Bagi seorang dai, umat adalah amanat. Mereka harus selalu dituntun dan dibina. keberadaan dai di tengah umat adalah pelita. Betapa pentingnya dai karena merekalah penyambung lidah rosululloh shollallohu alaihi wasallam.
Terkadang seorang ulama meninggalkan umatnya. Seperti Musa yang meninggalkan bani isroil dalam masa empat puluh hari untuk memenuhi panggilan Alloh kemudian kembali lagi ke tengah-tengah mereka. Di kehidupan masyarakat, kita dapati seorang ustadz tiba-tiba harus pergi karena haji atau umroh. Selepas menunaikan ibadah di tanah suci iapun akan kembali di hadapan umatnya.
Lain halnya dengan yang dilakukan oleh Harun alaihissalam. Ia tinggalkan umatnya karena marah. Itu terjadi karena mereka selalu menentang dakwah yang disampaikan kepada mereka. Sehingga Alloh menjadikan apa yang ia perbuat sebagai pelajaran berharga bagi kita :
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُومٌ
Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam Keadaan marah (kepada kaumnya) [alqolam : 48]
Ayat di atas menerangkan tentang kekeliruan Yunus alaihissalam, yaitu tidak sabar akan kekufuran umatnya, meninggalkan mereka dan mendoakan kejelakan bagi mereka agar Alloh menyegerakan adzab atas mereka.
Walhasil tidak selayaknya bagi dai mudah menyerah. Sedikit jalan terjal sudah berkeluh kesah, melihat onak dan duri tidak mau dilaluinya. Yang dipikirkan seolah dakwah harus selalu mulus tanpa ada penghalang. Dakwah ibarat gunung. Nampak indah dari kejauhan tapi betapa berbeda di saat kita mendekatinya.