Sebagian ormas islam Indonesia begitu membanggakan hisab, di sisi lain meremehkan ru’yat. Hal itu bisa kita dapati dalam perbagai kajian mereka, terkhusus bila membahas penentuan awal romadlon dan awal syawal. Banyak argumentasi mereka yang kurang bertanggung jawab. Di antaranya mustahil ru’yat di jaman sekarang karena langit yang sudah dipenuhi polusi industri, sambil terkadang menuduh orang yang meru’yat adalah orang yang sudah diberi intruksi pihak tertentu dan lainnya. Di sisi lain mereka juga terlalu membanggakan teknologi yang sudah canggih. Karena sikap inilah terkadang juga mereka sering tampil beda. Berbeda idul fitri dengan yang lain.
Seharusnya mereka sesekali menghisab awal dzulhijjah di Arab Saudi. Bila hasil hisab mereka dengan hasil ru’yat ulama Saudi berbeda, beranikah mereka berbeda dalam melaksanakan ibadah haji yang berlainan dengan yang sudah ditetapkan pemerintah setempat ? Semisal bila tanggal 9 dzulhijjah versi kerajaan Saudi adalah hari senin, sementara menurut mereka adalah hari ahad. Beranikah mereka pada hari ahad sudah wukuf di Arofah dan hari senin sudah melempar jumroh sementara seluruh umat islam yang menunaikan haji selain mereka pada hari senin sedang wukuf di Arofah ? Cukup ini saja renungan yang sedikit buat mereka yang tetap bersikukuh dengan prinsip yang sudah kental dan ditanamkan kepada warganya.