Menjadi Hakim Itu : Untungnya Sedikit, Ruginya teramat Besar




Kepada Pak Hakim Dan Pak Jaksa (4)
Ini adalah peringatan dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى اَلْإِمَارَةِ, وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ, فَنِعْمَ اَلْمُرْضِعَةُ, وَبِئْسَتِ اَلْفَاطِمَةُ رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ 
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Sesungguhnya engkau sekalian akan rakus terhadap  jabatan padahal ia akan menjadi penyesalan di hari kiamat. Maka alangkah baiknya penyusu dan alangkah jeleknya pemutus susu [HR Bukhari]
Hadits di atas menjelaskan betapa berambisinya manusia untuk menempati jabatan yang berujung kepada penyesalan tidak berujung di akhirat. Untuk memperjelas keterangan, beliau memberi dua tamtsil bagi para qodli :
(1) Ni’mal murdli’ah (alangkah baiknya bayi yang menyusu)
Maksudnya bahwa bayi mendapat kebahagiaan melalui asi dari ibunya, akan tetapi itu tidak berlangsung lama. Batas maksimalnya adalah dua tahun. Demikianlah para hakim mendapat kesenangan lewat jabatannya berupa kedudukan, harta, ketenaran dan lainnya yang kesemuanya bersifat duniawi. Tentu kesenangan ini bersifat terbatas, sebatas umur yang Alloh berikan kepadanya.
Bi-satil fathimah (alangkah jeleknya pemutus susu)
Maksudnya adalah kematian. Dengan berakhirnya kehidupan, berarti berakhir pula kesenangan yang dia peroleh dari jabatan yang pernah ia pegang. Selanjutnya ia akan sengsara karena harus mempertanggung jawabkan semua keputusan yang pernah ia tetapkan di pengadilan
Maroji’ :
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 4/428