Sikap muslim terhadap perselisihan yang terjadi antar sahabat




                                         Sahabat Dalam Timbangan Aqidah (15) 

Ali pernah berperang dengan rombongan Aisyah pada perang jamal. Ali juga berperang melawan Muawiyah pada perang shiffin yang mengakibatkan ribuan nyawa melayang. Dua kasus inilah dijadikan sasaran empuk orang syiah untuk mendakwahkan kesesatannya. Untuk menjaga lesan kita dari perkataan yang mengundang murka Alloh dalam masalah ini, ada baiknya bila kita menyimak kalimat-kalimat berharga dari para ulama :

(1) Umar Bin Abdul Aziz berkata :

تِلْكَ دِمَاءٌ طَهَّرَ اللهُ يَدِيّ مِنْهَا أفَلاَ أطْهُرُ مِنْهَا لِسَانِيّ

Itu adalah darah-darah yang Alloh telah mensucikan tanganku darinya. Bila demikian kenapa aku tidak mensucikan lesanku darinya ?

(2) Hasan Albasri berkata :

قِتَالٌ شَهِدَهُ أصْحَابُ مُحَمَّدٍ صلّى الله عليه وسلّم وَغِبْنَا وَعَلِمُوْا وَجَهِلْنَا وَاجْتَمَعُوْا فَاتَّبَعْنَا وَاخْتَلَفُوْا فَوَقَفْنَا

Peperangan yang disaksikan langsung oleh para sahabat Muhammad shollallohu alaihi wasallam sementara kami tidak ada di sana saat itu, mereka tahu hakekatnya sedangkan kami tidak mengetahuinya. Mereka bersatu, kami mengikutinya dan saat mereka berselisih kami bertawaquf (diam, tidak berkomentar)

(3) Ja’far Bin Muhammad Ash Shodiq berkata :

أقُوْلُ مَا قَالَ الله قَالَ عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنْسَى 

Aku berkata sebagaimana apa yang difirmankan oleh Alloh : Berkata (Musa) “ Pengetahuan tentang itu ada di sisi Robku di dalam sebuah kitab. Robku tidak akan salah dan tidak pula lupa “ [thoha : 52]

(4) Imam Ahmad Bin Hanbal berkata :

مَا أقُوْلُ فِيْهِمْ إلاَّ الْحُسْنَى

Aku tidak akan berkata tentang mereka selain kebaikan (seraya membaca) :

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ  

Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang diusahakan dan bagimu apa yang kamu usahakan. Kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan [albaqoroh : 141]

(5) Ibnu Zaid Abi Zaid Alqoirowani berkata :

وَ ألاَّ يُذْكَرَ أحَدٌ مِنْ صَحَابَةِ الرَّسُوْلِ صلّى الله عليه وسلّم إلاَّ بِأَحْسَنِ ذِكْرٍ وَالإِمْسَاكُ عَمَّا شَجَرَ بَيْنَهُمْ  وَأنَّهُمْ أحَقُّ النَّاسِ أنْ يَلْتَمِسَ لَهُمْ أحْسَنَ الْمَخَارِجِ وَيُظَنُّ بِهِمْ أحْسَنُ الْمَذَاهِبِ

Tidak diperbolehkan menyebut seorangpun dari sahabat arrosul shollallohu alaihi wasallam kecuali dengan sebaik-baik penyebutan dan harus mengambil sikap menahan diri terhadap perselisihan yang terjadi antara mereka. Mereka adalah manusia yang paling berhak untuk  diberikan sebaik-baik penyelesaian dan diberi persangkaan dengan sebaik-baik perkataan.

(6) Ibnu Bathoh berkata :

وَمِنْ بَعْدِ ذَالِكَ نَكُفُّ عَمَّا شَجَرَ بَيْنَ أصْحَابِ رَسُوْلِ الله صلّى الله عليه وسلّم فَقَدْ شَهِدُوْا الْمَشَاهِدَ مَعَهُ وَسَبَقُوا النَّاسَ بِالْفَضْلِ فَقَدْ غَفَرَ الله لَهُمْ وَأمَرَكَ بِالإسْتِغْفَارِ لَهُمْ وَالتَّقَرُّبِ لَهُ بِمَحَبَّتِهِمْ وَفَرَضَ ذَالِكَ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ وَهُوَ يَعْلَمُ مَا سَيَكُوْنُ مِنْهُمْ وَ أنَّهُمْ سَيَقْتَتِلُوْنَ وَإنَّمَا فُضِّلُوْا عَلَى سَائِرِ الْخَلْقِ لأنَّ الْخَطَأ وَالْعَمْدَ وُضِعَ عَنْهُمْ وَكُلُّ مَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ مَغْفُوْرٌ لَهُمْ

Setelah itu kami menahan diri untuk tidak membicarakan tentang perselisihan yang terjadi atara para sahabat rosululloh shollallohualaihi wasallam. Itu dikarenakan mereka telah mengikuti semua peperangan bersama beliau. Mereka manusia terdepan dalam kebaikan dimana Alloh telah mengampuni mereka dan memerintahkan dirimu untuk memohonkan ampunan bagi mereka, bertaqorrub kepada Alloh dengan mencintai mereka dan telah menetapkan itu lewat lesan nabinya dimana beliau mengetahui apa yang akan terjadi pada diri mereka bahwa mereka akan saling berperang. Mereka telah dilebihkan atas seluruh makhluq, karenanya kesalahan dan kesengajaan telah diangkat (tidak dituntut oleh Alloh) dari mereka. Dan seluruh perselisihan antara mereka telah diampuni.

(7) Abu Bakar Albaqilani berkata :

وَيَجِبُ أنْ يُعْلَمَ أنَّ مَاجَرَى بَيْنَ أصْحَابِ النّبي صلّى الله عليه وسلم مِنَ الْمُشَاجَرَةِ نَكُفُّ عَنْهُ وَنَتَرَحَّمُ الْجَمِيْعَ وَنُثْنِى عَلَيْهِمْ وَنَسْأَلُ الله تَعَالَى لَهُمْ الرّضْوَانَ وَالأَمَانَ وَالْفَوْزَ وَالْجِنَانَ وَنَعْتَقِدُ أنَّ عَلِيًّا أصَابَ فِيْمَا فَعَلَ وَلَهُ أجْرَانِ وَأنَّ الصَّحَابَةَ إنْ مَا صَدَرَ مِنْهُمْ كَانَ بِاجْتِهَادٍ فَلَهُمُ الأجْرُ وَلاَ يُفْسِقُوْنَ وَلاَ يُبَدّعُوْنَ وَالدَّلِيْلُ عَلَيْهِ قَوْلُهُ تَعَالَى لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا  وَقَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم إذَا اجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أجْرَانِ وَإذَا جْتَهَدَ فَأخْطَأ فَلَهُ أجْرٌ

Wajib untuk diketahui bahwa apa yang terjadi antara para sahabat nabi shollallohu alaihi wasallam berupa perselisihan, kami mengambil sikap menahan diri, kami mencintai kedua kubu semuanya, kami memberi pujian bagi mereka dan kami memohon kepada Alloh Ta’ala bagi mereka berupa keridloan, keamanan dan jinan (surga-surga). Kami meyakini bahwa Ali ada pada pihak yang benar terhadap apa yang ia lakukan maka baginya dua pahala. Adapun para sahabat yang keliru, itu semua didasarkan atas dasar ijtihad, maka bagi mereka satu pahala. Kami tidak menvonis mereka fasik dan menyebut mereka sebagai ahli bid’ah. Dalil dari penyataan ini adalah Firman Alloh Ta’ala “ Sungguh Alloh telah ridlo kepada orang-orang beriman ketika mereka berbaiat kepadamu di bawah pohon. Alloh mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Alloh menurunkan ketenangan pada mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang dekat “ [alfath : 18]. Dan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam “ Bila seorang hakim berijitihad lalu benar maka baginya dua pahala dan bila berijitihad lalu keliru maka baginya satu pahala “

(8) Ibnu Taimiyyah berkata :

وَيُمْسِكُوْنَ عَمَّا شَجَرَ بَيْنَ الصَّحَابَةِ وَيَقُوْلُوْنَ إنّ هذه الأثَرِ الْمَرْوِيَّةِ فِيْ مَسَاوِيْهِمْ مِنْهَا مَا هُوَ زِيْدَ فِيْهِ وَنُقِصَ وَغُيِّرَ عَنْ وَجْهِهِ وَالصَّحِيْحُ مِنْهُ هُمْ فِيْهِ مَعْذُوْرُوْنَ إمَّا مُجْتَهِدُوْنَ مُصِيْبُوْنَ وَإمَّا مُجْتَهِدُوْنَ مُخْطِئُوْنَ 

Kami menahan diri terhadap apa yang diperselisihkan antara sahabat. Mereka berkata : Sesungguhnya atsar-atsar yang diriwayatkan yang menceritakan tentang keburukan mereka ada yang ditambah-tambah, dikurangi dan dirubah dari aslinya. Yang benar dalam hal ini bahwa mereka ma’dzur (diampuni), baik mereka mujtahid yang benar dalam ijtihadnya atau mereka mujtahid yang keliru dalam ijtihadnya

(9) Ibnu Katsir berkata :

أمَّا مَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ بَعْدَهُ عَلَيْهِ الصّلاة والسّلام فَمِنْهُ مَاهُوَ مِنْ غَيْرِ قَصْدٍ كَيَوْمِ الْجَمَلِ وَمِنْهُ مَا كَانَ عَنْ إجْتِهَادٍ كَيَوْمِ صِفِّيْنَ وَالإجْتِهَادُ يُخْطِئُ وَلكنْ صَاحِبُهُ مَعْذُوْر وَإنْ أخْطَأَ وَمَأْجُوْرٌ أيْضًا وَأمَّا الْمُصِيْبُ فَلَهُ أجْرَانِ

Perselisihan apa saja yang terjadi antara mereka setelah wafatnya nabi alaihish sholatu wassalam, ada yang terjadi tanpa disengaja seperti perang jamal. Ada juga yang terjadi atas dasar ijitihad seperti perang shiffin. Dalam berijitihad bisa saja terjadi kesalahan, akan tetapi yang bersangkutan diampuni dan mendapat pahala pula. Adapun yang benar mendapat dua pahala

(10) Ibnu Hajar Al Atsqolani berkata :

واتَّفَقَ أهْلُ السُّنَّةِ عَلَى وُجُوْبِ مَنْعِ الطَّعْنِ عَلَى أحَدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ بِسَبَبِ مَا وَقَعَ لَهُمْ مِنْ ذَالِكَ وَلَوْ عَرَفَ الْمُحِقُّ مِنْهُمْ لأنَّهُمْ لَمْ يُقَاتِلُوْا فِي تِلْكَ الْحُرُوْبِ إلاَّ عَنْ إجْتِهَادٍ بَلْ ثَبَتَ أنَّهُ يُؤْجَرُ أجْرًا وَاحِدًا وَأنَّ الْمُصِيْبَ يُؤْجَرُ أجْرَيْنِ  

Ahlus sunnah bersepakat atas wajibnya melarang pencelaan terhadap seorang dari sahabat karena perselisihan yang terjadi antara mereka meski pentahqiq (ulama peneliti) mengetahui hakekat sebenarnya (siapa yang salah dan siapa yang benar). Itu dikarenakan mereka tidak berperang kecuali atas dasar ijtihad. Bahkan telah ditetapkan bahwa pihak yang salah diberi satu pahala dan yang benar diberi dua pahala