(Yang Diperbolehkan dilakukan Dalam
Sholat 11)
Sholat adalah ibadah yang agung.
Siapa yang menunaikannya harus dihormati. Mengganggunya adalah satu bentuk
kedzoliman. Salah satu bentuk tindakan merendahkan orang yang sholat adalah
lewat di hadapannya. Untuk itulah rosululloh shollallohu alaihi wasallam
memperingatkan kita :
عَنْ أَبِي جُهَيْمِ بْنِ اَلْحَارِثِ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه
وسلم لَوْ يَعْلَمُ اَلْمَارُّ بَيْنَ
يَدَيِ اَلْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ مِنْ اَلْإِثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ
أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
Dari Abu Juhaim Ibnul
Harits Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda : Seandainya orang yang lewat di depan orang yang sholat mengetahui
dosa yang akan dipikulnya maka ia lebih baik berdiri empat puluh hari daripada
harus lewat di depannya [Muttafaq Alaihi]
Syaikh Abdulloh Abdurrohman
Albassam berkata mengomentari hadits di atas : Orang yang sholat, ia sedang
menghadap Alloh dengan bermunajat kepadaNya. Memotong dan mengganggu orang yang
sedang bermunajat dengan cara melewati antara dirinya dan qiblat adalah dosa
besar.
Karena itulah, maka islam memberi
hak kepada orang yang sholat untuk menahan dan menghalangi siapa saja yang akan
lewat di hadapannya :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه
وسلم إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى
شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنْ اَلنَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ
يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا
هُوَ شَيْطَانٌ
Dari Abu Said Al-Khudry
Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
Apabila seseorang di antara kamu sholat dengan memasang batas yang membatasinya
dari orang-orang lalu ada seseorang yang hendak lewat di hadapannya maka
hendaklah ia mencegahnya. Bila tidak mau perangilah dia sebab dia sesungguhnya
adalah setan [Muttafaq Alaihi]
Syaikh Abdulloh Abdurrohman
Albassam memberi catatan bahwa yang berhak menghalangi orang yang sholat adalah
yang menunaikannya dengan meletakkan sutroh di hadapannya. Oleh karena itu bila
ia tidak bersutroh, ia tidak memiliki hak itu.
Beliau juga memberi nasehat agar
cara menahan orang dilakukan dengan lembut. Bila tidak berhasil sehingga orang
itu tetap bersikeras untuk lewat di hadapan kita maka boleh menggunakan cara
keras dengan tangannya.
Kendati hak menahan diberikan
oleh islam, akan tetapi tidak selayaknya kita menunaikan sholat di jalan dan
tempat keramaian atau lalu lalang mereka.
Maroji’ :
Taudhihul Ahkam, Syaikh
Abdulloh Abdurrohman 1/438 dan 448 hubbul afkar
|