(fiqih bertamu)
1. Ngintip atau masuk
dengan tiba-tiba tanpa permisi
Ini adalah akhlaq tercela. Boleh jadi tuan rumah belum
memakai pakaian dengan sempurna atau sedang melakukan satu kegiatan yang tidak
bisa dilihat oleh orang lain. Dengan kedatangan tamu yang tiba-tiba, jelas
telah merampas kemerdekaan shohibulbait. Oleh karena itu nabi shollallohu
alaihi wasallam memberi peringatan :
لَوْ
أنَّ رَجُلاً اطّلَعَ عَليْكَ بِغَيْرِ إذْنٍ فَحَذَفْتَهُ فَفَقَأتْ عَيْنَهُ
مَاكَانَ عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ
Seandainya ada seseorang yang tiba-tiba ada di depanmu tanpa
permisi lalu engkau lempar hingga terluka matanya maka tidak ada dosa
bagimu [HR Bukhori, Muslim, Ahmad,
Tirmidzi dan Ibnu Hibban]
لَوْ
أعْلَمُ أنَّكَ تَنْظُرُ لَطَعَنْتُ بِهِ فِيْ عَيْنِكَ إنَّمَا جَعَلَ الله
الإِذْنَ كِنْ أجْلِ الْبَصَرِ
Seandainya aku tahu kalau engkau mengintip, sungguh akan aku
lukai matamu. Sesungguhnya Alloh menjadikan syariat permisi dengan tujuan
menjaga pandangan [HR Bukhori, Muslim,
Ahmad, Abu Daud, Ibnu Hibban, Nasa’i dan Syafi’i]
2. Berharap
mendapat hidangan
Sikap tawazun dalam pertamuan adalah : Tamu tidak mengharap
mendapat jamuan, sementara tuan rumah berusaha memberikan hidangan terbaik
untuk tamunya. Kendati demikian, islam tidak mewajibkan bagi tuan rumah menyediakan
hidangan. Oleh karena itu Alloh memberi teguran kepada para sahabat yang
bertamu ke rumah nabi shollallohu alaihi wassallam yang tidak segera pulang
karena menunggu makanan tersedia :
يايُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا لاَ تَدْخُلُوْا بَيُوْتَ النَّبِيّ إلاَّ أنْ يُؤْذَنَ
لَكُمْ إلَى طَعَامٍ غَيْر نَاظِرِيْنَ إنَاهُ
Hai orang-orang beriman, janganlah
kalian memasuki rumah-rumah nabi kecuali diizinkan bagimu tanpa menunggu masak
makanannya
3. Berlama-lama
dalam kunjungan
Bila urusan dengan tuan rumah telah selesai maka seyogyanya
segera pulang. Jangan mengambil sikap basa-basi sebagai alasan untuk tidak
segera mengakhiri pembicaraan. Alloh memberi taujih kepada para sahabat :
فَإِذَا
طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوْا وَلاَ مُسْتَأْنِسْيْنَ لِحَدِيْثٍ
Bila kalian telah makan maka
pulanglah dan tidak memperpanjang percakapan
4. Memberatkan tuan
rumah
ولا
يحل
لمسلم
أن
يقيم
عند
أخيه
حتى
يؤثمه
قالوا
يا
رَسُول
اللَّهِ
وكيف
يؤثمه قال
يقيم
عند
أخيه
ولا
شيء
يقريه
بِهِ
Tidak ahala
bagi seorang muslim berada di sisi saudaranya hingga membuat dosa baginya.
Mereka berkata : Ya rosululloh, bagaimana membuat dosa baginya ? Beliau
menjawab : Dia bertamu, sementara tidak ada sesuatu dari tuan rumah untuk
menjamunya [HR Muslim]
Syaikh
Mushthofa Albugho menerangkan hadits di atas dengan berkata : Dimakruhkan bagi
setiap muslim untuk bertamu pada saudaranya, sementara dia tahu bahwa ia adalah
faqir sehingga tidak memiliki apapun untuk dihidangkan yang membuat dosa
baginya seperti ghibah dan menggerutu atau terpaksa berhutang yang membuatnya
terkadang berbohong.
Maroji’ :
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 1/502
Syarh Riyadlush Sholihin, Syaikh Muhammad Solih Utsaimin 2/1013
Aljami’ Li Ahkamil Quran, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al
Anshori Alqurthubi 12/195