Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar




(Kaedah Amar Ma'ruf Nahi Munkar) 

Wasilah amar ma’ruf nahi munkar ada 3 : Tangan, lesan dan hati. Amar ma’ruf melalui tangan dan lesan hukumnya fardlu kifayah sebagaimana yang dikatakan oleh imam Nawawi :

إنّ الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر فرض كفاية إذا قام به بعض النّاس سقط الحرج عن الباقين وإذا تركه الجميع أثم كلّ من تمكّن منه بلا عذر ولا خوف

Sesungguhnya hukum amar ma’ruf nahi munkar adalah fardlu kifayah. Bila telah ada sebagian manusia menegakkannya maka hilanglah tanggung jawab itu pada sebagian yang lain. Akan tetapi bila semua manusia meninggalkannya maka berdosalah orang yang memiliki kemampuan itu tanpa adanya udzur dan rasa takut.

Adapun amar ma’ruf melalui hati, hukumnya adalah fardlu a’in karena makna dari amar ma’ruf dengan hati adalah dengan membencinya. Bila itu saja sudah tidak ada, berarti ia meridloi kemunkaran. Maka pantas bila rosululloh shollallohu alaihi wasallam meniadakan imannya :

عن ابن مسعود رَضِيِ اللَّهُ عَنْهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قال  ما من نبي بعثه اللَّه في أمة قبلي إلا كان له من أمته حواريون وأصحاب يأخذون بسنته ويقتدون بأمره، ثم إنها تخلف من بعدهم خلوف يقولون ما لا يفعلون، ويفعلون ما لا يؤمرون. فمن جاهدهم بيده فهو مؤمن، ومن جاهدهم بلسانه فهو مؤمن، ومن جاهدهم بقلبه فهو مؤمن؛ وليس وراء ذلك من الإيمان حبة خردل  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Ibnu Mas’ud rodliyallohu anhu : Bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Tidaklah Alloh mengutus seorang nabi pada suatu umat melainkan dari umatnya pasti ada hawariy (pendukung) dan para sahabat yang mengambil sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian datang sesudah itu kaum pengganti yang mengucapkan sesuatu yang tidak mereka perbuat dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan. Barangsiapa memerangi mereka dengan tangannya maka dia adalah mu’min. Barangsiapa yang memeranginya dengan lesannya maka dia mu’min dan barangsiapa yang memeranginya dengan hatinya maka dia adalah mu’min. Tidaklah orang yang ada di luar ketiga itu dalam hatinya ada setitik iman  [HR Muslim]

Maroji’ :
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 2/27