Masa Sulit Dan Mudah Yang Bersifat Sementara

Fiqih Mudah (23)
Tak jarang kita mendapati seseorang yang terbelenggu dengan kemiskinan. Ketika merantau ke kota, Alloh berikan kesuksesan. Kini si orang desa yang miskin itu merasakan nikmatnya menjadi orang kaya.
Tak jarang pula kita mendapati seorang artis sukses di masa muda dan menjadi miskin di masa tuanya. Dulu, wajahnya begitu mudah dikenal karena sering tampil di layar kaca, photonya selalu menghiasi surat kabar. Ketenarannya akhirnya meredup seiring usianya yang sudah senja. Demikianlah, segala sesuatu yang ada di dunia adalah bersifat sementara. Alloh mengingatkan kita :
فَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آَمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal  [asy syuro : 36]
Penulis tafsir Zadul Masir menerangkan ayat ini bahwa apa saja yaang diberikan oleh Alloh adalah kesenangan yang akan segera hilang begitu cepat.
Syakh Abdulloh Azzam menyampaikan satu kisah yang menakjubkan yang memberi kita pelajaran betapa mudah dan sulit itu bersifat sementara : Tengoklah apa yang terjadi pada akhir kehidupan Sya’rowi Jum’ah. Dahulu semasa menjadi menteri dalam negeri, ia membuat peraturan yang melarang sipir penjara memperbolehkan para penjenguk tahanan membawa buah-buahan ke penjara dalam rangka untuk menggencet dan melampiaskan dendamnya terhadap para aktifis dakwah islam di Mesir.
Ustadz Muhammad Quthub dijebloskan ke dalam penjara bersama saudarinya, Hamidah Quthub di penjara Alqonathir Alkhoiriyyah. Setelah meringkuk tujuh tahun di dalam penjara, Muhammad Quthub minta untuk dipertemukan dengan saudarinya. Namun kepala penjara berkata “ Saya tidak memberi izin, ajukan saja permintaanmu itu ke direktur Lembaga Pemasyarakan Umum “. Namun sang direktur juga mengatakan bahwa dia tidak bisa mengabulkan permintaan tersebut dan dia menyarankan agar permohonan itu diajukan kepada menteri dalam negeri, Sya’rowi Jum’ah. Sang menteri mengatakan kepada bawahannya “ Katakan kepada Muhammad Quthob, sekali-kali dia tidak akan melihat saudarinya baik dalam keadaan hidup atau mati ! “
Waktu telah berlalu. Tak sampai setahun setelah Sya’rowi Jum’ah mengucapkan perkataannya, maka ia dijebloskan ke dalam penjara, sementara Muhammad Quthub dan saudarinya telah bebas.
Sekarang yang terjadi justru sebaliknya, Sya’rowi mwringkuk di penjara. Suatu ketika, istri Sya’rowi menjenguk suaminya. Dia membawa buah-buahan untuknya. Sipir penjara membuka bungkusan yang dibawanya lalu bertanya “ Buah-buahan ini untuk siapa  ? “ Istri Sya’rowi berkata “ Untuk suamiku “ Sipir berkata “ Suamimu telah memberikan perintah “ Dilarang memasukkan buah-buahan ke dalam penjara  buat para napi “ Saya hanya seorang sipir, hanya mengikuti perintah menteri dalam negeri. Saya mengikuti perintah-perintah tersebut dengan penuh loyalitas dan saya akan tetap mematuhinya meski yang membuat perintah itu sekarang berada di dalam penjara.
Maroji’ :
Tafsir Zadul Masir (maktabah syamilah)
Tarbiyyah Jihadiyyah, Syaikh Abdullah Azzam 12/42-44