Kaedah Ahlussunnah Waljamaah
التَّكْفِيْرُ مِنَ الأَحْكاَمِ الشَّرْعِيَّةِ الَّتِى مَرَدُّها
إلىَ الْكِتَاب وَالسُّنَّةِ فَلاَ يَجُوْزُ تَكْفِيْرُ مُسْلِمٍ بِقَوْلٍ أَوْ
فِعْلٍ مَالَمْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ شرْعِيٌّ عَلىَ ذَالِكَ وَلاَ يَلْزَمُ مِنْ
إطْلاَقِ حُكْمِ الْكُفْرِ عَلىَ قَوْلٍ أَو ْفِعْلٍ ثبُوْتٍ مُوْجِبُهُ فِى حَقِّ
الْمُعَيَّنِ إلاّ إذَا تَحَقَّقَتِ الشُّرُوْطُ وَانْتَفَتِ الْمَوَانِعُ لأَنّ
التَّكْفِيْرَ مِنْ أَخْطَرِ الأَحْكاَمِ فَيَجِبُ التَّثَبُّتُ والْحَذرُ مِنْ
تَكْفِيْرِ الْمُسْلِم
Vonis kafir bagian dari hukum syar’i yang rujukannya
adalah alqur’an dan assunnah maka tidak boleh mengkafirkan seorang muslim hanya
karena ucapan atau perbuatan selama tidak ada dalil syar’i yang bisa dijadikan
pijakan untuk memvonisnya, tidak seharusnya memutlaqkan vonis kafir atas ucapan
atau perbuatan yang menyebabkan ia harus dikenakan vonis kafir kecuali bila
telah telah terpenuhi syarat-syaratnya dan tidak ada penghalang yang
menghalangi untuk divonis kafir, oleh karena vonis kafir adalah perkara yang
riskan maka wajib untuk teliti dan hati-hati ketika mengkafirkan seorang
muslim.
Penjelasan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا
لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ
مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi
(berperang) di jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada
orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang
mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda
kehidupan di dunia, Karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah
keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, Maka
telitilah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. [annisa: 94]
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ
حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
Dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus
seorang rasul [al isro : 15]
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ
إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ
مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia
beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi
orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya
dan baginya azab yang besar [annahl : 106]
عن أبى معبد المقداد بن الأسود رضى الله
عنه قَالَ : قُلْتُ لِرَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم : أرَأيْتَ إنْ لَقِيْتُ
رَجُلاً مِنَ الْكُفَّارِ فَاقْتَتَلْنَا فَضَرَبَ إحْدَى يَدَيَّ بِالسَّيْفِ
فَقَطَعَهَا ثُمَّ لاَذَى مِنِّى بِشَجَرَةٍ فَقَالَ : أسْلَمْتُ لِلّهِ
أأقْتُلُهُ ياَرسول الله ؟ فَقَالَ : لاَ تَقْتُلْهُ فَقُلْتُ : قَطَعَ إحْدَى
يَدَيَّ ثُمَّ قَالَ ذَالِكَ بَعْدَ مَا قَطَعَهَا فَقَالَ : لاَ تَقْتُلْهُ
فَإِنْ قَتَلْتَهُ فَإِنَّهُ بِمَنْزِلَتِكَ قَبْلَ أنْ تَقْتُلَهُ وَإنَّكَ
بِمَنْزِلَتِهِ قَبْلَ أنْ يَقُوْلَ كَلِمَتَهُ الَّتِى قَالَ متفق عليه
Dari Abu
Ma'bad Miqdad bin Aswad rodliyallohu anhu ia berkata : aku bertanya kepada
rosululloh shollallohu alaihi wasallam : apa pendapatmu jika aku menjumpai
seorang lelaki kafir kamipun saling menyerang, ia berhasil menyabet tanganku
hingga putus dengan pedangnya lalu ia berlindung di pohon dari seranganku.
Tiba-tiba ia mengucapkan : aku masuk islam karena Alloh. Bolehkah saya
membunuhnya setelah ia mengucapkan kalimat tersebut ? Beliau menjawab : jangan
engkau membunuhnya ! Aku Bertanya : ya rosululloh ia sudah memutus tangan saya
lalu ia ucapkan kalimat tersebut setelah memotongnya ? Beliau bersabda : jangan
engkau bunuh ! kalau engkau membunuhnya maka dia berada pada kedudukanmu sebelum
engkau membunuhnya dan engkau berada pada kedudukannya sebelum dia mengucapkan
kalimatnya [mutafaq alaih]
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه
عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه
وسلم قَالَ كَانَ رَجُلٌ يُسْرِفُ عَلَى نَفْسِهِ ،
فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ لِبَنِيهِ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَحْرِقُونِى
ثُمَّ اطْحَنُونِى ثُمَّ ذَرُّونِى فِى الرِّيحِ ، فَوَاللَّهِ لَئِنْ قَدَرَ
عَلَىَّ رَبِّى لَيُعَذِّبَنِّى عَذَابًا مَا عَذَّبَهُ أَحَدًا . فَلَمَّا مَاتَ
فُعِلَ بِهِ ذَلِكَ ، فَأَمَرَ اللَّهُ الأَرْضَ ، فَقَالَ اجْمَعِى مَا فِيكِ
مِنْهُ . فَفَعَلَتْ فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ ، فَقَالَ مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا
صَنَعْتَ قَالَ يَا رَبِّ ، خَشْيَتُكَ . فَغَفَرَ لَهُ وَقَالَ غَيْرُهُ مَخَافَتُكَ يَا رَبِّ
Dari Abu HUroiroh rodliyallohu anhu : Dari nabi shollallohu
alaihi wasallam : Pada jaman dahulu ada seorang lelaki yang banyak melakukan
perbuatan dosa. Tatkala menjelang kematian, ia berkata kepada anak-anaknya :
Bila aku mati, tolong bakar jasadku lalu tumbuk arang jasadku selanjutnya
taburkan di angin. Demi Alloh seandainya Robku mampu membangkitkanku tentu
benar-benar akan menyiksaku dengan adzab yang belum pernah ditimpakan kepada
siapapun. Ketika akhirnya mati, wasiat itupun dilaksanakan. Lalu Alloh menyuruh
bumi : Kumpulkan apa yang ada padamu. Bumi melaksanakannya. Tiba-tiba orang itu
bangkit. Alloh bertanya : Apa yang mendorongmu melakukan itu ? Ia menjawab :
Wahai Robku, aku takut kepadaMu. Maka Alloh mengampuninya [HR Bukhori Muslim]
عن أنس بنِ مالكٍ رضي الله عنه قَالَ :
قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم للهُ
أَشَدُّ فَرَحاً بِتَوبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يتوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ
عَلَى رَاحِلَتهِ بأرضٍ فَلاةٍ ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ
وَشَرَابهُ فأَيِسَ مِنْهَا ، فَأَتى شَجَرَةً فاضطَجَعَ في ظِلِّهَا وقد أيِسَ
مِنْ رَاحلَتهِ ، فَبَينَما هُوَ كَذَلِكَ إِذْ هُوَ بِها قائِمَةً عِندَهُ ،
فَأَخَذَ بِخِطامِهَا ثُمَّ
قَالَ مِنْ شِدَّةِ الفَرَحِ : اللَّهُمَّ أنْتَ عَبدِي وأنا رَبُّكَ ! أَخْطَأَ
مِنْ شِدَّةِ الفَرَحِ
Dari Anas bin Malik rodliyallohu anhu : Rosululloh shollallohu
alaihi wasallam bersabda : Sungguh Alloh lebih bahagia dengan taubat hambaNya
di saat ia bertaubat daripada salah seorang di antara kalian yang berada di
atas kendaraannya di tengah padang pasir yang luas. Lalu kendaraannya melarikan
diri dari pemiliknya, padahal di atasnya ada makanan dan minumannya. Ia
berputus asa dari kendaraannya lalu mendatangi sebuah pohon dan bersandar di
bawah naungannya. Sungguh ia benar-benar telah berputus asa dari kendaraannya.
Ketika kondisinya seperti itu, tiba-tiba kendaraannya berdiri di hadapannya.
Iapun segera mengambil tali kekangnya seraya berkata dengan penuh gembira : Ya
Alloh, Engkau hambaku dan aku adalah Robmu ! Ia keliru karena saking gembiranya
[muttafaq alaih]