(yang bersifat sementara)
Harga-harga kebutuhan akan naik, saat datang bulan romadlon, ketika muncul kelangkaan BBM atau waktu negara dalam kondisi krisis politik. Akan tetapi bila idul fitri telah lewat, penyaluran BBM telah stabil dan negara kembali aman maka harga sudah otomatis akan turun.
Naik dan turunnya harga juga bisa dipengaruhi oleh nilai mata uang. Tahun delapan puluhan, satu mangkok bakso seharga seratus rupiah. Kini di tahun dua ribuan sudah mencapai lima ribu rupiah bahkan lebih. Itu terjadi karena nilai rupiah memang mudah dipermainkan oleh situasi sehingga memiliki nilai rendah.
Adakalanya harga melambung tinggi ketika permintaan banyak, sementara barang langka karena musibah banjir atau gagal panen.
Sebaliknya bila hasil panen terlalu melimpah, di satu sisi masyarakat tidak terlalu membutuhkannya, sudah otomatis harga akan rendah. Orang bijak mengatakan :
كُلُّ شَيْءٍ إذَا كَثُرَ رَخُصَ إلاَّ الأدَبَ
Segala sesuatu bila banyak akan murah kecuali adab (akhlaq)
Naik dan turunnya harga menjadi perhatian islam. Bila harga tinggi akibat ulah spekulan, maka sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menindak kejahatan ekonomi karena itu bagian dari hifdzul mal (menjaga harta) hingga harga kembali seperti semula. Sebaliknya jika kenaikan disebabkan bencana alam sehingga kebutuhan pokok langka maka menekan harga yang akhirnya para pedagang yang dirugikan maka ini adalah sebuah kedzaliman.
Untuk itulah, ketika harga melambung di Madinah akibat gagal panen dan terputusnya jalur perdagangan antara Madinah dan Syam, penduduk datang mengadu kepada rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Mereka meminta agar beliau menekan harga sehingga kebutuhan pokok kembali ke harga semula, ternyata beliau menolaknya sebagaimana sebuah hadits :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ غَلَا اَلسِّعْرُ بِالْمَدِينَةِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ اَلنَّاسُ يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! غَلَا اَلسِّعْرُ, فَسَعِّرْ لَنَا, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اَللَّهَ هُوَ اَلْمُسَعِّرُ, اَلْقَابِضُ, اَلْبَاسِطُ, الرَّازِقُ, وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اَللَّهَ تَعَالَى, وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَطْلُبُنِي بِمَظْلِمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ
Anas Ibnu Malik berkata : Pada zaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah terjadi kenaikan harga barang-barang di Madinah. Maka orang-orang berkata : Wahai Rasulullah, harga barang-barang melonjak tingi, tentukanlah harga bagi kami. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Sesungguhnya Allahlah penentu harga, Dialah yang menahan, melepas dan pemberi rizki. Dan aku berharap menemui Allah dan berharap tiada seorangpun yang menuntutku karena kasus penganiayaan terhadap darah maupun harta benda [HR Imam Lima kecuali Nasa'i]
Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam berkata : Hadits ini merupakan pengharaman atas pembatasan harga atas manusia di pasar dan perdagangan mereka.
Walhasil tugas pemerintah menjaga situasi keamanan kondusif, memantau indsutri, membina para petani dan menyediakan sarana pertanian dan lainnya. Bila itu dilakukan dengan baik maka sudah otomatis harga akan stabil dan masyarakatlah yang akhirnya diuntungkan.
Maroji’ :
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 3/187