Fiqih Mudah (35)
Ketika rosululloh shollallohu alaihi wasallam ditanya malaikat jibril yang menjelma menjadi seorang lelaki tentang datangnya hari kiamat, beliau menjawab :
مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ
Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya (maksudnya, saya tidak tahu)
Beliau yang saat itu sedang berada di tengah-tengah para sahabat, tidak khawatir bila kredibilitasnya jatuh di hadapan mereka. Demikianlah pelajaran berharga yang beliau contohkan buat kita. Tidak perlu malu untuk mengatakan tidak tahu jika tidak memiliki ilmu untuk menjawabnya.
Muadz bin Jabal ketika ditanya oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
يا معاذ، أتدري ما حق الله على العباد، وما حق العباد على الله ؟
Wahai muadz, tahukah kamu apakah hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hambaNya, dan apa hak hamba-hambaNya yang pasti dipenuhi oleh Allah ?
Mendapat pertanyaan yang sulit untuk dijawab, dengan jujur Muadz berkata :
الله ورسوله أعلم
“ Alloh dan rosulnya lebih mengetahui “
Kejujuran Muadz dikomentari oleh Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh : Sudah seharusnya orang yang ditanya tentang sesuatu yang dirinya tidak mengetahui jawabannya untuk mengucapkan kalimat tersebut “ Alloh dan rosulnya lebih mengetahui “ berbeda dengan kebanyakan dari golongan mutakallifin ( orang yang suka memaksakan diri melakukan sesuatu yang dirinya tidak mampu melakukannya)
Ibnu Qoyyim meriwayatkan tawadlu sebagian ulama dalam masalah ini. Di antaranya adalah Imam Malik bin Anas. Di saat diajukan pada dirinya pertanyaan yang belum diketahui jawabannya, beliau menjawab dengan mengatakan “ Saya tidak tahu “ Rupanya si penanya kurang puas dan berkata “ Wahai Abu Abdillah, engkau menjawab tidak tahu ? “ Dengan mantap Imam Malik berkata :
نَعَمْ فَأَبْلِغْ مَنْ وَرَاءَكَ أنِّ لاَ أدْرِى
Benar, sampaikan kepada orang di belakangmu bahwa aku tidak tahu
Abdulloh putera Imam Malik berkata : Aku sering mendengar ayahku ketika ditanya tentang beberapa masalah, beliau menjawab “ Saya tidak tahu “ dan beliau bertawaquf dalam masalah yang banyak yang masih diperselisihkan para ulama.
Maroji’ :
Fathul Majid, Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh hal 25
I’lamul Muwaqi’in, Ibnu Qoyyim Aljauziyyah 1/27