Hukum Meninggalkan Istri

Lelaki yang sudah berkeluarga bertanggung jawab terhadap istri yang sudah ia nikahi. Nafkah lahir dan batin termasuk perhatian terhadap din keluarganya karena ini menyangkut terhadap kehidupan di akhirat nanti. Alloh berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan  [attahrim : 6]
Penulis alwajiz menerangkan ayat di atas dengan berkata : gerakkan dirimu dan keluarga untuk senantiasa melakukan amal yang mendekatkan diri kepada Alloh dan jauhkan dirimu dan keluargamu dari perbuatan maksiat.
Terkadang seorang suami meninggalkan istri. Hal itu terjadi mungkin karena tugas atau meninggalkannya tanpa alasan yang bisa dimaklumi sehingga istri terlantar karena tidak mendapat tiga nafkah yang disebut di atas.
Untuk alasan tugas, maka Umar bin Khothob pernah mengaturnya. Hal ini terjadi ketika Umar bin Khothob mengadakan ronda yang merupakan kebiasaannya setelah menjabat sebagai kholifah. Didapatinya wanita bersenandung :
تطاول هذا الليل واسود جانبه     وطال علي ا ن لا خليل الاعبه
والله لولاخشية الله وحده     لحرك من هذا السرير جوانبه
ولكن ربي والحياء يكفني      واكرم بعلى ا ن توطا مراكبه
Malam ini begitu panjang dan terasa gelap di sekelilingnya
Lama aku alami, tanpa teman yang aku bisa bercanda dengannya
Demi Alloh ! kalau bukan karena takut kepada Alloh semata
Sungguh akan bergoyang kaki – kaki ranjang ini karenanya
Akan tetapi robku dan rasa malu yang menjagaku
Akan tetapi ternyata onta lebih diutamakan untuk dikendarai suamiku daripada diriku
Umar tahu bahwa wanita ini memendam rindu yang luar biasa terhadap suaminya sementara suami pergi bertugas sebagai mujahid yang tak kunjung pulang. Umarpun buru-buru pulang untuk menanyakan kepada Hafshoh tentang berapa lama wanita tahan ditinggalkan oleh suami. Maka dijawab oleh Hafshoh : 6 bulan. Akhirnya Umar menetapkan batas waktu maksimal penugasan mujahid adalah 6 bulan.
Lain halnya dengan suami yang meninggalkan istri tanpa alasan. Maka rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi aturan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلْيَدِ اَلْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ اَلْيَدِ اَلسُّفْلَى, وَيَبْدَأُ أَحَدُكُمْ بِمَنْ يَعُولُ. تَقُولُ اَلْمَرْأَةُ  أَطْعِمْنِي, أَوْ طَلِّقْنِي   رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah, hendaklah seseorang di antara kamu mulai (memberi nafkah) kepada orang yang menjadi tanggungannya. Para istri boleh berkata : Berikan aku makan atau ceraikan aku  [HR Daruquthni]
Walhasil wanita boleh menuntut cerai dalam kondisi seperti ini.
Maroji’ :
Alwajiz (maktabah syamilah) 1/1018
Fiqh sunnah, Sayyid Sabiq 3/163