat dalam satu waktu. Qoshor adalah meringkas sholat dari dua rokaat menjadi dua rokaat. Terkadang qoshor dan jama berdiri sendiri, artinya seseorang melaksanakan qoshor tanpa jama seperti jamaah haji tanggal delapan di saat di Mina. Mereka melaksanakan sholat dzuhur, ashar dan isya masing-masing dua rokaat tanpa jama’ :

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ صَلَّى صَلَاةَ الْمُسَافِرِ بِمِنًى وَغَيْرِهِ رَكْعَتَيْنِ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ رَكْعَتَيْنِ صَدْرًا مِنْ خِلَافَتِهِ ثُمَّ أَتَمَّهَا

Dari Salim bin Abdullah dari Ayahnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau pernah mengerjakan shalat musafir di Mina dan lainnya sebanyak dua rakaat, Abu Bakar, Umar dan awal pemerintahan Utsman juga dua rakaat, setelah itu dia menyempurnakannya empat rakaat [HR Bukhori, Muslim, Abu Daud dan Nasa’i]

Di lain waktu beliau menjama dua sholat karena hujan tanpa diqoshor :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا سَفَرٍ

Dari Ibnu Abbas katanya ; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat zhuhur dan ashar semuanya, dan antara Maghrib dan Isya' semuanya bukan karena ketakutan dan tidak pula ketika safar(yaitu karena hujan) [HR Muslim,Abu Daud, Tirmidzi, Baihaqi dan Nasa’i]

Di lain kesempatan, qoshor dan jama bersatu, artinya seseorang melaksanakan sholat dengan cara jama dan qoshor. Bagaimana kaedah yang mempermudah untuk melaksanakannya ? Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam memberi kaedah praktis untuk memahaminya :

Qoshor

Diambil karena safar. Siapapun yang sedang tidak berada di daerah tempat tinggalnya karena bepergian maka ada hak baginya untuk mengqoshor sholat. Misalnya penduduk Bekasi bepergian ke kota Bandung.

Jama

Diambil karena dibutuhkan. Kondisi yang dialami menyebabkan dirinya mengambil rukhshoh jama meski tidak safar. Misalnya hujan deras yang diiringi petir dan angin kencang, turun waktu maghrib. Terjadi genangan air yang menyulitkan orang untuk pulang kembali ke rumah dan pergi lagi ke masjid untuk sholat isya’. Atau tim pemadam kebakaran. Api yang berkobar dan situasi yang membuat ia tidak boleh meninggalkan lokasi untuk terus memadamkan api sehingga ada hak baginya untuk melaksanakan sholat maghrib di waktu isya. Demikian juga dokter yang sedang berada di ruang operasi. Pembedahan dan pengangkatan penyakit serta menjahitnya kembali terkadang membutuhkan waktu berjam-jam. Sangat berbahaya bila pasien ditinggalkan sebelum operasi selesai sempurna. Ketiga contoh di atas bisa dilakukan meski yang bersangkutan tidak dalam kondisi safar.

Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam berkata : Jama adalah rukhshoh yang terjadi di saat dibutuhkan. Sesungguhnya nabi shollallohu alaihi wasallam tidak pernah melakukannya kecuali sedikit. Oleh karena itu Para ahli hadits seperti Ahmad menganjurkan untuk ditinggalkan kecuali di saat dibutuhkan untuk mengikuti nabi shollallohu alaihi wasallam.

Dari sini bisa dimengerti bahwa tidak selamanya musafir mengambil jama. Bila anda tengah berada di kampung halaman. Hari-harinya adalah duduk santai, bercengkrama dengan kerabat dan handai taulan sehingga praktis tidak memiliki kesibukan maka tidak pada tempatnya bila anda menjama sholat. Hak anda hanya qoshor, itupun bisa tidak diambil seandainya kita akhirnya melaksanakannya di masjid berjamaah.

Maroji’ :

Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 2/153