Antara Musa Dan Khidzir


Dua sosok berbeda, masing-masing memiliki kelebihan. Musa memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki Khidzir demikian juga sebaliknya. Kedudukan Musa adalah jelas. Dia seorang nabi, rosul, ulul azmi, memiliki mujizat, kitab taurot dan umat yang sangat banyak sebagaimana yang dituturkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

عرضت علي الأمم، فرأيت النبي معه الرهط، والنبي معه الرجل والرجلان، والنبي وليس معه أحد، إذ رفع لي سواد عظيم، فظننت أنهم أمتي، فقيل لي : هذا موسى وقومه،

Telah diperlihatkan kepadaku beberapa umat (yang berkumpul di hari kiamat), lalu aku melihat seorang Nabi, bersamanya sekelompok orang, dan seorang Nabi, bersamanya satu dan dua orang saja, dan Nabi yang lain lagi tanpa ada seorangpun yang menyertainya, tiba tiba diperlihatkan kepadaku sekelompok orang yang banyak jumlahnya, aku mengira bahwa mereka itu umatku, tetapi dikatakan kepadaku : bahwa mereka itu adalah Musa dan kaumnya [HR Bukhori Muslim]

Bagaimana dengan Khidzir ? Kedudukannya masih diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian menilai ia hamba sholih dan tak sedikit meyakini bahwa ia adalah nabi. Tidak dikenal memiliki umat sebagaiamana yang dicapai oleh Musa. Menariknya adalah seorang Musa yang memiliki kelebihan yang lebih banyak ternyata harus belajar kepada Khidzir yang sedikit keistimewaan serta kedudukan yang tidak mendapat kesepakatan dari para ulama. Alloh mengisahkan perjalanan Musa dalam menempuh ilmu kepada Khidzir, demikian juga rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

Dari Sa'id bin Jubair berkata, aku berkata kepada Ibnu 'Abbas, Sesungguhnya Nauf Al Bakali menganggap bahwa Musa bukanlah Musa Bani Isra'il, tapi Musa yang lain. Ibnu Abbas lalu berkata, Musuh Allah itu berdusta, sungguh Ubay bin Ka'b telah menceritakan kepada kami dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : Musa Nabi Allah berdiri di hadapan Bani Isra'il memberikan khutbah, lalu dia ditanya : Siapakah orang yang paling pandai ? Musa menjawab : Aku. Maka Allah Ta'ala mencelanya karena dia tidak diberi pengetahuan tentang itu. Lalu Allah Ta'ala memahyukan kepadanya : Ada seorang hamba di antara hamba-Ku yang tinggal di pertemuan antara dua lautan lebih pandai darimu. Lalu Musa berkata, Wahai Rabb, bagaimana aku bisa bertemu dengannya ? Maka dikatakan padanya : Bawalah ikan dalam keranjang, bila nanti kamu kehilangan ikan itu, maka itulah petunjuknya. Lalu berangkatlah Musa bersama pelayannya yang bernama Yusya' bin Nun, dan keduanya membawa ikan dalam keranjang hingga keduanya sampai pada batu besar. Lalu keduanya meletakkan kepalanya di atas batu dan tidur. Kemudian keluarlah ikan itu dari keranjang (lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu) (Qs. Al Kahfi : 61). Kejadian ini mengherankan Musa dan muridnya, maka keduanya melanjutkan sisa malam dan hari perjalannannya. Hingga pada suatu pagi Musa berkata kepada pelayannya, '(Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa lelah karena perjalanan kita ini) ' (Qs. Al Kahfi : 62). Musa tidak merasakan kelelahan kecuali setelah sampai pada tempat yang dituju sebagaimana diperintahkan. Maka muridnya berkata kepadanya : (Tahukah kamu ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi ? Sesungguhnya aku lupa menceritakan ikan itu. Dan tidaklah yang melupakan aku ini kecuali setan) (Qs. Al Kahfi : 63). Musa lalu berkata: '(Itulah tempat yang kita cari. Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula) (Qs. Al Kahfi : 64). Ketika keduanya sampai di batu tersebut, didapatinya ada seorang laki-laki mengenakan pakaian yang lebar, Musa lantas memberi salam. Khidlir lalu berkata, Bagaimana cara salam di tempatmu ? Musa menjawab, Aku adalah Musa. Khidlir balik bertanya, Musa Bani Isra'il ? Musa menjawab, Benar. Musa kemudian berkata: (Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?) Khidlir menjawab : Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama Aku) (Qs. Al Kahfi : 66-67). Khidlir melanjutkan ucapannya, Wahai Musa, aku memiliki ilmu dari ilmunya Allah yang Dia mangajarkan kepadaku yang kamu tidak tahu, dan kamu juga punya ilmu yang diajarkan-Nya yang aku juga tidak tahu. Musa berkata : (Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun) (Qs. Al Kahfi : 69). Maka keduanya berjalan kaki di tepi pantai sementara keduanya tidak memiliki perahu, lalu melintaslah sebuah perahu kapal. Mereka berbicara agar orang-orang yang ada di perahu itu mau membawa keduanya. Karena Khidlir telah dikenali maka mereka pun membawa keduanya dengan tanpa bayaran. Kemudian datang burung kecil hinggap di sisi perahu mematuk-matuk di air laut untuk minum dengan satu atau dua kali patukan. Khidlir lalu berkata, Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu bila dibandingkan dengan ilmu Allah tidaklah seberapa kecuali seperti patukan burung ini di air lautan. Kemudian Khidlir sengaja mengambil papan perahu lalu merusaknya. Musa pun berkata, Mereka telah membawa kita dengan tanpa bayaran, tapi kenapa kamu merusaknya untuk menenggelamkan penumpangnya ? Khidlir berkata : (Bukankah aku telah berkata, Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku) Musa menjawab : (Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku) (Qs. Al Kahfi : 72-73). Kejadian pertama ini karena Musa terlupa. Kemudian keduanya pergi hingga bertemu dengan anak kecil yang sedang bermain dengan dua temannya. Khidlir lalu memegang kepala anak itu, mengangkat dan membantingnya hingga mati. Maka Musa pun bertanya : (Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain ?) (Qs. Al Kahfi : 74). Khidlir menjawab : '(Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku ?) (Qs. Al Kahfi : 75). Ibnu 'Uyainah berkata, Ini adalah sebuah penegasan. '(Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh. Maka Khidlir menegakkan dinding itu) (Qs. Al Kahfi : 77). Rasulullah meneruskan ceritanya : Khidlir melakukannya dengan tangannya sendiri. Lalu Musa berkata, '(Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu. Khidlir menjawab, Inilah saat perpisahan antara aku dan kamu) ' (Qs. Al Kahfi : 77-78). Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Semoga Allah merahmati Musa. Kita sangat berharap sekiranya Musa bisa sabar sehingga akan banyak cerita yang bisa kita dengar tentang keduanya [HR Bukhori Muslim]

Kisah di atas memberi kita faedah :

1. Kelebihan Musa :

• Musa mengajari kita bahwa ilmu harus dicapai dengan rihlah (perjalanan)

• Kesungguhan Musa dalam mencari ilmu hingga ia mengatakan tekadnya “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun "

• Musa mengajari kita bahwa bepergian haruslah membawa bekal dan bersama teman

• Sikap tawadlu Musa yang mengajak makan bersama dengan pembantunya

• Kelembutan Musa dan sikap memaafkan kealpaan pembantunya dan menisbatkan kesalahan pembantunya kepada setan

• Sopan santun nabi Musa di hadapan calon guru dengan meminta izin kepadanya agar diperkenankan menimba ilmu

• Kerendahan hati Musa dimana ia bersedia menuntut ilmu kepada orang yang kedudukannya ada di bawahnya

• Musa mengajari bahwa ilmu yang dicari dan dituntut adalah ilmu yang bermanfaat sehingga dia berkata “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ? “

• Musa memberi contoh kepada kita bahwa berjanji harus senantiasa mengucapkan insyaAlloh

• Sikap pembelaan nabi Musa kepada orang yang terdzolimi. Hal ini bisa dilihat saat ia bereaksi ketika Khidzir merusak kapal dan membunuh anak

• Sikap jujur nabi Musa di hadapan Khidzir sang guru atas kesalahan yang dilakukannya



2. Pelajaran dari Alloh untuk Musa :



• Tidak merasa dan menyatakan bahwa dirinyalah yang paling berilmu. Imam Bukhori membuat judul dalam kitabnya “ baabu maayustahabbu lil aalim idzaa suila ayyunnaasi a’lamu fayakilul ilma ilalloh “ (bab dianjurkan bagi seorang alim bila ditanya manusia manakah yang paling berilmu maka menyandarkannya kepada Alloh). Dalam hal ini ibnu Hajar membawa dua pendapat ulama yang mengatakan bahwa seharusnya Musa disaat ditanya adakah orang yang berilmu di dunia selain anda, ia tidak usah menjawab pertanyaan itu. Atau kalau ditanya siapa yang paling berilmu di dunia ini ? Seharusnya Musa menjawab saya disertai kata wallohu a’lam.

• Sikap lupa dan berulang kali melakukan kesalahan sehingga melanggar peraturan guru yang menyebabkan dirinya sering mendapat teguran

• Sikap tenang dan tidak tergesa-gesa menilai dan bertindak atas peristiwa yang dilihat oleh pandangan mata yang justru akan membuat kerugian. Hal ini bisa dilihat atas keresahan Musa di saat melihat kapal dirusak dan anak dibunuh.

3. Pada kisah ini kita juga mendapatkan keistimewaan Khidzir yang patut ditiru :



• Tawadlu seorang guru di hadapan murid, dimana ia berkata kepada Musa “ Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu bila dibandingkan dengan ilmu Allah tidaklah seberapa kecuali seperti patukan burung ini di air lautan. Wahai Musa, aku memiliki ilmu dari ilmunya Allah yang Dia mangajarkan kepadaku yang kamu tidak tahu, dan kamu juga punya ilmu yang diajarkan-Nya yang aku juga tidak tahu “

• Sikap tegas Khidzir kepada murid yang melakukan kesalahan dengan menegur dan memberikan hukuman. Hal ini bisa kita dapatkan dari keputusan terakhir Khidzir buat Musa “ Inilah saat perpisahan antara aku dan kamu “

4. Kaedah agung pada perusakan kapal dan pembunuhan anak yang dilakukan Khidzir :

يُدْفَعُ الشَّرُّ الْكَبِيْرِ بِارْتِكَابِ الشَّرِّ الصَّغِيْرِ

Menyingkirkan keburukan yang besar dengan cara melakukan pengrusakan yang kecil

أنَّ عَمَلَ الإنْسَانِ فِي مَالِ غَيْرِهِ إذَا كَانَ عَلَى وَجْهِ الْمَصْلَحَةِ وَإزَالَةِ الْمَفْسَدَةِ أنَّهُ يَجُوْزُ وَلَوْ بِلاَ إذْنٍ حَتَّى وَلَوْ تَرَتَّبَ عَلَى عَمَلِهِ إتْلاَفُ بَعْضَ مَالِ الْغَيْرِ

Perbuatan seseorang atas harta milik orang lain bila ditujukan demi maslahat dan menyingkirkan kerusakan adalah diperbolehkan meski tanpa izin si pemilik bahkan hingga menyebabkan kerusakan pada sebagian harta orang lain

Akhirnya rosululloh shollallohu alaihi wasallam menutup kisah keduanya dengan bersabda :

يَرْحَمُ اللَّهُ مُوسَى لَوَدِدْنَا لَوْ صَبَرَ حَتَّى يُقَصَّ عَلَيْنَا مِنْ أَمْرِهِمَا

Semoga Allah merahmati Musa. Kita sangat berharap sekiranya Musa bisa sabar sehingga akan banyak cerita yang bisa kita dengar tentang keduanya

Maroji’

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 1/275

Taisir Kalim Arrohman Fitafsir Kalamil Mannan, Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di 2/767-769