Ketika Alloh adalah alwitru (ganjil), sebagai bukti
dari kaedah ini adalah kisah rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan Abu
Bakar di gua tsur saat perjalanan hijrahnya. Dalam kondisi khawatir karena para
pemuda quraisy sudah ada di mulut gua, Abu Bakar berkata :
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ رَفَعَ قَدَمَهُ رَآنَا
Wahai rosululloh, seandainya seorang diantara
mereka mengangkat kakinya, tentu melihat kita !?
Nabi shollallohu alaihi wasallam menenangkan Abu
Bakar dengan bersabda :
مَا
ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا
Apa persangkaanmu dengan dua orang, sementara Alloh
adalah ketiganya ? [HR Bukhori Muslim]
Meski ganjil, terkadang Alloh berposisi genap.
Misalnya Alloh ketika menerangkan orang yang sedang berbisik :
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ
إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ
Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang
melainkan Dialah (Alloh) yang keempatnya dan tidak ada lima orang melainkan
Dialah yang keenamnya [almujadalah : 7]