Alangkah baiknya bila kita memasak sop, tetangga mendapat
bagiannya. Berikan sop itu kepada saat baru matang. Bukan ketika sore hari,
ketika yakin bahwa sop itu tidak akan habis, baru dihangatkan dan diberkan
kepada tetangga.
Baju yang sudah usang atau kita sudah bosan memakainya,
jangan diberikan pada orang lain seperti yang terjadi ketika ada pengumpulan
baju layak pakai untuk korban banjir. Kenapa harus begitu ? Karena Alloh
berfirman :
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا
مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa
saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya [ali imron : 92]
Dengan ayat ini, Alloh menerangkan kepada kita tentang
definisi albirr. Ia adalah menginfakkan harta yang dicinta. Imam Zamakhsyari
berkata : Para salaf (sahabat) bila mereka mencintai sesuatu, segera mereka lepaskan
untuk Alloh. Beliau memberi bukti dengan apa yang dilakukan oleh Abu Tholhah.
Ketika menghadap rosululloh shollallohu alaihi wasallam, ia berkata :
يا رسول الله إن أحبّ أموالي
إليّ بيرحاء فضعها يا رسول الله حيث أراك الله
Ya rosululloh, sesungguhnya harta
yang paling aku cintai adalah tanah bairuha (kebun di depan masjid nabawi yang
sangat subur). Salurkanlah wahai rosululloh sesuai petunjuk Alloh yang
diberikan padamu.
Mendengar penuturannya, beliau bersabda :
بخ
بخ ذاك مال رابح أو مال رائح وإني أرى أن تجعلها في الأقربين
Bakh ! Bakh ! (kalimat yang
menunjukkan kekaguman akan perbuatan seseorang). Itu adalah harta special ! Aku
berpendapat agar harta itu engkau bagikan kepada kaum kerabatmu.
Abu Tholhahpun melaksanakan titah beliau. Walhasil berikan
harta, selagi benda itu masih kita cintai. Itulah tanda albirr pada diri kita.
Maroji’ :
Tafsir Zamakhsyari (maktabah syamilah) hal 62